Anda di halaman 1dari 16

Penerapan Terapi Kompres Dingin Pada Ibu Postpartum Melalui Vakum

Ekstraksi Terhadap Nyeri Perineum dengan Pendekatan Teori Orem Self care

Neny Utami, Nina Setiawati, Riski Wulandari, Yati Afiyanti


1. Mahasiswa Ners Spesialis Keperawatan Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia,
Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424
2. Staff Pengajar Keperawatan Maternitas, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424
Email : nenykoe82@gmail.com

Abstrak
Persalinan Vakum Ekstraksi (VE) merupakan tindakan emergensi pertolongan
persalinan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan janin yaitu dengan menggunakan
vakum dan tindakan episiotomi. Hal tersebut menyebabkan luka pada perineum
sehingga berakibat munculnya ketidaknyamanan pasca persalinan berupa nyeri pada
perineum. Teori keperawatan Self-Care Orem yang berfokus pada kenyamanan dan
kemandirian dapat digunakan sebagai pendekatan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada ibu post partum VE dengan nyeri perineum. Teori tersebut membantu
perawat untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam memandirikan klien post partum
dengan nyeri perineum salah satunya dengan tindakan kompres dingin. Kompres dingin
terbukti efektif dalam menurunkan skala nyeri pada luka perineum dan juga mudah
diaplikasikan secara mandiri oleh ibu.

Kata kunci : Kompres dingin, Nyeri perineum, Teori self-care Orem, Vakum Ekstraksi

Pendahuluan

Berbagai tindakan dilakukan untuk membantu ibu dalam melakukan persalinan, salah
satunya adalah persalinan vakum ekstraksi (VE). Persalinan VE termasuk dalam
tindakan operatif pada persalinan pervaginam selain persalinan forsep dan persalinan
breech extraction (Jeon & Na, 2017). Persalinan pervaginam dengan bantuan vakum
terjadi pada 3–10% proses persalinan (Salman et al., 2017). Persalinan VE hanya bisa
dilakukan jika sudah ada dilatasi serviks yang penuh dan penurunan kepala janin.
Adapun indikasi dari persalinan VE antara lain persalinan kala dua yang memanjang;
kecurigaan adanya gangguan pada janin baik secara langsung atau potensial; dan
memperpendek persalinan kala dua untuk kepentingan ibu (McQuivey, 2004).

Tindakan persalinan VE adalah tindakan vakum memperbesar muara vagina dengan


membuat luka pada perineum (Harlev et al., 2017). Adanya kerusakan jaringan akibat
luka yang dibuat pada perineum atau dikenal dengan istilah episiotomi menyebabkan
ibu mendapatkan tindakan invasif tambahan yaitu jahitan luka perineum. Kondisi
tersebut akan meningkatkan ketidaknyamanan pada ibu setelah melahirkan yaitu
meningkatnya rasa nyeri pada perineum. Francisco et al. (2011) menyebutkan sebuah
penelitian yang menunjukkan bahwa nyeri perineum meningkat pada ibu persalinan
pervaginam dengan bantuan VE dan meningkat sampai dengan hari ke-7 setelah
melahirkan.

Pada masa nifas, kehadiran nyeri memberikan berbagai dampak pada ibu. Nyeri
perineum mempengaruhi kesejahteraan fisik, psikologis, dan sosial ibu pada periode
postpartum (Senol & Aslan, 2017). Ibu yang mengalami nyeri menjadi kesulitan untuk
mempraktikkan perannya sebagai ibu dan melakukan aktivitas sehari-hari, seperti
perawatan diri, menyusui dan perawatan bayi baru lahir. Selain itu juga akan
mempengaruhi pola tidur dan istirahat, cara berjalan, buang air kecil, cara merubah
posisi tubuh dan juga nafsu makan. Nyeri saat berhubungan seks juga menjadi efek
jangka panjang yang mungkin ditimbulkan akibat nyeri perineum yang menetap (East et
al., 2020). Menurut Francisco et al. (2011), meskipun merupakan salah satu keluhan
utama pada ibu nifas, namun perawatan bayi baru lahir tetap dirasa menjadi prioritas
pada periode ini, sementara itu kebutuhan ibu nifas dikesampingkan. Mengetahui
berbagai dampak negatif baik jangka pendek maupun panjang yang ditimbulkan akibat
nyeri perineum, maka diperlukan intervensi yang tepat dan dapat dilakukan oleh ibu
nifas secara mandiri.

Selama ini, pengobatan medis (medikamentosa) masih menjadi perawatan yang


diterapkan di pelayanan kesehatan untuk membantu meredakan nyeri pada perineum.
Meskipun perawatan tersebut menunjukkan berbagai tingkat keberhasilan dalam
menghilangkan rasa sakit akibat trauma perineum, namun perawatan ini mungkin juga
melibatkan pengeluaran sejumlah biaya bagi pasien, pelayanan kesehatan, atau
keduanya. Selain itu mungkin juga terdapat efek samping yang berpotensi berbahaya
dari obat tersebut juga perlu dipertimbangkan. Berdasarkan hal tersebut diperlukan
alternatif perawatan yang aman, efektif, dan berbiaya rendah, serta bisa diterapkan
dalam rangkaian perawatan kesehatan primer serta di rumah sakit, dan yang terpenting
adalah dapat dilakukan oleh ibu nifas. Penggunaan kompres dingin dalam bentuk ice
pack atau bantalan gel dingin, dapat menjadi salah satu alternatif tersebut (East et al.,
2020).

