Anda di halaman 1dari 123

BUKU PANDUAN PRAKTIKUM

KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL


Tahun Ajaran 2021/ 2022

Tim Penyusun :
Ifa Hafifah, Ns., M.Kep.
Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.

Editor :
Ifa Hafifah, Ns., M.Kep.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

1
BUKU PANDUAN PRAKTIKUM
KEPERAWATAN PALIATIF DAN MENJELANG AJAL

FOTO 3x4

NAMA MAHASISWA :
NIM :
PROGRAM : REGULER

Tanda tangan Mahasiswa

(....................................)

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami ucapkan pada Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik
,dan hidayah Nya beserta kemudahanNya, sehingga Buku Panduan Praktikum
Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal telah selesai dibuat. Buku panduan
praktikum ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa dapat memperoleh
gambaran umum tentang asuhan keperawatan pada klien paliatif dan menjelang
ajal. Buku panduan ini berisi tentang informasi umum, proses dan peraturan
pelaksanaan, tujuan, dan kompetensi dari praktikum, panduan praktik, evaluasi
dan daftar acuan yang dapat digunakan. Semoga buku ini dapat digunakan dalam
proses pencapaian kemampuan mahasiswa sesuai dengan tujuan dan kompetensi
pada praktik Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal yang diharapkan.

Tim Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman
1. TATA TERTIB PRAKTIKUM …………………………………………………… 5
2. KEGIATAN PRAKTIKUM…… …………..…………………………………….. 6
3. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM…………………………………………. 6
4. TUJUAN PRAKTIKUM…………………….…………………………………….. 7
5. PENILAIAN PRAKTIKUM ………………………………………………………. 8
6. MEKANISME UJIAN PRAKTIKUM……………………………………………… 8
7. JADWAL PRAKTIKUM……………………………………………………………. 8
8. DAFTAR NAMA MAHASISWA KELOMPOK PRAKTIKUM ………………….. 10
9. DAFTAR HADIR KEGIATAN PRAKTIKUM …………………………………… 12
10. MATERI DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM……………………………….. 13

4
1. TATA TERTIB PRAKTIKUM

a. Kehadiran 100%
b. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan yang
bisa dipertanggungjawabkan (sakit dibuktikan dengan surat keterangan dari
dokter, keluarga inti meninggal dibuktikan dengan surat keterangan wali,
dan tugas resmi dibuktikan dengan surat tugas dari instansi terkait) maka
berhak mengganti kegiatan praktikum dengan ketentuan dari dosen
pembimbing praktikum.
c. Praktikan yang tidak mengikuti kegiatan praktikum dengan alasan selain
pada poin b, maka tidak bisa mengikuti ujian praktikum.
d. Praktikan diharuskan datang tepat waktu di ruang Zoom atau Goggle Meet.
Keterlambatan lebih dari 15 menit tanpa alasan yang jelas dianggap
praktikan tidak mengikuti kegiatan praktikum pada hari itu.
e. Saat praktikum dilaksanakan, praktikan harus :
 Memakai jas praktik dan memakai identitas/ tanda pengenal
 Bekerja dengan tertib dan teliti, membawa literatur serta alat bantu
pembelajaran yang diperlukan (alat tulis menulis)
 Jika menemukan kesulitan pada saat praktikum, praktikan
diperkenankan untuk bertanya kepada dosen pengawas praktikum
dengan sopan
 Praktikan harus dapat menyelesaikan praktikum tepat pada waktu yang
telah ditentukan. Kelompok yang belum menyelesaikan praktikum pada
waktunya diharuskan mengulangnya pada waktu yang lain.

5
 Setiap selesai praktikum meminta tandatangan/ paraf dosen
pembimbing praktikum atau asisten dosen secara digital pada lembar
kegiatan praktikum
 Segala masalah yang mungkin timbul saat sebelum, selama dan
sesudah praktikum diselesaikan dengan mengutamakan dialog,
keterbukaan, dan suasana kekeluargaan demi menjunjung kejujuran
keilmuan dan profesionalisme keperawatan.

2. KEGIATAN PRAKTIKUM
Kegiatan praktikum adalah sebagai berikut:
1. Penjelasan materi praktikum oleh dosen pembimbing praktikum
2. Praktik mandiri masing-masing kelompok praktikan dengan pendampingan
dosen pembimbing praktikum dan asisten dosen
3. Demonstrasi representatif dari masing masing kelompok praktikan
4. Evaluasi oleh dosen pembimbing praktikum

3. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM


Hari/ Waktu : Kamis/ 15.00-18.00 Wita
Tempat : Zoom atau Goggle Meet

4. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan instruksional umum :
Pada akhir praktikum, mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan
pada klien paliatif dan menjelang ajal.
Tujuan instruksional khusus :

6
1. Mahasiswa mampu melakukan komunikasi menyampaikan berita buruk
kepada pasien paliatif dan keluarganya
2. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Manajemen nyeri: Akupresur
- Manajemen mual muntah: Akupresur
3. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Cemas : SEFT
4. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Fatigue : Senam Paliatif
5. Mahasiswa mampu melakukan terapi modalitas dan komplementer dalam
keperawatan
- Spiritual Counseling
- Psichology Counseling
6. Mahasiswa mampu melakukan pendidikan kesehatan pada pasien penyakit
terminal dan keluarga

5. PENILAIAN PRAKTIKUM
NO KRITERIA PENILAIAN PERSENTASE
1. Sikap (kedisiplinan, tanggung 10%
jawab,kejujuran, dan kerja tim)
2. Pretest 20%
3. Laporan praktikum 30%
4. Ujian praktikum 40%

7
6. MEKANISME UJIAN PRAKTIKUM
Mahasiswa yang bisa mengikuti ujian adalah mahasiswa yang telah
mengumpulkan semua laporan praktikum, kehadiran praktikum 100%, dan
mempunyai sikap yang baik. Ujian praktikum dilakukan sebanyak satu kali
kegiatan dan dilaksanakan setelah semua pertemuan praktikum selesai.

7. JADWAL PRAKTIKUM
Hari/ Waktu : Kamis/ 15.00-18.00 Wita

Dosen
No Tanggal Materi Praktikum Pembimbing
Praktikum
19/8/21 Komunikasi menyampaikan Theresia
1. berita buruk kepada pasien Oktarina, Ns.,
paliatif dan keluarganya MNg.
26/8/21 Terapi modalitas dan Endang
komplementer dalam Pertiwiwati, Ns.
keperawatan M.Kes.
2.
- Manajemen nyeri: Akupresur
- Manajemen mual muntah:
Akupresur
2/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
3.
keperawatan
- Cemas : SEFT
9/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
4.
keperawatan
- Fatigue : Senam Paliatif
16/9/21 Terapi modalitas dan Ifa Hafifah, Ns.,
komplementer dalam M.Kep.
5. keperawatan
- Spiritual Counseling
- Psychology Counseling
8
23/9/21 Pendidikan kesehatan pada Ifa Hafifah, Ns.,
6. pasien penyakit terminal dan M.Kep.
keluarga
Ujian Praktikum Kelompok Ifa Hafifah, Ns.,
7. 30/9/21 M.Kep.
1,2,3,4
7/10/21 Ujian Praktikum Kelompok Ifa Hafifah, Ns.,
8. M.Kep.
5,6,7,8

9
8. DAFTAR NAMA MAHASISWA KELOMPOK PRAKTIKUM
Kelompok 1 CEMBERLEE S. WAMBRAUW
MUHAMMAD ADAM LAMATTAPPA
MUHAMMAD SAJIDANNOR
AN-NISA KAMILAH HUMAIRA
KHOFIFAH ERGA SALSABILA
NOVADIANI KARISMA MAHARANI
NAZWA HABIBAH
DWI LESTARI
NOOR LATIFAH
AQIL ANDIKA PRATIWI

Kelompok 2 HAYATUN NISA


SANDRA BARBARA MAGDALENA
ZAHRATUL ZANNAH
SUSANTI
NOLA ROSITA
REZKA AULYAN NOOR
SRI MARLENA
SITI RAHMAH
ACHMAD RIFKY WIGUNA
MUHAMMAD NORRIZQIE

Kelompok 3 ARIO PRAWIRO HARJONO


MUHAMMAD MUZAKIR
DWI FACHRUDDIN AL FARIZI
NAJAHUTAMI WILDAN
TRIWIGATI
NUR TIAS SETIANINGSIH
NANDA SYLIRA PUTRI
SITI KURNIA MAYASARI
CAHYA MUSTIKA PUTRI
KHARIN GUTARY

10
Kelompok 4
NORJEHAN RIHADATUL AISY
ADINDA CHOFIFAH MAZAYA
DESTY KARTIKA ATNI
DINDA AMALIA SAYYIDI
AISYAH KAMELIA
RENA NOVIANA
LIZA TRIE OCTIZA AGYZTY
GUSTI AKHMAD RIQI PUJIANUR
YOGA MAULANA HERNOWO
RIDHA KHAIRINA

Kelompok 5 AZZAHRA FITRIA SALSABILLA


DWI WANDA YULIANTI
NOVA WIDIYANTI
PUTERI ROMAISHA ASY-SYAFFA AZRA AN-
NIZAR
NIDA ISLAH SALSABILA
SHOFY ARISTIA WARDANI
MAULIDYA PUTRIDHILA ASROFIN
IDZA NUR RAYYAN UKHTI SHOLEHAH
M.FASYA AMINULLAH
FAJAR MUSTAQIM

Kelompok 6 RISDAWATI
YUNIAR AGUSTINA
RISMAYANTI
INDAH YULIANTI
WINDY STEFANI PARERA
ANI RASYIDAH
ANDRA GILANG PERMANA
MUHAMMAD KARUNIA
11
MUHAMMAD SYARIF
MUHAMMAD RIZA

Kelompok 7 MUHAMMAD TAUFIQUR RIZKY AL FARID


PAHMI RAHMAN
MUHAMMAD IRFANSYAH
ERRIEKE DWI SUDARWATI
LAILA MUNADA
IRIANA CONTESA
FATIMAH WULANDARI
MARIATUL FITRIYAH
DEVI SUMARYANI
NUR ALISA

Kelompok 8 HENDITA RISTANIA


SELVIANA PUTRI YOLANDA
ARIFA KHAIRUN NIDA HAYATUNNUFUS
NURUL IZATIL HASANAH
MAS ARDHEA PRAMESTI REGITA
ANNA JAMIATUL JANNAH
MAHADANI
FAJRIAN NOOR
MUHAMMAD NOOR

12
Nama Asisten Dosen:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

13
9. DAFTAR HADIR KEGIATAN PRAKTIKUM
Paraf
Hari/ Tanggal Materi Praktikum Dosen
pembimbing

14
10.MATERI DAN LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

KOMUNIKASI MENYAMPAIKAN BERITA BURUK KEPADA PASIEN


PALIATIF DAN KELUARGANYA

Bad news is something that patients do not expect when visiting health
services. Delivering bad news is never easy, but tested strategies can ease the
process. Knowing how to communicate bad news can also help you make the
process more bearable for patients.
Tips for delivering bad news (National Institute on Aging):
1. Prepare yourself. Before meeting with the patient, think about what you want
to say and make sure you have all of the information you need. Be sure you
have enough time to carefully explain the diagnosis and allow for questions,
rather than trying to squeeze it between other appointments. If possible, ask
15
your staff to hold calls and pages until the appointment is over. Find out what
the patient knows about his or her condition. You might ask questions such as,
"Have you been worried about your illness or symptoms?"
The Language of Bad News: Phrases That Help
These phrases can help you to be straightforward, yet compassionate (Emanuel, et
al, 2003):
Delivering bad news
 "I'm afraid the news is not good. The biopsy showed you have colon
cancer."
 "Unfortunately, there is no question about the results. You have
emphysema."
 "The report is back, and it's not as we had hoped. It confirms that you have
the early stages of Parkinson's disease."
Responding to patient reactions
 "I imagine this is difficult news."
 "Does this news frighten you?"
 "I wish the news were different."
 "Is there anyone you'd like me to call?"
 "I'll try to help you."
 "I'll help you tell your children."
Dealing with prognosis
 "What are you expecting to happen?"
 "What would you like to have happen?"
 "How specific would you like me to be?"
 "What are your fears about what might happen?"

16
2. Spend a few moments finding out how much the patient really wants to
know. People may have different expectations and preferences for how much
they are told about their prognosis and what they would prefer not to know. If
a patient's family has reservations about having the patient know the
prognosis, you might ask them about their concerns. Legally, you are
obligated to tell the patient; however, you may negotiate some elements with
the family. If you cannot resolve it, an ethics consultation may be helpful.
3. Try to be as straightforward as possible, without speaking in a monotone
or delivering a monologue. Be positive, but avoid the natural temptation to
minimize the seriousness of the diagnosis or offer false hope.
Communications experts suggest that you not start by saying, "I'm sorry..."
Instead, try saying, "I feel bad to have to tell you..." After you have explained
the bad news, you can express genuine sadness while reassuring the patient
that you and others will be there to help.
4. Give the patient and family time—and privacy—to react. Of course,
people will respond differently to bad news; shock, anger, sorrow, despair,
denial, blame, disbelief, and guilt all are common reactions. In some cases,
people may simply have to leave the office.
5. End the visit by establishing a plan for next steps. This may include
gathering more information, ordering more tests, or preparing advance
directives. Offer to write down important points of your discussion. Reassure
the patient and family that you are not going to abandon them, regardless of
referrals to other healthcare providers. Let them know how they can reach
you—and be sure to respond when they call.
In follow-up appointments or conversations, give the patient an opportunity to
talk again about the situation. Ask if he or she has more questions and needs

17
help talking with family members or others about the diagnosis. Assess the
patient's level of emotional distress and consider a referral to a mental health
provider.

Tahap-tahap saat meyampaikan berita buruk:


A. Initiating The Session (Memulai Wawancara)
1. Menyapa pasien dengan memberikan salam terlebih dahulu
2. Mempersilahkan pasien duduk terlebih dahulu sebelum anda duduk. Usahakan
jarak antara tenaga kesehatan dan pasien tidak terlalu jauh saat melakukan
wawancara dan juga tidak ada pembatas yang membatasinya sehingga pasien
merasa nyaman saat proses wawancara.
3. Menanyakan identitas pasien (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan, dan Status bila
perlu)
4. Menyakan keperluan datang hari ini / menetapkan agenda.
B. Gathering Information(Mendapatkan Informasi)
1. Menanyakan keluhan pasien selama beberapa hari setelah pertemuan pertama
(jika sudah ada pertemuan sebelumnya).
2. Menanyakan bagaimana respon obat yang telah diberikan sebelumnya.
C. Building The Relationship(Membangun Hubungan)
1. Menangkap respon verbal dan non-verbal dari pasien.
2. Memberikan respon empati kepada pasien.
3. Prilaku non-verbal yang sesuai.
4. Copartnership dan advocacy
D. Explanation And Planning(Penjelasan Dan Rencana)
1. Meringkas kondisi linis pasien sebelumnya.

