Respon
Maladaptif
Respon
Adaptif
Aserti
Pasif
Keterangan :
f
Frusta
si
Agres
i
Amuk
a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri
dengan pasti dan merupakan komunikasi untuk menghormati
orang lain. Individu yang asertif berbicara dengan jujur dan
jelas. Meraka dapat melihat norma individu lainnya dengan
tepat sesuai dengan situasi. Pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu, intonasi suara dalam
berbicara tidak mengancam. Individu yang asertif dapat
menolak permintaan yang tidak beralasan dan meyampaikan
rasionalnya kepada oang laindan sebaliknya individu juga
dapat
menerima
dan
tidak
merasa
bersalah
bila
harus
bersing
untuk
mendapatkan
apa
yang
pada
dasarnya
disebabkan
karena
menutupi
Tinggi
kata-kata
ancaman
dengan
rencana melukai
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Mengucapkan
kata-kata
ancaman
tanpa
melukai
Mendekati orang lain dengan ancaman
Bicara keras dan menuntut
Memperlihatkan
permusuhan
pada
rendah
Rend
ah
Neurotransmitter
juga
mempunyai
tingkat
impuls
agresif.
Sistem
limbik
merupakan
sistem
membuat
keputusan,
kerusakan
pada
neurotransmitter
(epinephrine,
mengakibatkan
tidak
berkembangnya
ego
dan
sebagai
cara
untuk
menyelesaikan
kekerasan.
Adanya
keterbatasan
sosial
dapat
serta
tidak
membiasakan
dialog
untuk
emosinya
pada
saat
menghadapi
rasa
frustasi.
6) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan,
perubahan
tahap
perkembangan,
atau
2) Rasa
bersalah
terhaap
diri
sendiri
7) Mengamuk
8) Ingin berkelahi
9) Menyalahkan dan menuntut
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pasien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Mengkaji faktor predisposisi dan presipitasi, kondisi klien saat ini,
riwayat keluarga, dan masalah yang dihadapi klien.
a. Faktor predisposisi antara lain :
1) Psikologis
Pengalaman
gagal
kehidupan
yang
mengakibatkan
3) Sosiokultural
Pembelajaran
sosial
yang
membenarkan
perilaku
e. Status mental
1) Dari pembicaraan klien biasanya kasar, keras.
2) Afektif klien labil (emosi cepat berubah-ubah)
3) Interaksi biasanya Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah
tersinggung sudah jelas.
Secara lebih jelas, data perilaku kekerasan dapat diperoleh melalui
observasi atau wawancara tentang perilaku berikut ini :
1) Muka
merah dan PERILAKU
tegang
PENGKAJIAN
KEKERASAN
2) Pandangan tajam
Pelaku/usia
korban/usia
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
1. Aniaya fisik
4) Mengepalkan tangan
saksi/usia
2. Aniaya seksual
5) Jalan mondar-mandir
6) Bicara kasar
3. Penolakan
7) Suara tinggi, menjerit, atau berteriak
4. Kekerasan dalam keluarga
8) Mengancam secara verbal atau fisik
5. Tindakan kriminal
9) Melempar atau memukul benda/orang lain
Beri tanda 10)Merusak
() pada kolom
yangatau
sesuai
dengan data pasien
barang
benda
Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah atau
6. Aktivitas11)
motorik
mengontrol perilaku kekerasan
( ) Lesu
( ) Tegang
( ) Gelisah
( ) Agitasi
Contoh Form pengkajian Resiko perilaku kekerasan (Keliat, 2011):
( ) Tik
( ) Grimasen
( ) Tremor
( ) Kompulsif
7. Interaksi selama wawancara
( ) Bermusuhan
( ) Tidak kooperatif
( ) Mudah tersinggung
( ) Curiga
8. Alam Perasaan
( ) Sedih ( ) Ketakutan ( ) Putus asa ( ) Khawatir ( ) Gembira
berlebihan
9. Afek
( ) Datar
( ) Tumpul
( ) Labil
( ) Tidak sesuai
10. Persepsi
( ) Pendengaran
( ) Penglihatan
( ) Pengecap
( ) Penghidu
Dan seterusnya
( ) Perabaan
2. Analisa Data
No.
DATA FOKUS
KEPERAWATAN
Perilaku Kekerasan
1. DS :
-
MASALAH
bercerita.