Kompres dingin secara efektif mengurangi rasa sakit dengan dua cara. Pertama,
mengurangi edema dan kejang otot yang berhubungan dengan peradangan atau trauma;
kedua, mengurangi rasa sakit dengan menginduksi paresthesia jangka pendek dari
serabut saraf perifer dan mengurangi respon inflamasi (Steen, 2010). Kompres dingin
pada perineum juga menurunkan suhu kulit dan jaringan di bawahnya, menyebabkan
reseptor alfa dalam darah dirangsang oleh sistem saraf simpatis, dan menurunkan
sirkulasi darah ke daerah tersebut karena vasokonstriksi, sehingga mengurangi rasa sakit
(Oliveira et al., 2012). Selain itu, kompres dingin juga merupakan metode yang murah,
aman, dan mudah digunakan yang tidak memiliki efek samping dan tidak memengaruhi
proses menyusui (Robin Petersen, 2011).

Masa nifas bisa menjadi saat yang menantang bagi para ibu untuk menyesuaikan diri
dengan situasi baru setelah melahirkan, terutama di beberapa minggu pertama. Periode
tersebut menuntut para ibu untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan juga
kebutuhan bayi mereka yang baru lahir (Lambermon et al., 2020). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa ibu nifas perlu kemampuan untuk beradaptasi dan mengelola
diri sendiri, yang berarti perlu adanya kemandirian pada ibu nifas. Kehadiran perawat
maternitas diharapkan akan membantu untuk memampukan ibu dalam melakukan
perawatan mandiri pada periode masa nifas.

Memberikan pelayanan pada ibu nifas sudah merupakan bagian dari peran perawat
maternitas. Perawat maternitas memiliki peran penting dalam memastikan bahwa setiap
ibu mampu mengurus dirinya sendiri serta bayi mereka yang baru lahir dan / atau
mencari dukungan saat dibutuhkan. Dengan memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang perawatan diri, kebutuhan ibu pada periode awal pasca melahirkan akan terlihat
sehingga pada akhirnya memungkinkan ibu dapat melakukan perawatan individual yang
lebih baik.

Memandirikan pasien adalah fokus utama dari konsep teori Self-Care Orem. Teori
keperawatan Self-Care Orem bertujuan untuk membantu ibu mencapai kemandirian
melalui kemampuan pribadinya (Awaliyah et al., 2018). Berdasarkan teori keperawatan
Orem, perawatan diri dianggap sebagai aktivitas yang dilakukan orang untuk
memelihara, memulihkan, atau meningkatkan kesehatan mereka. Khademian et al.,
(2020) menjelaskan bahwa dalam teori keperawatan Orem, perawat tidak menganggap
pasien hanya sebagai penerima layanan kesehatan yang tidak aktif, namun sebaliknya
mereka menganggap pasien sebagai orang yang kuat, dapat diandalkan, bertanggung
jawab, dan mampu membuat keputusan yang dapat menjaga kesehatan mereka dengan
tepat. Peran perawat dalam sistem pendidikan suportif diambil ketika pasien siap untuk
mempelajari sesuatu, tetapi pasien tidak dapat melakukannya tanpa bantuan dan
bimbingan. Dengan memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan teori
keperawatan Self-Care Orem diharapkan dapat mencapai tujuan yaitu memandirikan ibu
nifas dengan nyeri perineum dalam melakukan perawatan diri dan memenuhi kebutuhan
ibu selama periode postpartum. Oleh karena itu, studi kasus ini bertujuan untuk
memberikan gambaran hasil penerapan teori keperawatan Self-Care Orem pada ibu post
partum vakum ekstraksi dengan nyeri perineum.

Kompres Dingin
Evidence based practice terkait review penggunaan aplikasi lokal perawatan dengan
kompres dingin terakhir dilakukan pada tahun 2012, namun kini terdapat pembaruan
terkait hal tersebut. Review Cochrane tersebut bertujuan untuk meningkatkan efektifitas
perawatan lokal kompres dingin dibandingkan perawatan lain. Aplikasi pada 10 RCT
yang memakai 1233 perempuan yang menggunakan perawatan kompres dingin (East et
al., 2020). Kompres dingin bekerja menurunkan nyeri dengan cara memperlambat
konduksi saraf yang menimbulkan nyeri. Aplikasi yang diberikan dengan pemberian
kompres dingin dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan kesembuhan. Suhu dingin
dapat mempengaruhi kerja saraf yang merespon nyeri dengan cara memperlambat
penyaluran rangsangan nyeri (Syaiful et al., 2020). Perawatan dengan metode kompres
dingin telah ada sejak lama dan digunakan untuk mengurangi nyeri pada perineum
setelah persalinan. Implementasi yang sebelumnya telah secara bertahap digunakan
yaitu penggunaan es padat atau yang dihancurkan dan dioleskan pada perineum, ice gel
pack yang dioleskan ke perineum dan juga terdapat mandi dengan air es. Pada studi
kasus kali ini telah digunakan perawatan kompres dingin untuk mengurangi nyeri
perineum dengan mengaplikasikan pada area perineum selama 10-20 menit setelah 24-
48 jam pasca persalinan (East et al., 2020).

