OLEH:
Qolbiyah
Novita
Tria
Nurmawati S. Lataima
Add
as
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
BAB 1
Pendahuluan
Pemeriksaan fisik hepatobilier merupakan salah satu spesifikasi pemeriksaan fisik pada
abdomen yang dikhususkan pada hati (hepar) dan empedu (billier), area atau tempat
dilakukannya pemeriksaan fisik hepatobillier berdasarkan pembagian lokasi pemeriksaan
kuadran kanan atas, regio kanan hipokondrium dan regio epigastrik. Tujuan pemeriksaan fisik
hepatobillier sesuai dengan tujuan pemeriksaan fisik secara umum yang dikemukakan dalam
buku Pemeriksaan Fisik Keperawatan oleh Lucilla, 2012 adalah memperoleh data yang lebih
spesifik dan berhubungan dengan keadaan klien pada hati dan empedu dalam rangka
menegakkan diagnose, tindakan pengobatan dan asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik
hepatobillier dilakukan dengan cara inspeksi atau mengamati, palpasi atau meraba, dan perkusi
atau mengetuk dengan jari. Pemeriksaan dengan tehnik auskultasi dilakukan pada pasien dengan
spesifikasi kelainan tertentu pada hepar, dan tidak dilakukan pada kondisi hepar normal.
1.3 Tujuan
Mahasiswa mengetahui dan memahami tinjauan teori dan pemeriksaan fisik hepatobillier
Pada bab ini akan dijelaskan tentang konsep pemeriksaan fisik Hepatobilier, yang terdiri
dari : Anatomi dan fisiologi Hepatobilier, pemeriksaan inspeksi, perkusi, auskultasi, dan perkusi
pada Hepatobilier.
Vesica biliaris berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. vesica biliaris mempunyai
kemampuan untuk memekatkan empedu dan untuk membantu proses ini, mukosa vesica biliaris
mempuyai lipatan-lipatan permanen yang saling berhubungan sehingga permukaan tampak
seperti sarang tawon Sel-sel toraks yang terletak pada permukaan mukosa mempunyai banyak
vili. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial vesica
biliaris. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari tunica mucosa duodenum. Lalu
hormon masuk ke dalam darah dan menimbulkan kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang
bersamaan otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi,
sehingga memungkinkan masuknya empedu yang pekat ke dalam duodenum. Garam-garam
empedu di dalam cairan empedu penting untuk mengemulsikan lemak di dalam usus serta
membantu pencernaan dan absorbsi lemak (Wahyuningsih, 2017).
Vesica biliaris mendapat perdarahan dari arteri cystica, cabang arteri hepatica dextra dan
vena cystica yang mengalirkan darah langsung ke vena porta. Cairan limfa mengalir ke nodus
cysticus yang terletak dekat colum vesicae biliaris. Dari sini, pembuluh limfa berjalan ke nodi
hepatici dengan berjalan sepanjang perjalanan arteri hepatica communis dan kemudian ke nodi
coelici. Persarafan di vesica biliaris terdiri atas saraf simpatis dan parasimpatis yang membentuk
pleksus coeliacus (Setiawan et al., 2015).
Secara fisiologi, empedu dihasilkan oleh hepatosit dan sel-sel duktus sebanyak 500-1500
mL/ hari. Sekresi aktif garam empedu ke dalam canaliculus bilier dipengaruhi oleh volume
empedu. Na+ dan air mengalir secara pasif untuk meningkatkan isoosmolaritas. Lechitin dan
kolesterol memasuki canaliculus pada laju tertentu yang berhubungan dengan output garam
empedu. Bilirubin dan sejumlah anion organik lainnya (esterogen, sulfobromopthalen, dll) secara
aktif disekresikan oleh hepatosit melalui sistem transport yang berbeda dengan garam empedu.
Diantara makan, empedu disimpan di vesica biliaris, dimana empedu terkonsentrasi pada hingga
20%/ jam. Na+ dan HCO3- atau Cl- secara aktif ditransport dari lumennya selama absorpsi
(Wahyuningsih, 2017)..
