Anda di halaman 1dari 35

TUGAS MATA KULIAH HIV/AIDS

ASUHAN KEPERAWATAN KEPADA PASIEN DENGAN HIV/AIDS

KELOMPOK III

BEATRIX JANET TUMIWAN 201812003

EMERITA YULITA BORLAK 201812010

FELANI DIO FADRON 201812013

JUANDA SAPUTRA 201812017

JULIANI MARTALENA SARAGIH 201812018

PAULINA RESUBUN 201812031

SUTUJAH 201812038

VERONIKA SETIATMA 201812044

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN SINT CAROLUS


PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN
JAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency
Virus (HIV) yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh (Lewis dkk, 2014).
AIDS adalah sindrom imunodefisiensi yang didapat diartikan sebagai bentuk paling
berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan dengan infeksi HIV
(swearingen,2016). Berdasarkan sumber dari WHO, populasi penduduk dunia yang
menderita HIV pada tahun 2017 sebanyak 36,9 million yaitu 35.1 million pada usia >
15 tahun dan 1.8 million pada usia < 15 tahun dan yang menerima pengobatan
antiretroviral baru sebanyak 21,7 million (WHO, 2018).
Jumlah penderita HIV di Indonesia dilaporkan sebanyak 14.640 orang dan
AIDS 4.725orang dengan presentase tertinggi pada usia 25-49 tahun (69,2%), diikuti
kelompok usia 20-24 tahun (16,7%) dan kelompok usia > 50 tahun (7,6%).
Perbandingan jenis kelamin laki – laki dan perempuan adalah 2 : 1 , sedangkan
presentase faktor resiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada
heteroseksual (71%), homoseksual (21%), dan penggunaan alat suntik tidak steril (2%)
(Kemenkes, 2017).
Tinggi jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia membuat Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia bekerja sama dengan WHO untuk melaksanakan kajian
nasional respon bidang kesehatan terhadap HIV/AIDS. Kajian ini memusatkan
perhatian pada implementasi melalui berbagai metode, dengan cara perluasan layanan
pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV secara efektif. Pada tahun 2020
penderita HIV/AIDS mengetahui status HIV untuk menjalani pengobatan dan pada
tahun 2030 pemerintah Indonesia mengeliminasi penularan HIV/AIDS (Kemenkes,
2017).
Program tersebut dapat dilaksanakan dengan tenaga medis, salahsatunya
perawat yang memiliki peran besar dalam memberikan asuhan keperawatan di Rumah
Sakit. Perawat harus berfokus pada penderita HIV/AIDS dengan lebih meningkatkan
caring, menjaga aspek psikologis agar penderita lebih percaya diri dan menghormati
nilai – nilai dari penderita HIV/AIDS (Yulia, 2018).

2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami tentang penyakit HIV/AIDS
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, etiologi, tanda dan gejala,
patofisiologi, dan penatalaksanaan penyakit HIV/AIDS
b. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit HIV/AIDS

C. Manfaat Penulisan
Manfaat dalam penulisan makalah adalah untuk menambah pengetahuan,
pemahaman sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
HIV/AIDS dan dapat mengaplikasikannya dalam pekerjaan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI

Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah
satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih
tersebut termasuk limfosit yang disebut T. Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga
“sel CD – 4”
AIDS dalah penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh (Lewis, Dirksen,
heitkemper&bucher, 2014). AIDS adalah sindrom imunodefisiensi yang didapat
diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus menerus yang berkaitan
dengan infeksi HIV (swearingen,2016). Seorang dewasa dianggap menderita AIDS bila
menunjukkan tes HIV positif dengan strategi pemeriksaan yang sesuai dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor yang berkaitan dan 1 gejala minor, dan gejala-
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV,
atau ditemukan Sarkoma Kapossi atau pneumonia yang mengancam jiwa yang berulang
(Swearingen, 2016).

B. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi
nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan dengan
HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV (Swearingen, 2016).
AIDS disebabkan oleh HIV. Terdapat 2 jenis HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Keduanya menyebabkan HIV tetapi pada infeksi HIV-1, AIDS timbul lebih cepat. HIV
berkembang biak di sel limfosit yang disebut T helper/CD4+ (Lewis.Dirksen,
Heitkemper&Bucher, 2014).

4
C. PATOFISIOLOGI
HIV masuk tubuh,virus menuju kelenjar limfe dan berada dalam sel dendritik
selama beberapa hari. Kemudian terjadi sindrom retroviral akut, semacam flu disertai
viremia berat dengan keterlibatan berbagai kelenjar limfe. Pada tubuh timbul respon
imun humoral maupun selular. Serokonversi (perubahan antibodi negatif menjadi
positif) terjadi 1-3 bulan setelah infeksi, kemudian pasien akan memasuki masa tanpa
gejala.
HIV menginfeksi sel T helper (limfosit T4), makrofag, sel B dan sel tertentu di
otak dan sistem saraf pusat. Sel T helper terinfeksi lebih cepat dari pada sel yang lain.
Penurunan sel T helper ini terjadi dalam beberapa tahap:
1. Saat berada dalam host, HIV menempel pada membrane sel target pada molekul
reseptornya, CD4+.
2. Selubung virus terbuka dan RNA virus masuk ke dalam sel.
3. Enzim yang diketahui sebagai reverse transcriptase dilepaskan; RNA virus
berubah menjadi DNA
4. DNA baru ini masuk ke nucleus dan DNA sel
5. Provirus diciptakan ketika DNA virus mengintegrasi dirinya kedalam DNA sel atau
genom sel.
6. Saat provirus sudah ada didalam sel, material genetiknya sudah tidak lagi murni
dari sel, tetapi sudah menjadi bagian dari virus.
7. Sel berfungsi abnormal.
8. Sel host mati, dan pembentukan virus berlanjut; virus-virus baru menginfeksi sel-
sel yang lain.

