DISUSUN OLEH :
WIWIE KARTIWIE
240 STYC 16
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam rangka menambah
Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya
kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................... 1
Latar Belakang.......................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................. 3
SPGDT...................................................................................... 3
TRIAGE.................................................................................... 8
KONSEP BENCANA............................................................... 15
BAB 3 PENUTUP....................................................................................... 24
Kesimpulan............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan
konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan
penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat
rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program
dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan
tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care
(PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat
yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure
pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan
pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk
menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.
1
BAB II
PEMBAHASAN
optimal, terarah dan terpadu bagi setiap anggota masyarakat yang berada
2
3. Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Terpadu
a. Fase Deteksi
Fase ini dapat dideteksi dimana sering terjadi kecelakaan seperti
:
1. Perbaikan konstruksi jalan (Engineering)
2. Pengetahuan peraturan lalu lintas (Enforcement)
3. Perbaikan kualitas helm
4. Pengetahuan undang - undang lalu lintas
5. Pengetahuan peraturan keselamatan kerja
6. Pengetatan peraturan keselamatan kerja
7. Peningkatan patrol keamanan
8. Membuat “Disaster Mapping”
4. Pembagian SPGDT
a. SPGDT-S (Sehari-Hari)
SPGDT-S adalah rangkaian upaya pelayanan gawat darurat yang saling
terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit – di Rumah Sakit –
antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar
korban/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan sebagai
berikut:
1. Pra Rumah Sakit
1. Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
3
2. Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan
penderita gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan medik
3. Pertolongan di ICU/ICCU
b. SPGDT-B (Bencana)
SPGDT-B adalah kerja sama antar unit pelayanan Pra Rumah Sakit
dan Rumah Sakit dalam bentuk pelayananan gawat darurat terpadu
sebagai khususnya pada terjadinya korban massal yg memerlukan
peningkatan (eskalasi) kegiatan pelayanan sehari-hari. Bertujuan umum
untuk menyelamatkan korban sebanyak banyaknya.
Tujuan Khusus :
1. Mencegah kematian dan cacat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
2. Merujuk melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan yang
lebih memadai.
4
3. Menanggulangi korban bencana.
5. Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana
a. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat
Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang
serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.
5
semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan
kemitraan.
6
lingkungan saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam penanganan
gawat darurat dan manajemen bencana.
7
j. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas
kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi.
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan
suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan
serta fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan
prioritas penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
8
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di
departemen kegawatdaruratan
b. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
c. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan
bila terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
d. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara
akurat seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien
tersebut. Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic
dan tugas terhadap suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
e. Tercapainya kepuasan pasien
Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan
yang dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada
seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga
atau temannya.
9
dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang atau
meningkat keparahannya.
10
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan tanda
klinis ringan / asimptomatis. Misalnya penyakit
kulit, batuk, flu, dan sebagainya.
11
Prioritas 0 (HITAM) Kemungkinan untuk hidup sangat kecil, luka sangat
parah. Hanya perlu terapi suportif. Contoh henti
jantung kritis, trauma kepala kritis.
4. PROSES TRIAGE
12
pengobatan minor ke tempat tidur bermonitor ketika pasien tampak mual atau
mengalami sesak nafas, sinkope, atau diaphoresis (Iyer, 2004).
Bila kondisi pasien ketika datang sudah tampak tanda-tanda objektif
bahwa ia mengalami gangguan pada airway, breathing, dan circulation, maka
pasien ditangani terlebih dahulu. Pengkajian awal hanya didasarkan atas data
objektif dan data subjektif sekunder dari pihak keluarga. Setelah keadaan
pasien membaik, data pengkajian kemudian dilengkapi dengan data subjektif
yang berasal langsung dari pasien (data primer)
Alur dalam proses Triage
a. Pasien datang diterima petugas / paramedic UGD
b. Diruang triase dilakukan anamneses dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya oleh perawat.
c. Bila jumlah penderita / korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung IGD)
d. Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna
Segera – Immediate (MERAH). Pasien mengalami cedera mengancam
jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Misalnya : Tension pneumothorax, distress pernafasan
(RR<30x/menit), perdarahan internal, dsb
Tunda – Delayed (KUNING). Pasien memerlukan tindakan definitive
tetapi tidak ada ancaman jiwa segera. Misalnya : Perdarahan laserasi
terkontrol, fraktur tertutup pada ekstremitas dengan perdarahan
terkontrol, luka bakar <25% luas permukaan tubuh, dsb.
Minimal (HIJAU). Pasien mendapat cidera minimal, dapat berjalan
dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan. Misalnya :
laserasi minor, memar dan lecet, luka bakar superfisial.
Expextant (HITAM). Pasien mengalami cidera mematikan dan akan
meninggal meski mendapat pertolongan. Misalnya : luka bakar derajat
3 hampir diseluruh tubuh, kerusakan organ vital, dsb.
Penderita/korban mendapatkan prioritas pelayanan dengan urutan
warna : merah, kuning, hijau, hitam.
