Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Epidemiologi HIV/AIDS, Aspek – Aspek dan Perilaku Beresiko

Dosen Pembimbing
Hepta Nur Anugrahini, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :
Alief Nurdiana (P27820722150)

PROGRAM SARJANA TERAPAN AHLI JENJANG KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022

i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat-Nya
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS dan Covid-19, makalah ini berisi
tentang “Epidemiologi, Aspek – Aspek, Stigma dan Perilaku beresiko
HIV/AIDS”. Penyusun menyadari bahwa apa yang tertuang di dalam makalah
ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi penulisan, segi redaksional
maupun segi pengkajian dan pemilihan bahan literatur sebagai landasan teori.
Keadaan tersebut disebabkan adanya keterbatasan dalam diri penyusun
sendiri.

Penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari


berbagai pihak. Penyusun menguucapkan banyak terima kasih bagi para
dosen yang telah memberikan bantuan dan pengarahan dalam penyelesaian
makalah ini. Dan penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca.

Surabaya, 1 September 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Epidemiologi HIV/AIDS..............................................................................3
2.2 Aspek Psiko, sosio, Kultural dan Spiritual ..................................................5
2.3 Stigma pada ODHA .................................................................................... 8
2.4 Perilaku Beresiko (Seks Bebas dan Penyalahgunaan NAPZA) .................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................12
3.2 Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu virus yang mematikan dan banyak orang yang menderita
penyakit adalah HIV. HIV merupakan kepanjangan dari human
immunodeficiency virus yang mampu menyerang sistem kekebalan tubuh
pada manusia dan sel darah putih yang memiliki peran penting dalam
sistem imun pada tubuh. Jenis sel darah putih yang memiliki peran penting
untuk sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4.Apabila sel ini diserang oleh
HIV, maka memungkinkan berbagai jenis infeksi masuk ke dalam tubuh.
(Medicastore, 2021)

Penularan HIV terjadi melalui kontak dengan cairan tubuh


penderita, seperti darah, sperma, cairan vagina, cairan anus, serta ASI.
Perlu diketahui, HIV tidak menular melalui udara, air, keringat, air mata,
air liur, gigitan nyamuk, atau sentuhan fisik. HIV adalah penyakit seumur
hidup. Dengan kata lain, virus HIV akan menetap di dalam tubuh
penderita seumur hidupnya. Meski belum ada metode pengobatan untuk
mengatasi HIV, tetapi ada obat yang bisa memperlambat perkembangan
penyakit ini dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat


lebih dari 50.000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut,
kasus HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks
lelaki (LSL) atau homoseksual, pengguna NAPZA suntik (penasun), dan
pekerja seks. Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia
cenderung meningkat. Di tahun 2019, tercatat ada lebih dari 7.000
penderita AIDS dengan angka kematian mencapai lebih dari 600 orang.

Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di
Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di
Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS. (Pittara,
2021)

1
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana Eepidemiologi global dan lokal kecenderungan
HIV/AIDS ?
2) Apa saja aspek psiko, sosio, kultural, dan spiritual pada klien
HIV/AIDS ?
3) Bagaimana stigma pada ODHA ?
4) Perilaku beresiko apa saja pada kasus HIV/AIDS?
1.3 Tujuan penulisan
1) Mengetahui epidemiologi global dan lokal kecenderunagn
HIV/AIDS
2) Mengetahu aspek psiko, sosio,kultural, dan spiritual pada klien
HIV/AIDS
3) Mengetahui stigma pada ODHA
4) Mengetahui perilaku beresiko penularan HIV/AIDS

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Eepidemiologi global dan lokal kecenderungan HIV/AIDS

