Anda di halaman 1dari 25

TAKE HOME

Mata kuliah ....


PEMERIKSAAN FISIK PADA SISTEM HEPETOBILIER

OLEH:
Qolbiyah
Novita
Tria
Nurmawati S. Lataima
Add
as
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan. Pengkajian merupakan kumpulan


data tentang status kesehatan pasien (individu, masyarakat, kelompok dalam individu). Informasi
yang dikumpulkan menggunakan pendekatan yang sistematik dan kemudian kumpulkan,
dianalisa, diseleksi, dan divalidasi kebenarannya. Terakhir didokumentasikan. Rencana
perawatan dikembangkan dari kegiatan pengkajian seperti wawancara pasien dan pemeriksaan
fisik (W.S. Nanda, 2013). Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari tindakan
keperawatan yang menjadi tanggung jawab seorang perawat. Dalam aplikasinya pemeriksaan
fisik menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dari sebuah pengkajian awal yang akan
dijadikan sebagai standar atau pedoman awal pada sebuah asuhan keperawatan. Pemeriksaan
fisik dilakukan dengan memeriksa seluruh bagian tubuhuh klien, dari ujung rambut hingga ujung
kaki. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cara inspeksi atau mengamati, palpasi atau meraba,
perkusi atau mengetuk dengan jari, dan auskultasi atau mendengarkan dengan bantuan stetoskop.
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan keadaan klien
dalam rangka menegakkan diagnose, tindakan pengobatan dan asuhan keperawatan (Lucilla,
2012).

Pemeriksaan fisik hepatobilier merupakan salah satu spesifikasi pemeriksaan fisik pada
abdomen yang dikhususkan pada hati (hepar) dan empedu (billier), area atau tempat
dilakukannya pemeriksaan fisik hepatobillier berdasarkan pembagian lokasi pemeriksaan
kuadran kanan atas, regio kanan hipokondrium dan regio epigastrik. Tujuan pemeriksaan fisik
hepatobillier sesuai dengan tujuan pemeriksaan fisik secara umum yang dikemukakan dalam
buku Pemeriksaan Fisik Keperawatan oleh Lucilla, 2012 adalah memperoleh data yang lebih
spesifik dan berhubungan dengan keadaan klien pada hati dan empedu dalam rangka
menegakkan diagnose, tindakan pengobatan dan asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik
hepatobillier dilakukan dengan cara inspeksi atau mengamati, palpasi atau meraba, dan perkusi
atau mengetuk dengan jari. Pemeriksaan dengan tehnik auskultasi dilakukan pada pasien dengan
spesifikasi kelainan tertentu pada hepar, dan tidak dilakukan pada kondisi hepar normal.

Pemeriksaan fisik hepatobillier merupakan pemeriksaan yang efektif diterapkan pada


pasien dengan gangguan hati (hepar dan empedu (billier), pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh
perawat lebih spesifik dan mendalam pada gangguan hati (hepar) dan empedu (billier), sehingga
diharapkan mendapatkan data yang optimal berhubungan dengan fisik pasien dalam rangka
menegakkan diagnose, tindakan pengobatan dan asuhan keperawatan sesuai yang dikemukankan
oleh Lucilla, 2012 dalam bukunya Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Hal tersebut yang mendasari
penyusunan makalah Pengkajian Fisik Hepatobiller Program Magister Keperawatan Universitas
Airlangga peminatan Keperawatan Medikal Bedah sebagi tugas kelompok mata kuliah
Pengkajian keperawatan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana anatomi sistem hepatobilier ?
1.2.2 Bagaimana fisiologi sistem hepatobilier ?
1.2.3 Bagaimana pemeriksaan fisik hepatobillier?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui dan memahami tinjauan teori dan pemeriksaan fisik hepatobillier

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi sistem hepatobilier
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan fisiologi sistem hepatobilier
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan fisik hepatobillier
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengaplikasikan pemeriksaan fisik hepatobillier
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep pemeriksaan fisik Hepatobilier, yang terdiri
dari : Anatomi dan fisiologi Hepatobilier, pemeriksaan inspeksi, perkusi, auskultasi, dan perkusi
pada Hepatobilier.

