HIV/AIDS
Penulis:
Ns. Ani Syafriati, M.Kep
Ns. Lisda Maria, M.Kep.,Sp.Kep.Mat
BUKU AJAR KEPERAWATAN
HIV/AIDS
2021 I 00291
Penulis
Ns. Ani Syafriati, M.Kep
Ns. Lisda Maria, M.Kep.,Sp.Kep.Mat
Editor
Dr. Abdul Rahman H, M.T.,CHCP
ISBN: 978-623-6356-50-0
Desain Sampul
Lukas Liani, S.Psi
Layout
Asep Nugraha, S.Hum
PenyusunTIM
1
hubungan seksual tidak aman juga meningkat,
sehingga menularkan kepada pasangan
seksualnya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi
HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke
anak selama kehamilan, persalinan dan menyusui.
Hasil statistik kasus HIV/AIDS dilaporkan
oleh Ditjen Pengendalian Penyakit (PP) dan
Penyehatan Lingkungan (PL) Kementerian
Kesehatan (Kemenkes) RI tahun 2016, jumlah
kasus kumulatif HIV/AIDS di 34 provinsi Indonesi
adalah total pengidap HIV sebanyak 41.250 kasus,
total penderita AIDS sebanyak 7.491 kasus dengan
kasus kematian mencapai 806 kasus. Indonesia
merupakan salah satu negara di Asia Tenggara dan
pada tahun 2017 menduduki peringkat pertama
yang diestimasikan sebagai penyumbang ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS) terbanyak di Asia
Tenggara yaitu sebesar 630.000 jiwa yang
kemudian disusul oleh negara Thailand sebesar
440.000 jiwa (WHO, 2018). Jumlah kasus HIV yang
dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun
2017 mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah
kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai
dengan Desember 2017 sebanyak 280.623 jiwa.
Masalah HIV/AIDS di Indonesia adalah
salah satu masalah kesehatan nasional yang
memerlukan penanganan bersama yang cepat,
komprehensif dan holistik. Sejak 10 tahun terakhir,
jumlah kasus AIDS di Indonesia mengalami
lonjakan yang bermakna. Hal ini menuntut
perhatian semua pihak, terutama para tenaga
7
Retrovirus termasuk kedalam famili Retroviridae
dan memiliki ribonucleic acid (RNA) bergantung
deoxyribonucleic acid (DNA) polymerase
(transkriptase terbalik). HIV menginfeksi sel T
pembantu (T4 limfosit), makrofag, dan sel B. HIV
tidak secara langsung memengaruhi SSP atau
saraf perifer, astrosit, atau oligodendrosit. Infeksi
HIV pada SSP secara tidak langsung disebabkan
oleh neurotoksin yang diproduksi oleh makrofag
terinfeksi atau zat kimia yang dihasilkan oleh
disregulasi (ketidakteraturan) sitokin dan kemokin.
Sel T pembantu lebih mudah terinfeksi daripada
sel-sel lain. Deplesi sel T pembantu terjadi dalam
tahap berikut :
1) Setelah masuk ke pejamu, HIV melekat pada
membran sel target dengan cara melekat pada
molekul reseptornya, CD4.
2) Virus tidak terlapisi, dan RNA masuk ke sel.
3) Enzim yang diketahui transkriptase terbalik
dikeluarkan, dan RNA virus ditranskripsi ke
dalam DNA.
4) DNA yang baru terbentuk ini bergerak ke dalam
inti dan DNA sel.
5) Provirus dibuat ketika DNA virus
mengintegrasikan dirinya sendiri ke dalam DNA
seluler atau genom sel.
6) Setelah provirus pada tempatnya, materi
genetiknya bukan lagi murni DNA pejamu tetapi
sebagian DNA virus.
7) Sel dapat berfungsi abnormal.
9
tanpa memandang jumlah CD4 dan tanpa
memandang tahapan penyakit hati. melakukan
vaksinasi. Pada orang dengan koinfeksi HBV/HIV,
ART harus dimulai segera tanpa memandang
jumlah CD4 dan tanpa memandang tahapan
penyakit hati.
Herpes simpleks terdapat dua tipe virus,
yaitu HV-1 dan HSV-2 yang memiliki sifat hampir
sama. Infeksi virus herpes mampu menginfeksi sel
epitel mukosa atau sel limfosit. Kemudian
menjalar dari sel perifer menuju sel saraf dan
dapat bertahan selama bertahun-tahun sebelum
teraktivasi kembali. Lesi kulit yang kemerahan
berkembang menjadi macula yang mengeras dan
membentuk papula. Cairan pada lesi penuh
dengan virus yang infeksius. Pada ODHA, sel
imunitasnya tidak dapat menghambat infeksi
herpes sehingga herpes bersifat laten yang
mudah kambuh.