Virus HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang
selanjutnya melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit.
Obat atau metode penanganan HIV belum ditemukan. Namun, perkembangan
penyakit dapat diperlambat dengan menjalani pengobatan tertentu sehingga
penderitanya dapat menjalani hidup dengan normal. AIDS adalah tahap akhir
dari infeksi HIV, yaitu ketika kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah
tidak ada lagi. (Gracia, 2021)
HIV ditransmisikan melalui hubungan seksual, kontak dengan darah
terinfeksi, maupun transmisi vertikal dari ibu ke bayi. Oleh karena jalur
transmisinya tersebut, infeksi HIV dominan terjadi pada populasi kunci seperti
pengguna narkoba suntik, pekerja seks, pelanggan atau pasangan seks, laki-
laki seks dengan laki-laki, waria, dan warga binaan pemasyarakatan.
Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran
penyakit atau kejadian yang berhubungan dengan kesehatan beserta faktor
yang dapat memengaruhi kejadian tersebut dan cara
mengendalikannya. Infeksi HIV secara epidemiologi tersebar luas di seluruh
dunia dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di daerah Sub Sahara Afrika.
Berikut adalah epidemiologi global dan lokal kecenderungan HIV/AIDS :

a) Global
Data statistik global dari World Health Organization (WHO)
dan Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS)
menunjukkan, sampai akhir tahun 2020 terdapat 37,7 juta orang yang
hidup dengan HIV. Sebaran distribusi tertinggi ditemukan di Afrika
yaitu 67,4%, diikuti oleh Amerika (9,8%), Asia Tenggara (9,8%), Eropa
(6,9%), Pasifik Barat (5%), dan Mediterania Timur (1,1%).
Dari data global tersebut, 1,7 juta merupakan anak usia di
bawah 15 tahun dan 36 juta berusia di atas 15 tahun termasuk dewasa

3
(19,3 juta perempuan dan 16,7 juta laki-laki). Data pada akhir tahun
2020 tersebut menunjukkan 84% orang dengan HIV mengetahui status
mereka melalui skrining dan tes diagnostik, 73% orang dengan HIV
mendapatkan antiretrovirus (ARV), dan 66% orang dengan terapi
antiretroviral (ARV) telah memiliki viral load yang tersupresi.
Angka kasus baru infeksi HIV secara global di tahun 2020
sebanyak 1,5 juta, yaitu 150.000 anak berusia di bawah 15 tahun dan
1,3 juta berusia di atas 15 tahun termasuk dewasa (660.000 perempuan
dan 640.000 laki-laki). Angka kematian akibat infeksi HIV/AIDS
secara global di tahun 2020 sebesar 680.000.
Infeksi HIV dominan ditemukan pada populasi kunci, yaitu 23
% pada kelompok laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), 20% pada klien
pekerja seks atau partner seks, 11% pada pekerja seksual, 9% pada
pengguna narkoba suntik, dan 2% pada kelompok waria.

b) Indonesia
Data infeksi HIV di Indonesia per tahun 2020 menunjukkan
540.000 orang terinfeksi HIV. Dari data tersebut, 18.000 merupakan
anak usia <15 tahun dan 520.000 berusia >15 tahun termasuk dewasa
(190.000 perempuan dan 330.000 laki-laki).Persentase orang dengan
infeksi HIV di Indonesia yang telah mengetahui status infeksi mereka
(melalui skrining dan tes diagnostik) sebesar 66%, persentase orang
dengan infeksi HIV yang mendapatkan ARV sebesar 26%, sedangkan
persentase orang dengan terapi ARV yang memiliki viral
load tersupresi belum ada laporan data dari Indonesia.
Angka kasus baru infeksi HIV di Indonesia pada tahun 2020
sebesar 28.000 (angka insidensi per 1000 penduduk = 0,10). Distribusi
kasus baru tersebut berdasarkan usia dan jenis kelamin yaitu 3200 anak
berusia <15 tahun dan 24.000 berusia >15 tahun (9.500 perempuan dan
15.000 laki-laki). Dilaporkan pula angka kematian akibat infeksi
HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 24.000. Infeksi HIV
di Indonesia dominan ditemukan pada populasi kunci dengan prevalensi