2.1 Anatomi dan Fisiologi Hepatobilier


Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan dan dipekatkan di dalam vesika
biliaris,kemudian dikeluarkan ke dalam duodenum. Ductus biliaris hepatis terdiri atas
ductus hepatis destra dan sinistra, ductus hepatis comunis, ductus choledochus, vesica
biliaris dan ductus cysticus (Wahyuningsih, 2017).
2.1.1 Ductus hepaticus
Ductus hepaticus dextra dan sinistra keluar dari lobus hepatis dextra dan sinistra pada
port hepatis. Keduanya bersatu membentuk ductus hepatis comunis. Panjang ductus
hepatis comunis sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan berjalan turun di pinggir bebas omentum
minus. Ductus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica billiaris yang ada di sisi
kanannya membentuk ductus choledochus (Setiawan et al., 2015).
2.1.2 Ductus Choledochus
Panjang ductus choledochus sekitar 3 inchi (8 cm). Pada bagian perjalanannya,
ductus ini terletak pada pinggir bebas kanan omentum minus, di depan foramen
epiploicum. Di sini ductus choledochus terletak di depan pinggir kanan venae portae
bawah hepatis dan pada sisi kanan arteri hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya,
ductus terletak di belakang pars duodenum di sebelah kanan arteri gastroduodenalis. Pada
bagian ketiga perjalanannya, ductus terletak di dalam sulcus yang terdapat pada facies
posterior caput pancreatis. Di sini ductus choledochus bersatu dengan ductus pankreaticus
(Setiawan et al., 2015).
Ductus chodedochus berakhir di bawah dengan menembus dinding medial pars
descendens duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ductus choledochus
bergabung dengan ductus pankreatikus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampula
kecil di dinding duodenum, yang disebut ampula hepatopankreatica (ampula vater).
Ampula ini bermuara pada lumen duodenum melalui sebuah papila kecil, yaitu papila
duodeni major. Bagian terminal kedua ductus beserta ampula dikelilingi oleh serabut otot
sirkular yang disebut musculus sphinter ampullae (sphincter oddi) (Wahyuningsih, 2017).

Gambar 1. Ductus choledocus (Common bile duct) dan Spincter Oddi

2.1.3 Vesica Biliaris (Kandung Empedu)


Vesica biliaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada
permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mempunyai kemampuan menyimpan empedu
sebanyak 30-50 ml, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorpsi air. Vesica
biliaris terdiri atas fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan
biasanya menonjol di bawah margo inferior hepar, penonjolan ini merupakan tempat
fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilago costalis IX
dextra. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan fascies visceralis hepar dan
arahnya ke atas, belakang dan kiri. Colum vesica biliaris melanjutkan diri sebagai ductus
cysticus, yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus
hepaticus komunis untuk membentuk ductus choledochus (Wahyuningsih, 2017).
Gambar 2. Vesica Biliaris Terdiri Atas Fundus, Corpus dan Colum