Diare Cryptosporidia disebabkan oleh infeksi
parasit Cryptosporidium yang efeknya lebih besar
pada pasien HIV. Gejalanya adalah diare terus
menerus yang sangat mengganggu dan juga
dapat menyebabkan kematian. Orang yang sangat
beririko terinfeksi oleh parasit ini adalah
homoseksual, orang yang dekat dengan orang
terinfeksi, penjaga hewan, dan anak kecil. Pada
orang sehat infeksinya akan sembuh dengan
sendirinya, tapi dapat bertahan lebih dari satu
bulan pada orang yang menderita imunitas
rendah.
2. Penatalaksanaan
a. Pengkajian
Untuk membantu klien meningkatkan
perilaku pemeliharaan kesehatan, perawat
seharusnya tidak membatasi pengkajian
terhadap status klinis klien saat ini. Sebagai
gantinya, fokus pada masalah-masalah
potensial klien yang mungkin dihadapi selama
sakit. Misalnya, jika klien tidak memiliki
asuransi kesehatan atau uang untuk membayar
kunjungan tindak lanjut, perawat seharusnya
berkonsultasi dengan pekerja sosial. Terdapat
sumber alternatif bagi jasa pelayanan
kesehatan, seperti program pendampingan
obat HIV/AIDS. Jika klien tinggal sendiri dan
tanpa seorang berniat membantu, klien
mungkin harus ditempatkan di dalam institusi
ketika sakit berkembang. Sebagai koordinator
asuhan, berikan informasi yang siap sedia
untuk mengidentifikasi masalah dan rencana ke 11
depan.
Sebelum melakukan pengajaran, evaluasi
tingkat pengetahuan klien mengenai infeksi
HIV. Beberapa klien mengetahui sedikit,
sementara yang lain mungkin berpengetahuan
luas. Jangan membuat asumsi, usahakan untuk
mengkaji secara nyata apakah klien tahu
c. Perawatan HIV/AIDS
Perawatan HIV dan AIDS menyeluruh
berkesinambungan adalah suatu konsep
perawatan yang menyeluruh membentuk suatu
jejaring kerja di antara semua sumber daya yang
ada dalam rangka memberikan pelayanan dan
perawatan holistik, menyeluruh dan dukungan
yang luas bagi ODHA dan keluarganya.
Perawatan menyeluruh tersebut meliputi pula
perawatan di rumah sakit dan di rumah selama
perjalanan penyakit. Sebelum diputuskan untuk
memberikan perawatan menyeluruh
berkesinambungan perlu dipertimbangkan
beberapa hal antara lain sumber daya yang
memadai yaitu dukungan dana, bahan dan alat,
sumber daya manusia, baik dari pihak
pemerintah maupun dari masyarakat serta
jalinan kerjasama yang baik di antara mereka.
Konsep mata rantai perawatan HIV dan AIDS
menyeluruh berkesinambungan di bangun atas
dasar pelayanan perawatan HIV dan AIDS
dalam kerja sama tim dan harus meliputi
beberapa aspek sebagai berikut:
Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary
Counseling and Testing/VCT) adalah titik awal
17
pelabelan negatif dan diskriminasi, dampak
psikologis akan dialami oleh ODHA. Beban
psikososial juga terjadi pada orang dengan HIV /
AIDS. Sebagian besar ODHA mendapatkan label
negatif dan diskriminasi dari lingkungan mereka.
Perlakuan negatif yang mereka terima seperti:
ditelantarkan oleh pasangan mereka, terisolasi dari
keluarga, kehilangan hak-hak mereka dalam
keluarga dan dikeluarkan dari lingkungan sosial. Ini
adalah efek psikologis pada orang-orang ini akan
membawa mereka ke kesedihan, marah dan
bahkan depresi. Pada akhirnya, orang-orang ini
akan menjadi antisosial dan akan menyebabkan
gangguan kesehatan mental karena kurangnya
interaksi sosial. Meski begitu, dengan hadirnya
stigma dan diskriminasi di antara orang dengan HIV
/ AIDS, beberapa di antaranya mampu bertahan
dan beradaptasi. Hidup dengan stigma dan
diskriminasi sosial telah membuat ODHA
menghadapi situasi tertentu sehingga mereka tidak
hanya perlu mengatasi status kesehatan mereka,
tetapi juga, mereka perlu mengembangkan
mekanisme koping untuk mengatasi tekanan
psikososial. Jika situasi yang dialami oleh ODHA
tidak memiliki dukungan atau solusi akan
menyebabkan masalah lain tidak hanya gangguan
kesehatan mental tetapi juga masalah sosial. Solusi
yang diusulkan diperlukan untuk mengatasi situasi
tersebut.