4
17,9% pada kelompok LSL, 13,7% pada kelompok pengguna narkoba
suntik, 11,9% pada waria, 2,1% pada pekerja seks, dan 0,7% pada
tahanan penjara.

c) Mortalitas
Dibandingkan 1 dekade yang lalu (tahun 2010), mortalitas
global akibat HIV/AIDS ini telah mengalami penurunan sebesar 47%.
Hal ini dikarenakan adanya peningkatan terhadap akses obat ARV,
upaya preventif, diagnostik, dan perawatan. (Sari, 2022)

2.2 Aspek psiko, sosio, kultural, dan spiritual pada klien HIV/AIDS
a. Aspek psikologi
Respons adaptasi psikologi terhadap stresor menurut Potter & Perry
(2005) dalam Nursalam dkk (2014) menguraikan lima tahap reaksi
emosi seseorang terhadap stresor yakni, pengingkaran, marah, tawa
menawa, depresi, dan, menerima .

Tahapan psikologis Tindakan yang dibutuhkan


Tahapan pengingkaran - Mengidentifikasi terhadap
(denial) penyakit pasien.
- Mendorong pasien untuk
mengekspresikan perasaan takut
menghadapi kematian dan
mengeluarkan keluh kesahnya.
Tahap kemarahan (anger) - Memberikan kesempatan
mengekspresikan marahnya.
- Memahami kemarahan pasien.
Tahap tawar menawar - Mendorong pasien agar mau
(bergaining) mendiskusikan perasaan
kehilangan dan takut menghadapi
penyakit pasien.
- Mendorong pasien untuk
menggunakan kelebihan (positif)

5
yang ada pada dirinya.
Tahap depresi - Memberikan dukungan dan
perhatian
- Mendorong pasien untuk
melakukan aktivitas sehari – hari
sesuai kondisi.
- Membantu menghilangkan rasa
bersalah, bila perlu mendatangkan
pemuka agama.
Tahap menerima - Memotivasi pasien untuk mau
berdoa dan sembahyang.
- Memberikan bimbingan
keagamaan sesuai keyakinan
pasien.

b. Aspek sosial
Respons adaptif sosial individu yang menghadapi stressor tertentu
menurut Stewart (1997) dalam Nursalam dll (2014) dibedakan dalam 3
aspek antara lain :
1. Stigma sosial memperparah depresi dan pandangan negatif
tentang harga diri individu.
2. Diskriminasi terhadap orang yang terinfeksi HIV, misalnya
penolakan bekerja dan hidup serumah juga akan berpengaruh
terhadap kondisi kesehatan.
3. Terjadinya waktu yang lama terhadap respons psikologis mulai
penolakan, marah – marah, tawar – menawar, dan depresi
berakibat terhadap keterlambatan upaya pencegahan dan
pengobatan. Adanya dukungan sosial yang baik dari keluarga,
teman, maupun tenaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas
hidup ODHA.

Jenis dukungan sosial

6
a) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati,
kepeduliain, dan perhatian terhadap orang yang
bersangkutan.
b) Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan
hormat/penghargaan positif untuk orang tersebut.
c) Dukungan instrumental, mencakup bantuan langsung,
misalnya memberi pinjaman uang kepada orang yang
membutuhkan dll.
d) Dukungan informatif, mencakup pemberian nasihat,
saran, pengetahuan dan informasi serta petunjuk.

c. Aspek kultural
Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh
tindakan diskriminasi dari masyarakat umum terhadap penderita
HIV/AIDS, serta pengabaian nilai – nilai dari kebudayaan itu sendiri.
Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama
tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan
beberapa budaya tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi
perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi nampak,
buadaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam keshidupan
masyarakat. Seperti budaya di salah satu daerah di provinsi Jawa
Barat, kebanyakan orangtua menganggap bila memiliki anak
perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak
perempuan menjadi Pekerja Seks Komersial )PSK) di luar negeri akan
meningkatkan penghasilan keluarga. Dan bagi keluarga yang anak
wanitanya menjadi PSK, sebagian warga wilayah Pantura tersebut bisa
menjadi orang kaya di kampungnya. Hal tersebut merupakan
permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan budaya adat seperti
ini seharusnya dihapuskan.