Vesica biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. vesica biliaris mempunyai
kemampuan untuk memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, mukosa vesica biliaris
mempuyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga permukaan tampak
seperti sarang tawon Sel-sel toraks yang terletak pada permukaan mukosa mempunyai banyak
vili. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica
biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum. Lalu
hormon masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang
bersamaan otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi,
sehingga memungkinkan masuknya empedu yang pekat ke dalam duodenum. Garam-garam
empedu di dalam cairan empedu penting untuk mengemulsikan lemak di dalam usus serta
membantu pencernaan dan absorbsi lemak (Wahyuningsih, 2017).
Vesica biliaris mendapat perdarahan dari arteri cystica, cabang arteri hepatica dextra dan
vena cystica yang mengalirkan darah langsung ke vena porta. Cairan limfa mengalir ke nodus
cysticus yang terletak dekat colum vesicae biliaris. Dari sini, pembuluh limfa berjalan ke nodi
hepatici dengan berjalan sepanjang perjalanan arteri hepatica communis dan kemudian ke nodi
coelici. Persarafan di vesica biliaris terdiri atas saraf simpatis dan parasimpatis yang membentuk
pleksus coeliacus (Setiawan et al., 2015).
Secara fisiologi, empedu dihasilkan oleh hepatosit dan sel-sel duktus sebanyak 500-1500
mL/ hari. Sekresi aktif garam empedu ke dalam canaliculus bilier dipengaruhi oleh volume
empedu. Na+ dan air mengalir secara pasif untuk meningkatkan isoosmolaritas. Lechitin dan
kolesterol memasuki canaliculus pada laju tertentu yang berhubungan dengan output garam
empedu. Bilirubin dan sejumlah anion organik lainnya (esterogen, sulfobromopthalen, dll) secara
aktif disekresikan oleh hepatosit melalui sistem transport yang berbeda dengan garam empedu.
Diantara makan, empedu disimpan di vesica biliaris, dimana empedu terkonsentrasi pada hingga
20%/ jam. Na+ dan HCO3- atau Cl- secara aktif ditransport dari lumennya selama absorpsi
(Wahyuningsih, 2017)..
Ada tiga faktor yang meregulasi aliran empedu yaitu : sekresi hepatik, kontraksi vesica
biliaris, dan tahanan spincter choledochal. Dalam keadaan puasa, tekanan di ductus choledocus
adalah 5-10 cm H2O dan empedu yang dihasilkan di hati disimpan di dalam vesica biliaris.
Setelah makan, vesica biliaris berkontraksi, spincter relaksasi dan empedu di alirkan ke dalam
duodenum dengan adanya tekanan di dalam duktus yang terjadi secara intermiten yang melebihi
tahanan spincter. Saat berkontraksi, tekanan di dalam vesica biliaris mencapai 25 cm H2O dan di
dalam ductus choledocus mencapai 15-20 cm H2O. Cholecystokonin (CCK) adalah stimulus
utama untuk berkontraksinya vesica biliaris dan relaksasi spincter. CCK dilepaskan ke dalam
aliran darah dari mukosa usus halus.
Gambar 3. Fisiologi Pengeluaran Empedu

2.1.4 Ductus Cysticus


Panjang ductus cysticus sekitar 1,5 inchi (4 cm) dan menghubungkan colum vesica
biliaris dengan ductus hepatis comunis untuk membentuk ductus choledochus.. Biasanya
ductus cysticus berbentuk huruf S dan berjalan turun dengan jarak yang bervariasi pada
pinggir bebas kanan omentum minus. Tunica mukosa ductus cysticus menonjol untuk
membentuk plica spiralis yang melanjutkan diri dengan plica yang sama pada colum vesica
biliaris. Plica ini umumnya dikenal sebagi ”valvula spiralis”. Fungsi valvula spiralis adalah
untuk mempertahankan lumen terbuka secara konstan (Wahyuningsih, 2017).
Gambar 4. Ductus cysticus bersatu dengan ductus hepatis comunis membentuk ductus
choledocus

2.1.5 Komposisi Empedu


Tabel 1. Komposisi empedu
Komponen Dari Hati Dari kandung Empedu
Air 97,5 gm% 95 gm %
Garam empedu 1,1 gm% 6 gm%
Bilirubin 0,04 gm% 0,3 gm%
Kolesterol 0,1 gm% 0,3 – 0,9 gm%
Asam lemak 0,12 gm% 0,3 – 1,2 gm %
Lecithin 0,04 gm% 0,3 gm%
Elektrolit - -

1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah :
a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang
larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya
akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu
tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu (Setiawan et al., 2015).
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak (Setiawan et al., 2015).

2.1.6 Pankreas
1. Anatomi
Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar 12-15 cm
dan tebal 2,5 cm dan berada pada posterior dari omentum majus . Pankreas terdiri
dari kepala, tubuh, dan ekor yang biasanya langsung berhubungan dengan duodenum
melalui dua duktus. Pancreas merupakan kelenjar endokrin dan eksokrin. Bagian
eksokrin kelenjar menghasilkan secret yang mengandung enzim-enzim yang dapat
menghidrolisis protein lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin kelenjar yaitu
pulaupulau langerhans yang menghasilkan hormone insulin dan glucagon yang
mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat (Anggraini, 2008).
Gambar 5. Anatomi sel asini dan pulau Langerhans