Masyarakat beranggapan bahwa ODHA
merupakan aib bagi keluarga penderita sehingga
25
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di
pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal
sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga
sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired
Infections” merupakan persoalan serius karena
dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak
langsung kematian pasien. Meskipun tak berakibat
kematian, pasien dirawat lebih lama sehingga
pasien harus membayar biaya rumah sakit yang
lebih banyak. HAIs adalah penyakit infeksi yang
pertama muncul (penyakit infeksi yang tidak berasal
dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48 jam
dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit
atau tempat pelayanan kesehatan lainnya, atau
dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari
rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang
didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah
pulang dan infeksi akibat kerja terhadap pekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
penunggu pasien merupakan kelompok yang
berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi
melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari
pasien ke pasien lain, dari pasien kepada
pengunjung atau keluarga maupun dari petugas
kepada pasien. Dengan demikian akan
menyebabkan peningkatan angka morbiditas,
mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan
peningkatan biaya rumah sakit. Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat
Penting untuk melindungi pasien, petugas juga
5. Penatalaksanaan
Rehabilitasi yang baik adalah rehabilitasi yang
menyediakan suatu pelayanan menyeluruh
berkelanjutan sehingga perubahan perilaku yang
diharapkan bagi para klien dapat diwujudkan
menjadi perilaku permanen. Sekalipun dalam arena
praksis belum dikenal istilah kesembuhan total 39
dalam konteks kecanduan narkoba. Memang
totalitas kesembuhan mungkin sulit diwujudkan,
namun dengan memproteksi pecandu pada insiden
penularan HIV dan AIDS berarti telah memberikan
peluang yang besar bagi pecandu untuk mengelola
kehidupannya menjadi lebih produktif. Beban ganda
pecandu yang sudah mengalami infeksi HIV dan
AIDS semakin mempersulit mereka untuk high
motivated dalam melakukan upaya perubahan
perilaku. Cukup banyak diantara mereka yang
mengalami frustrasi akibat serangan epidemic
ganda ini. Pengetahuan yang benar tentang insiden
BAB 2
Pencegahan primer, sekunder dan tersier
pada HIV AIDS dan penyalahgunaan NAPZA
B. Pencegahan sekunder
Infeksi HIV/AIDS menyebabkan menurunnya
sistem imun secara progresif sehingga muncul berbagai
infeksi oportunistik yang akhirnya dapat berakhir pada
kematian. Sementara itu, hingga saat ini belum
ditemukan obat maupun vaksin yang efektif. sehingga
pengobatan HIV/AIDS dapat dibagi dalam tiga kelompok
sebagai berikut :
1. Pengobatan suportif yaitu pengobatan untuk
meningkatkan keadaan umum penderita.
Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik,
obat simptomatik dan pemberian vitamin.
2. Pengobatan infeksi opurtunistik merupakan
pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit
infeksi dan kanker yang menyertai infeksi
HIV/AIDS. 28 Jenis-jenis mikroba yang
menimbulkan infeksi sekunder adalah protozoa
(Pneumocystis carinii, Toxoplasma, dan
Cryptotosporidium), jamur (Candidiasis), virus
(Herpes, cytomegalovirus/CMV, Papovirus) dan
bakteri (Mycobacterium TBC, Mycobacterium ovium
intra cellular, Streptococcus, dan lain-lain).
Penanganan terhadap infeksi opurtunistik ini
disesuaikan dengan jenis mikroorganisme
penyebabnya dan diberikan terus-menerus.
3. Pengobatan antiretroviral (ARV), ARV bekerja
langsung menghambat enzim reverse transcriptase
atau menghambat kinerja enzim protease.
