Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Asuhan
Keperawatan ini dengan baik.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak menemui kesulitan dan


hambatan sehingga kami tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan
semangat dari berbagai pihak. Dan akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini. Oleh karena itu kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak yang telah membantu
kami yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Terima kasih atas kesabaran
dan keikhlasannya dalam memberikan masukan, motivasi dan bimbingan selama
penyusunan makalah ini.

Segala kemampuan dan daya upaya telah kami usahakan semaksimal


mungkin, namun kami menyadari bahwa kami selaku penulisan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Penulis berharap semoga hasil
makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, Amin.

Pontianak, 8 Mei 2014

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan masalah .................................................................................................. 4
C. Tujuan..................................................................................................................... 5
D. Metode Penulisan .................................................................................................. 5
E. Sistematika ...............................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II ISI .............................................................................................................................. 6
A. Pengertian Cairan ................................................................................................... 6
B. Cairan dan Elektrolit ............................................................................................... 6
C. Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit................................................... 7
D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit .............. 8
E. Gangguan Keseimbangan cairan ............................................................................ 9
F. Ketidakseimbangan Elektrolit .............................................................................. 11
G. Pengertian Aktivitas ............................................................................................. 13
H. Faktor Penyebab Gangguan Aktivitas .................................................................. 14
I. Dampak Masalah aktivitas pada Lansia ............................................................... 15
J. Pengertian Istirahat Tidur .................................................................................... 16
K. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tidur ............................................................. 17
L. Macam macam gangguan tidur ........................................................................... 18
M. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Cairan dan Elektorolit ......................... 19
1. Pengkajian ............................................................................................................ 19
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................ 22
3. Rencana Keperawatan ......................................................................................... 23
N. Konsep Asuhan Keperawatan Aktivitas................................................................ 25
1. Pengkajian ............................................................................................................... 25
2. Diagnosa Keperawatan ........................................................................................... 29
3. Rencana Asuhan Keperawatan ............................................................................... 30
O. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Istirahat Tidur ..................................... 32

ii
1. Pengkajian ............................................................................................................... 32
2. Diagnosis Keperawatan ........................................................................................... 33
3. Rencana Asuhan Keperawatan ............................................................................... 33
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 35
A. Simpulan............................................................................................................... 35
B. Saran .................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan
keseimbangan atau homeostatis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh
kita terdiri atas air yang mengandung partikel partikel bahan organic dan
anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung komponen
komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan
bermuatan negatif (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi
tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa pada
fungsi neuromuscular, elektrolit memegang peranan penting terkait dengan
transmisi impuls saraf.
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak yang diperlukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pemenuhan kebutuhan aktivitas
biasanya menyangkut tentang kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri.
Gangguan mobilisasi dapat terjadi pada semua tingkatan umur, yang beresiko
tinggi terjadi gangguan mobilisasi adalah pada orang yang lanjut usia, post
cedera dan post truma. Apabila ada perubahan mobilisasi, maka setiap system
tubuh beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan pada gangguan tersebut
tergantung pada umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta
tingkat immobilisasi yang dialami.
Kebanyakan gangguan tidur tak bisa dihindari, tetapi bisa
dihubungkan dengan banyak kondisi kesehatan. Misalnya, banyak penderita
OSA yang ternyata memiliki berat badan berlebih. Jika berat badan bisa
dikurangi, gangguan tidur yg diderita pun bisa diatasi. Yang jelas, pola tidur
yg baik merupakan pencegahan terbaik. Olahraga dan diet sehat juga
membantu tidur anda menjadi berkualitas. Jika gangguan tidur sudah
tergolong parah, pengobatan bisa dilakukan dengan obat, alat. Operasi atau
life theraphy (perilaku). Pada gangguan tidur tertentu, dilakukan terapi sinar.
Tetapi tentu saja, cara yg paling mudah adalah dengan mengubah gaya hidup
serta menambah pengetahuan tentang tidur.

B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa itu cairan dan elektrolit ?
2. Bagaimana pengaturan cairan dan elektrolit tubuh ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi keadaan cairan dan elektrolit ?
4. Apa saja gangguan cairan dan elektrolit tubuh ?

4
5. Apa itu Aktivitas ?
6. Apa saja faktor penyebab gangguan aktivitas ?
7. Apa saja dampak masalah aktivitas pada lansia ?
8. Apa itu istirahat / tidur
9. Apa saja faktor faktor yang mempengaruhi tidur
10. Apa saja gangguan pola tidur

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari cairan dan elektrolit


2. Mengetahui mekanisme pengaturan cairan dan elektrolit
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi keadaan cairan dan elektrolit
4. Mengetahui apa saja yang termasuk gangguan cairan dan elektrolit
5. Mengetahui pengertian aktivitas
6. Mengetahui faktor penyebab gangguan aktivitas
7. Mengetahui dampak masalah aktivitas pada lansia
8. Mengetahui pengertian istirahat tidur
9. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi tidur
10. Mengetahui gangguan pola tidur

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penyusun menggunakan metode:
1. Perpustakaan
2. Diskusi Kelompok
3. Literatur internet

5
BAB II
ISI

A. Pengertian Cairan
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan
intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang
berda di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan cairan akstraseluler adalah
cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu : cairan
intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan
intersitial adalah cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler
adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler,
dan sekresi saluran cerna.