Kelenjar ini merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium
dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak pada dinding
posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum
transpyloricum. Pankreas dapat dibagi menjadi caput, collum, corpus, dan cauda
(Anggraini, 2008).
a. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di
depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria
mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
e. Ductus Pancreaticus
1) Ductus Pancreaticus Mayor
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput,
menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke
pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan
ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-
kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
2) Ductus Pancreaticus Minor
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus
pancreaticus pada papilla duodeni minor.
3) Vaskularisasi
a) Arteriae
(1) Pancreaticoduodenalis superior (cabang arteri gastroduodenalis
)
(2) Pancreaticoduodenalis inferior (cabang arteri mesenterica
cranialis)
(3) Pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior
cabang arteri lienalis
b) Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem
porta.
4) Aliran Limfatik
Kelenjar limf terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci
dan mesenterica superiores.
5) Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
2. Fisiologi
a. Eksokrin
1) Sel – sel asini menghasilkan beberapa enzim yang disekresikan melalui
ductus pankreas yang bermuara ke duodenum.
2) Enzim–enzim tersebut berfungsi untuk mencerna 3 jenis makanan utama
: karbohidrat, protein, dan lemak. Sekresi ini juga mengandung sejumlah
besar ion bikarbonat menetralkan asam kimus dari lambung.
3) Enzim proteolitik : tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.
Tripsin dan kimotripsin : memisahkan protein yang dicerna menjadi
peptida, tapi tidak menyebabkan pelepasan asam – asam amino tunggal.
Karboksipolipeptidase: memecah beberapa peptida menjadi asam – asam
amino bentuk tunggal.
4) Enzim proteolitik yang kurang penting = elastase dan nuklease.
5) Enzim proteolitik disintesis di pankreas dalam bentuk tidak aktif berupa
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipolipeptidase menjadi aktif
jika disekresikan di tractus intestinal. Tripsinogen diaktifkan oleh enzim
enterokinase yang disekresi mukosa usus ketika kimus berkontak dengan
mukosa. Kimotripsinogen dan prokarboksipolipeptidase diaktifkan oleh
tripsin.
6) Enzim pankreas untuk mencerna karbohidrat : milase pankreas
menghidrolisis serat, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat (kecuali
selulosa) untuk membentuk trisakarida dan disakarida.
7) Enzim pencerna lemak : lipase pankreas menghidrolisis lemak netral
menjadi asam lemak dan monogliserida. Kolesterol esterase : hidrolisis
ester kolesterol. Fosfolipase: memecah asam lemak dan fosfolipid.
8) Tiga rangsangan dasar yang menyebabkan sekresi pankreatik :
a) Asetikolin : disekresikan ujung nervous vagus parasimpatis dan
saraf kolinergenik.
b) Kolesistokinin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum
rangsangan asam
9) Sekretin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum rangsangan asam.
b. Endokrin
1) Fungsi endokrin kelenjar pankreas diperankan oleh pulau langerhans sel
α, sel β, sel δ, dan sel F. Terdiri atas 4 sel
2) Sekresi sel – sel ini berupa hormon yang akan langsug diangkut melalui
pembuluh darah.
Sel Hormon Target Utama Efek Hormonal Regulasi :
a) α (Glukagon)
 Target : Hati, jaringan adiposa
 Efek : merombak cadangan lipid, merangsang sintesis
glukosa dan pemecahan glikogen di hati, menaikan kadar
glukosa. Distimulasi oleh kadar glukosa darah yang rendah,
dihambat oleh somatostatin.
b) β (Insulin)
 Target : Sebagian besar sel
 Efek : membantu pengambilan glukosa oleh sel,
menstimulasi pembentukan dan penyimpanan glikogen dan
lipid, menurunkan kadar glukosa darah. Distimulasi oleh
kadar glukosa darah yang tinggi, dihambat oleh somatostatin.
c) δ (Somatostatin)
 Target : Sel langerhans lain, epitel saluran pencernaan
 Efek : menghambat sekresi insulin dan glukagon,
menghambat absorbsi usus dan sekresi enzim pencernaan.
Distimulasi oleh makanan tinggi-protein, mekanismenya
belum jelas.
d) F (Polipeptida pankreas)
 Target : Organ pencernaan
 Efek : menghambat kontraksi kantong empedu, mengatur
produksi enzim pankreas, mempengaruhi absorbsi nutrisi
oleh saluran pencernaan. Distimulasi oleh makanan tinggi-
protein dan rangsang parasimpatis.
2.2 Pemeriksaan fisik Hepatobilier
Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk menentukan
ada atau tidaknya masalah fisik. Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendapatkan
informasi valid tentang kesehatan pasien. Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi,
menganalisis dan menyusun informasi yang terkumpul menjadi suatu penilaian
komprehensif. Empat prinsip kardinal pemeriksaan fisik meliputi : melihat (inspeksi),
meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi) (Sugiarto, dkk,
2017).
Dalam pemeriksaan fisik, terdapat beberapa komponen yang perlu dilakukan, yaitu
inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi. Adapun cara melakukannya bisa secara sequential
dan dapat pula dengan proper expose (Bickley, 2013):
1. Sequential : per bagian, secara urut, dan sistematis
Dilakukan dengan urutan dari kepala sampai dengan kaki. Kepala, leher, dada,
abdomen/ perut, tulang belakang, anggota gerak, anal/ anus, alat genital dan sistem
saraf. Penderita akan cepat lelah jika diminta untuk berganti-ganti posisi yaitu duduk,
berbaring, berbalik ke sisi kiri dan seterusnya.
2. Proper Expose / hanya menampakkan atau menyingkapkan bagian yang tepat/ bagian
tertentu saja (bagian yang akan diperiksa), tanpa mempertunjukkan daerah/ area
lainnya.
2.2.1 Inspeksi
Hepatobilier merupakan kumpulan organ yang menyusun sistem pencernaan, yang
terdiri dari organ hepar (hati), kantung empedu, dan saluran empedu. Organ hepatobilier
terletak di right upper episgastrium dan upper epigastrium. Sehingga pemeriksaan Inspeksi,
Palpasi, Perkusi dan Auskultasi lebih difokuskan pada thoraks dan abdomen (Bickley,
2013).
Gambar 6. Pembagian Abdomen