Ada tiga faktor yang meregulasi aliran empedu yaitu : sekresi hepatik, kontraksi vesica
biliaris, dan tahanan spincter choledochal. Dalam keadaan puasa, tekanan di ductus choledocus
adalah 5-10 cm H2O dan empedu yang dihasilkan di hati disimpan di dalam vesica biliaris.
Setelah makan, vesica biliaris berkontraksi, spincter relaksasi dan empedu di alirkan ke dalam
duodenum dengan adanya tekanan di dalam duktus yang terjadi secara intermiten yang melebihi
tahanan spincter. Saat berkontraksi, tekanan di dalam vesica biliaris mencapai 25 cm H2O dan di
dalam ductus choledocus mencapai 15-20 cm H2O. Cholecystokonin (CCK) adalah stimulus
utama untuk berkontraksinya vesica biliaris dan relaksasi spincter. CCK dilepaskan ke dalam
aliran darah dari mukosa usus halus.
Gambar 3. Fisiologi Pengeluaran Empedu
1. Garam Empedu
Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat. Fungsi garam empedu adalah :
a. Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam
makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-
partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.
b. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin yang
larut dalam lemak.
Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kumankuman usus
dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu
dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya
akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu
tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah
tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan
terganggu (Setiawan et al., 2015).
2. Bilirubin
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin.
Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang
segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh
albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh
glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak (Setiawan et al., 2015).
2.1.6 Pankreas
1. Anatomi
Pankreas merupakan kelenjar retroperitoneal dengan panjang sekitar 12-15 cm
dan tebal 2,5 cm dan berada pada posterior dari omentum majus . Pankreas terdiri
dari kepala, tubuh, dan ekor yang biasanya langsung berhubungan dengan duodenum
melalui dua duktus. Pancreas merupakan kelenjar endokrin dan eksokrin. Bagian
eksokrin kelenjar menghasilkan secret yang mengandung enzim-enzim yang dapat
menghidrolisis protein lemak, dan karbohidrat. Bagian endokrin kelenjar yaitu
pulaupulau langerhans yang menghasilkan hormone insulin dan glucagon yang
mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat (Anggraini, 2008).
Gambar 5. Anatomi sel asini dan pulau Langerhans
Kelenjar ini merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium
dan kuadran kiri atas. Strukturnya lunak, berlobulus, dan terletak pada dinding
posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum
transpyloricum. Pankreas dapat dibagi menjadi caput, collum, corpus, dan cauda
(Anggraini, 2008).
a. Caput Pancreatis berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan
menghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di
depan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria
mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada
potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan
mengadakan hubungan dengan hilum lienale.
e. Ductus Pancreaticus
1) Ductus Pancreaticus Mayor
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput,
menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke
pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan
ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-
kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
2) Ductus Pancreaticus Minor
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus
pancreaticus pada papilla duodeni minor.
3) Vaskularisasi
a) Arteriae
(1) Pancreaticoduodenalis superior (cabang arteri gastroduodenalis
)
(2) Pancreaticoduodenalis inferior (cabang arteri mesenterica
cranialis)
(3) Pancreatica magna dan a.pancretica caudalis dan inferior
cabang arteri lienalis
b) Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem
porta.
4) Aliran Limfatik
Kelenjar limf terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci
dan mesenterica superiores.
5) Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan
parasimpatis (vagus).
2. Fisiologi
a. Eksokrin
1) Sel – sel asini menghasilkan beberapa enzim yang disekresikan melalui
ductus pankreas yang bermuara ke duodenum.
2) Enzim–enzim tersebut berfungsi untuk mencerna 3 jenis makanan utama
: karbohidrat, protein, dan lemak. Sekresi ini juga mengandung sejumlah
besar ion bikarbonat menetralkan asam kimus dari lambung.
3) Enzim proteolitik : tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.