18
2. Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan berita buruk
3. Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat akan menerima
berita buruk.
4. Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien waktu untuk
memahaminya.
5. Menanyakan pemahaman pasien.
6. Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
7. Memberikan saran dan melibatkan pasien tentang rencana dan pemilihan
terapi.
8. Negosiasi.
9. Tidak memberikan harapan palsu.
E. Closing The Session
1. Memberikan kesimpulan akhir.
2. Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau pasien sudah
mengerti.
3. Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4. Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.

19
Kasus Praktikum
Tn B, 24 tahun, lulusan SMA, sudah satu tahun terakhir bekerja sebagai Personal
Trainer (PT) di suatu pusat kebugaran di Jakarta Pusat. Tn B sudah menjadi
pasien klinik dokter keluarga sejak tiga bulan lalu dengan keluhan batuk
berdahak. Sejak 2 bulan yang lalu pasien didiagnosis sebagai TB kasus baru,
BTA +. Pasien diberikan OAT kategori 1 yaitu 4 FDC (rifampicin, INH,
ethambutol dan pirazinamid). Awalnya sempat buang air kecilnya berwarna
merah, tapi menurut dokter yang merawatnya tidak perlu dikhawatirkan. Tidak
ada keluhan teling berdenging, kulit kuning atau gatal-gatal. Pada kunjungan
sebelumnya dokter telah meminta pasien menjalani ulang pemeriksaan sputum,
dan pada kunjungan ini pasien datang dengan membawa hasilnya.
Pasien mengaku bahwa tidak ada rekan kerjanya yang batuk seperti dia, namun
kakak perempuannya sempat terkena TB sekitar 3 tahun lalu. Kakaknya sudah
selesai menjalani pengobatan lengkap selama 6 bulan. Riwayat penyakit ini di
anggota keluarga lainnya tidak diketahui. Ada pamannya yang sering begadang di
rumahnya yang batuk-batuk lama, tetapi dikatakan hanya karena sering merokok.
Pasien sendiri tidak merokok. Berat badan pasien tetap di angka 40 kg, dengan
tinggi badan 165 cm. Nafsu makan terganggu.
Pada kunjungan ini, dokter melihat hasil pemeriksaan BTA dan menemukan
bahwa BTA tetap positif 2. Dokter berencana untuk menyampaikan kabar buruk
ini pada pasien. Dokter memikirkan 2 kemungkinan bertahannya BTA positif
pada pasien ini, yaitu Multi Drug Resistance serta adanya HIV positif.

20
Pasien belum menikah, namun mengaku pernah beberapa kali melakukan
hubungan seks. Beberapa kali dengan sesama jenis, namun lebih sering dengan
lawan jenis. Pasien mengaku awalnya hanya karena ikut-ikutan temannya. Tidak
ada riwayat penggunaan narkotika.
Tugas Praktikum:

Buatlah role play dalam kelompok Anda dan tulislah di lembar kerja praktikum
percakapannya. Peran yang harus ada adalah perawat, dokter, pasien, keluarga
pasien. Tampilkan role play di depan kelas. Kelompok lain memberikan umpan
balik.

21
Daftar Pustaka

Anonim - Breaking Bad News : Guidelines and Strategies


(www.breaking badnews.co.uk)
Anonim - https://www.nia.nih.gov/health/breaking-bad-news-older-
patients
Baile, W.F., Buckman, R., Lenzi, R., Glober, G., Beale, E.A.,
Andrrzej, and Kudelka, P. SPIKES—A Six-Step Protocol for
Delivering Bad News: Application to the Patient with Cancer.
Oncologist 2000;5;302-311
Buku Pegangan Kuliah : Genetika Kedokteran (Bagian Anatomi FK
UGM)
Emanuel LL, von Gunten CF, Ferris FD. Module 2: Communicating
Bad News. The Education for Physicians on End-of-life Care (EPEC)
curriculum, 1999.
Maguire P. 2000. Breaking bad news in Communication skill for
doctors. Arnold. London
Silverman, J., Kurtz, S., & Draper,J. Skills for Communicating with
Patients. Radcliffe Medical Press, 1999
Vaidya VU, Greenberg LW, Patel KM. 1999. Teaching physician
how to break bad news. Arch Pediatr Adoles Med 153:419-22
Vandekieft, K.K. Breaking Bad News. Am Fam Physician
2001;64:1975-8. American Academy of Family Physicians.

22
TERAPI KOMPLEMENTER

A. Definisi Terapi Komplementer


Terapi komplementer dikenal dengan terapi tradisional yang
digabungkan dalam pengobatan modern. Komplementer adalah
penggunaan terapitradisional ke dalam pengobatan modern
(Andrewset al., 1999). Terminologi ini dikenal sebagai
terapimodalitas atau aktivitas yang menambahkanpendekatan
ortodoks dalam pelayanan kesehatan (Crips & Taylor, 2001). Terapi
komplementer jugaada yang menyebutnya dengan pengobatan
holistik.Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yangmempengaruhi
individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu
untuk mengintegrasikan pikiran, badan, dan jiwa dalamkesatuan
fungsi (Smith et al., 2004).
Pendapat lain menyebutkan terapikomplementer dan alternatif
sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan
yangmeliputi sistem kesehatan, modalitas, praktik danditandai dengan
teori dan keyakinan, dengan cara berbeda dari sistem pelayanan
kesehatan yang umum di masyarakat atau budaya yang ada
(Complementary and alternative medicine/CAM Research
Methodology Conference, 1997 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Definisi tersebut menunjukkan terapi komplemeter sebagai
pengembangan terapi tradisional dan ada yang diintegrasikan dengan
terapi modern yang mempengaruhi keharmonisan individu dari aspek
biologis, psikologis, dan spiritual. Hasil terapi yang telah terintegrasi
tersebut ada yang telah lulus uji klinis sehingga sudah disamakan
dengan obat modern. Kondisi ini sesuai dengan prinsip keperawatan

23
yang memandang manusia sebagai makhluk yang holistik (bio, psiko,
sosial, dan spiritual).
Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan,
pencegahan penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan
misalnya memperbaiki gaya hidup dengan menggunakan terapi
nutrisi. Seseorang yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang,
mengandung berbagai unsur akan meningkatkan kesehatan tubuh.
Intervensi komplementer ini berkembang di tingkat pencegahan
primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu
maupun kelompok misalnya untuk strategi stimulasi imajinatif dan
kreatif (Hitchcock et al., 1999).
Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer
mempunyai manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara
lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer terutama
akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang
harus rutin mengeluarkan dana. Pengalaman klien yang awalnya
menggunakan terapi modern menunjukkan bahwa biaya membeli obat
berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan
terapi komplementer (Nezabudkin, 2007). Minat masyarakat
Indonesia terhadap terapi komplementer ataupun yang masih
tradisional mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
pengunjung praktik terapi komplementer dan tradisional di berbagai
tempat. Selain itu, sekolah-sekolah khusus ataupun kursuskursus
terapi semakin banyak dibuka. Ini dapat dibandingkan dengan Cina
yang telah memasukkan terapi tradisional Cina atau traditional
Chinese Medicine (TCM) ke dalam perguruan tinggi di negara
tersebut (Snyder & Lindquis, 2002).

24
B. Macam Terapi Komplementer
Terapi komplementer ada yang invasif dan noninvasif. Contoh
terapi komplementer invasif adalah akupuntur dan cupping (bekam
basah) yang menggunakan jarum dalam pengobatannya. Sedangkan
jenis non-invasif seperti terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana,
terapi suara), terapi biologis (herbal, terapi nutrisi, food combining,
terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan terapi sentuhan modalitas;
akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing, dan terapi lainnya
(Hitchcock et al., 1999).
National Center for Complementary/Alternative Medicine
(NCCAM) membuat klasifikasi dari berbagai terapi dan sistem
pelayanan dalam lima kategori.
1. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi
dengan berbagai teknik untuk memfasilitasikapasitas berpikir yang
mempengaruhi gejala fisikdan fungsi tubuh misalnya
perumpamaan(imagery), yoga, terapi musik, berdoa,
journaling,biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.
2. Kategori kedua, Alternatif sistem pelayanan yaitu sistem
pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan
biomedis berbeda dari Barat misalnya pengobatan tradisional
Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo,
homeopathy, naturopathy.
3. Kategori ketiga dari klasifikasi NCCAM adalah terapi biologis,
yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya misalnya
herbal, makanan).
4. Kategori keempat adalah terapi manipulatif dansistem tubuh.
Terapi ini didasari oleh manipulasidan pergerakan tubuh misalnya
pengobatankiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapicahaya

25
dan warna, serta hidroterapi. Terakhir,terapi energi yaitu terapi
yang fokusnya berasal darienergi dalam tubuh (biofields) atau
mendatangkanenergi dari luar tubuh misalnya terapetik
sentuhan,pengobatan sentuhan, reiki, external qi gong,magnet.
5. Klasifikasi kategori kelima ini biasanyadijadikan satu kategori
berupa kombinasi antarabiofield dan bioelektromagnetik (Snyder
&Lindquis, 2002).
Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup
(pengobatan holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal,
aromaterapi); manipulatif (kiropraktik, akupresur & akupunktur,
refleksi, massage); mind-body (meditasi, guidedimagery, biofeedback,
color healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan
sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi
sentuhan memiliki beberapa indikasinya seperti meningkatkan
relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan kecemasan,
mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam
proses kematian (Hitchcock et al., 1999).

26
TERAPI MODALITAS

Terapi modalitas berasal dari bahasa modality yaitu yang berati


modal, kekuatan atau potensi. Terapi modalitas menurut Perko dan
kreigh (1998) merupakan suatu tindakan terapi dimana memiliki
pendekatan tertentu baik secara langsung dan fasilitatif sesuai dengan
teori dan kiat terapis dengan menjadikan kekuatan klien sebagai
modal utama untuk berubah (Susana S.A et al., 2007). Terapi
modalitas ini juga dikenal sebagai upaya alternative terapi yang
digunakan untuk menyembuhkan klien dengan gangguan jiwa. Akan
tetapi seiring perkembangan ilmu dan tehnologi di kesehatan terapi
ini banyak juga dilakukan untuk terapi alternatif pada klien dengan
gangguan fisik serta banyak digunakan dalam berbagai penelitian-
penelitian.
Meningkatnya penyakit-penyakit dikalangan masyarakat
menurut Maramis (1998) dalam Yusuf Ah, Fitryasari R., Nihayati H.
(2015); Stuart G.W (2013) serta Stuart G.W, Keliat B.A, Pasaribu J.
(2016) disebabkan oleh factor biologis, psikologis dan sosial. Terapi
modalitas adalah salah satu terapi alternative yang dapat menangani
permasalahan secara holistik baik permasalahan fisik, psikologis
maupun sosial.
Terapi modalitas saat ini yang berkembang mencakup terapi
psikofarmakologi, terapi perubahan perilaku dan kognitif, terapi
manajemen agresi, terapi somatik, terapi komplementer dan alternatif,
terapi kelompok terapeutik, dan terapi keluarga (Videbeck S.L, 2008;
Fontaine K.L, 2009; Stuart, 2013; Halter M.J, Pollard C.L, Ray S.L.,
Haase M, 2014; Stuart G.W., Keliat B.A & Pasaribu J., 2016).

27
Daftar Pustaka
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta :EGC
Andrews, M., Angone, K.M., Cray, J.V., Lewis,J.A., & Johnson, P.H.
(1999). Nurse’s handbook of alternative and complementary
therapies. Pennsylvania: Springhouse.
Buckle, S. (2003). Aromatherapy.
http//.www.naturalhealthweb.com/art icles.
Fontaine, K.L. (2005). Complementary &alternative therapies for
nursing practice. 2thed. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Hitchcock, J.E, Schubert, P.E., Thomas, S.A.(1999). Community
health nursing: Caring in action. USA: Delmar Publisher
Key, G. (2008). Aromatherapy beauty tips. http//
.www.naturalhealthweb. com/articles/georgekey3.html.
Snyder, M. & Lindquist, R. (2002). Complementary/alternative
therapies innursing. 4th ed. New York: Springer.

28
Terapi Modalitas Dan Komplementer Dalam Keperawatan
Manajemen Mual Muntah : Akupresur

Konsep Dasar Mual Muntah


A. Definisi
Mual dan muntah merupakan gejala dan tanda yang
sering menyertai gangguan pada system gastrointestinal,
demikian juga dengan penyakit– penyakit lain. Beberapa teori
mengenai penyebab mual dan muntah telah berkembang, tetapi
tidak ada kesepakatan mengenai penyebab atau terapi definitif.
Mual dan muntah dapat dianggap sebagai suatu fenomena yang
terjadi dalam tiga stadium yaitu mual, retching (gerakan dan
suara sebelum muntah) dan muntah (Price & Wilson, 2008).
Mual merupakan suatu perasaan yang sangat tidak enak
di belakang tenggorokan dan epigastrium dan sering
menyebabkan gejala muntah. Perubahan aktivitas saluran cerna
yang berkaitan dengan mual seperti meningkatnya saliva,
menurunnya tonus lambung dan peristaltik. Peningkatan tonus
duodenum dan yeyunum menyebabkan terjadinya refluks isi
duodenum ke lambung. Namun demikian tidak terdapat bukti
yang mengesankan bahwa hal ini menyebabkan mual. Retching
adalah suatu usaha involunter untuk muntah, seringkali
menyertai mual dan terjadi sebelum muntah, terdiri atas
gerakan pernafasan spasmodik melawan glotis dan gerakan
inspirasi dinding dada dan diafragma. Muntah didefinisikan
sebagai suatu refleks yang menyebabkan dorongan ekspulsi isi
lambung atau usus atau keduanya ke mulut (Price & Wilson,
2008).