Untuk memudahkan dalam melakukan pemeriksaan sistem pencernaan


Gastrointestinal dan Hepatobilier, perut dibagi menjadi beberapa kuadaran. Ada yang
membagi abdomen menjadi 4 bagian, yaitu Right Upper Quadrant (RUQ), Left Upper
Quadrant (LUQ), Right Lower Quadrant (RLQ), dan Left Lower Quadrant (LLQ),
sedangkan yang membagi abdomen menjadi 9 kuadran meliputi : Right Hypochondric,
Epigastric, Left Hypochondriac, Right Lumbar, Umbilical, Left Lumbar, Right Iliac,
Hypogastric, dan left iliac (Bickley, 2013)
Pada saat kita melakukan inspeksi pada pasien, fokus kita pada area bagian perut
kanan atas, yang meliputi Right Upper Hypochondriac dan Epigrastric. Pemeriksaan hati
dimulai dari sisi kanan pasien. Langkah-langkah pemeriksaan dengan metode Inspeksi
pada pada sistem pencernaan hepatobilier meliputi (Bickley, 2013):
1. Menjaga privacy pasien. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan di tempat yang tertutup, menjelaskan jenis pemeriksaan yang akan kita
lakukan, dan meminta kesediaan pasien untuk mengikuti prosedur pemeriksaan
2. Meminta pasien untuk membuka baju dan menurunkan celana hingga ke sympisis ,
sehingga area mulai dari Processus Xyphoideus sampai Sympisis Pubis dapat kita
amati langsung.
3. Meminta pasien untuk relaks selama pemeriksaan
4. Mengkondisikan ruangan pemeriksaan pasien terang dan tenang
5. Mengkondisikan tangan pemeriksa dalam kondisi hangat
6. Melakukan pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi warna kulit
Periksa adanya bekas luka, striae, vena, ekimosis (pada perdarahan intra atau
retroperitoneal). Pada kondisi normal tidak terjadi perbedaan warna kulit.
Warna kulit yang menunjukkan biru tua atau merah tua di area Right Upper
Hypochondriac dan Epigrastric, maka kita perlu mencurigai adanya trauma
pada hepar (hati). Warna ikterik (kuning) sering dijumpai pada pasien dengan
hepatitis, serosis hepatis, maupun gangguan saluran empedu. Warna kulit yang
mengkilat disertai dengan pembuluh darah yang nampak jelas (spider), dapat
kita jumpai pada pasien dengan Kanker Hati. Hal tersebut efek dari penarikan
kulit abdomen yang disebabkan oleh pembesaran massa.
1) Palmar eritema
Kemerahan pada telapak tangan, terutama pada pangkal ibu jari dan jari
kelingking disebut eritema palmaris. Hal ini sering dikaitkan dengan
gagal hati kronis, dan karenanya juga disebut telapak hati. Meskipun
bukan merupakan tanda khas.
2) Xanthomatosis
Hal ini ditandai dengan akumulasi lipid berbentuk kecil, berwarna
kuning, benjolan datar yang disebut xanthomas, di bawah kulit. Benjolan
tersebut diamati terutama pada jari – jari, siku, lutut dan sendi lainnya,
serta pada tangan dan kaki. Hal ini dapat terjadi dalam kasus
metabolisme lipid yang berubah karena kerusakan hati.