B. Cairan dan Elektrolit


Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia
membutuhkan cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di
berbagai jaringan tubuh. Hal tersebut dapat dicapai dengan serangkaian
manuver fisika-kimia yang kompleks. Air menempati proporsi yang besar
dalam tubuh. Seseorang dengan berat 70 kg bisa memiliki sekitar 50 liter air
dalam tubuhnya. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria
dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan
lemak yang relative banyak (relative bebas-air), kandungan air dalam tubuh
wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria. Air tersimpan dalam dua
kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :
Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel
tubuh dan menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body
water[TBW]). CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel
(Taylor, 1989). Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar 40% berat tubuh
atau 2/3 dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20% berat tubuh, berada di
luar sel yang disebut sebagai cairan ekstra seluler (CES) (Price & Wilson,
1986).
Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di
luar sel dan menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi
cairan intravascular, cairan interstisial, dan cairan transeluler. Cairan
interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma darah, cairan serebrospinal,
limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu
sedikit untuk berperan dalam keseimbangan cairan. Guna mempertahankan
keseimbangan kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang
normal, tubuh melakukan mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan
CES. Elektrolit yang berperan adalah : kation dan anion.

6
C. Pengaturan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus,
hormone anti-diuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan
glukortikoid.

1. Rasa haus. Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan
akan cairan. Rasa haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma
mencapai 295 mOsm/kg. Osmoreseptor yang terletak di pusat rasa haus
hipotalamus sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada cairan
ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi
rasa haus akan muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah
sebagai berikut :
a. Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang akhirnya
menghasilkan angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus
untuk melepaskan substrat neuron yang bertanggungjawab
meneruskan sensasi haus.
b. Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan
osmotic dan mengaktivasi jaringan saraf sehingga menghasilkan
sensasi haus.
c. Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat
status hiperosmolar. Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk
menghilangkan sensasi kering yang tidak nyaman akibat penurunan
saliva.

2. Hormon ADH. Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di


dalam neurohipofisis pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk
sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas dan penurunan cairan
ekstrasel. Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stres, trauma,
pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan
obat-obatan. Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus
pengumpul sehingga dapat menahan air dan mempertahankan volume
cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopresin karena
mempunyai efek vasokonstriksi minor pada arteriol yang dapat
meningkatkan tekanan darah.
3. Hormon aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan
bekerja pada tubulus ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium.
Retensi natrium mengakibatkan retensi air. Pelepasan aldosteron
dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum, dan
sistem rennin-angiotensin.

7
4. Prostaglandin. Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat
di banyak jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan
tekanan darah, kontraksi uterus, dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal,
prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal, reabsorpsi natrium.
5. Glukortikoid. Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air
sehingga memperbesar volume darah dan mengakibatkan retensi natrium.
Oleh karena itu, perubahan kadar glukortikoid mengakibatkan perubahan
pada keseimbangan volume darah (Tambayong, 2000).

Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari.


Sedangkan haluaran cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat
terjadi melalui beberapa organ, yakni kulit, paru-paru, pencernaan, dan ginjal.

Kulit. Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis
yang merangsang aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada
kelenjar keringat ini disebabkan oleh aktivitas otot, temperature
lingkungan yang tinggi dan kondisi demam. Pengeluaran cairan
melalui kulit dikenal dengan istilah insensible water loss (IWL). Hal
yang sama juga berlaku pada paru-paru. Sedangkan pengeluaran
cairan melalui kulit berkisar 15-20ml/24 jam atau 350-400 ml/hari.
Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluaran melalui paru
merupakan suatu bentuk respons terhadap perubahan kecepatan dan
kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi demam. IWL untuk
paru adalah 350-400 ml/hari.
Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui
sistem pencernaan setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan
IWL secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg BB/24 jam, dengan
penambahan 10% dari IWL normal setiap kenaikan suhu 10C.
Ginjal. Ginjal merupakan organ pengeksresikan cairan yang utama
pada tubuh. Pada individu dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500
ml per hari.

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan


elektrolit
Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit
antara lain:

1. Usia.
Pada bayi atau anak-anak, keseimbangan cairan dan elektrolit dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Diantaranya adalah asupan cairan yang besar yang
diimbangi dengan haluaran yang besar pula, metabolisme tubuh yang
tinggi, masalah yang muncul akibat imaturitas fungsi ginjal, serta

8
banyaknya cairan yang keluar melalui ginjal, paru-paru dan proses
penguapan. Pada orang tua atau lansia, gangguan yang muncul berkaitan
dengan masalah ginjal dan jantung terjadi karena ginjal tidak lagi mampu
mengatur konsentrasi urin.
2. Temperatur lingkungan
Lingkungan yang panas menstimulus sistem saraf simpatis dan
menyebabkan seseorang berkeringat. Pada cuaca yang sangat panas,
seseorang akan kehilangan 700-2000 ml air/jam dan 15-30 g garam/hari.
3. Kondisi stress
Kondisi stress mempengaruhi metabolism sel, konsentrasi glukosa darah,
dan glikolisis otot. Kondisi stress mencetuskan pelepasan hormon anti-
diuretik sehingga produksi urin menurun.
4. Keadaan sakit.
Kondisi sakit yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit antara lain luka bakar, gagal ginjal, dan payah jantung.
5. Diet.
Diet dapat mempengaruhi asupan cairan dan elektrolit. Asupan nutrisi
yang tidak adekuat dapat berpengaruh terhadap kadar albumin serum. Jika
albumin serum menurun, cairan interstisial tidak bisa masuk ke pembuluh
darah sehingga terjadi edema

E. Gangguan Keseimbangan cairan


Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu
mempertahankan homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa
defisit volume cairan atau sebaliknya.

1. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan
adalah suatu kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi
cairan dan elektrolit di ruang ekstrasel, namun proporsi antara keduanya
(cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi ini dikenal juga dengan
istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan
cairan intrasel masuk ke ruang interstisial sehingga mengganggu
kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit volume cairan (dehidrasi)
terbagi menjadi tiga, yaitu :
a. Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang
sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma 130-145 mEq/l.
b. Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang
sebanding dengan jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam
plasma 130-150 mEq/l.