29
B. Faktor Risiko Mual Muntah
Mual muntah akibat kemoterapi dapat terjadi pada pasien
yang berusia kurang dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan,
riwayat penggunaan alkohol, riwayat mual muntah terdahulu
misalnya akibat kehamilan atau mabuk perjalanan, riwayat
mual muntah akibat kemoterapi sebelumnya dan fungsi sosial
yang rendah. Potensi obat yang dapat menyebabkan mual
muntah dipengaruhi oleh jenis obat, dosis, kombinasi dan
metode pemberian obat (Grunberg, 2004). Faktor resiko
lainnya adalah pengalaman sebelumnya dengan kemoterapi dan
pemberian kemoterapi multiday. Pasien yang pernah menjalani
kemoterapi sebelumnya akan lebih beresiko mengalami mual
muntah dibandingkan dengan yang belum pernah (Grunberg,
2004).

C. Mekanisme Mual Muntah


Reflek muntah terjadi akibat aktivasi nukleus dari neuron
yang terletak di medulla oblongata. Pusat muntah dapat
diaktifkan secara langsung oleh sinyal dari korteks serebral
(antisipasi, takut, memori), sinyal dari organ sensori
(pemandangan yang mengganggu, bau) atau sinyal dari
apparatus vestibular dari telinga dalam (mual karena gerakan
tertentu/mabuk) (Garret et.al, 2003). Pusat muntah juga dapat
terjadi secara tidak langsung oleh stimulus tertentu yang dapat
mengaktifkan Chemoreseptor Triger Zone (CTZ).
Chemoreseptor Triger Zone (CTZ) berada di daerah yang
memiliki banyak pembuluh darah postrema pada permukaan
otak. Area ini tidak memiliki sawar darah otak dan terkena oleh

30
kedua darah dan cairan serebrospinal. Selain itu,
Chemoreseptor Triger Zone (CTZ) dapat bereaksi secara
langsung terhadap substansi dalam darah. Chemoreseptor
Triger Zone (CTZ) dapat dipicu oleh sinyal dari lambung dan
usus kecil yang berjalan sepanjang saraf vagal aferen atau oleh
tindakan langsung dari komponen emetogenik yang dibawa
dalam darah (obat anti kanker, opioid, ipekak) (Garrett et al.,
2003).
Serotonin, Dopamin, Asetilkolin, Neurokinin 1 dan
Histamin pada Chemoreseptor Triger Zone (CTZ)
mengidentifikasikan substansi yang berpotensi menjadi bahaya
dan mentransmisikan impuls ke pusat muntah untuk memicu
timbulnya muntah sehingga substansi yang berbahaya tersebut
dapat dikeluarkan. Stimulasi dari kemoreseptor ini memicu
pusat muntah yang mengakibatkan timbulnya gejala muntah.
Oleh karena itu, semua gangguan terhadap transmisi
kemoreseptor ini dapat mencegah aktifnya pusat muntah.
Banyak antiemetik yang bertindak dengan memblok satu atau
lebih reseptor seperti Dopamin antagonis berfungsi memblok
reseptor Asetilkolin; Histamin Blockers menghambat reseptor
Histamin dan Serotonin Receptor Blockers memicu reseptor
Seretonin. Efek samping dari obat–obat ini juga dipengaruhi
oleh sisi reseptor yang diblok (Garret et al., 2003).

31
D. Klasifikasi Mual Muntah
Mual muntah akibat kemoterapi pada penderita kanker
dapat dibedakan menurut waktu terjadinya mual muntah yaitu
a. Mual muntah antisipatori
Yaitu mual muntah yang terjadi sebelum dimulainya
pemberian kemoterapi. Mual muntah ini terjadi akibat
adanya rangsangan seperti bau, suasana dan suara dari
ruang perawatan atau kehadiran petugas medis yang
bertugas memberikan kemoterapi. Mual antisipatori
biasanya terjadi 12 jam sebelum pemberian kemoterapi
pada pasien yang mengalami kegagalan dalam mengontrol
mual muntah pada kemoterapi sebelumnya (Garret et al.,
2003). Data dari beberapa studi menunjukkan bahwa
sekitar 25% pasien yang mendapat pengobatan kemoterapi
mengalami mual muntah antisipatori pada pengobatan yang
keempat (Morrow dan Dobkin, 2002).
b. Mual muntah akut
Menurut Garret et al (2003) mual muntah akut berlangsung
dalam 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi,
biasanya 1 sampai 2 jam pertama. Tipe ini diawali oleh
stimulasi primer dari reseptor Dopamin dan Serotonin pada
CTZ, yang memicu terjadinya muntah. Kejadian ini akan
berakhir dalam waktu 24 jam (Garret et al., 2003).
c. Mual muntah lambat
Menurut Garret et al (2003) mual muntah lambat terjadi
minimal 24 jam pertama setelah pemberian kemoterapi, dan
dapat berlangsung hingga 120 jam. Pengalaman mual
muntah pada kemoterapi sebelumnya akan menyebabkan

32
terjadinya mual muntah pada kemoterapi berikutnya, selain
itu kebanyakan pasien yang mengalami mual muntah
lambat, sebelumnya akan mengalami mual muntah akut.
Metabolit agen kemoterapi diduga merupakan salah satu
penyebab mekanisme terjadinya mual muntah lambat
dikarenakan agen ini dapat terus mempengaruhi sistem
saraf pusat dan saluran pencernaan. Misalnya, Cisplatin
yang merupakan agen kemoterapi level tinggi bisa
menyebabkan terjadinya mual muntah lambat yang akan
timbul dalam waktu 48–72 jam setelah pemberian agen
tersebut. Adapun agen–agen kemoterapi lain yang dapat
menyebabkan mual muntah lambat adalah Carboplatin
dosis tinggi, Cyclophosphamide dan Doxorubicin (Garret et
al., 2003).

E. Penatalaksanaan Mual Muntah


Penatalaksanaan mual muntah dapat diberikan sesuai dengan
waktu terjadinya mual muntah yaitu
a. Mual muntah antisipatori
Mual muntah antisipatori diatasi dengan memberikan
intervensi perilaku berupa relaksasi, pengalihan perhatian
terhadap suatu stimulus, serta kemampuan untuk
mengendalikan perasaan tertentu. Antiemetik yang
diberikan yaitu Amnestic dan Anxyolitic dari Lorazepam
yang dapat membantu mencegah mual muntah antisipatori
dengan cara memblokir memori mual muntah yang terkait
dengan kemoterapi sebelumnya. Serta Lorazepam ini harus

33
diberikan pada malam sebelumnya dari pagi hari sebelum
kemoterapi diberikan (Garret et al., 2003).
b. Mual muntah akut
Penanganan mual muntah akut diberikan terapi
antiemetik sepertiSerotonin Reseptor Antagonis (SRA).
Dikarenakan agen kemoterapi memulai terjadinya reseptor
serotonin utama yang menyebabkan terjadinya mual muntah
akibat kemoterapi. Obat antiemetik ini telah menjadi standar
utama terapi antiemetik yang direkomendasikan oleh ASHP
sebagai obat pilihan pada pasien yang menerima agen
kemoterapi dengan tingkat potensi emetik pada level 3
sampai 5. SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) akan
mencegah mual muntah dengan menghambat respon awal
mual muntah, tetapi SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
tidak berpengaruh pada Histaminergic, Dopaminergic atau
Reseptor Cholinergic, dimana SRA ini dapat mengurangi
mual muntah secara efektif tanpa menimbulkan dampak
yang buruk terkait dengan agen antiemetik tradisional. Efek
samping ringan sampai sedang yang bersifat sementara akan
muncul akibat penggunaan SRA (Serotonin Reseptor
Antagonis) seperti sakit kepala yang merupakan gejala yang
sering timbul. Jenis SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
yang sering digunakan adalah Ondansentron (Zofran),
Granisetron (Kytril), dan Dolasetron (Anzemet). Namun
dengan mahalnya harga obat-obatan tersebut, pasien tidak
dapat merasakan manfaat dari pengobatan tersebut (Garret
et al., 2003).

34
SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) yang diberikan
secara oral relatif lebih murah dibandingkan dengan SRA
(Serotonin Reseptor Antagonis) yang diberikan secara
parenteral tetapi memiliki efektifitas yang sama diantara
keduanya. Wickam (1987 dalam Garret, et.al., 2003)
menyatakan bahwa SRA (Serotonin Reseptor Antagonis)
tidak memiliki struktur yang sama, namun kemungkinan
memiliki perbedaan dalam keberhasilan untuk mencegah
mual muntah, selain itu Wickam juga merekomendasikan
apabila pemberian SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) oral
tidak efektif maka segera berikan SRA (Serotonin Reseptor
Antagonis) secara parenteral. Dengan sedikitnya racun dari
agen kemoterapi yang dihasilkan, pemberian kombinasi
antiemetik akan lebih efektif. Dexamethasone dan
Proclorperazine disarankan untuk diberikan pada saat
pemberian agen kemoterapi dengan potensi emetik ringan
sampai sedang. Kombinasi Dexamethasone dan
Metoclopramide walaupun kurang efektif tetapi dapat
dijadikan sebagai sebuah pilihan obat (Garret et al., 2003).
c. Mual muntah lambat
Pemberian SRA (Serotonin Reseptor Antagonis) dalam
dosis tunggal tidak dapat membantu menangani mual
muntah lambat tetapi pencegahan mual muntah lambat ini
dapat diatasi dengan pemberian Ondansetron yang
dikombinasikan dengan Dexametason. Oleh karena itu
Dexametason dijadikan sebagai pilihan obat yang dapat
digunakan untuk mengatasi mual muntah lambat bila
diberikan bersamaan dengan SRA (Serotonin Reseptor

35
Antagonis) saat sebelum prosedur kemoterapi dimulai
(Garret et al., 2003).

F. Instrumen Mual Muntah


Menurut Rhodes dan McDaniel (2001), ada beberapa instrumen
yangdapat digunakan untuk mengukur mual muntah. Instrumen
tersebutberupa Duke Descriptive Scale (DDS), Visual Analog
Scale (VAS),Rhodes Index of Nausea Vomiting and Retching
(RINVR), MorrowAssessment of Nausea and Emesis (MANE)
dan Functional Living Index Emesis (FLIE) yang telah teruji
validitas dan reliabilitasnya dan masing–masing instrumen
tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing–masing.
Instrumen tersebut umumnya digunakan untuk mengukur mual
muntah pada dewasa dan dapat pula pada anak usia sekolah dan
remaja, sedangkan instrumen yang biasa digunakan untuk anak
usia sekolah adalah Rhodes Index of Nausea Vomiting and
Retching (RINVR).
Instrumen yang digunakan untuk mengukur mual muntah pada
penelitian ini menggunakan Rhodes Index of Nausea Vomiting
and Retching (RINVR) yang terdiri dari 8 pertanyaan, dimana
kuesioner ini akan diisi oleh responden dengan 5 respon Skala
Likert yaitu 0-4. Intensitas mual muntah berdasarkan rentang
skor 0-32. Dimana 0 merupakan skor terendah dan 32
merupakan skor tertinggi.

36
Konsep Dasar Teknik Akupresur
A. Pengertian Akupresur
Akupresur adalah cara pijat berdasarkan ilmu akupuntur
atau dapat juga disebut akupunktur tanpa jarum (Sukanta,
2008). Menurut Aprillia (2010) akupresur adalah ilmu
penyembuhan dengan cara melakukan pijat pada titik-titik
tertentu, ilmu ini berasal dari Tionghoa yang sudah ada sejak
lebih dari 500 tahun yang lalu.
Akupresur atau yang biasa dikenal dengan terapi
totok/tusuk jari adalah salah satu bentuk fisioterapi dengan
memberikan pemijatan dan stimulasi pada titik–titik tertentu
pada tubuh (Fengge, 2012). Terapi akupresur merupakan
pengembangan dari ilmu akupuntur, sehingga pada prinsipnya
metode terapi akupresur sama dengan akupuntur yang
membedakannya terapi akupresur tidak menggunakan jarum
dalam proses pengobatannya. Akupresur berguna untuk
mengurangi ataupun mengobati berbagai jenis penyakit dan
nyeri serta mengurangi ketegangan dan kelelahan. Proses
pengobatan dengan tehnik akupresur menitikberatkan pada
titik–titik saraf di tubuh. Titik–titik akupresur terletak pada
kedua telapak tangan dan kedua telapak kaki. Di kedua telapak
tangan dan kaki kita terdapat titik akupresur untuk jantung,
paru–paru, ginjal, mata, hati, kelenjar tiroid, pankreas, sinus
dan otak (Fengge, 2012).

37
B. Tujuan Akrupresur
Teknik pengobatan akupresur bertujuan untuk
membangun kembali selsel dalam tubuh yang melemah serta
mampu membuat sistem pertahanan dan meregenerasi sel
tubuh (Fengge, 2012). Umumnya penyakit berasal dari tubuh
yang teracuni, sehingga pengobatan akupresur memberikan
jalan keluar meregenerasikan sel–sel agar daya tahan tubuh
kuat untuk mengurangi sel–sel abnormal. Dalam pengobatan
akupresur tidak perlu makan obat–obatan, jamu dan ramuan
sebab dengan terapi akupresur tubuh kita sudah lengkap
kandungan obat dalam tubuh jadi tinggal diaktifkan oleh sel–
sel syaraf dalam tubuh. Tubuh manusia memiliki kemampuan
memproduksi zat–zat tertentu yang berguna untuk ketahanan
tubuh. Jika ditambah obat–obatan, yang terjadi adalah
kelebihan dosis yang justru akan mengakibatkan kerusakan
organ tubuh terutama ginjal(Fengge, 2012).

C. Manfaat Akupresur
Akupresur terbukti bermanfaat untuk pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, rehabilitasi (pemulihan) dan
meningkatkan daya tahan tubuh. Untuk pencegahan penyakit,
akupresur dipraktikan pada saat–saat tertentu secara teratur
sebelum sakit, tujuannya untuk mencegah masuknya penyebab
penyakit dan mempertahankan kondisi tubuh. Melalui terapi
akupresur penyakit pasien dapat disembuhkan karena akupresur
dapat digunakan untuk menyembuhkan keluhan sakit dan
dipraktikan ketika dalam keadaan sakit. Akupresur juga dapat
bermanfaat sebagai rehabilitasi (pemulihan) dengan cara

38
meningkatkan kondisi kesehatan sesudah sakit. Selain itu,
akupresur juga bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan
tubuh (promotif) walaupun tidak sedang dalam keadaan
sakit(Fengge, 2012).