7
d. Aspek spiritual
Respons adaptif spiritual dikembangkan dari konsep konsep
Ronaldson (2000) dalam Nursalam dkk (2014). Respon spiritual,
meliputi :
1) Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap
kesembuhan.
Harapan merupakan salah satu unsur yang penting dalam
dukungan sosial. Orang bijak mengatakan “hidup tanpa
harapan, akan membuat orang putus asa dan bunuh diri”.
Perawat harus meyakinkan kepada pasien bahwa sekecil
apapun kesembuhan, misalnya akan memberikan ketenangan
dan keyakinan pasien untuk berobat.
2) Ketabahan hati
Karateristik seseorang didasarkan pada keteguhan dan
ketabahan hati dalam menghadapi cobaan. Individu yang
mempunyai kepribadian yang kuat, akan tabah dalam
menghadapi setiap cobaan. Individu tersebut biasanya
mempunyai keteguhan hati dalam menentukan kehidupannya.
Ketabahan hati sangat dianjurkan kepada PHIV. Perawat dapat
menguatkan diri pasien dengan memberi contoh nyata atau
mengutip kitab suci atau pendapat orang bijak.
3) Pandai mengambil hikmah
Peran perawat dalam hal ini adalah mengingatkan dan
mengajarkan kepada pasien untuk selalu berfikiran positif
terhadap semua cobaan yang dialaminya. Dibalik semua
cobaan yang dialami pasien, pasti ada maksud dari Sang
Pencipta. Pasien harus melakukan ibadah secara terus menerus.
Sehingga pasien diharapkan memperoleh suatu ketenangan
selama sakit. (ANV, 2019)

2.3 Stigma pada ODHA

8
Stigma pada ODHA adalah sebuah penilaian negatif yang diberikan oleh
masyarakat karena dianggap bahwa penyakit HIV-AIDS yang diderita sebagai
akibat perilaku yang merugikan diri sendiri dan berbeda dengan penyakit
akibat virus lain. Ditambah lagi kondisi ini diperparah karena hampir
sebagaian kasus penularan HIV pada ODHA disebabkan karena aktivitas
seksual yang berganti-ganti pasangan. Stigma pada ODHA melekat kuat
karena masyarakat masih memegang teguh nilai – nilai moral, agama dan
budaya atau adat istiadat bangsa timur (Indonesia) di mana masyarakatnya
belum/tidak membenarkan adanya hubungan diluar nikah dan seks dengan
berganti – ganti pasangan, sehingga jika virus ini menginfeksi seseorang maka
dianggap sebagai sebuah balasan akibat perilakunya yang merugikan diri
sendiri.
Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap ODHA sebagai sosok yang
menakutkan. Maka dari itu mencibir, menjauhi serta menyingkirkan ODHA
adalah sebuah hal yang biasa karena menjadi sumber penularan bagi anggota
kelompok masyarakat lainnya. Stigma dari lingkungan sosial dapat
menghambat proses pencegahan dan pengobatan. Penderita akan cemas
terhadap diskriminasi dan sehingga tidak mau melakukan tes. ODHA dapat
juga menerima perlakuan yang tidak semestinya, sehingg menolak untuk
membuka status mereka terhadap pasangan atau mengubah perilaku mereka
untuk menghindari reaksi negatif. Mereka jadi tidak mencari pengobatan dan
dukungan, juga tidak berpartisipasi untuk mengurangi penyebaran. Reaksi ini
dapat menghambat usaha untuk mengintervensi HIV & AIDS.
Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap ODHA
adalah meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS di masyarakat,
khususnyna di kalangan petugas kesehatan, dan terutama pelatihan tentang
perawatan. Pemahaman tentang HIV&AIDS pada gilirannya akan disusul
dengan perubahan sikap dan cara pandang masyarakat terhadap dan ODHA,
sehingga akhirnya dapat mengurangi tindakan diskriminasi terhadap ODHA.
Semakin banyak masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS
maka AIDS akan bisadihentikan melalui penghapusan stigma dan