9
c. Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang
lebih sedikit daripada jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+
dalam plasma darah adalah 130 mEq/l.

Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan


beberapa perubahan. Di antaranya adalah penurunan volume ekstrasel
(hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada dasarnya, kondisi ini bisa
disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan, tingginya
asupan pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat
menyebabkan eksresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang
lama, serta kelainan lain yang menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih
lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan menurut derajat keparahan menjadi
:

a. Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5%


dari berat tubuh atau sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar
5% pada anak yang lebih besar dan individu dewasa sudah
dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang
berlebih dapat berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan,
perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.
b. Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan
mencapai 5-10% dari berat tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar
natrium serum berkisar 152-158 mEq/l. Salah satu gejalanya adalah
mata cekung.
c. Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan
mencapai 4-6 liter. Kadar natrium serum berkisar 159-166 mEq/l.
Pada kondisi ini penderita dapat mengalami hipotensi.

2. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]). Volume cairan


berlebih (overhidrasi) adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai
dengan kelebihan (retensi) cairan dan natrium di ruang ekstrasel. Kondisi
ini dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi umumnya
disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap
muncul terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema.
Edema terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan
tekanan osmotic. Edema sering muncul di daerah mata, jari, dan
pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul di daerah
perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak
langsung hilang setelah tekanan dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan
ke jaringan melalui titik tekan edema pitting tidak menunjukkan kelebihan
cairan yang menyeluruh. Sebaliknya pada edema non-pitting, cairan di
dalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area dengan penekanan jari. Ini
karena edema non-pitting tida menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel,

10
melainkan kondisi infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan
dan pembekuan cairan di permukaan jaringan. Kelebihan cairan vascular
meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan pada permukaan
interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.
Manifestasi edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea, batuk,
dan bunyi nafas ronkhi basah.

F. Ketidakseimbangan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :

1. Hiponatremia dan hipernatremia.


Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan
pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi
bengkak. Hiponatremia umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal,
penyakit Addison, kehilangan natrium melalui pencernaan, pengeluaran
keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain yang
berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon
antidiuretik (syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]),
peningkatan asupan cairan, hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes,
oliguria, dan polidipsia psikogenik. Tanda dan gejala hiponatremia
meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah,
diare, takikardi, kejang dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi ini
adalah kadar natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine <1,010.
Hipernatremia adalah kelabihan kadar natrium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrasel. Kondisi ini
mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Penyebab
hipernatremia meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi
haus, disfagia, diare, kehilangan cairan berlebih dari paru-paru, poliuria
karena diabetes insipidus. Tanda dan gejalanya meliputi kulit kering,
mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum >144 Meq/l,
berat jenis urine >11,30.

2. Hipokalemia dan hiperkalemia.


Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan ekstrasel yang
menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan
kalium tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan
pH plasma. Gejala defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot,
distensi usus, penurunan bising usus, serta denyut nadi yang tidak teratur.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum <3,0 mEq/l.
hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini
jarang sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan

11
kehidupan sebab akan menghambat trasmisi impuls jantung dan
menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi hiperkalemia, salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab insulin
dapat membantu mendorong kalium masuk ke dalam sel. Tanda dan gejala
hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung ireguler,
hipotensi, parastesia, dan kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l, sedangkan pada pemeriksaan
EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR memanjang.

3. Hipokalsemia dan hiperkalsemia.


Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan ekstrasel. Bila
berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab
tubuh akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya
dari tulang. Tanda dan gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani,
peningkatan motilitas gastrointestinal, gangguan kardiovaskuler, dan
osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar
kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya
interval Q-T. Selain itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda
Trosseau dan Chvostek positif. Hiperkalsemia adalah kelebihan kadar
kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan
eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas.
Tanda dan gejala hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot,
anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan letargi, nyeri punggung, dan
serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium serum
>5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan
cairan. Hasil rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta
pembentukan kavitas tulang yang menyebar.

4. Hipomagnesemia dan hipermagnesemia.


Hipomagnesemia terjadi apabila kadar magnesium serum urang dari 1,5
mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alohol yang
berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang
buruk. Tanda dan gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang
hiperaktif, konfusi, disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan
hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi kadar
magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi
meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui,
namun kondisi ini dapat menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang
mengkonsumsi antasida yang mengandung magnesium. Tanda dan gejala
hipermagnesemia meliputi aritmia jantung, depresi refleks tendon
profunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini
meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l.

12
5. Hipokloremia dan hiperkloremia.
Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam serum. Secara
khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal
yang berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan
nasogastrik. Tanda dan gejala yang muncul menyerupai alkalosis
metabolic, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental, kram, dan pusing.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida >95
mEq/l. Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida serum.
Kondisi ini kerap dikaitkan dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat
dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi hiperkloremia menyebabkan
penurunan bikarbonat sehingga menimbulkan ketidakseimbangan asam-
basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan, letargi, dan
pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida
>105 mEq/l.

6. Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia.


Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di dalam serum. Kondisi ini
dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan
ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang.
Hipofosfatemia dapat terjadi akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis
diabetes, dan hipertiroidisme. Tanda dan gejalanya meliputi anoreksia,
pusing, parestesia, kelemahan otot, serta gejala neurologis yang tersamar.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8
mEq/dl. Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam
serum. Kondisi ini dapat muncul pada kasus gagal ginjal atau saat kadar
hormon paratiroid menurun. Selain itu, hiperfosfatemia juga bisa terjadi
akibat asupan fosfat berlebih atau penyalahgunaan laksatif yang
mengandung fosfat. Karena kadar kalsium berbanding terbalik dengan
fosfat, maka tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir sama dengan
hipokalsemia yaitu peningkatan eksibilitas sistem saraf pusat, spasme otot,
konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus, masalah kardiovaskular
seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan
osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl
atau 3,0 mEq/l.

G. Pengertian Aktivitas
Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda kesehatan
adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan

13
dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan
system persarafan dan muskuloskeletel.
Aktivitas sebagai salah satu tanda bahwa seseorang itu dalam keadaan sehat.
Seseorang dalam rentang sehat dilihat dari bagaimana kemampuannya dalam
melakukan berbagai aktivitas seperti misalnya berdiri, berjalan dan bekerja.
Kemampuan aktivitas seseorang itu tidak terlepas dari keadekuatan system
persarafan dan musculoskeletal.
Intoreransi aktivitas adalah penurunan kapasitas fisiologis seseorang untuk
mempertahankan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang diperlukan.
Sedangkan gangguan mobilisasi sendiri adalah suatu keadaan keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang.
Pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan biasanya menyangkut tentang
kemampuan untuk mobilisasi secara mandiri. Gangguan mobilisasi dapat terjadi
pada semua tingkatan umur, yang beresiko tinggi terjadi gangguan mobilisasi
adalah orang yang lanjut usia, post cedera dan post trauma.

H. Faktor Penyebab Gangguan Aktivitas


Ada bebetapa faktor yang berhubungan dengan gangguan aktivitas pada
lansia, yaitu:

1. Tirah baring dan imobilitas


2. Kelemahan secara umum
3. Gaya hidup yang kurang gerak
4. Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
Berbagai penyebab dari imobilitasi fisik dapat dihubungkan dengan
lingkungan internal dan eksternal.
a) Faktor Internal
Faktor internal yang dapat menyebabkan imobilitas atau gangguan aktivitas
adalah:
1. Penurunan fungsi muskuloskeletal
- Otot : adanya atrofi, distrofi, atau cedera
- Tulang : adanya infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomalaisa.
- Sendi : adanya artritis dan tumor
2. Perubahan fungsi neurologis
Misalnya adanya infeksi atau ensefalitis, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit
vaskuler seperti stroke, penyakit demielinasi seperti sklerosis multiple, penyakit
degeneratif, terpajan produk racun, gangguan metabolik atau gangguan nutrisi.
3. Nyeri
Nyeri dengan penyebab yang multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan
trauma.
4. Defisit perseptual
5. Berkurangnya kemampuan kognitif

14
6. Jatuh
7. Perubahan fungsi sosial
8. Aspek psikologis

b) Faktor Eksternal
Banyak faktor eksternal yang mengubah mobilitas pada lansia. Faktor tersebut
adalah program terapeutik, karakteristik tempat tinggal dan staf, sistem pemberian
asuhan keperawatan, hambatan-hambatan,dan kebijakan-kebijakan institusional.
1. Program terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas
dan kuantitas pergerakan pasien. Misalnya pada program pembatasan yang
meliputi faktor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring, dan restrain.
Faktor-faktor mekanis dapat mencegah atau pergerakan tubuh atau bagian
tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau alat-
alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena, pengisapan
gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen). Agens farmasetik seperti sedatif,
analgesik, transquilizer, dan anastesi yang digunakan untuk mengubah tingkat
kesadaran pasien dapat mengurangi pergerakan atau menghilangkannya secara
keseluruhan.
Tirah baring dapat dianjurkan atau merupakan akibat dari penanganan
penyakit cedera. Sebagai intervensi yang dianjurkan, istirahat dapat menurunkan
kebutuhan metabolik, kebutuhan oksigen, dan beban kerja jantung. Selain itu,
istirahat dapat memberikan kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk
relaksasi menghilangkan nyeri, mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan
yang cedera, dan meminimalkan efek gravitasi. Tirah baring dapat juga
merupakan akibat dari faktor-faktor fisiologis atau psikologis lain.
Restrain fisik dan pengamanan tempat tidur biasanya digunakan pada lansia
yang diinstitusionalisasi. Alat-alat ini turut berperan secara langsung terhadap
imobilitas dengan membatasi pergerakan ditempat tidur dan secara tidak langsung
terhadap peningkatan resiko cedera ketika seseorang berusaha untuk memperoleh
kebebasan dan mobilitasnya.

I. Dampak Masalah aktivitas pada Lansia


Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari
imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit
kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi
ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan perubahan-
perubahan yang hamper sama dengan proses penuaan, oleh karena itu
memperberat efek ini.
Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi
kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.

15
Imobilitas dapat mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Sebagai contoh, setelah masa dewasa awal terdapat penurunan kekuatan yang
jelas dan berlangsung terus secara tetap.
Oleh karena itu, kompetensi fisik seorang lansia mungkin berada pada atau
dekat tingkat ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih
lanjut atau kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi
tergantung.

J. Pengertian Istirahat Tidur

Istirahat merupakan keadaan relaks tanpa adanya tekanan emosional,


bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas tapi juga kondisi yang
membutuhkan ketenangan. Istirahat juga merupakan keadaan yang tenang, relaks
tanpa tekanan emosional dan bebas dari kegelisahan (ansietas). (Narrow, 1967 :
1645) mengemukakan 6 (enam) ciri-ciri yang dialami seseorang berkaitan dengan
istirahat. Sebagian besar orang dapat istirahat sewaktu mereka :

a. Merasa bahwa segala sesuatu dapat diatasi


b. Merasa diterima
c. Mengetahui apa yang sedang terjadi
d. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan
e. Mempunyai rencana-rencana kegiatan yang memuaskan
f. Mengetahui adanya bantuan sewaktu memerlukan

Sedangkan tidur dapat dikatakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang
relatif, bukan hanya keadaan penuh dengan ketenangan tanpa kegiatan, tetapi
lebih merupakan suatu urutan siklus yang yang berulang, dengan ciri adanya
aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan
proses fisiologis, dan terjadi penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.