D. Teori Dasar Akupresur


Akupresur sebagai seni dan ilmu penyembuhan
berlandaskan pada teori keseimbangan yang berasal dari ajaran
“Taoisme” yang menyimpulkan bahwa semua isi alam raya dan
sifat–sifatnya dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok
yang disebut “Yin” dan “Yang”. Untuk memudahkan
pemahaman terhadap Yin dan Yang, harus dipahami bahwa
semua benda–benda yang sifatnya mendekati api
dikelompokkan ke dalam kelompok “Yang” dan semua benda
yang sifatnya mendekati air dikelompokkan ke dalam
kelompok “Yin”. Api dan air digunakan sebagai patokan dalam
keadaan wajar dan dari sifat api dan air tersebut kemudian
dirumuskan sifat–sifat penyakit dan bagaimana cara
penyembuhannya. Seseorang dikatakan tidak sehat atau sakit
apabila antara Yin dan Yang didalam tubuhnya tidak seimbang
(Fengge, 2012).

E. Komponen Dasar Akupresur


Ada tiga komponen dasar akupresur yaitu Ci Sie atau
energi vital, sistem meridian dan titik akupresur.
a. Ci Sie (Energi Vital)

Ci sering diartikan sebagai zat sari–sari makanan dan Sie


adalah darah sehingga secara singkat Ci Sie sering disebut

39
sebagai energi vital. Ada dua sumber asal energi vital yaitu
energi vital bawaan dan energi vital didapat. Energi vital
bawaan berasal dari orang tua, maka sifat, watak, bakat,
rupa, kesehatan fisik dan mental dari kedua atau salah satu
orang tua sering muncul pada anaknya. Sementara itu,
energi vital yang didapat bisa berasal dari sari makanan
yang diperoleh dari ibu (selama dalam kandungan) maupun
yang diperoleh sendiri sesudah lahir. Oleh karena itu,
kondisi janin sangat tergantung pada jenis makanan, air dan
suhu udara yang diperoleh ibu serta dukungan sosial dari
lingkungannya. Kondisi Janin tidak terlepas dari kondisi
fisik, mental/psikis sang ibu. Energi vital inilah yang
kemudian memberikankehidupan pada manusia (Fengge,
2012).
b. Sistem Meridian

Sistem meridian adalah saluran energi vital yang melintasi


seluruh bagian tubuh seperti jaring laba–laba yang
membujur dan melintang untuk menghubungkan seluruh
bagian tubuh. Meridian merupakan
bagian dari sistem saraf, pembuluh darah dan saluran limpa.
Fungsi meridian menurut Fengge (2012) :
1) Menghubungkan bagian tubuh yang satu dengan yang
lainnya (muka-belakang, atas-bawah, samping kiri-
kanan, bagian luarbagiandalam).
2) Menghubungkan organ tubuh yang satu dengan organ
tubuhlainnya, menghubungkan organ dengan pancaindra
dan jaringantubuh yang lain. Sifat hubungan ini bolak
balik.

40
3) Menghubungkan titik–titik akupunktur/akupresur yang
satudengan yang lainnya, menghubungkan titik
akupunktur/akupresurdengan organ dan menghubungkan
jaringan tubuh denganpancaindra.
4) Merupakan saluran untuk menyampaikan kelainan
fungsi organ kepermukaan tubuh yang dapat diketahui
melalui kelainan keadaantitik pijat, pancaindra atau
jaringan tubuh lainnya.
5) Merupakan saluran bagi penyebab penyakit masuk ke
dalam organbaik penyebab dari luar tubuh maupun
penyebab penyakit daridalam tubuh.

Meridian dikelompokan menjadi meridian umum dan


meridian istimewa. Meridian umum adalah meridian paru –
paru, usus besar, jantung, limpa, lambung, usus kecil,
kantong kemih, ginjal, selaput jantung, tri pemanas,
kantong empedu dan hati. Sementara meridian istimewa
adalah meridian tu dan meridian ren yang melintas di garis
tengah tubuh. Meridian istimewa ini merupakan pengikat
atau penghubungan semua meridian sehingga keempat
belas meridian merupakan mata rantai yang tidak terputus
(Sukanta, 2008).
F. Kontraindikasi
Akupresur merupakan terapi yang dapat dilakukan
dengan mudah dan efek samping yang minimal. Meskipun
demikian, akupresur tidak boleh dilakukan pada bagian tubuh
yang luka, bengkak, tulang retak atau patahdan kulit yang
terbakar (Sukanta, 2008).

41
G. Cara Perangsangan Titik Akupresur
Titik akupresur ialah bagian atau lokasi di tubuh sebagai
tempat berakumulasinya energi vital. Pada titik akupresur
inilah akan dilakukan pemijatan terapi akupresur. Di dalam
tubuh kita terdapat banyak titik akupresur, kurang lebih
berjumlah 360 titik akupresur yang terletak di permukaan tubuh
dibawah kulit. Pertama kali yang harus diperhatikan sebelum
melakukan pijat akupresur adalah kondisi umum si penderita.
Pijat akupresur tidak boleh dilakukan terhadap orang yang
sedang dalam keadaan yang terlalu lapar atau pun terlalu
kenyang; dalam keadaan terlalu emosional dan pada
perempuan yang sedang dalam kondisi hamil (Fengge, 2011).
Pijatan bisa dilakukan setelah menemukan titik meridian
yang tepat yaitu timbulnya reaksi pada titik pijat berupa rasa
nyeri, linu atau pegal. Dalam terapi akupresur pijatan bisa
dilakukan dengan menggunakan jari tangan (jempol dan jari
telunjuk). Semua titik pijat berpasangan kecuali untuk jalur
meridian Ren dan Tu. Lama dan banyaknya tekanan
(pemijatan) tergantung pada jenis pijatan. Pijatan untuk
menguatkan (Yang) dapat dilakukan dengan maksimal 30 kali
tekanan, untuk masing masing titiktitik dan pemutaran
pemijatannya secara jarum jam sedangkan pemijatan yang
berfungsi melemahkan (Yin) dapat dilakukan dengan minimal
50 kali tekanan dan cara pemijatannya berlawanan jarum jam
(Fengge,2011).
Menurut Fengge (2012), terdapat tiga macam titik
akupresur yaitu :
a. Titik akupresur umum

42
Titik akupresur umum ini terdapat di sepanjang saluran
meridian. Setiap titik umum diberi nama oleh penemunya
dalam bahasa Tionghoa yang memiliki arti tersendiri dan
diberi nomor yang bersifat universal. Misalnya, titik Hegu
yang memiliki arti kumpulan jurang. Hegu sama dengan
titik usus besar dengan nomor 4 (UB.4) dan dalam bahasa
Inggris disebut Large Intestine no.4 (LI.4).
b. Titik akupresur istimewa
Titik akupresur istimewa adalah titik yang berserakan (tidak
menentu), ada yang dijalur meridian dan ada pula yang di
luar jalur meridian. Tiap–tiap titik umum mempunyai nama
dan fungsi masing– masing. Misalnya, Lamwei, berfungsi
sebagai titik untuk mengobati penyakit usus buntu.
c. Titik nyeri (Yes Point)
Titik nyeri berada di daerah keluhan (daerah yang
mengalami masalah) misalnya sakit perut, sakit kepala, dan
lain–lain. Untuk menemukan titik nyeri ini adalah dengan
meraba keluhan kemudian cari titik yang paling sensitif
atau nyeri. Titik ini hanya berfungsi sebagai penghilang
rasa sakit setempat saja, tetapi sering juga berpengaruh
pada jaringan tubuh lainnya.
Manajemen Mual Muntah dengan Teknik Akupresur
Akupresur merupakan suatu cara pengobatan dengan
memberikan rangsangan penekanan (pemijatan) pada titik tertentu
pada tubuh (Fengge, 2011). Stimulasi yang diberikan dengan
pemijatan menghasilkan efek terapeutik karena
a. Konduksi dari sinyal elektromagnetik yang mampu mendorong
aliranzat-zat biokimia pencegah nyeri seperti endorpin dan sel

43
imun ke tempatkhusus di tubuh yang mengalami cedera atau
rusak karena penyakit.
b. Mengaktivasi sistem opioid sehingga dapat menurunkan nyeri
c. Perubahan pada zat kimia otak, sensasi dan respon involunter
denganpengeluaran berbagai neurotransmiter dan
neurohormon.
Titik-titik yang sering dipijat untuk menurunkan mual muntah
adalah titik P6 dan St36. Titik P6 adalah titik yang terletak di jalur
meridian selaput jantung. Meridian selaput jantung memiliki dua
cabang, sebuah cabangnya masuk ke selaput jantung dan jantung,
kemudian terus ke bawah menembus diafragma, ke ruang tengah dan
ruang bawah perut. Meridian ini juga melintasi lambung dan usus
besar. Titik St36 adalah titik akupresur yang berada di kaki dan di
alur meridian lambung. Meridian lambung dimulai dari ujung
meridian usus besar yang memiliki beberapa cabang, salah satu
cabangnya akan memasuki limpa dan lambung (Fengge, 2011).

Daftar Pustaka
Rukayah S. (2013). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual
Muntah Lambat Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia Sekolah
Yang Menderita Kanker Di Rs Kanker Dharmais Jakarta.
Universitas Indonesia.
Tetty, S. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan
Maternitas. PT Refika Adiwijayya. Bandung

44
Terapi Modalitas Dan Komplementer Dalam Keperawatan
Manajemen Nyeri : Akupresur

Konsep Dasar Nyeri


A. Definisi Nyeri
Nyeri merupaakan kondisi berupa perasaan yang
tidak menyenangkan, bersifat sangat subjektif. Perasaan
nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya
(Tetty, 2015). Menurut Smeltzer & Bare (2002), definisi
keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang
menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang
mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakkannya.
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif
jaringan seperti ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit,
seperti emosi, pada perasaan takut, mual dan mabuk.
Terlebih, setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang
sampai kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat
untuk melepaskan diri dari atau meniadakan perasaan itu.
Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, timbul
bila ada jaringan rusak dan hal ini akan menyebabkan
individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri
(Guyton & Hall, 1997).

45
B. Teori Nyeri
1. Teori Intensitas (The IntensityTheory)

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan


pada receptor. Setiap rangsangan sensori punya potensi
untuk menimbulkan nyeri jika intensitasnya cukup kuat
(Saifullah, 2015).
2. Teori Kontrol Pintu (The Gate ControlTheory)

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965)


menyatakan bahwa impuls nyeri dapat diatur dan
dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang
system saraf pusat, dimana impuls nyeri dihantarkan
saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat
sebuah pertahanan ditutup (Andarmoyo, 2013)
3. Teori Pola (Patterntheory)

Teori pola diperkenalkan oleh Goldscheider


(1989), teori ini menjelaskan bahwa nyeri di sebabkan
oleh berbagai reseptor sensori yang di rangsang oleh
pola tertentu, dimana nyeri ini merupakan akibat dari
stimulasi reseptor yang menghasilkan pola dari impuls
saraf (Saifullah, 2015). Teori pola adalah rangsangan
nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal medulla
spinalis dan rangsangan aktifitas sel T. Hal ini
mengakibatkan suatu respon yang merangsang bagian
yang lebih tinggi yaitu korteks serebri dan menimbulkan
persepsi, lalu otot berkontraksi sehingga menimbulkan
nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respon dari
reaksi sel T (Margono, 2014).

46
4. Endogenous OpiatTheory

Teori ini dikembangkan oleh Avron Goldstein, ia


mengemukakan bahwa terdapat subtansi seperti opiet
yang terjadi selama alami didalam tubuh, subtansi ini
disebut endorphine yang mempengaruhi transmisi
impuls yang diinterpretasikan sebagai nyeri. Endorphine
mempengaruhi transmisi impuls yang diinterpretasikan
sebagai nyeri. Endorphinekemungkinan bertindak
sebagai neurotransmitter maupun neuromodulator yang
menghambat transmisi dari pesan nyeri (Hidayat, 2014).

C. FisiologiNyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor
dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada
kulit dan mukosa dimana reseptor nyeri memberikan
respon jika adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa zat kimia seperti histamine,
bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang
terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa
termal, listrik, atau mekanis (Smeltzer & Bare,2002).
Nyeri dapat dirasakan jika reseptor nyeri tersebut
menginduksi serabut saraf perifer aferen yaitu serabut
A-delta dan serabut C. Serabut A- delta memiliki
myelin, mengimpulskan nyeri dengan cepat, sensasi
yang tajam, jelas melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C tidak memiliki
myelin, berukuran sangat kecil, menyampaikan impuls

47
yang terlokalisasi buruk, visceral dan terus-menerus
(Potter & Perry, 2005). Ketika serabut C dan A-delta
menyampaikan rangsang dari serabut saraf perifer maka
akan melepaskan mediator biokimia yang aktif terhadap
respon nyeri, seperti : kalium dan prostaglandin yang
keluar jika ada jaringan yang rusak. Transmisi stimulus
nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen sampai
berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.
Didalam kornu dorsalis, neurotransmitter seperti
subtansi P dilepaskan sehingga menyebabkan suatu
transmisi sinapsis dari sarafperifer ke saraf traktus
spinolatamus. Selanjutnya informasi di sampaikan
dengan cepat ke pusat thalamus (Potter & Perry, 2005).

D. Jenis- jenisNyeri
Secara umum nyeri dibagi menjadi dua yaitu,
1. NyeriAkut

Nyeri Akut merupakan nyeri yang berlangsung


dari beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan
biasanya dengan awitan tiba-tiba dan umumnya
berkaitan dengan cidera fisik. Nyeri akut
mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah
terjadi. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak
ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun
sejalan dengan terjadinya penyembuhan. Nyeri ini
umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Salah satu nyeri
akut yang terjadi adalah nyeri pasca pembedahan

48
(Meliala & Suryamiharja, 2007).
2. NyeriKronik

Nyeri kronik merupakan nyeri konstan atau


intermitern yang menetap sepanjang suatu periode
waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitakan dengan penyebab atau cidera fisik. Nyeri
kronis dapat tidak memiliki awitan yang ditetapkan
dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
biasanya nyeri ini sering tidak memberikan respon
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya
(Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Nyeri kronik
ini juga sering di definisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun
enambulanmerupakan suatu periode yang dapat berubah
untuk membedakan nyeri akut dan nyeri kronis (Potter
& Perry, 2005).
Berdasarkan lokasinya Sulistyo (2013) dibedakan
nyeri menjadi,
2. NyeriFerifer

Nyeri ini ada tiga macam, yaitu :


a. Nyeri superfisial, yaitu nyeri yang muncul

akibat rangsangan pada kulit dan mukosa


b. Nyeri viseral, yaitu rasa nyeri yang muncul

akibat stimulasi dari reseptor nyeri di rongga


abdomen, cranium dantoraks.
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada

daerah lain yang jauh dari penyebab nyeri.

49
3. Nyeri Sentral

Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla


spinalis, batang otak dan talamus.
4. Nyeri Psikogenik

Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan


kata lain nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita itu
sendiri.

