Kelompok 2

Efendi (2008) menjelaskan bahwa , “Anak-anak luar biasa didefinisikan sebagai anak-anak yang
berbeda dari anak-anak biasa dalam hal ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, kemampuan
komunikasi, tingkah laku sosial, ataupun ciri-ciri fisik".

Klasifikasi anak berkebutuhan khusus terdiri dari tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras dan autis.

Faktor Presipitasi terdiri dari faktor neurologi, genetik, teratogenik, dan faktor medis.

Koping ada 2 yaitu koping yang berfokus pada masalah (usaha mengatasi stres dengan cara
mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan
terjadinya tekanan) dan emotional focused coping (usaha untuk mengatasi stres dengan cara
mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan
ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan).

Faktor Predisposisi Anak Berkebutuhan Khusus

Penyebab anak berkebutuhan khusus terjadi dalam beberapa periode kehidupan anak, yaitu :

 Sebelum kelahiran misalnya gangguan genetika : kelainan kromosom, infeksi kehamilan,

infeksi saat
 Selama proses kelahiran misalnya proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan
oksigen
 Setelah kelahiran misalnya penyakit infeksi bakteri (TBC), virus, kekurangan zat makanan
(gizi, nutrisi)

Diagnosis keperawatan adalah defisit perawatan diri, gangguan tumbuh kembang berhubungan
dengan efek ketidakmampuan fisik, ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri,
kesiapan peningkatan koping keluarga

Implementasi yang dilakukan adalah adalah dengan melakukan penatalaksanaan untuk anak
dengan retardasi mental adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin sedini
mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, misalnya pendidikan dan pelatihan
kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin. Mengidentifikasi
kebutuhan keamanan anak berdasarkan fungsi fisik dan kognitif serta riwayat perilaku di masa
lalu

Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi peran orang tua dalam meminimalkan potensi cidera
pada anak, anak memiliki kemampuan menulis dan berhitung secara mandiri, evaluasi tumbuh
kembang anak, evaluasi status mental anak
Analisis jurnal yang diambil adalah Pengaruh Bermain Terapeutik Mewarnai Terhadap Motorik
Halus Anak Kebutuhan Khusus Autis Usia Sekolah Di Sekolah Luar Biasa Pelita Hati Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat motorik halus pada anak dengan kebutuhan
khusus. Problemnya adalah anak dengan kebutuhan khusus akan merasa sebagai orang asing di
lingkungannya sendiri, kadang dia merasa dirugikan dalam kelompok orang dan dia juga sering
tidak megerti bahasa tubuh dan petunjuk nonverbal. Peneliti memberikan intervensi pada
kelompok intervensi terapi main mewarnai kepada anak autisme usia sekolah di Sekolah Luar
Biasa Pelita Hati Jakarta. Peneliti melakukan pretest 1 kali selama 30 menit dengan mewarnai
gambar binatang laut. Dalam artikel ini penelitian dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penelitian yang dilakukan oleh Tatiana Siregar dan Novita Ayuni Kardiyanti yang
berjudul “Pengaruh Bermain Terapeutik Mewarnai Terhadap Motorik Halus Anak Kebutuhan
Khusus Autis Usia Sekolah Di Sekolah Luar Biasa Pelita Hati Jakarta”. Berdasarkan uji Paired
Sample T-test ada pengaruh bermain terapeutik mewarnai terhadap motorik halus pada
kelompok kontrol dan intervensi dengan p Value 0,005 dan 0,002 (p < 0.05; CI 95%). Penelitian
kedua dilakukan oleh Desta Sarasati Raharjo, dkk yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain
Menggunting Terhadap Peningkatan Motorik Halus Pada Anak Autisme Usia 11 – 15 Tahun di
Sekolah Luar Biasa Negeri Semarang”. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh terapi
bermain menggunting terhadap perkembangan motorik halus pada anak autis di Sekolah Luar
Biasa Negeri Semarang dengan p value 0,000. Untuk outcomenya adalah Ada pengaruh yang
bermakna antara pre test dan pos test bermain terapeutik mewarnai terhadap motorik halus pada
ABK autisme kelompok kontrol usia sekolah di Sekolah Luar Biasa Pelita Hati Jakarta