9
menghentikan diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri.
(Harmasdiyani, 2021)

2.4 Perilaku beresiko


a. Seks bebas
Salah satu cara penularan virus ini adalah melalui hubungan
seksual baik melalui vagina maupun anal. Tidak hanya itu, virus ini juga
disebut bisa menular melalui seks oral (melalui mulut), tapi risikonya
cenderung kecil bahkan langka. HIV menular melalui seks oral biasanya
karena terdapat luka terbuka di mulut seperti gusi berdarah atau
sariawan. Risiko penularan HIV juga menjadi lebih tinggi karena
beberapa faktor, mulai dari melakukan hubungan intim tanpa
mengenakan pengaman atau kondom, hubungan intim dengan orang yang
sudah terinfeksi HIV sebelumnya, atau melakukan aktivitas seksual
dengan orang yang memiliki riwayat penyakit menular seksual lainnya.
Selain itu, HIV juga bisa menular akibat berbagi jarum suntikan dan
melalui transfusi darah. Satu hal yang perlu diketahui, HIV tidak akan
menular melalui kontak kulit seperti berjabat tangan atau berpelukan.
Selain itu, penularan virus ini juga umumnya tidak terjadi melalui air liur.
Risiko penularan virus bisa terjadi jika ada luka, misalnya sariawan, gusi
berdarah, atau terdapat luka terbuka di mulut. Untuk mencegah penularan
virus, pastikan untuk selalu melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga
kemungkinan penyakit menular seksual bisa cepat dideteksi. (Handayani,
2020)

b. Penyalahgunaan NAPZA
Konsumsi obat-obatan terlarang lebih berperan penting dalam
penularan HIV daripada penggunaan obat melalui suntikan. Alasannya,
seseorang yang berada di bawah pengaruh obat tertentu lebih cenderung
melakukan perilaku berisiko, seperti melakukan seks tanpa kondom

10
dengan orang yang terinfeksi dan berbagi obat atau alat suntik dengan
orang yang memiliki HIV.
Faktanya, darah yang terinfeksi HIV juga dapat masuk ke larutan obat
dengan berbagai cara. Di antaranya:

 Menggunakan alat suntik yang terkontaminasi darah untuk


menyiapkan obat
 Menggunakan kembali air untuk melarutkan obat
 Menggunakan kembali tutup botol, sendok, atau wadah lainnya
untuk melarutkan obat dalam air dan untuk memanaskan larutan obat
 Menggunakan kembali sebagian kecil kapas atau filter rokok untuk
menyaring partikel yang dapat menyumbat jarum
Bandar narkoba dapat mengemas kembali alat suntik bekas dan
menjualnya sebagai alat suntik yang steril. Untuk alasan ini, orang yang
perlu menyuntikkan obat harus mendapatkan alat suntik dari sumber
terpercaya, seperti apotek atau program resmi pertukaran jarum. Penting
diketahui bahwa berbagi jarum atau alat suntik untuk keperluan apapun,
seperti skin popping atau menyuntikkan steroid, hormon atau silikon,
dapat berisiko terhadap HIV dan infeksi yang ditularkan melalui darah.
Selain itu, penyalahgunaan dan kecanduan obat juga dapat memperburuk
gejala HIV, seperti menyebabkan cedera saraf dan kerusakan kognitif.
Selain itu, mengonsumsi alkohol atau obat-obatan lain dapat
mempengaruhi sistem imun dan mempercepat perkembangan penyakit.
Perawatan untuk penyalahgunaan obat dapat efektif untuk mencegah
penyebaran penyakit, akibat kaitan kuat antara penyalahgunaan obat dan
penyebaran HIV. Perawatan untuk penyalahgunaan obat meliputi
pengurangan risiko HIV, seperti menghentikan atau mengurangi
penggunaan obat dan perilaku yang berisiko. (Samiadi, 2021)