Teori Self-Care Orem


Teori Self-Care Orem berasumsi bahwa setiap individu hendaknya mandiri dan
bertanggung jawab atas perawatan diri mereka. Teori keperawatan Orem mencakup tiga
konsep penting yang dapat digunakan oleh perawat untuk mengetahui kebutuhan klien
dalam perawatan diri (Petiorin, 2020). Konsep pertama yaitu “self care” merupakan
kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh diri sendiri untuk mempertahankan
kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Orem (1985) menyebutkan bahwa setiap orang
memiliki kemampuan perawatan diri yang didukung oleh dukungan sosial (keluarga
atau teman). Konsep kedua yaitu “Therapeutic self care demand” merupakan gambaran
aktivitas perawatan diri seseorang yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi perawatan
diri. Kegiatan ini dikategorikan dalam tiga tema perawatan diri yaitu perawatan diri
universal, perkembangan perawatan diri, dan kebutuhan perawatan diri. Konsep ketiga
yaitu “Self Care agency” yang menunjukan kemampuan individu dalam perawatan diri,
umumnya tampak dari usia, kondisi perkembangan, pengalaman hidup, orientasi sosial-
budaya, kesehatan dan/atau sumber daya yang tersedia (Lambermon et al., 2020) . Pada
aplikasi teori ini, perawat berperan dalam proses pengkajian berdasarkan konsep kedua
self care dan memberi intervensi agar klien dapat mempertahankan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan secara mandiri.

Ilustrasi Kasus
Kasus A
Ny M (32 tahun) pendidikan SD P3A0 post partum VE atas indikasi kala II memanjang.
Klien mengatakan ini adalah kehamilan ketiganya dan kedua kehamilannya melahirkan
secara spontan. Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Desember 2020 jam 08.00 WIB
(post VE hari pertama). Klien beragama Islam dan suku Jawa. Pernikahan pertama 12
tahun, suami bekerja, klien seorang ibu rumah tangga. Klien bernafas secara spontan,
tanpa alat bantu pernafasan. Tidak ada edema ekstremitas. Turgor kulit normal. Hb 10,5
g/d. Nutrisi cukup. Tidak mual ataupun muntah, makan 3 kali sehari 1 porsi. Tinggi
fundus uteri teraba 2 jari dibawah umbilikus dan teraba keras. Pengeluaran pervaginam
lochea rubra dalam batas normal. Klien melahirkan pada tanggal 29 Desember 2020 jam
10.00 WIB bayi lahir perempuan dengan Apgar Score 7-8-9. Plasenta lahir spontan jam
10.05 WIB kesan bersih, kontraksi uterus lembek. Klien mengatakan bahagia sudah
melalui proses persalinan dan bisa menyusui bayinya. Klien mengatakan sudah
mempunyai pengalaman merawat bayi dan bayi rawat gabung. Permasalahan klien
merasa ketidaknyaman yaitu nyeri pada luka episiotomi.

Pengkajian teori self care pada aspek Universal self care requisite didapatkan Klien
mengatakan nyeri pada perineum dan terasa perih saat buang air kecil. Klien
mengatakan tidak tahu cara perawatan perineum agar cepat pulih. Terdapat luka jahitan
perineum akibat episiotomi (P : jahitan luka perineum, Q : rasanya teriris dan menekan,
R : perineum. S : Skala 5-6, T : terus menerus). Vital Sign: Tekanan darah 120/80
mmHg, Nadi : 80x/menit, RR : 20x/menit, Suhu : 36,7 oC, SaO2 98%. Pengkajian
Developmental self care requisite didapatkan klien mengatakan bahagia sudah melalui
proses persalinan dan bisa menyusui bayinya. Bayi Rawat Gabung. Payudara membesar, Puting
eksverted, ASI keluar. Pengkajian aspek Health Deviation didapatkan kebutuhan klien
mengatakan bahagia sudah melalui proses persalinan dan bisa menyusui bayinya. klien
mengatakan sudah mempunyai pengalaman merawat bayi (P3A0). Permasalahan
berdasarkan pengkajian self care didapatkan kemandirian perawatan yaitu nyeri,
menyusui efektif dan kesiapan peningkatan menjadi orang tua.