3) Caput medusa
Portal hipertensi menyebabkan pelebaran pembuluh darah paraumbikalis
yang hadir di dekat pusar. Akibatnya pembuluh darah yang dinyatakan
nyaris tak terlihat melalui permukaan kulit, menjadi sangat menonjol dan
terlihat membesar dan membengkak. Mereka muncul seperti struktur
tubular biru memancar dari pusar, dalam pola yang menyerupai ular
medusa. Oleh karena itu namanya caput medusa (kepala medusa).
4) Spider nevi
Spider angioma, pembuluh darah laba – laba atau spider nevus ditanai
dengan pelebaran pembuluh darah dekat permukaan kulit. Tampaknya
seperti lesi dengan titik merah pusat, dan memancar ekstensi merah yang
menyerupai jarring laba – laba. Hal ini sering diamati pada leher, wajah,
lengan, dan bagian atas badan. Kehadiran lebih dari lima spider nevi
dianggap menjadi tanda gagal hati.
5) Ascites
Hal ini mengacu pada penumpukan cairan dalam rongga peritoneal, dan
merupakan hasil dari tekanan darah rendah albumin dan meningkat pada
pembuluh darah dari hati (hipertensi portal). Tahap awal penumppukan
cairan mungkin asimtomatik, tetapi sebagai akumulasi bertambah satu
mungkin mengalami kembung dan sakit perut. Penumpukan yang
berlebihan menyebabkan distensi perut dan sesak napas.
b. Inspeksi umbilikus
Pada pemeriksaan umbilikus perlu diketahui adanya tanda radang dan hernia
atau tidak.
c. Inspeksi bentuk abdomen.
Bentuk abdomen normalnya datar dan simetris. Pasien serosis hepatis atau
kanker hati, sering menunjukkan bentuk abdomen yang menyerupai perut katak
( abdominal frog) dan tidak simetris.
Pasien berbaring terlentang. Perhatikan bentuk perut Normal : simetris, jika
Abnormal :
1) Membesar dan melebar : ascites
2) Membesar dan tegang : berisi udara (ilius)
3) Membesar dan tegang daerah suprapubik : retensi urine
4) Membesar asimetris : tumor, pembesaran organ dalam perut
d. Inpeksi massa / tumor
Pada hepar yang mengalami keganasan, permukaan perut kanan atas akan
terlihat membesar dan tampak keras.
e. Kontur untuk bentuk, simetri, organ atau massa yang membesar
Periksa adanya kondisi yang menggembung pada sisi-sisi asites, suprapubik
tonjolan, hati besar atau limpa, tumor.
f. Setiap gelombang peristaltik
Periksa adanya peningkatan obstruksi GI
g. Setiap pulsasi
Periksa adanya Peningkatan aneurisma aorta.

2.2.2. Palpasi

Palpasi adalah salah satu bagian dari pemeriksaan fisik, biasanya untuk organ, dimana pemeriksa
menggunakan tangan atau ujung jari untuk meraba atau menekan sehingga mampu menentukan ukuran,
letak, atau kekuatan. Palpasi pada sistem hepatobilier dilakukan untuk menentukan ukuran dan kelainan
lainnya pada hati dan empedu. Palpasi sistem hepatobilier menurut Hogan et al (2012) dilakukan dengan
tahap sebagai berikut:

Tindakan Keterangan
1. Letakkan tangan kiri dibelakang antara kosta
ke 11 dan 12 bagian belakang dan tangan kiri
tepat di bagian depannya
2. Minta pasien untuk tenang dan melakkukan
inspirasi menggunakan napas abdomen →
Dengan harapan organ pada rongga abdomen
dapat terangkat dan terpalpasi pada
permukaan abdomen
3. Tekan abdomen menggunakan tangan kanan
dengan arah kedalam-keatas. Pada saat ini
pemeriksa akan merasakan permukaan
anterior hati. Kemudian raba sepanjang m.
Rectus abdominalis → Liver teraba + 3 cm
dibawah costal kiri pada midclavicula line.
Note any tenderness! Hasil normal
permukaan liver adalah lembut, tajam, dan
halus. Jika teraba keras dan permukaan tidak
teratur curigai ada keabnormalan hati.
Contoh: teraba masa yang keras berbentuk
oval pada “sudut” liver menandakan distensi
gallbledder akibat obstruksi. Pada saat
palpasi pasien mengeluh nyeri curigai adanya
kolelitiasis (Dancygier & Rogart, 2010)
Note:
Pada keadaan normal, gallbledder tidak dilihat
maupun dirasakan. Jika mengalami pembesaran
oleh karena tumor atau tumor, kemungkinan
gallbledder dapat teraba.
Karakteristik nyeri pada gallbledde terlokalisir
pada kuadran perut kanan atas dan sering
menyebar ke panggul kanan, punggur, atau
lengan kanan.
Jika pada saat palpasi perut kuadran kanan atas
dan pasien diminta menarik napas kemudian
mengelur nyeri bertambah inilah yang disebut
murphy sign (tanda adanya kolelitiasis)
kolelitiasis (Dancygier & Rogart, 2010).
4. Jika tidak merasakan permukaan liver →
Lakukan palpasi mendekati tepi costa kanan.
Sesuaikan tekanan dengan ketebalan otot
abdomen. Note! Pada saat palpasi pertama
yang terlalu dalam kemungkinan belum dapat
langsung merasakan permukaan liver. Palpasi
dengan cara: tekanan tinggi kemudian
kurangi tekanan sedikit demi sedikit dan
rasakan permukaan hati
5. Palpasi melalui otot rektus abdominalis sulit,
terhambat dinding abdomen → Hooking
Technique

Teknik Hooking dapat dilakukan dengan cara:


1. Berdiri pada sisi kanan pasien
2. Letakkan kedua tangan secara berdampingan
pada sisi kanan abdomen tepat di tepi bagian
liver yang dullnes (dilakukan perkusi terlebih
dahulu
3. Minta pasien untuk bernapas dengan
abdomen
4. Tekan dengan jari dengan arah ke dalam-atas
costal margin
5. Liver akan terpalpasi oleh ujung jari tangan.
Jika teraba keras mengindikasikan adanya
inflamasi seperti hepatitis atau kongesti

2.23. Perkusi :
Langkah pertama mencari garis midclavicula dengan hati-hati untuk menghindari
ketidakakuratan pengukuran dapat menggunakan “wandering landmark”
1. Lakukan perkusi dengan ketukan ringan sampai sedang
2. Memulai melakukan perkusi dari bawah umbilikus (pada area organ dengan hasil
perkusi timpani, bukan dullness)
3. Melakukan ketukan perkusi ke arah atas hepar. Untuk menentukan suara dullness pada
batas bawah (batas bawah hepar)
4. Kemudian untuk menentukan batas atas dari organ hepar, lakukan ketukan perkusi
pada garis yang lurus dengan puting. (lakukan ketukan perkusi pada area dengan hasil
perkusi resonan/sonor). Pada wanita diperlukan untuk sedikit mengangkat payudara
untuk memastikan area resonan yang akan dilakukan perkusi
5. Melakukan ketukan perkusi ke arah bawah hepar.

Setelah selesai melakukan perkusi, lakukan pengukuran dengan menggunakan ukuran


centimeter pada jarak antara dua point (batas atas dan batas bawah). Secara umum ukuran
hepar pada laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan, ukuran hepar juga
lebih besar pada orang yang tinggi jika dibandingkan dengan orang yang rendah. Rentang
ukuran dari hepar meningkat pada hepar yang membesar, sedangkan rentang ukuran hepar
menurun pada hepar yang kecil atau saat ada udara bebas dibawa diafragma

Ukuran normal untuk perkusi pada garis midclavicula kanan = 6-12 cm


Ukuran normal untuk perkusi pada garis midsternal = 4-8 cm

Jika ukuran hepar melebar dari ukuran normal patut dicurigai adanya kemungkinan
hepatomegaly yang mungkin bisa disebabkan karena penyakit hepatitis atau CHF, atau
mungkin juga terjadi efusi pleura kanan.
Sedangkan jika ukuran hepar menyempit dari ukuran normal patut dicurigai adanya
kemungkinan hepar mengecil karena beberapa penyakit seperti sirosis hepatis. Namun
untuk menentukan suatu penyakit tentu saja masih memerlukan pemeriksaan lain baik
pemeriksaan fisik lainnya, anamnesis, dan juga pemeriksaan penunjang juga mendapatkan
data yang lebih akurat.