Tripsin dan kimotripsin : memisahkan protein yang dicerna menjadi
peptida, tapi tidak menyebabkan pelepasan asam – asam amino tunggal.
Karboksipolipeptidase: memecah beberapa peptida menjadi asam – asam
amino bentuk tunggal.
4) Enzim proteolitik yang kurang penting = elastase dan nuklease.
5) Enzim proteolitik disintesis di pankreas dalam bentuk tidak aktif berupa
tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipolipeptidase menjadi aktif
jika disekresikan di tractus intestinal. Tripsinogen diaktifkan oleh enzim
enterokinase yang disekresi mukosa usus ketika kimus berkontak dengan
mukosa. Kimotripsinogen dan prokarboksipolipeptidase diaktifkan oleh
tripsin.
6) Enzim pankreas untuk mencerna karbohidrat : milase pankreas
menghidrolisis serat, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat (kecuali
selulosa) untuk membentuk trisakarida dan disakarida.
7) Enzim pencerna lemak : lipase pankreas menghidrolisis lemak netral
menjadi asam lemak dan monogliserida. Kolesterol esterase : hidrolisis
ester kolesterol. Fosfolipase: memecah asam lemak dan fosfolipid.
8) Tiga rangsangan dasar yang menyebabkan sekresi pankreatik :
a) Asetikolin : disekresikan ujung nervous vagus parasimpatis dan
saraf kolinergenik.
b) Kolesistokinin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum
rangsangan asam
9) Sekretin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum rangsangan asam.
b. Endokrin
1) Fungsi endokrin kelenjar pankreas diperankan oleh pulau langerhans sel
α, sel β, sel δ, dan sel F. Terdiri atas 4 sel
2) Sekresi sel – sel ini berupa hormon yang akan langsug diangkut melalui
pembuluh darah.
Sel Hormon Target Utama Efek Hormonal Regulasi :
a) α (Glukagon)
Target : Hati, jaringan adiposa
Efek : merombak cadangan lipid, merangsang sintesis
glukosa dan pemecahan glikogen di hati, menaikan kadar
glukosa. Distimulasi oleh kadar glukosa darah yang rendah,
dihambat oleh somatostatin.
b) β (Insulin)
Target : Sebagian besar sel
Efek : membantu pengambilan glukosa oleh sel,
menstimulasi pembentukan dan penyimpanan glikogen dan
lipid, menurunkan kadar glukosa darah. Distimulasi oleh
kadar glukosa darah yang tinggi, dihambat oleh somatostatin.
c) δ (Somatostatin)
Target : Sel langerhans lain, epitel saluran pencernaan
Efek : menghambat sekresi insulin dan glukagon,
menghambat absorbsi usus dan sekresi enzim pencernaan.
Distimulasi oleh makanan tinggi-protein, mekanismenya
belum jelas.
d) F (Polipeptida pankreas)
Target : Organ pencernaan
Efek : menghambat kontraksi kantong empedu, mengatur
produksi enzim pankreas, mempengaruhi absorbsi nutrisi
oleh saluran pencernaan. Distimulasi oleh makanan tinggi-
protein dan rangsang parasimpatis.
2.2 Pemeriksaan fisik Hepatobilier
Pemeriksaan fisik merupakan proses pemeriksaan tubuh pasien untuk menentukan
ada atau tidaknya masalah fisik. Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendapatkan
informasi valid tentang kesehatan pasien. Pemeriksa harus dapat mengidentifikasi,
menganalisis dan menyusun informasi yang terkumpul menjadi suatu penilaian
komprehensif. Empat prinsip kardinal pemeriksaan fisik meliputi : melihat (inspeksi),
meraba (palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi) (Sugiarto, dkk,
2017).