Intervensi keperawatan pada kenyamanan yang dilakukan berfokus pada etiologi


masalah keperawatan yaitu perawatan perineum dengan kompres dingin selama 10
menit, promosi perlekatan dan edukasi orang tua : Fase bayi. Intervensi kompres dingin
pada luka perineum didapatkan evaluasi hari kedua (P : jahitan luka episiotomi, Q :
rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 4-5, T : hilang timbul). Dan
evaluasi kompres dingin pada hari kedua didapatkan evaluasi hari ketiga (P : jahitan
luka perineum, Q : rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 2-3, T : hilang
timbul).

Evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi dan dilakukan catatan


perkembangan selama 2x24 jam didapatkan klien masih merasakan nyeri (P : jahitan
luka episiotomi, Q : rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 2-3, T : hilang
saat istirahat, timbul saat beraktifitas). Kenyaman klien belum teratasi sehingga
intervensi dilanjutkan dengan discharge planning kompres dingin di rumah. Evaluasi
tindakan keperawatan didapatkan ibu dapat menyusui dengan perlekatan yang benar
sehingga intervensi dihentikan. Pada self care pada kesiapan peningkatan menjadi orang
tua didapatkan klien dan pasangan mampu merawat bayinya dengan baik dan telah
berperan sebagai orangtua, masalah keperawatan teratasi dan intervensi dihentikan.

Kasus B

Ny A (27 tahun) pendidikan SMK P1A0 post partum VE atas indikasi gawat janin
dengan riwayat eklampsia. Pengkajian dilakukan pada tanggal 31 Desember 2020 jam
08.00 WIB (post partum VE Hari ke 0). Klien mengatakan selama mengejan kurang
kuat dan kelelahan mengejan. Riwayat Denyut jantung Janin 165x/menit. Klien dan
keluarga menyadari tindakan VE yang dianjurkan untuk keselamatan ibu dan bayi saat
itu. Klien beragama Islam dan suku Jawa. Pernikahan pertama 1 tahun, suami bekerja,
klien seorang ibu rumah tangga. Klien bernafas secara spontan, dengan kanul oksigen
binasal 3 lpm. Terdapat edema ekstremitas. Turgor kulit normal. Hb 10,0 g/dL Nutrisi
cukup. Tidak mual ataupun muntah, sejak melahirkan belum makan, hanya minum teh
hangat 200cc. Tinggi fundus uteri teraba 2 jari dibawah umbilikus dan teraba keras.
Pengeluaran pervaginam lochea rubra dalam batas normal. Klien mengatakan ini adalah
kehamilan pertamanya dan merasa kelelahan setelah melahirkan dan tampak
mengantuk. Klien melahirkan Tanggal 30 Desember 2020 jam 23.00 WIB bayi lahir
dengan Apgar Score 7-8-9. dengan Berat Badan 2400 gram, PB : 46 cm, tidak ada
kelainan kongenital. Plasenta lahir spontan tgl 30 desember 2020 jam 23.05 WIB kesan
bersih, kontraksi uterus keras. Klien bermaksud merawat bayinya sendiri tetapi belum
bisa menyusui bayinya dan klien merasa cemas dan bayi rawat gabung. Permasalahan
klien merasa ketidaknyaman yaitu nyeri pada luka episiotomi. Resiko ketidaseimbangan
cairan dan resiko gangguan perfusi serebral.

Pengkajian teori self care pada aspek Universal self care requisite didapatkan klien
mengatakan nyeri pada perineum dan terasa perih saat buang air kecil. Klien
mengatakan nyeri pada bagian jalan lahir. Klien terbaring lemah. Terdapat luka jahitan
pada perineum derajat luka perineum 2.(P : luka jahitan episiotomi, Q : rasanya teriris
dan menekan, R : perineum, S : Skala 5-6,T : terus menerus). Vital Sign: Tekanan darah
140/80 mmHg, Nadi : 120x/menit, RR : 24x/menit, Suhu : 37,5 oC, SaO2 98%.
Terpasang Oksigen 3 lpm binasal. Terpasang parenteral RL+MgSO4 8 gram 20 tpm.
Terdapat edema pada ekstremitas bawah. Riwayat eklampsia dan terpasang urine
catheter 200 cc. Pengkajian Developmental self care requisite didapatkan klien
mengatakan klien belum bisa menyusui bayinya klien mengatakan cemas belum bisa
merawat bayinya. Payudara teraba keras dan membesar,puting menonjol. Pengkajian
aspek Health Deviation didapatkan kebutuhan klien mengatakan bahagia sudah melalui
proses persalinan. Klien bermaksud merawat bayinya sendiri. Bayi rawat gabung dan
suami mendampingi selama perawatan sebagai dukungan emosional. Pengkajian
keperawatan berdasarkan teori self pada ibu post partum dengan jahitan luka perineum
didapatkan beberapa permasalahan diantaranya nyeri, resiko ketidakseimbangan cairan,
menyusui efektif dan kesiapan peningkatan menjadi orang tua.