2.2.4 Auskultasi Sistem Hepatobilier

Auskultasi adalah salah satu teknik pemeriksaan fisik dimana pemeriksa mendengarkan suara
dari organ tubuh seperti paru-paru, jantung, dan usus dengan alat bantu. Hogan et al (2012) dalam
pemeriksaan fisik sistem hepatobilier tidak menyebutkan adanya prosedur auskultasi. Walker et al
(1990) dan Dacygier & Hogart (2010) mengemukakan bahwa terdapat prosedur auskultasi pada
hepar. Suara hasil auskultasi hepar kemungkinan terdengar pada kondisi hipertensi vena portal,
aliran darah arteri meningkat atau tersumbat, atau terjadi proses inflamasi di hepar. Teknik
auskultasinya sebagai berikut:

Suara Tindakan Penyebab


Auskultasi
Abdominal 1. Pasien diposisikan supine Kondisi ini disebabkan karena adanya
Venous Hum 2. Palpasi adanya thrill pada dilatasi hipertensi vena portal, biasanya karena
vena superfisial abdomen adanya sirosis hati. Suara hum
3. Letakkan bell atau diaphragma dihasilkan oleh terbentuknya pembuluh
stetoskop, namun memang agak sulit
darah vena kolateral antara kanal vena
dibedakan dengan bising usus
portal dan sistemik. Aliran darah yang
terjadi adalah aliran darah bertekanan
tinggi menuju ke bertekanan rendah
Hepatic 1. Pasien diposisikan supine Suara bruit terdengar karena adanya
Arterial Bruit 2. Tentukan lokasi dan ukuran hepar kondisi yang menyebabkan peningkatan
3. letakkan bell atau diaphragma aliran darah arteri menuju hepar atau
stetoskop langsung pada hati (gambar sumbatan sebagian aliran arteri menuju
terlampir). Jika suara terdengar tidak
hepar. Biasanya disebabkan oleh
jauh dari lapang hepar, kemungkunan
suara bruit berasal dari hepar. Suara hepatitis atau kanker
bruit terdengar seperti perpanjangan
suara sistol
Hepatic 1. Pasien diposisikan supine Suara rub dihasilkan oleh gesekan
Friction Rub 2. Tentukan lokasi dan ukuran dinding hati karena kanker atau
hepar inflamasi
3. Dengarkan suara friction rub
(suara seperti ketika
menggesekan jempol dan jari di
depan daun telinga)
4. Jika suara hanya didengarkan
pada lapang hati dan tidak
menyebar ke thorak, maka
kemungkinan itu suara hepatic
friction rub
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Dwi Rita (2008). Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit
Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Universitas Sumatera Utara, Medan. pp: 19-54.

Bickley, L. S. (2013). Bates’ Pocket Guide to Physical Examination and History Taking 7th
edition. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Dacygier, H., & Rogart, J. N. (2010). Clinical Hepatology Principles and Practice of Hepatobiliary
Diseases. Berlin: Springer-Verlag

Hogan, B., Palm, M. L., & Bickley, L. S., (2012). Nursing Guide to Physical Examination and History
Taking. China: Lippincott Williams & Wilkins

Setiawan, R., Rohmani, A., Kurniati, I. D., Ratnaningrum, K., Basuki, R., & Prasetyo, B. (2015).
Buku Ajar Ilmu Bedah.
Sugiarto, dkk. (2017) .Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Dasar Pemeriksaan
Fisik.Surakarta Hal :Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Universitas
Sebelas Maret Fakultas Kedokteran

Wahyuningsih, Heni Puji, Yuni Kusmiyati. (2017). Anatomi dan Fisiologi KEMENTERIAN
KESEHATAN RI. Jakarta.
Daftar Pustaka (pendahuluan)

Lucilla, 2012. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sudarta, 2016. Pengkajian Fisik Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Wanda, 2013. Nursing Process Concepts & Applications. Canada: Delmar Cengage
Learning.

Anda mungkin juga menyukai