Sedangkan pengertian tidur antara lain :

Tidur berasal dari kata bahasa latin somnus yang berarti alami periode
pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran.
Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik
(Lanywati, 2001)
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami seseorang, yang
dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup
(Guyton 1981 : 679).

Sekarang dapat dikategorikan sedang tidur jika terdapat tanda-tanda, sebagai


berikut.

16
1. Aktivitas fisik minimal
2. Tingkat kesadaran yang bervariasi
3. Terjadi berbagai perubahan fisiologis tubuh
4. Penurunan respon terhadap rangsaan dari luar

K. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tidur

1. Penyakit
Seseorang yang mengalami sakit mememrlukan waktu tidur yang lebih
banyak dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan
pasien kurang tidur atau tidak dapat tidur, misalnya pada pasien degan
gangguan pernafasan seperti asma,bronkitis,penyakit kardiovaskuler
dan lain-lain.
2. Kelelahan
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang, kelelahan tingkat
menenngah orang dapat tidur dengan nyeyak, sedanng pada kelelahan
yang berlebihan akan menyebabkan priode tidur REM lebih pendek.
3. Stres Psikologis
Cema dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur.
Hal ini di sebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan
norepirefin darah melalui sisitem saraf simpatis.zat ini akan
mengurangi tahap IV REM dan NREM.
4. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur yaitu :
a) Diuretik : menyebabkan imsomnia
b) Anti depresan : Suprnsi REM
c) Kafein : Meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan
tidur.
d) Bbeta Bloker : Menimbulkan Insomnia.
e) Narkotika :Mensupresi REM sehingga mudah mengantuk.
f) Amfetamin : Menurunkan tidur REM
5. Nutrisi.
Makanan yang banyak maengandung L-Triptofan yang merupakan
asam amino dari protein yang di cerna seperti keju,susu,daging dan
ikan tuna dapat mamperceapat terjadinya ptoses tidur.
6. Lingkungan
Lingkungan dapat meningkatkan atau menghalangi seseaoranng untuk
tidur . Pada lingkungan yang tenang memungkinkan seseoranng dapat
seseorang dapat tidur dengan nyeyak dan saebaliknya.
7. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan

17
untuk tetap bangun dan menahan tidak tidur sehingga dapat
meanimbulkan gangguan proses tidur.
8. Alkohol
Alkohol Menekan REM secara normal, seseorangkarang yang tahan
minum alkohol dapat menyebabkan insomnia dan lekas marah.

L. Macam macam gangguan tidur

1. Insomnia
Pengertian insomnia mencakup banyak hal. Insomnia dapat berupa
kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur, bahkan seseoranng
yang terbangun dari tidur tapi merasa belum cukup tidur dapat di sebut
mengalami insomnia (japardi 2002). Jadi insomnia merupakan ketidak
mampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun
kuantitas. Insomnia bukan berarti seseorang tidak dapat tidur/kurang tidur
karena orang yang menderita insomnia sering dapat tidur lebih lama dari
yang mereka pikirkan, tetapi kualitasnya berkurang.
Jenis insomnia yaitu :
1. insomnia insial adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai
tidur.
2. insomnia intermiten adalah ketidakmampuan seseorang untuk dapat
mempertahankan tidur atau keadaan sering terjaga dari tidur.
3. insomnia terminal adalah bangun secara dini dan tidak dapat tidur lagi.
Beberapa factor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu
rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa kondisi, dan kondisi yang
tidak menunjang untuk tidur.

2. Somnambulisme
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat kompleks mencakup
adanya otomatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuka pintu,
duduk di tempat tidur, menabrak kursi,berjalan kaki dan berbicara.
Termasuk tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali tidur
(Japardi 2002). Lebih banyak terjadi pada anak-anak, penderita
mempunyai resiko terjadinya cidera.

3. Enuresis
Enuresis adalah kencing yang tidak di sengaja (mengompol) terjadi pada
anak-anak, remaja dan paling banyak pada laki-laki, penyebab secara pasti
belum jelas, namun ada bebrapa faktor yang menyebabkan Enuresis
seperti gangguan pada bladder, stres, dan toilet training yang kaku.

18
4. Narkolepsi
Merupakan suatu kondisi yang di cirikan oleh keinginan yang tak
terkendali untuk tidur, dapat di katakan pula bahwa Narkolepsi serangan
mengantuk yang mendadak sehingga ia dapat tertidur pada setiap saat di
mana serangn mengantuk tersebut datang.
Penyebabnya secara pasti belum jelas, tetapi di duga terjadi akibat
kerusakan genetikasistem saraf pusat di mana periode REM tidak dapat di
kendalikan. Serangan narkolepsi dapat menimbulkan bahaya bila terjadi
pada waktu mengendarai kendaraan, pekerja yanng bekerja pada alat-alat
yang berputar-putar atau berada di tepi jurang.

5. Night Terrors
Adalah mimpi buruk, umumnya terjadi pada anak usia 6 tahun atau lebih,
setelah tidur beberapa jam, anak tersebut langsung terjaga dan berteriak,
pucat dan ketakutan.