Intervensi keperawatan berfokus pada etiologi masalah keperawatan yaitu perawatan


perineum dengan kompres dingin selama 10 menit, pemantauan cairan, promosi
perlekatan dan edukasi orang tua : Fase bayi. Intervensi kompres dingin pada luka
jahitan perineum didapatkan evaluasi pada hari pertama (P : jahitan luka episiotomi, Q :
rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 5-6, T : hilang timbul). Dan
evaluasi kompres dingin pada hari kedua didapatkan evaluasi pada hari kedua (P :
jahitan luka episiotomi, Q : rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 4-5 T :
hilang timbul). Evaluasi kompres dingin hari ketiga (P : jahitan luka episiotomi Q :
rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 2-3, T : hilang timbul)
Evaluasi keperawatan setelah dilakukan implementasi dan dilakukan catatan
perkembangan selama 3x24 jam didapatkan klien masih merasakan nyeri (P : jahitan
luka episiotomi, Q : rasanya teriris dan menekan, R : perineum. S : Skala 2-3, T : hilang
saat istirahat, timbul saat beraktifitas). Kenyaman klien belum teratasi sehingga
intervensi dilanjutkan dengan discharge planning kompres dingin di rumah. Evaluasi
resiko ketidakseimbangan cairan, masalah tidak terjadi resiko ketidakseimbangan cairan
(Balance cairan Input 3200cc dan output 3200cc) dan intervensi dihentikan. Evaluasi
tindakan keperawatan didapatkan ibu dapat menyusui dengan perlekatan yang benar
sehingga intervensi dihentikan. Pada self care pada kesiapan peningkatan menjadi orang
tua didapatkan klien dan pasangan mampu merawat bayinya dengan baik dan telah
berperan sebagai orangtua, masalah keperawatan teratasi dan intervensi dihentikan.

Pembahasan
Kedua kasus ini memberikan contoh dalam pengaplikasian asuhan keperawatan pada
ibu postpartum VE dengan luka perineum menggunakan pendekatan teori keperawatan
Self-Care Orem. Seperti kebanyakan ibu yang dilakukan persalinan dengan alat bantu
VE, masing-masing ibu pada kedua kasus ini memiliki indikasi persalinan VE pada
umumnya. Diketahui bahwa adapun indikasi dari persalinan VE antara lain persalinan
kala dua yang memanjang; kecurigaan adanya gangguan pada janin baik secara
langsung atau potensial; dan memperpendek persalinan kala dua untuk kepentingan ibu
(McQuivey, 2004). Pada kasus pertama, persalinan VE dilakukan atas indikasi kala II
yang memanjang, sedangkan pada kasus kedua dikarenakan kondisi gawat janin akibat
ibu mengalami eklamsi sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengkajian menggunakan pendekatan teori keperawatan Self-Care


Orem, didapatkan 3 diagnosa keperawatan antara lain nyeri, menyusui efektif, kesiapan
peningkatan menjadi orang tua. Hal tersebut sejalan dengan kerangka konseptual
kebutuhan perawatan diri ibu pada periode awal postpartum yang merupakan hasil
review oleh Lambermon et al., (2020) berdasarkan teori Self-Care Orem. Hasil review
Lambermon et al., (2020) menunjukkan bahwa kebutuhan perawatan diri wanita pada
periode awal pascapartum lebih dari sekadar kesehatan fisik (misal mengatasi rasa sakit)
karena kebutuhan tersebut juga mencakup kesejahteraan emosional wanita (misalnya
mengambil peran baru sebagai ibu).

Periode post partum adalah masa dimana ibu memerlukan kemandirian melakukan self
care dalam perubahan fisiologis yang terjadi pada masa puerperium. Tindakan
persalinan VE meningkatkan terjadinya laserasi perineum parah lebih dari dua setengah
kali lipat (Segal et al, 2020).Tindakan episiotomi yang dilakukan menjadi faktor resiko
terjadinya laserasi perineum (Pergialiotis et al., 2020). Pada kedua kasus mengalami
nyeri pada luka episiotomi pada saat persalinan VE. Perbedaan tingkat nyeri yang
dirasakan pada kedua kasus adalah ibu primipara lebih besar skala nyeri yang dirasakan.
Pada kasus A didapatkan skala nyeri 4-5 dan kasus B didapatkan skala 6-7.

Pada periode awal postpartum, berbagai faktor internal dan eksternal dapat
memengaruhi kebutuhan perawatan diri seorang ibu (Lambermon et al., 2020). Faktor
internal ibu yang dimaksud adalah karakteristik personal dari ibu seperti, usia, tingkat
pendidikan dan jumlah paritas akan dapat secara positif atau negatif memengaruhi
kemampuan ibu untuk melakukan kebutuhan perawatan diri tertentu. Sebagai contoh,
ibu yang baru pertama kali melahirkan biasanya menginginkan lebih banyak informasi
perawatan diri daripada ibu yang sudah lebih dari 1 kali melahirkan.