E. Mengkaji Persepsi Nyeri

Tabel 1 Pengkajian Nyeri (BCGuidelines.ca, 2011)


Onset Kapan nyeri muncul?
Berapa lama nyeri?
Berapa sering nyeri muncul?
Proviking Apa yang menyebabkan nyeri?
Apa yang membuatnya
berkurang?
Apa yang membuat nyeri bertambah parah?
Quality Bagaimana rasa nyeri yang dirasakan?
Bisakan di gambarkan?
Region Dimanakah lokasinya?
Apakah menyebar?
Severity Berapa skala nyerinya? (dari 0-10)
Treatment Pengobatan atau terapi apa yang digunakan?
Understanding Apa yang anda percayai tentang penyebab nyeri ini?
Bagaimana nyeri ini mempengaruhi anda atau keluarga
anda?
Values Apa pencapaian anda untuk nyeri ini?

50
F. Mengkaji IntensitasNyeri

1. Skala Deskriptif Verbal (VDS)

Skala deskriptif verbal (VDS) merupakan sebuah


garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsian ini dirangking dari
“tidak nyeri” sampai “nyeri tidak tertahankan”. Perawat
menunjukan klien skala tersebut dan meminta klien
untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan
(Potter & Perry, 2006).
Gambar 1 Skala Deskriptif Verbal (Potter & Perry,
2006)
Deskriptif

Tidak Nyeri Nyeri Nyeri Nyeri Yang


Nyeri Ringan Sedang Berat Tidak
Tertahankan

2. Skala Penilaian Numerik (NRS)

Skala penilaian numerik atau numeric rating scale


(NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata. Klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10 (Meliala & Suryamiharja,
2007).

51
Gambar 2 Numerical Rating Scale (Potter &
Perry, 2006)

3. Skala Analog Visual(VAS)

VAS adalah suatu garis lurus yang mewakili


intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada ujungnya. Skala ini memberi
klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi
keparahan nyeri (Potter & Perry, 2006).
Gambar 3 Visual Analog Scale (Potter & Perry, 2006)

4. Skala NyeriWajah

Skala wajah terdiri atas enam wajah dengan profil


kartun yang menggambarkan wajah yang sedang
tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara
bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat
ketakutan (nyeri yang sangat) (Potter & Perry, 2006).

52
Gambar 4 Skala Nyeri Wajah (Potter&Perry, 2006)

G. Faktor –faktor yang mempengaruhinyeri


1. Usia

Usia mempengaruhi seseorang bereaksi terhadap


nyeri. Sebagai contoh anak-anak kecil yang belum dapat
mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan rasa
nyarinya, sementara lansia mungkin tidak akan
melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan
sesuatu yang harus mereka terima (Potter & Perry,2006).
2. Jeniskelamin

Secara umum jenis kelamin pria dan wanita tidak


berbeda secara bermakna dalam merespon nyeri.
Beberapa kebudayaan mempengaruhi jenis kelamin
misalnya ada yang menganggap bahwa seorang anak laki-
laki harus
berani dan tidak boleh menangis sedangkan seorang anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama
(Rahadhanie dalam Andari, 2015)
3. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengruhi


individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
ajarkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka

53
(Rahadhanie dalam Andari, 2015).
4. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya


pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian
yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang
meningkat. Sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep
ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di
berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti
relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided imaginary)
dan mesase, dengan memfokuskan perhatian dan
konsentrasi klien pada stimulus yang lain, misalnya
pengalihan pada distraksi (Fatmawati, 2011).
5. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri.


Namun nyeri juga dapat menimbulkan ansietas. Stimulus
nyeri mengaktifkan bagian system limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang khususnya ansietas
(Wijarnoko, 2012).
6. Kelemahan

Kelemahan atau keletihan meningkatkan persepsi


nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin
intensif dan menurunkan kemampuan koping (Fatmawati,
2011).
7. Pengalamansebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri.


Apabila individu sejak lama sering mengalami
serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka

54
ansietas atau rasa takut dapat muncul. Sebaliknya jika
individu mengalami jenis nyeri yang sama berulang-ulang
tetapi nyeri tersebut dengan berhasil dihilangkan akan
lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan
sensasi nyeri (Rahadhanie dalam Andari,2015).
8. Gaya koping

Gaya koping mempengaruhi individu dalam


mengatasi nyeri. Sumber koping individu diantaranya
komunikasi dengan keluarga, atau melakukan latihan atau
menyanyi (Ekowati,2012).
9. Dukungan keluarga dan social
Kehadiran dan sikap orang-orang terdekat sangat
berpengaruh untuk dapat memberikan dukungan, bantuan,
perlindungan, dan meminimalkan ketakutan akibat nyeri
yang dirasakan, contohnya dukungan keluarga (suami)
dapat menurunkan nyeri kala I, hal ini dikarenakan ibu
merasa tidak sendiri, diperhatikan dan mempunyai
semangat yang tinggi (Widjanarko, 2012).
10. Makna nyeri
Individu akan berbeda-beda dalam mempersepsikan
nyeri apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman,
suatu kehilangan hukuman dan tantangan. Misalnya
seorang wanita yang bersalin akan mempersepsikan nyeri
yang berbeda dengan wanita yang mengalami nyeri cidera
kepala akibat dipukul pasangannya. Derajat dan kualitas
nyeri yang dipersepsikan klien berhubungan dengan
makna nyeri (Potter & Perry, 2006).

55
H. ManajemenNyeri
1. Pendekatanfarmakologi

Teknik farmakologi adalah cara yang paling


efektif untuk menghilangkan nyeri dengan pemberian
obat-obatan pereda nyeri terutama untuk nyeri yang
sangat hebat yang berlangsung selama berjam-jam atau
bahkan berhari-hari. Metode yang paling umum
digunakan untuk mengatasi nyeri adalah analgesic
(Strong, Unruh, Wright & Baxter, 2002). Menurut
Smeltzer & Bare (2002), ada tiga jenis analgesik yakni:
a) Non-narkotik dan anti inflamasi nonsteroid (NSAID):

menghilangkan nyeri ringan dan sedang. NSAID dapat


sangat berguna bagi pasien yang rentan terhadap efek
pendepresipernafasan.
b) Analgesik narkotik atau opiad: analgesik ini umumnya

diresepkan untuk nyeri yang sedang sampai berat,


seperti nyeri pasca operasi. Efek samping dari opiad
ini dapat menyebabkan depresi pernafasan, sedasi,
konstipasi, mualmuntah.
c) Obat tambahan atau ajuvant (koanalgesik): ajuvant

seperti sedative, anti cemas, dan relaksan otot


meningkatkan control nyeri atau menghilangkan gejala
lain terkait dengan nyeri seperti depresi dan mual
(Potter & Perry, 2006).
2. Intervensi Keperawatan Mandiri (Nonfarmakologi)

Intervensi keperawatan mandiri menurut Bangun &


Nur’aeni (2013), merupakan tindakan pereda nyeri yang
dapat dilakukan perawat secara mandiri tanpa tergantung

56
pada petugas medis lain dimana dalam pelaksanaanya
perawat dengan pertimbangan dan keputusannya sendiri.
Banyak pasien dan anggota tim kesehatan cenderung
untuk memandang obat sebagai satu-satunya metode
untuk menghilangkan nyeri. Namun banyak aktifitas
keperawatan nonfarmakologi yang dapat membantu
menghilangkan nyeri, metode pereda nyeri
nonfarmakologi memiliki resiko yang sangat rendah.
Meskipun tidakan tersebut bukan merupakan pengganti
obat-obatan (Smeltzer & Bare, 2002).

a) Masase dan Stimulasi Kutaneus


Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara
umum. Sering dipusatkan pada punggung dan bahu.
Masase dapat membuat pasien lebih nyaman
(Smeltzer & Bare, 2002). Sedangkan stimulasi
kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan
selama 3-10 menit untuk menghilangkan nyeri,
bekerja dengan cara melepaskan endofrin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri (Potter & Perry,
2006). Salah satu teknik memberikan masase adalah
tindakan masasepunggung dengan usapan yang
perlahan (Slow stroke back massage). Stimulasi
kulit menyebabkan pelepasan endorphin, sehingga
memblok transmisi stimulus nyeri. Teori gate control
mengatakan bahwa stimulasi kulit mengaktifkan
transmisi serabut saraf sensori A Beta yang lebih
besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan

57
transmisi nyeri melalui serabut C dan delta-A yang
berdiameter kecil sehingga gerbang sinaps menutup
transmisi implus nyeri (Potter & Perry, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh lestari (2015), tentang
tentang pemanfaatan stimulasi kutaneus (Slow Stroke
Back Massage) menunjukan ada pengaruh stimulasi
kutaneus (slow stroke back massage) terhadap
intensitas nyeri haid pada siswi kelas XI SMA
Muhammadiyah 7Yogyakarta.
b) Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan
menggunakan telapak tangan yang memberi tekanan
lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah
sirkular secara berulang (Reeder dalam Parulian,
2014). Langkah-langkah melakukan teknik ini
adalah kedua telapak tangan melakukan usapan
ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan
melingkari abdomen, dimulai dari abdomen bagian
bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping
perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke
umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah diatas
simphisis pubis, bentuk pola gerakannya seperti
“kupu-kupu”. Masase ini dilakukan selama3–5menit
dan berikan lotion atau minyak/baby oil tambahan
jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb,
2009). Effleurage merupakan teknik masase yang
aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan
banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki

58
efek samping dan dapat dilakukan sendiri atau
dengan bantuan orang lain (Ekowati,2011).
c) Distraksi
Distraksi yang memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selain pada nyeri dapat menjadi strategi
yang sangat berhasil dan mungkin merupakan
mekanisme terhadap teknik kognitif efektif lainnya.
Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri
dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak (Smeltzer and Bare, 2002).
Beberapa sumber-sumber penelitian terkait
tentang teknik distraksi yang ditemukan peneliti
sejauh ini efektif diterapkan pada pasien anak-anak
terutama usia prasekolah sebagaimana dalam
penelitian Pangabean pada tahun (2014), menurut
Pangabean salah satu teknik distraksi adalah dengan
bercerita dimana teknik distraksi bercerita
merupakan salah satu strategi non farmakologi yang
dapat menurunkan nyeri. Hal ini terbukti pada
penelitiannya dimana teknik distraksi dengan
bercerita efektif dalam menurunkan nyeri anak usia
prasekolahpadapemasanganinfusyaknidarinyeriskala
3kenyeri
skala 2. Sartika, Yanti, Winda (2015), menambahkan
salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan
dalam penatalaksanaan nyeri lainnya adalah dengan
menonton film cartun animasi, dimana ini terbukti

59
dalam penelitiannya bahwa dengan diberikan
distraksi berupa menonton film cartun animasi
efektif dalam menurunkan nyeri anak usia prasekolah
saat pemasanganinfus.
d) TerapiMusik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan
kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara
yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentuk dan
gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga
tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik
dan mental (Eka, 2011). Perawat dapat menggunakan
musik dengan kreatif di berbagai situasi klinik,
pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan
lagu atau mendengarkan musik. Musik yang sejak
awal sesuai dengan suasana hati individu,
merupakan pilihan yang paling baik (Elsevier
dalam Karendehi,2015).
Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan
waktu. Musik harus didengarkan minimal 15 menit
supaya dapat memberikan efek terapiutik. Dalam
keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat
memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri (Potter & Perry, 2005).
e) GIM (Guided ImageryMusic)
GIM (Guided Imagery Music) merupakan
intervensi yang digunakan untuk mengurangi nyeri.

60
GIM mengombinasikan intervensi bimbingan
imajinasi dan terapi musik. GIM dilakukan dengan
memfokuskan imajinasi pasien. Musik digunakan
untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi
membuat tubuh lebih berespons terhadap bayangan
dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak
berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014). Hasil
Penelitian dari Suarilah, Wahyuni & Fahlufi (2014)
tentang “Guided Imagery dan Music (GIM)
Menurunkan Intensitas Nyeri Pasien Post Sectio
Caesaria” pada 30 responden didapatkan hasil bahwa
GIM terbukti dapat menurunkan intensitas nyeri
pasien post SC di RSUP NTB. GIM
direkomendasikan sebagai intervensi mandiri
keperawatan untuk mengurangi nyeri post SC.
f) Terapi Musik Klasik(Mozart)
Pada dewasa ini banyak jenis musik yang
dapat diperdengarkan namun musik yang
menempatkan kelasnya sebagai musik bermakna
medis adalah musik klasik karena musik ini
maknitude yang luar biasa pada perkembangan ilmu
kesehatan, diantaranya memiki nada yang lembut,
nadanya memberikan stimulasi gelombang alfa,
ketenangan dan membuat pendengarnya lebih rileks
(Dofi dalam Liandari,2015).
Penelitian yang dilakukan oleh Liandari,
Hendra dan Parjo tentang pemberian terapi musik
mozart terhadap intensitas nyeri haid pada remaja

61
putri di SMA Negeri 1 Pontianak pada tahun 2015
skala nyeri yang dialami remaja putri sebelum
pemberian terapi musik klasik (mozart) yaitu skala
nyeri sedang (68,4%). Sedangkan skala nyeri yang
dialami remaja putri setelah pemberian terapi
musik klasik (mozart) terbanyak pada nyeri ringan
(47,4%). Maka terdapat pengaruh terapi musik
klasik (mozart) terhadap penurunan intensitas nyeri
haid (dismenore) pada remaja putri di SMA Negeri 1
Pontianak tahun2015.
g) Hidroterapi Rendam Kaki AirHangat

Salah satu terapi nonfarmakologi adalah


hidroterapi rendam kaki air hangat. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti pada tahun
2015 tentang pengaruh hidroterapi rendam kaki air
hangat terhadap 17 pasien post operasi di RS Islam
Sultan Agung Semarang terdapat penurunan intensitas
nyeri dari sebelum diberikan 4,06 dan setelah
diberikan intensitas nyeri menjadi 2,71 dan terdapat
pengaruh hodroterapi rendam kaki air hangat terhadap
penurunan nyeri pasien post operasi dengan nilai p
value 0,003 (p value<0,05).
h) Teknik Relaksasi NafasDalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan
suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal
ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana
cara melakukan nafas dalam, nafaslambat(menahan

62
inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi
nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf
otonom (Fitriani, 2013). Pasien dapat memejamkan
matanya dan bernapas dengan perlahan dan nyaman.
Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap
inhalasi (hirup) dan ekhalasi (hembus) (Smeltzer &
Bare,2002).
Menurut Huges dkk dalam Fatmawati (2011),
teknik relaksasi melalui olah nafas merupakan salah
satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk
membentuk sistem penekan nyeri yang akhirnya
menyebabkan penurunan nyeri, disamping itu juga
bermanfaat untuk pengobatan penyakit dari dalam
tubuh meningkatkan kemampuan fisik dan
keseimbangan tubuh dan pikiran, karena olah nafas
dianggap membuat tubuh menjadi rileks sehingga
berdampak pada keseimbangan tubuh dan
pengontrolan tekanan darah.
i) Imajinasi Terbimbing (GuidedImagery)
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan
imajinasi seseorang dalam suatu cara yang dirancang
secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.