6. Mendengkur
Disebabkan oleh adanya rintangan terhadap pengaliran udara di hidung
dan mulut. Amandel yang membengkak dan Adenoid dapat menjadi faktor
yang turut menyebabkan mendengkur. Pangkal lidah yang menyumbat
saluran nafas pada lansia. Otot-otot dibagian belakang mulut mengendur
lalu bergetar bila di lewati udara pernafasan.

M. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Cairan dan Elektorolit

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat
keperawatan, pengukuran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.

a. Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang
beresiko mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Pengkajian tersebut meliputi :
Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan
Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan
elektrolit.
Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menggangu
status cairan.
Status perkembangan (usia atau kondisi social)

19
Sedangkan menurut Metheny (1991), ada enam hal yang perlu ditanyakan
untuk menilai status cairan dan elektrolit pasien, yaitu :
Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit?
Apakah pasien mendapat terapi cairan parenteral atau pengobatan lain
yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya,
bagaimana pengobatan itu bisa mengacaukan keseimbangan cairan?
Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari
mana? Apa tipe ketidakseimbangan yang biasanya menyertai
pengeluaran cairan itu?
Apakah ada pembatasan diet (mis., diet rendah garam)? Jika ya,
bagaimana hal itu bisa mempengaruhi keseimbangan cairan?
Apakah klien menerima air atau zat gizi lain melalui oral atau rute lain
dalam jumlah yang cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien
menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?
Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan haluaran
cairan totalnya?
b. Pengukuran klinis

Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi


dari dokter adalah pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat
badan, serta pengukuran asupan dan haluaran cairan.

Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama dengan


menggunakan pakaian dengan berat yang sama. Peningkatan atau
penurunan 1 kg berat badan setara dengan penambahan atau
pengeluaran 1 liter cairan.
Tanda tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi,
pernapasan, dan tekanan darah serta tingkat kesadaran) bisa
menandakan gangguan keseimbanga cairan dan elektrolit.
Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan
parenteral (obat-obat intravena), makanan yang mengandung air,
irigasi kateter.
Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume,
kepekatan), feses (jumlah, konsistensi) drainase, dan IWL.
Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus
yang berlebihan, kekeringan pada membran mukosa.
Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., DM, CA, luka bakar,
hematemesis, dll).

20
Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).
c. Pemeriksaan Fisik
Integument.Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi
rasa.
Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi
jantung.
Mata. Cekung, air mata kering.
Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat
kesadaran.
Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah,
hemoglobin (Hb), dan hematokrit (Ht).
Ht naik : dehidrasi berat dan gejala syok
Ht turun : perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik : hemokonsentrasi.
Hb turun : perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar
natrium, kalium, klorida, ion bikarbonat.
pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan
ginjal untuk mengatur konsentrasi urine. Normalnya, pH urine
adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2,
HCO3-, PCO2, dan Sa. O2. Nilai PCO2 normal : 35-40 mmHg;
PO2 normal : 80-100 mmHg; HCO3- normal : 25-29 mEq/l.
sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah
dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh darah, normalnya
di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

Interpretasi
Asidosis
CO2 naik : CO2 + H2O H2CO3
HCO3- turun : HCO3- bersifat basa.
Alkalosis
CO2 turun : tidak terbentuk asam bikarbonat
HCO3- : kadar basa naik.

Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai


pH dan PCO2 tidak normal. Sebaliknya, bila kondisi tersebut disebabkan

21
oleh proses metabolic, nilai pH dan HCO3- keduanya meningkat atau
rendah.

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
2. Kelebihan Volume cairan
3. Resiko kekurangan volume cairan
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan

22
3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasionalisasi
1. Kekurangan Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau: Warna, jumlah dan frekuensi 1. Untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan : keperawatan 2x24 jam, TTV kehilangan cairan, status hidrasi & hasil kemajuan kemajuan atau
Haluaran urine yang normal, keseimbangan laboratorium. penyimpangan sasaran yang
berlebihan (mis., cairan, memiliki asupan diharapkan.
2. Identifikasi faktor-faktor yang
diabetes insipidus) cairan yang adekuat. berkontribusi terhadap bertambah 2. Untuk mengidentifikasi
Pengeluaran cairan TTV buruknya dehidrasi. penyimpangan sasaran yang
sekunder akibat lebih lanjut.
demam, drainase yang TD : 120/80 mmHg 3. Tinjau ulang eletrolit, terutama
abnormal, peritonitis, natrium, kalium, klorida dan kreatinin. 3. Merupakan eletrolit yang
RR : 16x/menit
atau diare. sangat penting bagi tubuh.
4. Laporkan abnormalitas elektrolit
N : 80x/menit
Mual/muntah kepada ahlinya. 4. Untuk mengidentifikasi
Kesulitan menelan S : 37,5oC penyimpangan sasaran yang
5. Berikan terapi IV, sesuai dengan
atau minum sendiri, lebih lanjut.
anjuran.
sekunder akibat sakit 5. Menjaga keseimbangan
tenggorakan , 6. Tingkatkan masukkan cairan.
elektrolit dalam tubuh.
kelelahan 7. Kolaborasi dengan dokter dalam
6. Cairan membantu mencegah
Asupan cairan yang penanganan hematuria.
dehidrasi karena
kurang saat
meningkatnya metabolisme.
berolahraga atau
karena kondisi cuaca. 7. Membantu menangani

23
hematuria.