Dari kedua kasus tersebut, ada perbedaan faktor internal yaitu kasus A mempunyai usia
32 tahun, pendidikan SD tetapi sudah memiliki pengalaman melahirkan dan merawat
bayi maka lebih mudah menerima informasi yang dibutuhkan selama perawatan mandiri
dirumah. Sedangkan pada kasus B, usia 27 tahun dan merupakan pengalaman pertama
melahirkan sehingga lebih banyak bertanya bagaimana cara merawat bayinya,
bagaimana cara memberikan ASI dan bagaimana melakukan perawatan perineum agar
cepat sembuh. Pada kasus B tingkat kemandirian klien dapat tercapai dipengaruhi
tingkat pendidikan klien SMK sehingga lebih mudah memahami apa yang telah
disampaikan terkait teknik menyusui yang benar, pentingnya ASI eksklusif dan
perawatan perineum dengan kompres dingin.
Faktor eksternal ibu yaitu lingkungan ibu diketahui juga memengaruhi kemampuannya
merawat diri, seperti dukungan dan persiapan. Menurut Lambermon et al., (2020)
dukungan tenaga profesional kesehatan sebagai faktor yang tidak dapat diabaikan dalam
membangkitkan kemampuan mereka untuk merawat diri. Berdasarkan hal tersebut,
peran perawat maternitas adalah dengan memberikan dukungan perawatan guna
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan ibu setelah melahirkan. Pada kasus, kedua klien
mengeluh nyeri pada luka jahitan di area perineum dengan skala nyeri masing-masing
4-5 pada kasus A dan 6-7 pada kasus B. Hasil review terkait Evidence Based Practice
terkini cara mengatasi nyeri perineum, didapatkan sebuah perawatan dengan melakukan
kompres dingin.

Terapi kompres dingin bertujuan untuk mengurangi nyeri perineum dengan


mengaplikasikan pada area perineum selama 10-20 menit setelah 24-48 jam pasca
persalinan (East et al., 2020). Setelah diberikan kompres dingin pada kedua pasien
sebanyak 2 kali untuk kasus A sejak 24 jam pertama setelah melahirkan dan 3 kali
untuk kasus B sejak dipindahkan ke ruang rawat postpartum. Hasil evaluasi didapatkan
bahwa kompres dingin terbukti efektif dalam menurunkan skala nyeri pada luka
perineum. Kedua pasien sama-sama merasakan nyeri yang berkurang menjadi skala
nyeri 2-3.

Kompres dingin secara efektif mengurangi rasa sakit dengan dua cara. Pertama,
mengurangi edema dan kejang otot yang berhubungan dengan peradangan atau trauma;
kedua, mengurangi rasa sakit dengan menginduksi paresthesia jangka pendek dari
serabut saraf perifer dan mengurangi respon inflamasi (Steen, 2010). Kompres dingin
pada perineum juga menurunkan suhu kulit dan jaringan di bawahnya, menyebabkan
reseptor alfa dalam darah dirangsang oleh sistem saraf simpatis, dan menurunkan
sirkulasi darah ke daerah tersebut karena vasokonstriksi, sehingga dapat mengurangi
rasa sakit (Oliveira et al., 2012). Menurut Robin Petersen (2011), kompres dingin juga
merupakan metode yang murah, aman, dan mudah digunakan yang tidak memiliki efek
samping dan tidak memengaruhi proses menyusui. Hal tersebut mendukung untuk terapi
tersebut dilakukan oleh kedua pasien setelah di rumah, mengingat bahwa keduanya
merupakan keluarga dengan status ekonomi menengah.
Pada kedua kasus tersebut, tingkat kemampuan perawatan yang ditemukan pada dua
kasus ibu post partum VE yang mengalami nyeri akibat luka jahitan perineum mengarah
pada tingkat ketergantungan parsial sehingga intervensi keperawatan yang diberikan
dalam bentuk bantuan minimal (partially compensatory system), artinya perawat
membantu untuk memenuhi beberapa kebutuhan perawatan diri pasien yang tidak dapat
dipenuhi dengan melibatkan keluarga. Implementasi edukatif suportif yang dilakukan
penulis dengan tujuan memberikan informasi yang akurat kepada pasien dan
keluarganya agar pasien dapat berperilaku sehat dan mengambil keputusan yang tepat.
Dalam merawat pasien ibu nifas, perawat melakukannya secara bertahap yang
disesuaikan dengan tingkat ketergantungan dan kemampuan pasien. Evaluasi asuhan
keperawatan pada ibu post partum VE dengan nyeri perineum dan keluarga yang
diharapkan adalah dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri. Ibu akan
melakukan perawatan diri dan bayinya secara mandiri. Masalah keperawatan yang
muncul pada pasien dapat diatasi, meskipun pencapaiannya membutuhkan waktu yang
berbeda.