63
Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi
dan meredakan nyeri dapat terdiri atas
penggabungannafas berirama lambat dengan suatu
bayangan mental relaksasi dan kenyamanan (Smeltzer
& Bare, 2002). Prosedurnya yaitu ciptakan
lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien,
usahakan tangan dan kaki pasien dalam keadaan
rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan
usahakan agar pasien berkonsentrasi, minta pasien
menarik nafas melalui hidung secara perlahan-lahan
sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”,
selama pasien memejamkan mata kemudian minta
pasien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk
menghembuskan udara melalui mulut dan membuka
mata secara perlahan-lahan sambil menghitung dalam
hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk
mengulangi lagi sama seperti prosedur sebelumnya
sebanyak tiga kali selama lima menit (Patasik,
Tangka & Rottie,2013).
j) Aromaterapi
Aromaterapi merupakan penggunaan
ekstrak minyak esensial tumbuhan yang digunakan
untuk memperbaiki mood dan kesehatan (Primadiati,
2002). Mekanisme kerja perawatan aromaterapi
dalam tubuh manusia berlangsung melalui dua
sistem fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem
penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi

64
psikis, daya ingat, dan emosi seseorang. Beberapa
jenis aromaterapi yang digunakan dalam menurunkan
intensitas nyeri adalah aromaterapi lemon dan
aromaterpi lavender. Aromaterapi lemon merupakan
jenis aroma terapi yangdapatdigunakan untuk
mengatasi nyeri dan cemas. Zat yang terkandung
dalam lemon salah satunya adalah linalool yang
berguna untuk menstabilkan sistem saraf sehingga
dapat menimbulkan efek tenang bagi siapapun yang
menghirupnya (Wong dalam Purwandari,2014).
Aromaterapi selain lemon untuk pereda nyeri
lainnya adalah aromaterapi lavender. Aromaterapi
lavender bermanfaat untuk relaksasi, kecemasan,
mood, dan pada pasca pembedahan menunjukkan
terjadinya penurunan kecemasan, perbaikan mood,
dan terjadi peningkatan kekuatan gelombang alpha
dan beta yang menunjukkan peningkatan relaksasi.
Gelombang alpha sangat bermanfaat dalam kondisi
relaks mendorong aliran energi kreativitas dan
perasaan segar dan sehat (Bangun, 2013). Kondisi
gelombang alpha ideal untuk perenungan,
memecahkan masalah, dan visualisasi, bertindak
sebagai gerbang kreativitas seseorang. Minyak
lavender adalah salah satu aromaterapi yang terkenal
memiliki efek menenangkan. Menurut penelitian yang
dilakukan terhadap tikus, minyak lavender memiliki
efek sedasi yang cukup baik dan dapat menurunkan
aktivitas motorik mencapai 78%, sehingga sering

65
digunakan untuk manajemen stres. Beberapa tetes
minyak lavender dapat membantu menanggulangi
insomnia, memperbaiki mood seseorang, dan
memberikan efek relaksasi (Bangun,2013).
k) KompresDingin
Metode sederhana yang dapat di gunakan
untuk mengurangi nyeri yang secara alamiah yaitu
dengan memberikan kompres dingin pada area nyeri,
ini merupakan alternatif pilihan yang alamiah dan
sederhana yang dengan cepat mengurangi rasa nyeri
selain dengan memakai obat-obatan. Terapi dingin
menimbulkan efek analgetik dengan memperlambat
kecepatan hantaran saraf sehingga impuls nyeri yang
mencapai otak lebih sedikit (Price, Sylvia &
Anderson dalam Rahmawati, 2014).
Kompres dingin merupakan suatu prosedur
menempatkan suatu benda dingin pada tubuh bagian
luar. Dampak fisiologisnya adalah vasokontriksi pada
pembuluh darah, mengurangi rasa nyeri, dan
menurunkan aktivitas ujung saraf pada otot (Tamsuri,
2007). Sensasi dingin diberikan pada sekitar area
yang terasa nyeri, pada sisi tubuh yang berlawanan
yang berhubungan dengan lokasi nyeri. Setiap klien
akan memiliki respons yang berbeda-beda terhadap
area yang diberikan terapi. Terapi yang diberikan
dekat dengan area yang terasa nyeri cenderung
bekerja lebih baik (Potter & Perry, 2005). Menurut
pendapat Novita dalam Supriadi (2014), pada

66
umumnya dingin lebih mudah menembus jaringan
dibandingkan dengan panas. Ketika otot sudah
mengalami penurunan suhu akibat aplikasi dingin,
efek dingin dapat bertahan lebih lama dibanding
dengan panas karena adanya lemak subkutan yang
bertindak sebagai insulator, di sisi lain
lemaksubkutanmerupakan barrier utama energi
dingin untuk menembus otot. Dalam bidang
keperawatan kompres dingin banyak digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri. Dingin memberikan efek
fisiologis yakni menurunkan respon inflamasi,
menurunkan aliran darah dan mengurangi edema,
mengurangi rasa nyeri lokal (Tamsuri,2007).
l) KompresHangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam
penggunaan suhu hangat yang dapat menimbulkan
efek fisiologis (Anugraheni, 2013). Kompres hangat
dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan
merelaksasikan otot-otot yang tegang (Price, Sylvia &
Wilson, 2005). Kompres hangat dilakukan dengan
mempergunakan buli-buli panas atau kantong air
panas secara konduksi dimana terjadi pemindahan
panas dari buli-buli ke dalam tubuh sehingga akan
menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan akan
terjadi penurunan ketegangan otot sehingga nyeri
yang dirasakan akan berkurang atau hilang (Smalzer
& Bare, 2002). Kompres hangat memiliki beberapa
pengaruh meliputi melebarkan pembuluh darah dan

67
memperbaiki peredaran daerah di dalam jaringan
tersebut, pada otot panas memiliki efek
menurunkan ketegangan, meningkatkan sel darah
putih secara total dan fenomena reaksi peradangan
serta adanya dilatasi pembuluh darah yang
mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah serta
peningkatan tekanan kapiler. Tekanan
oksigendankarbondioksida didalam darah akan
meningkat sedangkan derajat keasaman darah akan
mengalami penurunan(Anugraheni,2013).
Penggunaan kompres air hangat dapat
membuat sirkulasi darah lancar, vaskularisasi
lancar dan terjadi vasodilatasi yang membuat
relaksasi pada otot karena otot mendapat nutrisi
berlebih yang dibawa oleh darah sehingga
kontraksi otot menurun. Kompres hangat dengan
suhu 50 C – 0 C mengakibatkan terjadinya
vasodilatasi yang bisa membuka aliran darah
membuat sirkulasi darah lancar kembali sehingga
terjadi relaksasi pada otot mengakibatkan kontraksi
otot menurun (Anugraheni,2013).
m) TehnikAkupresur
Akhir-akhir ini terapi non farmakologi banyak
menjadi pilihan masyarakat terutama ibu bersalin
untuk mengatasi nyeri persalinan. Terapi non
farmakologi yang juga sering disebut sebagai terapi
komplementer, salah satunya adalah teknik akupresur
titik pada tangan, memiliki banyak kelebihan antara

68
lain mudah diterapkan dan cukup aman (tidak
menimbulkan resiko) dibanding terapi farmakologi.
Akupresur disebut juga akupunktur tanpa jarum, atau
pijat akupunktur. Teknik ini menggunakan tenik
penekanan, pemijatan, dan pengurutan sepanjang
meridian tubuh atau garis aliran energi. Teknik
akupresur ini dapat menurunkan nyeri. Sedangkan
teknik akupresur titik pada tangan yaitu dilakukan
pada titik yang terletak sepanjang lipatan tangan
ketika jari-jari menyatu padatelapaktangan. Titik ini
membantu pelepasan endorphin ke dalam tubuh
sehingga sangat membantu untuk menurunkan nyeri
saat kontraksi (Suroso, 2013). Menurut Wang dkk
dalam Triastuti (2013), akuplesur telah terbukti
sebanding ibuprofen (NSAID’s) selain itu, akuplesur
dapat memberikan manfaat preventif dan kuratif,
mudah, murah, efektif, dapat dilakukan siapa saja
bahkan oleh diri sendiri dan kapan saja.
Ada beberapa cara pemijatan akupresur yang dapat
dilakukan (Depkes dalam Triastuti, 2013):
1. Menggunakan alat pijat berupa jari tangan
(jempol, telunjuk, atau jari lainnya).
2. Pijatan dapat dilakukan dengan ditekan-tekan dan
di putar-putar atau diurut sepanjang meridian.
Untuk bayi di bawah umur 1 tahun, sebaiknya
dilakukan pengobatan dengan mengeulus elus
(meraba) perjalanan meridian saja dan jangan
dipijat seperti orang dewasa.

69
3. Pijatan bisa dimulai setelah menemukan titik
pijatan yang tepat, yaitu timbulnya reaksi pada
titik pijat yang berupa rasa nyeri atau pegal.
4. Reaksi pijatan, setiap pemberian rangsangan
terhadap titik pijat akan memberikan reaksi, oleh
karena itu untuk perangsangan atau pemijatan
yang akan dilakukan harus diperhitungkan secara
cermat, reaksi apa yang ditimbulkan, reaksi
penguatan (yang)atau
reaksi (yin). Bila pijatan yang bereaksi yang maka
dapat dilakukan selama 30 kali tekanan atau
putaran, sedangkan reaksi yin dilakukan
pemijatan lebih dari 40 kali. Menurut Hartono
dalam Triastuti (2013), dalam pemijatan
sebaiknya jangan terlalu keras dan pemijatan yang
benar harus dapat menciptakan sensasi rasa
(nyaman, pegal, panas, gatal, perih, kesemutan
dan sebagainya) sehingga dapat merangsang
keluarnya hormone endorphrin (hormone sejenis
morfin yang dihasilkan tubuh untuk memberikan
rasa tenang).
5. Arah pijatan mengikuti arah putaran jarum jam
atau searah dengan jalannya meridian dan arah
pemijatan dapat juga disesuaikan dengan sifat
penyakit yang diderita.
n) DzikirKhafi
Secara etimologi dzikir berasal dari bahasa arab
“zakara” yang berarti menyebut atau mengingat-

70
ingat. Secara istilah dzikir berarti membasahi lidah
dengan ucapan-ucapann pujian kepada Allah SWT
(Khoirul & Reza dalam Jauhari, 2014). Dzikir khafi
merupakan dzikir didalam qalbu yang merupakan
penggerak emosi perasaan, dzikir ini muncul melalui
rasa, yaitu rasa tentang penzahiran keaguangan dan
keindahan Allah SWT (Jailani dalam Hidayat, 2014).
Menurut Hidayat 2014, seseorang yang melakukan
dzikir dapat menghasilkan beberapa efek medis dan
psikologis yaitu akan menyeimbangkan
keseimbangan kadar serotonin atau neropineprine di
dalam tubuh, dimana fenomenainimerupakan morfin
alami yang bekerja di dalam otak serta akan
menyebabkan hati dan pikiran menjadi tenang
dibandingkan sebelum dzikir. Otot-otot tubuh
mengendur terutama otot bahu yang sering
menyebabkan ketegangan psikis. Hal tersebut
merupakan salah satu bentuk karunia Allah yang
sangat berharga yang berfungsi sebagai zat pengurang
nyeri di dalam otak manusia.
Bentuk-bentuk dzikir yang bersumber dari Al-Qur’an:
1. Asma Allah(Allahu)
2. Tasbih(Sbhanallah)
3. Takbir (Allahuakbar)
4. Tahlil (La ilaha illaAllah)
5. Basmalah (Bismillahirohmannirrohim)
6. Istiqhfar(Astaghfirullah)
7. Hawqalah (La hawla wala quwwata

71
illabillah)
8. Tahmid(Al-hamdulillah)
o) TerapiAl-Qur’an
Al-Quran berfungsi sebagai sistem perbaikan
(service system) baik yang bersifat fisik maupun
psikis, yang dikenal sebagai syifa’ yang berarti obat,
penyembuh, dan penawar (Mirza, 2014). Salah satu
terapi spiritual yang biasa dilakukan adalah dengan
mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al Quran atau
disebut dengan istilah murrotal. Lantunan ayat suci Al
Quran mampu memberikan efek relaksasi karena
dapat mengaktifkan hormone endorfin, meningkatkan
perasaan rileks,mengalihkan perhatian dari rasa takut,
cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah, dan
memperlambat pernapasan (Sumaryani & Sari, 2015).
Pemberian terapi Al-Qur’an memberikan efek
non farmakologi adjuvan dalam mengatasi nyeri.
Terapi bacaan Al-Qur’an sejalan dengan teori nyeri: a
balance between analgesia and side effect yang
menyatakan bahwa pemberian analgetik akan
memberikan efek samping sehingga dibutuhkan terapi
komplementer. Terapi bacaan Al- Qur’an yang
diperdengarkan melalui tape recorder akan
memberikan efek gelombang suara dan selanjutnya
getaran suara ini akan mampu memberikan perubahan
sel-sel tubuh, sel kulit dan jantung. Getaran ini akan
masuk ke dalam tubuh dan mengubah perubahan

72
resonan baik partikel, cairan tubuh. Getaran resonan
akan menstimulasi gelombang otak dan
mengaktifkan jalur pressure nyeri. Jalur ini akan
memberikan blokade neurotransmitter nyeri akan
memberikan efek ketenangan dan mengurangi nyeri
akut dan relaksasi (Hidayah, Maliya, dan Nugroho,
2013). Berdasarkan penelitian bahwa Al- Qur’an
yang diperdengarkan akan memberikan efek
relaksasi sebesar 65% (Alkahel,2011).
I. Peran Perawat
Peran perawat dalam menangani nyeri yang di
alami pasien menurut Doctherman dan Bulecheck dalam
buku Nursing Interventions Classification (2004) adalah
1. Mencari faktor-faktor yang menyebabkan

meningkatnya nyeri yang dialamipasien


2. Mengevaluasi riwayat nyeri pasien dan keluarga

dalam menghadapi nyeri


3. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian

nyeri yang telah di lakukan pada masalalu


4. Membantu memberi dukungan pada pasien

dankeluarga
5. Menentukan berapa sering melakukan penilaian dan

pemantauan kenyamananpasien
6. Memberi informasi kepada pasien tentang nyeri

pasien seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri


akan berlangsung dan prosedur yang akandilakukan
7. Mengurangi dan menghilangkan faktor-faktor yang

memicu atau menyebabkan nyeri (misalnya

73
ketakutan, kelelahan, kurangnya pengetahuan)
8. Kaji penggunaaan metode farmakologi nyeripasien

9. Berkolaborasi dengan pasien dan profesionalisme

kesehatan lainnya untuk memilih dan menerapkan


farmakologi yangsesuai
10. Mengevaluasi efektifitas langkah-
langkah control nyeri yang
digunakan melalui penilaian yang berkelanjutan
11. Menyarankan pasien untuk istirahat dalam

menguranginyeri
12. Mendorong pasien untuk mendiskusikan rasa nyeri

yangdialaminya
13. Memberikan informasi kepada perawat lainnya serta

anggota keluarga mengenai strategi managemen


nyeri nonfarmakologi
14. Menggunakan pendekatan multidisiplin untuk

managemennyeri
15. Pertimbangkan kesediaan pasien untuk

berpartisipasi, kemampuan pasien berpartisipasi


untuk memilih strateginyeri
16. Mengajarkan prinsip-prinsip managemennyeri

17. Mengajarkan penggunaan teknik non farmakologi

(misalnya relaksasi, terapi musik, distraksi,terapi


aktifitas, akupresur, terapi es dan panas, masase dll).