24
N. Konsep Asuhan Keperawatan Aktivitas

1. Pengkajian
a) Anamnesa

1) Data demografi

- Usia

- Jenis kelamin

- Pendidikan

- Status perkawinan

- Pekerjaan

- Pendapatan

- Jumlah anggota keluarga

2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama :
yang biasa muncul pada pasien dengan gangguan aktivitas dan latihan
adalah rasa nyeri, lemas, pusing, mengeluh sakit kepala berat, badan terasa
lelah, muntah tidak ada, mual ada, bab belum lancar terdapat warna
kehitaman dan merah segar hari belum bab, urine keruh kemerahan, parese
pada ekstermitas kanan ataupun fraktur.
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
nyeri/fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya nyeri/fraktur tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
nyeri bisa diketahui nyeri yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami hipertensi
apakah sebelumnya pasien pernah mengalami penyakit seperti saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga :
Perlu dikaji penyakit riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang atau tidak. Penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada
beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik

25
b) Pola Fungsi Kesehatan (GORDON)

Persepsi terhadap kesehatan

1) Tingkat pengetahuan kesehatan / penyakit meliputi sebelum sakit dan selam


sakit
2) Perilaku untuk mengatasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan
selam sakit
3) Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan

Pola Aktivitas Dan Latihan

Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian, eliminasi,


mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga, serta berikan
keterangan skala dari 0 4 yaitu :

0 : Mandiri

1 : Di bantu sebagian

2 : Di bantu orang lain

3 : Di bantu orang dan peralatan

4 : Ketergantungan / tidak mampu

Aktifitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Berpindah
Ambulasi
Naik Tangga

Pola Istirahat Tidur

Ditanyakan :

1. Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun tidur

2. Sonambolisme

3. Kualitas dan kuantitas jam tidur

26
Pola Nutrisi - Metabolic

Ditanyakan :

1. Berapa kali makan sehari

2. Makanan kesukaan

3. Berat badan sebelum dan sesudah sakit

4. Frekuensi dan kuantitas minum sehari

Pola Eliminasi

1. Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari

2. Nyeri

3. Kuantitas

Pola Kognitif Perceptual

Adakah gangguan penglihatan, pendengaran (Panca Indra)

Pola Konsep Diri

1. Gambaran diri

2. Identitas diri

3. Peran diri

4. Ideal diri

5. Harga diri

Pola Koping

Cara pemecahan dan penyelesaian masalah

Pola Seksual Reproduksi

Ditanyakan : adakah gangguan pada alat kelaminya.

Pola Peran Hubungan

1. Hubungan dengan anggota keluarga

2. Dukungan keluarga

3. Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.

27
Pola Nilai Dan Kepercayaan

1. Persepsi keyakinan

2. Tindakan berdasarkan keyakinan

c) Pemeriksaan Fisik

1. Kemunduran musculoskeletal

Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah


penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.

2. Kemunduran kardiovaskuler

Tanda dan gejala kardiovaskuler tidak memberikan bukti langsung atau


meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostik yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor
tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.

3. Kemunduran Respirasi

Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut
jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.

4. Perubahan-perubahan integument

Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi.
Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak
teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang
dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.

5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria

Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa


berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung
kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan

28
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian
bawah.

6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal

Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

d) Faktor-faktor lingkungan

Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam


rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak
adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah
dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap
mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang
tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan
yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

e) Faktor Psikososial

1. Perubahan status psikososial klien biasa terjadi lambat dan sering diabaikan
tenaga kesehatan.

2. Observasi perubahan tingkah laku

3. Menentukan penyebab perubahan tingkah laku / psikososial untuk


mengidentifikasi terapi keperawatan

4. Observasi pola tidur klien

5. Observasi perubahan mekanisme koping klien

6. Observasi dasar perilaku klien sehari-hari

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada lansia dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dan latihan antara lain:

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan bed rest atau imobilitas,


mobilitas yang kurang, pembatasan pergerakan, nyeri.

29
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas,
gangguan persepsi kognitif, imobilisasi, gangguan neuromuskular,
kelemahan/paralisis, pemasangan traksi.
c. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi kognitif,
depresi, gangguan kognitif.
d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan ketidaktepatan
posisi tubuh, bed rest atau imobilitas, mobilitas yang kurang.
e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
menurunnya kekuatan otot, dan koordinasi, kerusakan persepsi kognitif,
depresi, gangguan kognitif.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Tujuan

Tujuannya adalah mengarahkan intervensi keperawatan untuk mencegah atau


meniadakan sekuelafisiologis dari imobilitas, yang meliputi lima tujuan yaitu:

a. Pertama, meliputi pemeliharaan kekuatan dan ketahanan sistem


muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik
kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan aerobik, nutrisi
untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang, dan
sikap komitmen terhadap latihan.
b. Kedua, pemeliharaan fleksibilitas sendi yan terlibat dalam latihan rentang
gerak, posisi yang tepat, dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
c. Ketiga, pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan
mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
d. Keempat, pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan
pendukung untuk mempertahankan tonus vaskuler (termasuk mengubah
posisi dalam hubungannya dengan gravitasi), stoking kompresi untuk
memberikan tekanan eksternal pada tungkai, dan asupan cairan yang
adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah. Pergerakan
aktif memengaruhi toleransi ortostatik.
e. Kelima, pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantung
pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas
untuk memfasilitasi eliminasi.

2. Intervensi yang dapat dilakukan


a. Kontraksi otot isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah
panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan

30
untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri
(misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk
memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa
penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara
bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.

b. Kontraksi otot isotonik


Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk
mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah
panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan
memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada
saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat
tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik
suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik
otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.

c. Latihan Kekuatan
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan
otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan
angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas
pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot
serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total
dalam tubuh.

d. Latihan Aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut
jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan
(220-usia seseorang) x 0,7. Aktivitas aerobik yang dipilih harus
menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan dapat
dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan
berdansa.

e. Sikap
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada
individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien
tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap
perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan
sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga
integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai
lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang.
Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan
kuantitas latihan.