Implikasi Keperawatan
Perawat sangat berperan pada tingkat kemandirian klien untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan klien dengan intervensi yang sesuai berdasar pada pengkajian yang
spesifik. Teori perawatan diri atau Self-Care Orem merupakan salah satu teori penting
yang membahas terkait pendidikan dan intervensi perawatan diri klien. Perawatan diri
adalah perawatan yang dilakukan oleh individu sendiri untuk meningkatkan kehidupan,
kesehatan dan kesejahteraan (Rezaeean et al., 2020). Peningkatan kondisi tersebut dapat
difasilitasi oleh perawat dengan mengkaji kebutuhan perawatan diri dan memberikan
intervensi yang sesuai. Teori Orem memiliki tiga konsep penting dalam mengkaji
kebutuhan klien dalam pemenuhan dan pencapaian dari perawatan diri. Perawat
berperan dalam tiga proses kebutuhan klien yaitu universal self-care requisites,
developmental self-care requisites, dan health deviation self-care (Lambermon et al.,
2020) . Identifikasi perawat yang dilakukan dengan penerapan teori Orem pada ibu post
partum dengan VE dapat secara spesifik mengali kebutuhan klien salah satunya terkait
kondisi nyeri perineum. Kondisi nyeri perineum membuat klien post partum menjadi
merasa kurang nyaman dan mengalami keterbatasan dalam perawatan diri. Penting bagi
perawat untuk memberikan intervensi pada nyeri untuk dapat memandirikan klien saat
kembali ke rumah.

Intervensi yang diberikan oleh perawat dapat berasal dari evidence based guna
menunjang kebutuhan dan kemandirian klien untuk mencapai kesehatan dan
kesejahteraan. Ibu postpartum dengan VE memiliki beberapa keterbatasan dalam
kebutuhannya yang salah satunya diakibatkan oleh rasa nyeri sehingga mengganggu Ibu
untuk beraktivitas. Review Cochrane memfasilitasi perawat memberikan intervensi
keperawatan berdasarkan hasil temuan yang telah direview sehingga pemberian
intervensi diharapkan efektif untuk memenuhi kebutuhan klien. Review yang telah
dilakukan terkait penerapan kompres dingin sebagai perawatan lokal yang diterapkan
pada nyeri perineum selama 10-20 menit pada ibu postpartum 24-48 jam pasca
persalinan (East et al., 2020). Kompres dingin mengurangi nyeri dengan dua cara yang
pertama mengurangi edema dan kejang otot, kedua yaitu dengan menginduksi
paresthesia jangka pendek dari serabut saraf perifer dan mengurangi respon inflamasi
(Steen, 2010). Kompres dingin yang diberikan pada perineum juga dapat menurunkan
suhu kulit dan jaringan dibawahnya, sehingga menurunkan sirkulasi darah ke daerah
tersebut karena terjadi vasokonstriksi, akibatnya dapat mengurangi rasa sakit (Oliveira
et al., 2012). Tidak hanya selama mendapatkan perawatan di rumah sakit, tindakan
kompres dingin ini yang mudah diaplikasikan dari bahan dan cara juga diharapkan
mampu memandirikan klien untuk merawat dirinya sendiri ketika sudah di rumah.

Kesimpulan
Teori keperawatan Self-Care Orem dilakukan untuk menilai kemampuan individu untuk
melakukan perawatan secara mandiri dalam memenuhi kebutuhan kesehatannya.
Tindakan memandirikan klien untuk melakukan perawatan diri khususnya pada kondisi
post partum dengan luka perineum bertujuan agar klien mampu merawat diri sendiri,
mengurangi rasa nyeri dan mencegah infeksi luka perineum, serta memberikan
pengalaman dalam perawatan perineum pada persalinan berikutnya.

Pengkajian berdasarkan teori Self-Care Orem terbukti mampu membantu tenaga


kesehatan menemukan kebutuhan kesehatan yang perlu diberikan intervensi sehingga
klien secara mandiri dapat memenuhi kebutuhannya. Tindakan keperawatan yang dapat
dilakukan pada klien dengan luka perineum adalah selain mengurangi nyeri,
memberikan edukasi bagaimana merawat luka akibat trauma vakum ekstraksi agar tidak
terjadi infeksi pada luka di perineum juga penting untuk dilakukan. Trauma vakum
ekstraksi juga menimbulkan rasa nyeri yang biasanya tetap terasa ketika mereka pulang,
pemberian kompres dingin dimaksudkan untuk memandirikan klien dengan kondisi
tersebut. Kompres dingin membantu klien untuk menurunkan nyeri secara non
farmakologi sehingga dapat dilakukan secara mandiri dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Awaliyah, S. N., S, S., & Budiati, T. (2018). the Application of Nursing Theory “Self
Care Orem” in Nursing Care of Multiparous Pregnancy With Anaemia: a Case
Report. Journal of Maternity Care and Reproductive Health, 1(2), 351–368.
https://doi.org/10.36780/jmcrh.v1i2.31