74
Manajemen Nyeri dengan Teknik Akupresur
A. Cara Kerja Akupresur
Teknik akupresur dapat mengurangi sensasi-sensasi nyeri
melalui peningkatan endorphin, yaitu hormon yang mampu
menghadirkan rasa rileks pada tubuh secara alami, memblok reseptor
nyeri ke otak (Aprillia, 2010). Penekanan titik akupresur dapat
berpengaruh terhadap produksi endorphin dalam tubuh. Endorphin
adalah pembunuh rasa nyeri yang dihasilkan sendiri oleh tubuh.
Endorphin merupakan molekul-molekul peptid atau protein yang
dibuat dari zat yang disebut beta-lipoptropin yang ditemukan pada
kelenjar pituitary. Endorphin mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar
endokrin tempat molekul tersebut tersimpan. Selain itu endorphin
dapat mempengaruhi daerah-daerah pengindra nyeri di otak dengan
cara yang serupa dengan obat opiat seperti morfin.
Pelepasanendorphindikontrol oleh sistem saraf. Jaringan saraf sensitif
terhadap nyeri dan rangsangan dari luar,dan jika dipicu dengan
menggunakan teknik akupresur,akan menginstrusikan sistem
endokrin untuk melepaskan sejumlah endorphin sesuai kebutuhan
tubuh (Aprillia,2010).

75
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

B. Cara Pemijatan
Pemijatan yang dilakukan adalah searah jarum jam sebanyak
30 putaran selama 3-5 menit. Dalam pemijatan, sebaiknya jangan
terlalu keras dan membuat pasien kesakitan. Pemijatan yang benar
harus dapat menciptakan sensasi rasa (nyaman, pegal, panas, gatal,
perih, kesemutan, dan lain sebagainya). Apabila sensasi rasa dapat
tercapai maka di samping sirkulasi chi (energi) dan xue (darah)
lancar, juga dapat merangsang keluarnya hormon endomorfin hormon
sejenis morfin yang dihasilkan dari dalam tubuh untuk memberikan
rasa tenang (Hartono, 2012).

C. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Terapi Akupresur


1. KebersihanTerapis
Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan
menggunakan sabun antiseptik sebelum melakukan dan
setelah melakukan terapi sangatlah penting. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah penularanpenyakitantara terapis
dengan pasien
2. Bagian-Bagian yang Tidak Dapat Dipijat Pemijatan
Tidak dapat dilakukanpadakondisi kulit terkelupas, tepat
pada bagian tulang yang patah, dan tepat bagian yang
bengkak.
3. Pasien dalam KondisiGawat
Penyakit-penyakit yang tidak boleh dipijat adalah tiga
penyakit yang dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, yaitu

76
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

ketika terjadi serangan jantung, gagal napas oleh paru-


paru, dan penyakit pada saraf otak (misalnya stroke, pecah
pembuluh darah, dan cidera otak). Apabila terapis
menemukan gejala-gejala di atas segera rujuk ke rumah
sakit karena penanganan yang keliru dapat menyebabkan
pasien terlambat mendapatkan pengobatan yang lebihbaik.

D. Teknik Perangsangan Titik Akupresur


Untuk menentukan lokasi pemijatanyangbenar ada beberapa cara
yang dapat dilakukan Sukanta (2008), yaitu sebagai berikut:
1. Menggunakan tanda anatomis tubuh, seperti benjolan-
benjolan tulang, garis siku atau garis telapak tangan, puting
susu, batas rambut, kerutan lipatan tangan dan sebagainya.
2. Pembagian sama rata, dimana suatu bagian tubuh tertentu
dibagi sama rata untuk mendapat titik yangtepat.
3. Dengan menggunakan pedoman lebar jari. Misalnya 1 jempol
sama dengan 1 cun, lebar jari telunjuk dan jari tengah sama
dengan 1,5 cun, dan lebar 4 jari sama dengan 3cun.
Tiap pemijatan bisa mengakibatkan hal- hal berikut (Sukanta,
2008):
1. Melemahkan; untuk mendapatkan efek yang melemahkan,
pijatan dilakukan lebih 30-50 kali (pijatan standar 30 kali
atau selama 2 menit) atau dengan memijat melawan arah
meridian atau pijatan berlawanan dengan arah jarumjam.
2. Menguatkan; efek menguatkan diperoleh dengan cara
memijat 10-30 kali, atau dengan memijat mengikuti arah
jarum jam atau searah jalurmeridian.

77
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

3. Netral (Disesuaikan Dengan Kebutuhan); untuk memperoleh


efek netral cukup dengan melakukan pemijatan pada titik
yang dimaksud sebanyak 30kali

E. TeknikAkupresuruntukMengatasi Nyeri
Titik-titik akupresur yang digunakan pada penelitian
sebelumnya terkait efek akupresur adalah titik yang biasa juga
digunakan untuk mengatasi masalah ginekologis, diantaranya
adalah :
1. Titik Sanyinjiao(SP6)
Titik ini terletak sekitar tiga cun atau sekitar empat jari di atas
malleolus internus, tepat di ujung tulang kering (Hartono,
2012). Penekanan pada titik ini terbukti dapat mengurangi
dismenore. Penelitian yang dilakukan (Kashefi, 2010)16),
membuktikan akupresur pada titik SP6 menyebabkan
penurunan tingkat keparahan dismenore segera setelah
intervensi, akupresur di titik Sanyinjiao (SP6) juga efektif
serta hemat biaya.
2. Titik Sacral Points(B27-B34)
Titik sacral points (B27-B34), yaitu titik yang terletak pada
daerah sakral atau di sekitar tulang sacrum. Pijatan pada titik
ini membantu mengurangi rasa sakit pada saat dismenore,
pegal pada pinggang, danmengurangi nyeri saat persalinan
(Aprillia, 2010)
3. Titik Taichong/Daichong (LR3/LV3)
Keistimewaan titik ini merupakan titik utama dari meridian
hati dan merupakan jalurutama dari aktivitas Chi. Efek

78
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

penekanan pada titik ini dapat meredakan spasme, ketegangan


dan kekakuan (Aprillia, 2010)

F. Skala Pengukuran Nyeri


Penggunaan skala nyeri yang sudah teruji validitas dan
reliabilitasnya akan memberikan akurasi pada pengukuran nyeri
pada anak hingga usia remaja. Skala pengukuran nyeri yang
digunakan yaitu : Numeric Rating Scale (NRS)Skala ini
menggunakan nomor (0-10 atau 0-100) untuk menggambarkan
peningkatan nyeri. Alat ukur ini dapat digunakan padaanak yang
sudah mulai mengenal angka. Skala penilaian numerik
(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikanpatokan10 cm (Qittun, 2008).
Keterangan skala pengukuran rasa nyeri:
0 : Tidakada keluhan nyeri haid/kram pada perut bagian bawah
1-3: Terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan,
masih dapat melakukan aktivitas, masih dapat berkonsentrasi
belajar.
4-6: Terasa kram perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang,
kurang nafsu makan, sebagian aktivitas terganggu sulit/susah
berkonsentrasi beajar
7-9: Terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar
ke pinggang, paha atau punggung, tidak ada nafsu makan, mual,

79
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

badan lemas, tidak kuat beraktivitas, tdk dapat berkonsentrasi


belajar.
10 : Terasa kram yang berat sekali pada perut bagian bawah,
nyeri menyebar ke pinggang, kaki, dan punggung, tidak mau
makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga,
tidak bisa berdiri atau bangun dari
tempattidur,tidakdapatberaktivitas, terkadaang sampai pingsan
(Qittun,2008).

Daftar Pustaka

Rukayah S. (2013). Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Mual


Muntah Lambat Akibat Kemoterapi Pada Anak Usia Sekolah
Yang Menderita Kanker Di Rs Kanker Dharmais Jakarta.
Universitas Indonesia.
Tetty, S. (2015). Konsep dan Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan
Maternitas. PT Refika Adiwijayya. Bandung

Tugas Praktikum:

Berpasangan dengan teman Anda dalam satu kelompok melakukan


role play dan tulislah di lembar kerja praktikum percakapannya dan
gambar titik akupresurnya. Peran yang harus ada adalah perawat dan
pasien. Tampilkan role play di depan kelas. Kelompok lain
memberikan umpan balik.

80
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

SEFT

1 Pengertian SEFT
Menurut zainuddin (2012) Spiritual Emosional Freedom
Technique (SEFT) merupakan suatu terapi Psikologi yang
pertama kali ditujukan untuk melengkapi alat psikoterapi yang
sudah ada. Spiritual Emosional Freedom Technique (SEFT)
adalah salah satu varian dari cabang ilmu baru yang dinamai
Energy Psychology. Selain itu, Spiritual Emosional Freedom
Technique (SEFT) adalah gabungan antara Spiritual power dan
Energy Psychology.
Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) bekerja
dengan prinsip yang kurang lebih sama dengan akupuntur dan
akupressur. Ketiga teknik ini berusaha merangsang titik-titik
kunci di sepanjang 12 jalur energi (energi meridian) tubuh yang
sangat berpengaruh pada kesehatan kita.
Menurut zainudin (2006) terapi SEFT (spiritual emotional
freedom technique) adalah terapi dengan menggunakan gerakan
sederhana yang dilakukan untuk membantu menyelesaikan
masalah permasalahan sakit fisik maupun psikis, meningkatkan
kinerja dan prestasi, meraih kedamaian dan prestasi serta
kebermaknaan hidup. Rangkaian yang dilakukan adalah : the
set – up yaitu menetralisir energi negatif yang ada ditubuh, the
tune in yaitu mengarahkan pikiran pada tempat rasa sakit, dan
the tapping yaitu mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada
titik-titik tertentu ditubuh manusia.

81
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

SEFT mengatasi masalah kecemasan berdasarkan akar


permasalahan utamanya melalui proses set up yang akan dilakukan
serta dapat mempengaruhi alam bawah sadar manusia dengan cara
menyugesti diri sendiri, serta terdapat unsur teknik eye movement
desentizitation repatterning (EMDR) melalui nine gamut
procedure (gerakan mata) untuk mengendalikan emosi kecemasan
dan merangsang keseimbangan otak kiri dan otak kanan
(Zainuddin, 2013).
Penelitian yang Dilakukan Oleh Suherni, Pada Tahun 2017
Dengan Judul Pengaruh Spiritual Emotional Freedom Technique
(SEFT) terhadap Penurunan Kecemasan Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Perempuan Kelas II A Malang. Hasil penelitian
adalah bahwa adanya pengaruh terapi Spiritual Emotional Freedom
Technique (SEFT) terhadap penurunan kecemasan para narapidana.

2 Langkah-Langkah melakukan Terapi SEFT


Menurut Zainuddin (2006) menjelaskan bahwa dalam
melakukan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT)
terdiri dari tiga tahapan yaitu : the set up, the tune in, dan the
tapping yang dibarengi dengan spiritual yaitu seperi do'a. Tiga
tahapan dalam melakukan SEFT tersebut diantaranya bisa di
lihat ditabel berikut, yaitu :

82
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Tabel 1 Langkah Kerja Terapi SEFT


No Langkah Kerja
1 The Set Up
a. Berdoa dengan khusyu’, ikhlas, dan pasrah.
b. Menekan titik sore spot (titik nyeri didaerah sekitar dada yang
kedudukannya dibagian atas sternum (tulang dada).
c. Titik karate chop (KC) merupakan bagian tengah bagian yang
berdaging dari luar tangan, terleta antara pergelangan tangan
dan jari manis. Setelah menemukan titik KC maka titik
tersebut ditekan dengan ujung jari telunjuk dan jari tengah.
2 The Tune In
a. Membayangkan rasa sakit yang dialami, lalu mengarahkan
pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hati dan mulut
dengan mengatakan “Ya Allah atau Ya Tuhan saya ikhlas
menerima sakit saya ini, saya pasrahkan pada-Mu
kesembuhan saya”.
b. Membayangkan peristiwa spesifik tertentu yang dapat
membangkitkan emosi negatif yang ingin dihilangkan. Ketika
terjadi reaksi negatif (marah, sedih, takut, dan sebagainya),
hati dan mulut mengatakan “Ya Allah atau Ya Tuhan saya
ikhlas, saya pasrah”
3 The Tapping Up
a. Mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu
ditubuh sambil terus Tune-In.
b. Menekan titik-titik meridian yang terdapat pada tahapan the
tapping.