Dalam pemeriksaan fisik, terdapat beberapa komponen yang perlu dilakukan, yaitu
inspeksi, perkusi, palpasi dan auskultasi. Adapun cara melakukannya bisa secara sequential
dan dapat pula dengan proper expose (Bickley, 2013):
1. Sequential : per bagian, secara urut, dan sistematis
Dilakukan dengan urutan dari kepala sampai dengan kaki. Kepala, leher, dada,
abdomen/ perut, tulang belakang, anggota gerak, anal/ anus, alat genital dan sistem
saraf. Penderita akan cepat lelah jika diminta untuk berganti-ganti posisi yaitu duduk,
berbaring, berbalik ke sisi kiri dan seterusnya.
2. Proper Expose / hanya menampakkan atau menyingkapkan bagian yang tepat/ bagian
tertentu saja (bagian yang akan diperiksa), tanpa mempertunjukkan daerah/ area
lainnya.
2.2.1 Inspeksi
Hepatobilier merupakan kumpulan organ yang menyusun sistem pencernaan, yang
terdiri dari organ hepar (hati), kantung empedu, dan saluran empedu. Organ hepatobilier
terletak di right upper episgastrium dan upper epigastrium. Sehingga pemeriksaan Inspeksi,
Palpasi, Perkusi dan Auskultasi lebih difokuskan pada thoraks dan abdomen (Bickley,
2013).
Gambar 6. Pembagian Abdomen
2.2.2. Palpasi
Palpasi adalah salah satu bagian dari pemeriksaan fisik, biasanya untuk organ, dimana pemeriksa
menggunakan tangan atau ujung jari untuk meraba atau menekan sehingga mampu menentukan ukuran,
letak, atau kekuatan. Palpasi pada sistem hepatobilier dilakukan untuk menentukan ukuran dan kelainan
lainnya pada hati dan empedu. Palpasi sistem hepatobilier menurut Hogan et al (2012) dilakukan dengan
tahap sebagai berikut:
Tindakan Keterangan
1. Letakkan tangan kiri dibelakang antara kosta
ke 11 dan 12 bagian belakang dan tangan kiri
tepat di bagian depannya
2. Minta pasien untuk tenang dan melakkukan
inspirasi menggunakan napas abdomen →
Dengan harapan organ pada rongga abdomen
dapat terangkat dan terpalpasi pada
permukaan abdomen
3. Tekan abdomen menggunakan tangan kanan
dengan arah kedalam-keatas. Pada saat ini
pemeriksa akan merasakan permukaan
anterior hati. Kemudian raba sepanjang m.
Rectus abdominalis → Liver teraba + 3 cm
dibawah costal kiri pada midclavicula line.
Note any tenderness! Hasil normal
permukaan liver adalah lembut, tajam, dan
halus. Jika teraba keras dan permukaan tidak
teratur curigai ada keabnormalan hati.
Contoh: teraba masa yang keras berbentuk
oval pada “sudut” liver menandakan distensi
gallbledder akibat obstruksi. Pada saat
palpasi pasien mengeluh nyeri curigai adanya
kolelitiasis (Dancygier & Rogart, 2010)
Note:
Pada keadaan normal, gallbledder tidak dilihat
maupun dirasakan. Jika mengalami pembesaran
oleh karena tumor atau tumor, kemungkinan
gallbledder dapat teraba.
Karakteristik nyeri pada gallbledde terlokalisir
pada kuadran perut kanan atas dan sering
menyebar ke panggul kanan, punggur, atau
lengan kanan.
Jika pada saat palpasi perut kuadran kanan atas
dan pasien diminta menarik napas kemudian
mengelur nyeri bertambah inilah yang disebut
murphy sign (tanda adanya kolelitiasis)
kolelitiasis (Dancygier & Rogart, 2010).
4. Jika tidak merasakan permukaan liver →
Lakukan palpasi mendekati tepi costa kanan.