Penderita/korban kategori triase merah dapat langsung diberikan
pengobatan diruang tindakan UGD. Tetapi bila memerlukan tindakan
13
medis lebih lanjut, penderita/korban dapat dipindahkan ke ruang
operasi atau dirujuk ke rumah sakit lain.
Penderita dengan kategori triase kuning yang memerlukan tindakan
medis lebih lanjut dapat dipindahkan ke ruang observasi dan
menunggu giliran setelah pasien dengan kategori triase merah selesai
ditangani.
Penderita dengan kategori triase hijau dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan, maka
penderita/korban dapat diperbolehkan untuk pulang.
Penderita kategori triase hitam (meninggal) dapat langsung
dipindahkan ke kamar jenazah (Rowles, 2007).
14
C. KONSEP DASAR BENCANA
1. Pengertian Bencana
Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala
tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat dan wilayah yang
terkena.
Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dankondisi yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Beberapa jenis bencana:
1. Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti
banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2. Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaiut kejadian-kejadian
karena perbuatan manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan,
kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.
3. Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
a. Bencana Lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya yang berdekatan, misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran
kimia dan lainnya.
b. Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau pengaruh
pada area geografis yang cukup luas dan biasanya disebabkan leh faktor
alam seperti alam, banjir, letusan gunung dan lainnya.
2. Fase-fase bencana
Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya
suatu bencana yaitu fase pre impact,impact dan post impact.
a. Fase pre impact merupakan warning phase,tahap awal dari
bencana.Informasi didapat dari badan satelit dan meteorologi
cuaca.Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan dengan baik
oleh pemerintah,lembaga dan masyarakat.
15
b. Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat
dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup.fase impact
ini terus berlanjut hingga tejadi kerusakan dan bantuan-bantuan yang
darurat dilakukan.
c. Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan
dari fase darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali
pada fungsi kualitas normal.Secara umum pada fase post impact para
korban akan mengalami tahap respons fisiologi mulai dari penolakan
(denial),marah (angry),tawar –menawar (bargaing),depresi
(depression),hingga penerimaan (acceptance).
16
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih
banyak melihat tenaga relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan
lebih dahulu dibandingkan dengan perawat, walaupun ada itu sudah terkesan
lambat.
17
bantuan tersebut dikarenakan bantuan yang menumpuk ataupun tidak tepat
sasaran.
c. Pemulihan kesehatan mental
Para korban suatu bencana biasanya akan mengalami trauma psikologis
akibat kejadian yang menimpanya. Trauma tersebut bisa berupa kesedihan
yang mendalam, ketakutan dan kehilangan berat. Tidak sedikit trauma ini
menimpa wanita, ibu ibu, dan anak anak yang sedang dalam massa
pertumbuhan. Sehingga apabila hal ini terus berkelanjutan maka akan
mengakibatkan stress berat dan gangguan mental bagi para korban
bencana. Hal yang dibutukan dalam penanganan situasi seperti ini adalah
pemulihan kesehatan mental yang dapat dilakukan oleh perawat. Pada
orang dewasa, pemulihannya bisa dilakukan dengan sharing dan
mendengarkan segala keluhan keluhan yang dihadapinya, selanjutnya
diberikan sebuah solusi dan diberi penyemangat untuk tetap bangkit.
Sedangkan pada anak anak, cara yang efektif adalah dengan
mengembalikan keceriaan mereka kembali, hal ini mengingat sifat lahiriah
anak anak yang berada pada masa bermain. Perawat dapat mendirikan
sebuah taman bermain, dimana anak anak tersebut akan mendapatkan
permainan, cerita lucu, dan lain sebagainnya. Sehinnga kepercayaan diri
mereka akan kembali seperti sedia kala.
d. Pemberdayaan masyarakat
Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana
biasanya akan menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya
keaadaan pasca bencana., akibat kehilangan harta benda yang mereka
miliki. sehinnga banyak diantara mereka yang patah arah dalam
menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan
keadaan tersebut adalah melakukan pemberdayaan masyarakat.
Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill yang dapat menjadi
bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan
keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun
LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di
18
sekitar daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan
lewat kemampuan yang ia miliki.
6. Managemen Bencana
Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu:
a. Respons terhadap bencana
b. Kesiapsiagaan menghadapi bencana
c. Mitigasi efek bencana
Managemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam
setiap tindakan yang akan dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan.
Ada beberapa hal yang bisa dijadikan pedoman, yaitu:
a. Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan
Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di
tempat kejadian, hal yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih
bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti melakukan pertolongan
medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga
relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan mengenai
alat alat, tenaga, dan juga keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan
alur dan kondisi masyarakat serta medan yang akan ditempuh.
19
Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan
yang dilakukan, evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman
melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil setiap kegiatan yang dilakukan
akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya.
20
fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami
penurunan konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori.
Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait
bekerja sama dengan unsure lintas sektor menangani maslah
keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat fase
pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
21
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23