Berikut ini adalah titik-titik meridian tersebut:


a) Cr = Crown, Pada titik di bagian atas kepala
b) EB = Eye Brow, Pada titik permulaan alis mata
c) SE = Side of the Eye, Di atas tulang di samping mata
d) UE = Under the Eye, 2 cm di bawah kelopak mata
e) UN = Under the Nose, Tepat di bawah hidung
f) Ch = Chin, Di antara dagu dan bagian bawah bibir

83
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

g) CB = Collar Bone, Di ujung tempat bertemunya tulang dada,


collar bone dan tulang rusuk pertama
h) UA = Under the Arm, Di bawah ketiak sejajar dengan puting
susu (pria) atau tepat di bagian tengah tali bra (wanita)
i) BN = Bellow Nipple, 2,5 cm di bawah putting susu (pria)
atau di perbatasan antara tulang dada dan bagian bawah
payudara
j) IH = Inside of Hand, Di bagian dalam tangan yang berbatasan
dengan telapak tangan
k) OH = Outside of Hand, Di bagian luar tangan yang berbatasan
dengan telapak tangan
l) Th = Thumb, Ibu jari di samping luar bagian bawah kuku
m) IF = Index Finger, Jari telunjuk di samping luar bagian
bawah kuku
n) MF = Middle Finger, Jari tengah samping luar bagian bawah
kuku
o) RF = Ring finger, Jari manis di samping luar bagian bawah
kuku
p) BF = Baby finger, Di jari kelingking di samping luar bagian
bawah kuku
q) KC = Karate Chop Di samping telapak tangan, bagian yang
kita gunakan untuk mematahkan balok saat karate
r) GS = Gamut Spot, Di bagian antara perpanjangan tulang jari
manis dan tulang jari kelingking

84
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Titik-Titik Taping Terapi SEFT

Gambar 2.3 Titik-Titik Tapping

85
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Tugas Praktikum:

Berpasangan dengan teman Anda dalam satu kelompok melakukan


role play dan tulislah di lembar kerja praktikum percakapannya dan
gambar titik tappingnya. Peran yang harus ada adalah perawat dan
pasien. Tampilkan role play di depan kelas. Kelompok lain
memberikan umpan balik.

86
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

KONSELING

Dalam konseling terdapat beberapa tahapan. Berikut adalah


tahapan dalam proses konseling :
a. Tahapan Awal
Tahap awal merupakan tahapan dimana hubungan baik antara
konselor dan klien perlu dibentuk. Terdapat dua langkah yang harus
diperhatikan dalam tahap awal ini yaitu saling menerima dan rasa
saling percaya. Kedua hal ini penting untuk memulai kerja sama
kedua pihak untuk menyelesaikan masalah. Klien menerima konselor
untuk mengetahui dan membantu masalahnya, dan konselor
menerima klien dengan terbuka untuk mendengarkan dan
memberikan bantuan.
b. Tahapan Inti
Tahapan inti terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
 Eksplorasi kondisi klien. Konselon berusaha memahami karakter
klien dan perilakunya. Konselor memberikan masukan untuk
perubahan perilaku klien jika maladaptif.
 Identifikasi masalah atau keluhan. Menanyakan data – data atau
latar belakang terkait masalah dan bagaimana awal mula
terjadinya dan juga faktor – faktor yang memperburuk.
 Pembentukan alternatif pemecahan masalah. Membentuk alternatif
pemecahan masalah sebagai keputusan yang akan diambil.
Menimbang apakah alternatif pemecahan masalah ini efektif dan
bisa dilakukan oleh klien.

87
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

 Implementasi. Klien mengerjakan dari alternatif pemecahan


masalah yang sudah ditimbang – timbang dan disepakati oleh
konselor juga.
c. Tahapan Akhir
Tahap akhir ini memberikan penilaian apakah proses konseling
tersebut sudah efektif.
 Analisis. Analisis merupakan tahap pengumpulan informasi
tentang klien. Hal ini dilakukan untuk lebih memahami klien
mulai dari karakter pribadinya, keluarganya, orang – orang di
sekitarnya, dan sumber lainnya sebagai data pendukung.
 Sintesis. Sintesi merupakan proses penyimpulan dari berbagai cara
yang didapatkan di tahap analisis dan menyimpulkan karakter
klien sebenarnya.
 Diagnosis. Diagnosis merupakan tahap untuk menentukan sebab-
akibat dari permasalahan klien dan membuat praduga penyebab
yang mungkin. Beberapa faktor yang mungkin menjadi penyebab
terjadinya masalah yaitu faktor kurangnya percaya diri, faktor
depresi, dan faktor miskomunikasi.

88
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Spiritual Counseling

Charlene E. Westgate mengemukakan ada empat dimensi


“spiritual wellness” ini yaitu (1) meaning of life, (2) intrinsic value,
(3) transcendence, (4) community of shared values and support.
Dengan kata lain mereka yang telah memiliki “spiritual wellness”
memiliki kemampuan untuk mewujudkan dirinya secara bermakna
dalam dimensi-dimensi hidup secara terpadu dan utuh. Konseling
dapat diartikan dengan proses pemberian bantuan yang dilakukan
melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada
individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang
bermuara atas teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien
(Prayitno, erman, 2004).
Spiritual adalah hubungan antara manusia dengan tuhannya
atau dapat disebut dengan jiwa religi seseorang. Jadi konseling
spiritual adalah konseling yang mengarahkan konseli kepada Tuhan
dengan asumsi dasar bahwa manusia adalah mahkluk ciptaan Tuhan.
Manusia mengalami putus hubungan dengan Tuhan akibat dosa.
Akibat lanjutan dari dosa adalah manusia mengalami luka batin yang
perlu disembuhkan melalui relasi konseling (Witoha, 2003 ;
Clinebell, 2006). Mulyani Rina (2013:16) Konseling spiritual adalah
proses pemberian bantuan kepada individu agar memiliki
kemampuan untuk mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk
beragama (homo religious), berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
agama (berakhlak mulia), dan mengatasi masalah-masalah kehidupan
melalui pemhaman, keyakinan, dan praktik-praktik ibadah ritual
agama yang dianutnya. Konseling spiritual terdapat intervensi Tuhan

89
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

dalam kehidupan manusia untuk menolongnya agar dapat mengatasi


masalah dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Tujuan
konseling spiritual adalah pengalaman dan pemantapan identitas
spiritual atau keyakinan kepada Tuhan.
Kegiatan bimbingan dan konseling merupakan jenis
keterampilan yang pada intinya mengajak, membimbing, dan
mengarahkan klien kembali kepada fitrah, maka siapa saja yang akan
mendalami profesi ini, dia harus memiliki keimanan, kemakrifatan,
dan ketauhidan yang berkualitas. Karena sudah sangat jelas, bahwa
profesi konseling adalah usaha sadar untuk memahami kondisi klien
baik secara jasmani maupun secara rohani yang kemudian
mengantarkan konseli untuk menemukan solusi.
Tujuan konseling spiritual:
Tujuan umum adalah memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan
klien untuk mengembangkan kesadaran beragama atau
spiritualitasnya dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya,
sehingga dapat mencapai kehidupan yang bermakna. Kesadaran
beragama atau spiritualitas klien yang baik diyakini akan
berpengaruh secara positif dan fungsional terhadap aspek-aspek
kehidupan pribadi
Lainnya.
Tujuan khusus
a. Pengalaman dan pemantapan identitas spiritual atau keyakinannya
kepada Tuhan.
b. Memperoleh bimbingan dan kekuatan dari Tuhan dalam mengatasi
masalah dan mengembangkan dirinya.

90
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

c. Memperoleh dukungan sosial dan emosional, sehingga memiliki


kekuatan untuk mengatasi masalah.
d. Menguji dan memperbaiki keyakinan dan praktik-praktik
spiritualnya yang tidak berfungsi dengan baik (disfungsional).
e. Menerima tanggung jawab dan memperbaiki kekeliruan sikap dan
perilakunya yang mementingkan diri sendiri.
f. Mengembangkan dirinya dalam kebenaran dan komitmen terhadap
keyakinan, nilai-nilai keyakinan atau spiritualitasnya.
g. Mengaktualisasikan nilai-nilai keyakinan atau spiritualitas
keagamaan dalam membangun kehidupan bersama yang sejahtera
Teknik intervensi konseling spiritual, antara lain:
a. Do’a konselor
b. Pemberian informasi tentang konsep-konsep spiritual
c. Merujuk kepada kitab suci
d. Pengungkapan diri spiritual
e. Doa bersama konselor dengan konseli
f. Dorongan untuk memaafkan
g. Pelibatan komunitas atau kelompok beragama

91
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

Psichology Counseling
Konselor membutuhkan adanya komunikasi secara verbal dan
non verbal secara jelas dan terperinci. Adapun penggunaan psikologi
komunikasi dalam konseling adalah sebagai berikut :
a. Kejujuran
Ketika komunikasi berjalan dengan baik maka konseling akan
dipenuhi dengan kejujuran. Konselor selaku komunikator yang tepat
dan mediator yang netral harus mampu menunjukkan kejujurannya,
sehingga kliennnya juga akan menunjukkan sisi jujur mereka
sepenuhnya dari hatinya.
b. Empati
Empati merupakan cara yang bisa digunakan dalam psikologi
komunikasi ketika melakukan konseling. Ketika seorang klien datang
untuk konseling, tentunya mereka bertujuan untuk menjelaskan
permasalahan mereka. Konselor memiliki peranan penting dan rasa
empati mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami
orang lain.
c. Merangkum
Psikologi komunikasi selanjutnya memiliki peranan untuk
merangkum ketika sedang melakukan konseling. Adanya
penyampaian yang berbeda akan mewujudkan hasil yang berbeda
juga. Sehingga dalam konseling yang merupakan salah satu aspek
dalam proses komunikasi konseling baik dalam memulai, sedang
dalam proses konseling, ataupun pada saat berakhinya konseling
tersebut.

92
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

d. Menghindari Persepsi
Ketika sedang melakukan konseling dengan klien, maka sudah pasti
akan ada banyak persepsi yang terdapat selama konseling. Padahal
sesungguhnya kejadiaanya tidak mesti seperti itu, maka komunikasi
yang baik seharusnya menghidari persepsi diantara keduanya agar
konseling tersebut bisa berlangsung dengan baik.
e. Pemecahan Masalah
Dengan menggunakan pemakaian komunikasi yang tepat akan
menemukan titik temu dalam menyelesaikan masalah yang sedang di
konsultasikan, karena komunikasi berjalan dengan baik.
f. Adanya Perasaan Sensitif / Peka
Apabila dalam sebuah konseling terdapat komunikasi yang baik,
maka masalah akan mudah untuk ditelaah. Adapun sikap sensitif ini
merupakan tindakan yang memberikan respon pada tindakan pihak
lain atau orang lain yang ada dalam bentuk mempertahankan hak
asasinya sendiri dalam konseling tersebut.
g. Menyimak
Menyimak merupakan salah satu psikologi komunikasi yang baik
ketika anda sedang berbicara dengan lawan bicara. Adapun kebiasaan
atau perilaku menyimak ini menjadi keterampilan yang sangat
diperlukan terutama mereka yang biasanya menjadi seornag konselor.
Dengan menyimak pembicaaraan mereka maka mereka akan merasa
dianggap dan didengarkan keluh kesahnya, untuk itu kebiasaan
memotong pembicaraan lawan bicara adalah hal yang tidak boleh
dilakukan ya sobat.

93
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

h. Asertif
Asertif ini merupakan tindakan dasar konselor dengan cara
memberikan respon terhadap tindakan orang lain seperti
mempertahankan hak azasi orang lain, dan komunikasi yang tepat
akan membimbing anda untuk bersikap asertif.
i. Keefektifan Pembicaraan
Keefektifan pembicaran akan bisa anda dapatkan jika memang
komunikasi antar pribadi konselor dan orang yang konseling dapat
terjalin dengan baik diantara keduanya. Pada umumnya keefektifan
ini akan dipengaruhi oleh faktor kejujuran, keterbukaan, dan juga
pemikiran positif.
j. Kontak Mata
Komunikasi bukan hanya berbicara mengenai suara namun kontak
mata secara langsung diantara konselor dan kliennya pun bisa
menyampaikan isi hati sebagai bentuk komunikasi. Kontak mata
dengan klien ini harus dilakukan dengan netral dan sewajarnya.
k. Membuka Diri
Psikologi komunikasi yang baik tentunya akan menghasilkan
komunikasi yang baik pula. Membuka diri akan menjadi cara utama
yang bisa anda lalukan untuk mewujudkan komunikasi antar pribadi
sehingga tidak ada penafsiran yang salah dalam konseling tersebut.
l. Duduk dengan Baik dan Sopan
Seorang konselor yang baik tentunya memiliki sikap yang baik dan
menghormati kliennya tentunya. Apabila anda sedang berbicara
dengan klien, maka sebaiknya anda membungkukkan badan kearah
kilen anda agar klien anda merasa bahwasanya anda benar – benar
serius mendengarkan apa yang dibicarakan atau disampaikan oleh

94
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

klien anda, sehinga klien anda merasa bahwa anda adalah orang yang
tepat sebagai konselornya.
m. Pastikan Posisi Anda Wajar
Posisi wajar dalam psikologi komunikasi maksudnya adalah pastikan
raut muka anda dalam posisi tenang dan santai. Karena pada
umumnya seorang klien sering kali merasa cemas atau tegang ketika
ingin bertemu dengan seorang konselor dan akhirnya enggan atau
takut untuk menceritakan apa yang sebenarnya mereka rasakan.

Daftar Pustaka
Agustian Ary Ginanjar. 2001. ESQ: Emotional, Spiritual quotient;
Arga; Jakarta.
H.Prayitno dan Amti Erman. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling ; PT Rineka Cipta; Jakarta.
Mulyani Rina. 2013. Pendekatan Konseling Spiritual Untuk
Mengatasi Masalah Bullying (Kekerasan) Siswa di SMAN 1
Depok Sleman Jogjakarta (Skripsi, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta)
Oxygendistro. 2011. Diakses dari laman
http://oxygendistro.blogspot.com/2011/05/makalah-
pendekatan-konseling-spritual.html

Tugas Praktikum:
Berpasangan dengan teman Anda dalam satu kelompok melakukan
role play dan tulislah di lembar kerja praktikum percakapannya.
Peran yang harus ada adalah perawat dan pasien. Tampilkan role play
di depan kelas. Kelompok lain memberikan umpan balik.

95
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

11.LEMBAR KERJA PRAKTIKUM

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

96
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

97
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

98
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

99
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

100
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

101
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

102
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

103
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

104
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

105
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

106
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

107
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

108
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

109
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

110
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

111
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

112
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

113
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………….
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

114
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
…………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

115
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
…………………………………………………………………….
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

116
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

117
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

118
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

119
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

120
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

121
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

122
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal

……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………
……………………………………………………………………

123

Anda mungkin juga menyukai