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Infeksi HIV adalah infeksi oleh human immunodeficiency
virus (HIV) yang menyebabkan defek respon imun pada
penderitanya. Defek respon imun yang terus berlanjut dapat
menyebabkan progresi infeksi HIV memburuk menjadi Acquired
Immune Deficiency Syndrome.
HIV ditransmisikan melalui hubungan seksual, kontak dengan
darah terinfeksi, maupun transmisi vertikal dari ibu ke bayi. Oleh
karena jalur transmisinya tersebut, infeksi HIV dominan terjadi pada
populasi kunci seperti pengguna narkoba suntik, pekerja seks,
pelanggan atau pasangan seks, laki-laki seks dengan laki-laki, waria,
dan warga binaan pemasyarakatan.
Saat ini stigma yang berkembang di masyarakat tentang ODHA
adalah bahwa penyakit yang mereka derita adalah akibat dari perilaku
yang merugikan dirinya sendiri. Berbeda dengan penyakit yang
diakibatkan oleh virus lain, ODHA cenderung dicibir, dijauhi dan
disingkirkan dari lingkungan masyarakat.
Satu upaya dalam menanggulangi adanya diskriminasi terhadap
ODHA adalah meningkatkan pemahaman tentang HIV & AIDS di
masyarakat, khususnyna di kalangan petugas kesehatan, dan terutama
pelatihan tentang perawatan.

3.2 Saran

12
Diharapkan seluruh elemen masyarakat dapat mengurangi dan
menghilangkan stigma negatif pada ODHA bahwa penyakit mereka
berbeda dari penyakit yang diakibatkan virus lain. Agar semua
elemen masyarakat dapat turut mensukseskan pencegahan dan
pengobatan HIV – AIDS di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

ANV, P. (2019). ASPEK PSIKO SOSIO DAN KULTURAL HIV/AIDS. Diambil


kembali dari Academia:
https://www.academia.edu/es/39352939/ASPEK_PSIKO_SOSIO_DAN_
KULTURAL_HIV_AIDS

Gracia, V. (2021, Desember). Penyakit HIV. Diambil kembali dari Klikdokter:


https://www.klikdokter.com/penyakit/penyakit-menular-seksual/hiv

Handayani, V. V. (2020, Oktober). Pergaulan Seks Bebas Bisa Tularkan HIV, Ini
Penjelasannya. Diambil kembali dari Halodoc:
https://www.halodoc.com/artikel/pergaulan-seks-bebas-bisa-tularkan-hiv-
ini-penjelasannya

Harmasdiyani, R. (2021, Juni). Stigma PAda ODHA. Diambil kembali dari


Academia: https://www.academia.edu/8430926/STIGMA_PADA_ODHA

Medicastore. (2021, Desember). HIV Merupakan Kepanjangan Dari Human


Immunodeficiency Virus Termasuk Virus Berbahaya. Diambil kembali dari
medicastore.com: https://medicastore.com/berita/2793/hiv-merupakan-
kepanjangan-dari-human-immunodeficiency-virus-termasuk-virus-
berbahaya

Pittara. (2021, Oktober). HIV dan AIDS. Diambil kembali dari ALODOKTER:
https://www.alodokter.com/hiv-aids

13
Samiadi, L. A. (2021, Januari). Bagaimana Anda Bisa Terkena HIV dari
Narkotika dan Obat-obatan Terlarang. Diambil kembali dari Hello Sehat:
https://hellosehat.com/seks/hivaids/bagaimana-anda-bisa-terkena-hiv-dari-
narkotika-dan-obat-obatan-terlarang/

Sari, P. K. (2022, Juni). HIV. Diambil kembali dari Alomedika:


https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/hiv/epidemiologi

14

Anda mungkin juga menyukai