East, C. E., Dorward, E. D. F., Whale, R. E., & Liu, J. (2020). Local cooling for
relieving pain from perineal trauma sustained during childbirth. Cochrane
Database of Systematic Reviews, 2020(10).
https://doi.org/10.1002/14651858.CD006304.pub4
Francisco, A. A., De Oliveira, S. M. J. V., De Oliveira Santos, J., & Da Silva, F. M. B.
(2011). Evaluation and treatment of perineal pain in vaginal postpartum. Acta
Paul. Enferm, 24(1), 94–100. https://doi.org/10.1590/S0103-21002011000100014
Harlev, A., Fatool, S. K., Sergienko, R., & Sheiner, E. (2017). Non-progressive labor in
the second stage leading to vacuum extraction is a risk factor for recurrent non-
progressive labor. Archives of Gynecology and Obstetrics, 295(6), 1393–1398.
https://doi.org/10.1007/s00404-017-4359-z
Jeon, J., & Na, S. (2017). Vacuum extraction vaginal delivery: current trend and safety.
Obstetrics & Gynecology Science, 60(6), 499–505.
https://doi.org/10.5468/ogs.2017.60.6.499
Khademian, Z., Kazemi Ara, F., & Gholamzadeh, S. (2020). The effect of self care
education based on orem’s nursing theory on quality of life and self-efficacy in
patients with hypertension: A quasi-experimental study. International Journal of
Community Based Nursing and Midwifery, 8(2), 140–149.
https://doi.org/10.30476/IJCBNM.2020.81690.0
Lambermon, F., Vandenbussche, F., Dedding, C., & van Duijnhoven, N. (2020).
Maternal self-care in the early postpartum period: An integrative review.
Midwifery, 90, 102799. https://doi.org/10.1016/j.midw.2020.102799
McQuivey, R. W. (2004). Vacuum-assisted delivery: A review. Journal of Maternal-
Fetal and Neonatal Medicine, 16(3), 171–180. https://doi.org/10.1080/1476-
7050400001706
Oliveira, S. M. J. V., Silva, F. M. B., Riesco, M. L. G., Latorre, M. do R. D. O., &
Nobre, M. R. C. (2012). Comparison of application times for ice packs used to
relieve perineal pain after normal birth: A randomised clinical trial. Journal of
Clinical Nursing, 21(23–24), 3382–3391. https://doi.org/10.1111/j.1365-
2702.2012.04195.x

Pergialiotis, V., Bellos, I., Fanaki, M., Vrachnis, N., & Doumouchtsis, S. K. (2020).
Risk factors for severe perineal trauma during childbirth: An updated meta-
analysis. European Journal of Obstetrics and Gynecology and Reproductive
Biology, 247, 94–100. https://doi.org/10.1016/j.ejogrb.2020.02.025

Petiorin, A. (2020). OREM’S Self-Care Deficit Nursing Theory. Nursing Theory.


https://www.nursing-theory.org/theories-and-models/orem-self-care-deficit-
theory.php

Rezaeean, S.-M., Abedian, Z., Roudsari, R. L., Mozloum, S.-R., & Abbasi, Z. (2020).
The Effect of Prenatal Self-Care on Orem’s Theory on Preterm Birth Occurrence
in Women at Risk for Preterm Birth. Iran J Nurs Midwifery, 25(3), 242–248.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.4103%2Fijnmr.IJNMR_207_19

Robin Petersen, M. (2011). Review of interventions to relieve postpartum pain from


perineal trauma. MCN The American Journal of Maternal/Child Nursing, 36(4),
241–245. https://doi.org/10.1097/NMC.0b013e3182182579
Salman, L., Aviram, A., Krispin, E., Wiznitzer, A., Chen, R., & Gabbay-Benziv, R.
(2017). Adverse neonatal and maternal outcome following vacuum-assisted
vaginal delivery: does indication matter? Archives of Gynecology and Obstetrics,
295(5), 1145–1150. https://doi.org/10.1007/s00404-017-4339-3
Segal, D., Baumfeld, Y., Yahav, L., Yohay, D., Geva, Y., Press, F., & Weintraub, A. Y.
(2020). Risk factors for obstetric anal sphincter injuries (OASIS) during vacuum
extraction delivery in a university affiliated maternity hospital. Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, 33(6), 999–1003.
https://doi.org/10.1080/14767058.2018.1514376

Senol, D. K., & Aslan, E. (2017). The Effects of Cold Application to the Perineum on
Pain Relief After Vaginal Birth. Asian Nursing Research, 11(4), 276–282.
https://doi.org/10.1016/j.anr.2017.11.001
Steen, M. (2010). Care and consequences of perineal trauma. British Journal of
Midwifery, 18(11), 710–715. https://doi.org/10.12968/bjom.2010.18.11.79563
Syaiful, Y., Fatmawati, L., Qomariah, S. N., & Runis, A. (2020). Effectiveness Of Cold
Compress And Lavender Aromatherapy On Reduction In Postpartum Perineal Pain
Intensity Universitas Gresik Email : lilisfatmawati13@gmail.com. INJEC, 5(1),
51–59.

Anda mungkin juga menyukai