C. Pencegahan tersier
Upaya penanggulangan AIDS sangat penting
mengingat masih banyaknya kasus HIV. Upaya yang
selama ini dilakukan masih berputar pada persoalan
pencegahan dan penanggulangan HIV yang dilakukan
secara medis terhadap kasus HIV dan AIDS yang terjadi
namun terdapat stigma dari masyarakat yang dapat
menghambat upaya mencegah dan menanggulangi
masalah HIV dan AIDS di Indonesia. ODHA sangat
perlu diberikan dukungan yaitu berupa dukungan
psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas
seperti sebelumnya dan semaksimal mungkin. Misalnya:
a. Memberikan waktu kepada ODHA untuk
membicarakan hal-hal tertentu dan
mengungkapkan perasaan tentang penyakitnya.
b. Meningkatkan kembali kepercayaan diri atau harga
dirinya dengan melihat keberhasilan hidupnya atau
mengenang masa lalu yang indah.
c. Mendengarkan dan menerima perasaan marah,
sedih, atau emosi dan reaksi lainnya.
d. Melibatkan dan mengajarkan pada keluarga untuk
mengambil hikmah, dapat mengendalikan diri dan
tidak menyalahkan diri atau orang lain.
BAB 3
Trend dan isu
51
lapas/rutan. Di Indonesia, sebagian besar program
untuk mengurangi penularan HIV dikalangan pengguna
napza suntik hanya berfokus pada perilaku menyuntik
yang tidak aman, namun ditemukan kasus bahwa
pengguna napza suntik tidak hanya mempunyai
pasangan tetap tetapi juga membeli seks, pasangan
seks pengguna napza suntik tidak selalu pengguna
napza suntik juga, pengguna napza suntik tidak selalu
terbuka tentang perilaku penggunaan Napza dengan
pasangan seksualnya dan pengguna napza suntik juga
menyuntik di kota lain bersama dengan pengguna
napza suntik lainnya. Kompleksitas jaringan seksual
pengguna napza suntik yang berpotensi menyeber ke
populasi umum dikenali dari beberapa bentuk hubungan
seksual yang tetap maupun sementara. Pasangan tetap
belum tentu pasangan atas dasar perkawinan tetapi
bisa juga pacar dan pasangan sementara tidak selalu
pasangan komersil tetapi juga hubungan seks dalam
periode yang lebih pendek serta bersifat tidak tetap.
BAB 4
Manajemen Kasus
2. Intervensi
Proses intervensi terhadap Orang Dengan HIV
meliputi kegiatan:
a. Bimbingan individu dan bimbingan kelompok
b. Bimbingan Sosial, yaitu berupa kegiatan rutin
setiap seminggu sekali yaitu morning meeting.
c. Penyiapan lingkungan sosial, yaitu para ODH
terlibat dalam kegiatan di lingkungan
masyarakat sekitar.
d. Bimbingan mental psikososial, yaitu
bimbingan agama dan mental psikologis oleh
konselor, pekerja sosial, psikolog, ustadz atau
pendeta
56 57
kesehatan hingga menjamin ketersediaan layanan
komprehensif dan berkesinambungan. Adapun yang
dimaksud dengan layanan komprehensif adalah layanan
yang mencakup semua kebutuhan ODHA. Sedang
layanan berkesinambungan adalah layanan yang
terhubung dari satu titik layanan ke titik layanan lain
dengan sistem rujukan yang efektif sepanjang hayat.
A. Definisi konseling
Komunikasi, menciptakan hubungan antara
tenaga kesehatan dengan pasien untuk mengenal
kebutuhan dan menentukan rencana tindakan.
Kemampuan komunikasi tidak terlepas dari tingkah
laku yang melibatkan aktifitas fisik, mental dan
dipengaruhi oleh latar belakang sosial,
pengalaman, usia, pendidikan dan tujuan.
Komunikasi merupakan bagian vital dalam
perawatan, terutama dalam pengelolaan sebuah
penyakit dan kondisi kesehatan tertentu (seperti
HIV dan AIDS) di mana klien memegang peranan
dalam mengelola kesehatan mereka. Komunikasi
yang efektif dan hubungan yang bagus dengan
klien merupakan hal penting dalam proses
dukungan dan perawatan ini. Jika komunikasi
antara klien dan manajer kasus berjalan cukup
efektif, hal ini akan mempengaruhi peningkatan
kualitas hidup klien maupun keluarganya. Konseling
merupakan proses membantu seseorang untuk
B. Konseling HIV/AIDS
Konseling HIV dan AIDS merupakan
komunikasi bersifat konfidensial antara klien dan
Manajer Kasus/konselor bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan menghadapi stress dan
mengambil keputusan berkaitan dengan HIV dan
AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko
personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan
perilaku, dan evaluasi penyesuaian diri ketika klien
menghadapi hasil tes positif. Konseling biasanya
dimulai dari tahap pencegahan HIV dan AIDS
73