31
f. Latihan Rentang Gerak
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan
yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi
dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya,
gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang
geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.

g. Mengatur Posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk
vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan
dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi
secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk
seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena.
Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya
meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah
pada ekstremitas bawah.

O. Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Istirahat Tidur

1. Pengkajian
Aspek yang perlu dikaji pada klien untuk mengidentifikasi mengenai
gangguan kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkajian mengenai:

a. Pola tidur, seperti jam berapa klien masuk kamar untuk tidur, jam berapa
biasa bangun tidur, dan keteraturan pola tidur klien.
b. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur, seperti membaca buku,
buang air kecil, dan lain-lain.
c. Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya.
d. Kebiasaan tidur siang.
e. Lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur klien?,
apakah kondisinya bising, gelap, atau suhu dingin?
f. Peristiwa yang baru dialami klien dalam hidup. Perawat mempelajari
apakah peristiwa yang dialami klien, yang menyebabkan klien mengalami
gangguan tidur?
g. Status emosi dan mental klien. Status emosional dan mental memengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status emosional dan mental klien, misalnya apakah
klien mengalami stress emosional atau ansietas? Juga dikaji sumber stres
yang dialami klien.
h. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul
sebagai akibat gangguan istirahat tidur, seperti : Penampilan wajah,

32
misalnya adalah adakah area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak
mata, konjungtiva kemerahan, atau mata yang terlihat cekung.
i. Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat tidur, misalnya apakah
klien mudah tersinggung, selalu menguap, kurang konsentrasi, atau terlihat
bingung.
j. Kelelahan, misalnya apakah klien tampak lelah, letih, atau lesu.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin ditemukan pada klien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, antara lain:
a. Gangguan pola tidur
Gangguan pola tidur inin dapat disebabkan karena ansietas yang dialami
klien, lingkungan yang tidak kondusif untuk tidur (misalnya, lingkungan
yang bising), letidakmampuan mengatasi stres yang dialami, dan nyeri
akibat penyakit yang diderita klien.
b. Perubahan proses piker
Perubahan proses berpikir ini disebabkan oleh terjadinya deprivivasi
tidur
c. Gangguan harga diri
Gangguan harga diri terutama dialami pada klien yang mengalami
enuresis
d. Risiko cedera
Risiko cedera terutama pada klien yang menderita somnambulisme. Pada
somnambulisme ini, klien melakukan aktivitas tanpa disadari sehingga
berisiko terjadinya kecelakaan, bisa berupa jatuh dari tempat tidur, turun
tangga, atau membentur tembok, dan lain-lain.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Pada klien yang dirawat di rumah sakit dapat mengalami masalah istirahat
dan tidur. Masalah tersebut sering berhubungan dengan lingkungan rumah
sakit, rutinitas ruangan, atau penyakit yang dideritanya. Walaupun begitu,
perawat mesti membantu klien untuk dapat istirahat dan tidur.
Berikut ini merupakan beberapa intervensi yang dapat diterapkan untuk
membantu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur pada klien yang dirawat.

a. Ciptakan lingkungan yang nyaman, dapat dilakukan misalnya dengan:


Pintu kamar klien ditutup
Kurangi stimulus, misalnya percakapan
Tempatkan klien dengan teman yang cocok, dan lain-lain

33
b. Membantu kebiasaan klien sebelum tidur, misalnya dengan
mendengarkan musik, membaca, dan berdoa. Pada klien anak-anak,
dapat dilakukan dengan membacakan dongeng, memegang boneka atau
benda yang disukainya.
c. Diet
Anjurkan klien untuk memakan makanan yang mengandung tinggi
protein, seperti susu dan keju
Hindari banyak minum sebelum tidur
d. Hindari latihan fisik yang berlebihan sebelum tidur
e. Hindari rangsangan mental yang tidak menyenangkan sebelum tidur.
Maksudnya, usahakan psikologi klien tenang, tidak cemas, ataupun stres
sebelum tidur.
f. Berikan rasa nyaman dan rileks, misalnya dengan:
Mengatur posisi yang nyaman untuk tidur
Anjurkan klien berkemih sebelum tidur
Tempat tidur yang bersih dan tidak boleh basah
Pada klien nyeri, berikan obat analgesik 30 menit sebelum tidur
g. Hindari kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur
h. Berdoa sesuai dengan agamanya

34
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Towarto, Wartonal. 2007. Kebutuhan Dasar & Prose Keperawatan. Edisi


3. Salemba Medika. Jakarta.
2. Alimul H, A Aziz. 2006. Pengantar KDM Aplikasi Konsep & Proses
Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.
3. Elis J.R, Nowlis E.A. 1985. Nursing a Human Needs Approach. Third
Edition. Houghton Mefflin Company. Boston.
4. NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
5. North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses
: Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
6. Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika
7. Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Jakarta : EGC
8. Asmadi.2008. Tehnik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi
kebutuhan dasar klien. Jakarta: Salemba Medika.
9. Kozier,B.,G.Erb. 2004. Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and
practice. Seventh edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
10. Mubarak & Chayatin. 2008. Buku ajar kebutuhan dasar manusia, Teori
dan aplikasi dalam praktik. Jakarta : EGC

36
MAKALAH
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
GONDOK

Disusun Oleh :

Lucky Prisandy

Kardianus Rangkuti

Nashikin Hakim

Iin Nur Elviani

PRODI D-IV JURUSAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

37

Anda mungkin juga menyukai