Klien mengalami masalah
emosional seperti putus
asa,peningkatan rasa
cemas,panic,
marah,permusuhan
DO :
-
2. Ds:
Ketidakefektifan
Klien
mengatakan
benci
Pandangan tajam
Mengatuokan
rahang
dengan kuat
-
Mengepalkan tangan
Jalan mondar-mandir
Bicara kasar
Melempar
atau
memukul
Merusak barang
Tidak
atau
mampu
mencegah
mengontrol
perilaku
kekerasan
3. Intervensi
a. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan
dengan masalah emosional (ketidakberdayaan,putus asa,
-
Identifikasi ketika marah
Identifikasi ketika frustasi
Identifikasi
situasi
yang
dapat
menumbulkan kemarahan
Menggunakan
strategi
untuk
mengontrol marah
Monitor gejala perilaku
maupun seksual
Kriteria hasil : Didapatkan skor 4 pada indicator NOC
NOC: Aggression self restrain
Indikator
1 2 3 4
perilaku
yang
sesuai
ekspektasi
untuk
pasien
dalam
mengidentifikasi
sumber
ekspektasi
jika
pasien
dapat
mengontrol
perilakunya
15)Instruksikan menggunakan teknik menenangkan
16)Dampingi pasien mengembangkan metode yang sesuai
dalam mengekspresikan kemarahan
17)Dukung pasien melakukan strategi kontrol kemarahan dan
dalam mengekspresikan kemarahan yang sesuai
4. Evaluasi
a. Pasien:
1) Pasien memahami penyebab, tanda gejala dan akibat dari
perilaku kerasnya tersebut
2) Pasien mampu mengontrol perilaku kerasnya dengan cara
tarik nafas
3) Pasien mampu mengontrol perilaku kerasnya dengan cara
memukul kasur dan bantal
4) Pasien dapat mengontrol
verbalnya
dengan
cara
HALUSINASI
A. Konsep halusinasi
1. Definisi
a. Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang
apapun pada panca indra seorang pasien, yang terjadi dalam
keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikotik ataupun histerik.
b. Halusinasi adalah perubahan persepsi sensori : keadaan
dimana indifidu atau kelompok mengalami atau beresiko
mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interpretasi stimulus yang datang
c. Halusinasi merupakan salah satu
gejala
yang
sering
dari
halusinasi
ada
beberapa
individu
faktor
yang
mempunyai
tugas
otak
sudah
mulai
menuunjukan
dengan
gejala
skizofrenia
antara
sosial
merupakan
factor
dalam
gangguan
dengan
pihak
lain
diluar
keluarga
dapat
awal
tersebut
sebagai
pemecahan
masalah.
b. Fase Kedua Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase
menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan
nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stress, cemas,
perasaan
perpisahan,
rasa
bersalah,
kesepian
yang
peningkatan denyut
mendengar
suara,
melihat,
menghirup,
d. Peningkatan
sistem
saraf
otonom
yang
menunjukkan
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki
klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman
pengkajian
keperawatan.
umum,
pada
Pengkajian
formulir
menurut
pengkajian
Keliat
(2006)
proses
meliputi
tidak
terselesaikan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda.
b) Tidak ada komunikasi.
c) Tidak ada kehangatan.
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e) Komunikasi tertutup.
f) Orang tua yang membandingkan anak anaknya,
orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis,
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi,
menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak,
pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel
korteks dan limbik.
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan
melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson
yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini
sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga
letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam,
dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22.
Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami
skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar
15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya
mengalami
skizofrenia
berpeluang
15%
mengalami
skizofrenia,
sementara
bila
kedua
orang
tuanya
syaraf terganggu
stigmasasi,
kemiskinan,
kurangnya
alat
merasa
punya
kekuatan
berlebihan,
tanda-tanda
dan
perilaku
halusinasi
maka
informasi
tentang
halusinasi
yang
diperlukan
meliputi:
1) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang
didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi
audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,
jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika
halusinasi
halusinasi
penghidu,
rasa
pengecapan,dan
apa
yang
apa
dikecap
yang
jika
dirasakan
Informasi
ini
sangat
penting
untuk
klien
perlu
perhatian
saat
mengalami
halusinasi.
3) Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias
mengobservasi
apa
yang
dialami
klien
menjelang
sejauh
mana
halusinasi
telah
dilakukan
oleh
klien
saat
mengalami
pengalaman
atau
sudah
tidak
berdaya
terhadap
halusinasinya.
g. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan
fisik yang dirasakan klien.
h. Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1) Penampilan : tidak rapi, tidak
2)
3)
4)
5)
serasi
dan
cara
berpakaian.
Pembicaraan : terorganisir atau berbelit-belit.
Aktivitas motorik : meningkat atau menurun.
Alam perasaan : suasana hati dan emosi.
Afek
: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar,
ketidakmampuan
respon
verbal
dan
menginterpretasikan
mengingat
peristiwa
Jenis
halusinasi
Halusinasi
dengar
Data objektif
Data subjektif
sendiri
2. Marah-marah
kegaduhan
2. Mendengar
tanpa
sebab
3. Menyedengkan
telinga
suara
yang bercakap-cakap
3. Mendengar
suara
kearah
tertentu
4. Menutup telinga
menyuruh melakukan
sesuatu
berbahaya
Melihat
bayangan,
Halusinasi
1. Menunjuk-nunjuk
Penglihatan
kearah tertentu
sinar, bentuk geometris,
2. Ketakutan
pada
bentuk kartoon, melihat
sesuatu
hantu atau monster
3. Yang tidak jelas
1. Menghidu
sepertiMembaui bau-bauan
Halusinasi
penghidu
sedang
yang
membaui sperti
bau-bauan tertentu
2. Menutup hidung
Halusinasi
pengecapan
Halusinasi Perabaan
1. Sering meludah
2. Muntah
bau
darah,
urin,
itu menyenangkan
Merasakan rasa seprti
permukaan kulit
serangga
dipermukaan kulit
2. Merasa
seperti
tersengat listrik
3. Intervensi
No Diagnosa
1
Ganggua
NOC
NIC
Distorted Thought Bina Hubungan Terapeutik Dan Saling
Control
persepsi
Setelah
sensori:
interaksi selama 3 x
penglihat
24
dilakukan
jam,
klien
an,
mampu
pendeng
mengendalikan
aran,
halusinasi
pengeca
indikator/kriteria
p,
hasil :
dengan
dan
penghidu
1. Klien mampu
b/d stres
mengenal
psikologi
terjadinya
pada
klien
halusinasi.
2. Klien mampu
mengungkap
kan
isi
halusinasi.
3. Klien
mengungkap
kan frekuensi
halusinasi.
4. Klien mampu
Halusinasi
(Halusination
Management)
a. Observasi
tingkah
laku
yang
mengungkap
mengalami
kan perasaan
terkait
mengalami halusinasi.
ii. Jika jawaban klien ada,
dengan
halusinasi.
5. Menjauhkan
diri
halusinasi,
dari
hadirnya
untuk
halusinasi
atau delusi
6. Melaporkan
penurunan
halusinasi
atau delusi
7. Berinteraksi
tanyakan
apa
yang
bahwa
sendiri
tidak
mendengar/
melihat/merasakan.
iv. Katakana klien lain juga
ada
yang
mengalami
dengan
orang lain
8. Berpikir
frekuensi,
secara realita
dan
situasi
pencetus
munculnya halusinasi.
d. Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika halusinasi muncul.
e. Beri
klien
kesempatan
untuk
mengungkapkan perasaannya.
f. Identifikasi dan diskusikan dengan klien
perilaku yang dilakukan saat halusinasi
muncul.
g. Diskusikan manfaat dan akibat dari cara
atau perilaku yang dilakukan klien.
4. Evaluasi
a. Pasien
1) Pasien mampu mengidentifikas imunculnya halusinasi
terkait
dengan
isi,
frekuensi,
waktu
terjadi,
situasi
DAFTAR PUSTAKA
Dalami, E., Suliswati., Rochimah., Suryati, K, R. & Lestari, W. 2009.
Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Penerbit: Trans
Media,Jakarta.
Hamid, Achir Yani. 2000. Buku Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa 1.
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta. Depkes
RI
Keliata.B.A. dkk. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC
135070200111004
135070200111005
Minchatul Fitri
135070200111006
135070200111007
135070200111008
Aulia Dian T
135070200111010
135070200111011
Esidianna Uttari
135070201111011
Luluk Wulandari
135070201111012
Zaifullah
135070201111013
135070201111014
135070207111002
135070207111003