Sesuaikan tekanan dengan ketebalan otot
abdomen. Note! Pada saat palpasi pertama
yang terlalu dalam kemungkinan belum dapat
langsung merasakan permukaan liver. Palpasi
dengan cara: tekanan tinggi kemudian
kurangi tekanan sedikit demi sedikit dan
rasakan permukaan hati
5. Palpasi melalui otot rektus abdominalis sulit,
terhambat dinding abdomen → Hooking
Technique
2.23. Perkusi :
Langkah pertama mencari garis midclavicula dengan hati-hati untuk menghindari
ketidakakuratan pengukuran dapat menggunakan “wandering landmark”
1. Lakukan perkusi dengan ketukan ringan sampai sedang
2. Memulai melakukan perkusi dari bawah umbilikus (pada area organ dengan hasil
perkusi timpani, bukan dullness)
3. Melakukan ketukan perkusi ke arah atas hepar. Untuk menentukan suara dullness pada
batas bawah (batas bawah hepar)
4. Kemudian untuk menentukan batas atas dari organ hepar, lakukan ketukan perkusi
pada garis yang lurus dengan puting. (lakukan ketukan perkusi pada area dengan hasil
perkusi resonan/sonor). Pada wanita diperlukan untuk sedikit mengangkat payudara
untuk memastikan area resonan yang akan dilakukan perkusi
5. Melakukan ketukan perkusi ke arah bawah hepar.
Jika ukuran hepar melebar dari ukuran normal patut dicurigai adanya kemungkinan
hepatomegaly yang mungkin bisa disebabkan karena penyakit hepatitis atau CHF, atau
mungkin juga terjadi efusi pleura kanan.
Sedangkan jika ukuran hepar menyempit dari ukuran normal patut dicurigai adanya
kemungkinan hepar mengecil karena beberapa penyakit seperti sirosis hepatis. Namun
untuk menentukan suatu penyakit tentu saja masih memerlukan pemeriksaan lain baik
pemeriksaan fisik lainnya, anamnesis, dan juga pemeriksaan penunjang juga mendapatkan
data yang lebih akurat.
Auskultasi adalah salah satu teknik pemeriksaan fisik dimana pemeriksa mendengarkan suara
dari organ tubuh seperti paru-paru, jantung, dan usus dengan alat bantu. Hogan et al (2012) dalam
pemeriksaan fisik sistem hepatobilier tidak menyebutkan adanya prosedur auskultasi. Walker et al
(1990) dan Dacygier & Hogart (2010) mengemukakan bahwa terdapat prosedur auskultasi pada
hepar. Suara hasil auskultasi hepar kemungkinan terdengar pada kondisi hipertensi vena portal,
aliran darah arteri meningkat atau tersumbat, atau terjadi proses inflamasi di hepar. Teknik
auskultasinya sebagai berikut:
Anggraini, Dwi Rita (2008). Gambaran Makroskopis dan Mikroskopis Hati dan Ginjal Mencit
Akibat Pemberian Plumbum Asetat. Universitas Sumatera Utara, Medan. pp: 19-54.
Bickley, L. S. (2013). Bates’ Pocket Guide to Physical Examination and History Taking 7th
edition. Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Dacygier, H., & Rogart, J. N. (2010). Clinical Hepatology Principles and Practice of Hepatobiliary
Diseases. Berlin: Springer-Verlag
Hogan, B., Palm, M. L., & Bickley, L. S., (2012). Nursing Guide to Physical Examination and History
Taking. China: Lippincott Williams & Wilkins
Setiawan, R., Rohmani, A., Kurniati, I. D., Ratnaningrum, K., Basuki, R., & Prasetyo, B. (2015).
Buku Ajar Ilmu Bedah.
Sugiarto, dkk. (2017) .Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Dasar Pemeriksaan
Fisik.Surakarta Hal :Kementerian Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Universitas
Sebelas Maret Fakultas Kedokteran
Wahyuningsih, Heni Puji, Yuni Kusmiyati. (2017). Anatomi dan Fisiologi KEMENTERIAN
KESEHATAN RI. Jakarta.
Daftar Pustaka (pendahuluan)
Lucilla, 2012. Konsep Dasar Pemeriksaan Fisik Keperawatan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Wanda, 2013. Nursing Process Concepts & Applications. Canada: Delmar Cengage
Learning.