Sel target dari HIV adalah sel T4 helper. Virus HIV tertarik pada molekul CD4+
yang berada di membrane sel T4 helper yang berfungsi sebagai reseptor HIV di sel T4
helper. Meskipun CD4+ juga ada pada sel lain seperti sel makrofag, monosit dan sel
glia, biasanya para peneliti merujuk pada T4 helper sebagai sel CD4+.

Sel CD4+ helper berfungsi sebagai sel regulator pada sistem imun tubuh. Sel ini
berinteraksi, mengatur dan mengarahkan sistem imun yang lain seperti monosit,
makrofag, sel T sitotoksik dan sel B. Oleh karena itu penurunan jumlah sel T helper
akan menimbulkan kekacauan yang besar pada sistem imun tubuh. Dengan kehilangan
sel regulator sistem imun yang signifikan, orang terinfeksi HIV tidak hanya rentan

5
terhadap infeksi yang akan datang, tetapi organisme pathogen yang pernah
menyebabkan sakit pada orang tersebut bisa menjadi aktif dan menginfeksi kembali.

Jumlah sel T4/ CD4+ antara 500-1600/mm3. Jumlah ini akan terus menurun selama
hidup manusia.Jumlah sel T4 pada bayi dua kali lipat orang dewasa. Pada pasien
terinfeksi HIV penurunan CD4+ bisa mencapai 50-100/tahun.Sehingga tanpa
pengobatan, rata-rata masa dari infeksi HIV sampai masa AIDS adalah 8-10 tahun
dimana jumlah CD4+ akan mencapai dibawah 200/mm3. Jumlah sel kurang dari
200/mm3 dianggap sangat kurang dan berisiko tinggi terkena infeksi. Penyebab dari
menurunnya sistem imun adalah karena jumlah dari HIV yang terus meningkat sejak
orang tersebut terinfeksi. Replikasi HIV berlangsung sangat cepat dan diperkirakan
HIV memproduksi 10 juta virion setiap hari. Meskipun seseorang dengan HIV bisa
asimptomatik dan jumlah sel T4 helper masih dalam rentang normal, namun kerusakan
dari sistem imun yang nyata sedang terjadi.

6
7
D. TANDA DAN GEJALA

Gambaran klinis infeksi HIVdapat disebabkan HIVnya sendiri (sindrom retroviral akut,
demensia HIV), infeksi oportunistik, atau kanker yang terkait AIDS. Perjalanan
penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan klinis dan jumlah CD4+.
Pusat pencegahan dan pengendalian penyakit (Centers for Disease Control and
prevention/ CDC) mengklasifikasikan HIV pada orang dewasa berdasarkan temuan lab
dan klinis sebagai berikut (Swearingen, 2016: Lewis.Dirksen, Heitkemper&Bucher,
2014).
Kategori berdasarkan hasil lab:

Kategori 1: ≥ 500 sel CD4+

Kategori 2: 200-499 sel CD4+

Kategori 3: < 200 sel CD4+

Kategori berdasarkan temuan klinis:

Kategori A :

Satu atau lebih dari temuan klinis dibawah ini terjadi pada orang dewasa atau remaja
yang terdiagnosa terinfeksi HIV. Temuan klinis di kategori B dan C harus tidak ada.

1. Asimptomatik
2. Limfadenopati umum persisten
3. Infeksi HIV akut (primer) dengan penyakit yang menyertai atau riwayat infeksi
HIV
Kategori B :
Kondisi simptomatik terjadi pada orang dewasa atau remaja dengan infeksi HIV yang
tidak termasuk kondisi pada kategori C dan memenuhi paling sedikit satu dari criteria
berikut ini:
1. Kondisi yang berhubungan dengan infeksi HIV atau merupakan indikasi dari defek
pada sel imun.
2. Kondisi yang dianggap oleh dokter sebagai tanda klinis sebagai komplikasi dari
infeksi HIV
Contoh dari kondisi klinis pada kategori B yaitu:

8
a. Endokarditis bacterial, meningitis, pneumonia, sepsis.
b. Candidiasis, vulvovaginal; persisten selama lebih dari 1 bulan, atau respon
buruk terhadap terapi.
c. Candidiasis, orofaringeal (thrush)
d. Dysplasia cerviks parah; karsinoma
e. Demam (>38,5o celcius) atau diare lebih dari 1 bulan
f. Hairy leukoplakia, oral.
g. Herpes zoster, termasuk paling sedikit dua episode atau lebih dari satu
dermatom
h. Trombesitopenia purpura idiopatik
i. Listeriosis
j. Infeksi TBC paru
k. Nocardiosis
l. Pelvic Inflamatory disease
m. Neuropati perifer

Kategori C :
Kondisi yang tercantum pada daftar definisi AIDS dan mempengaruhi orang dewasa
atau remaja.
1. Kondisi pada kondisi klinis kategori C terkait erat dengan imunodefisiensi yang
parah, sering terjadi pada klien terinfeksi HIV dan menyebabkan morbiditas dan
mortilitas yang serius.
2. Berdasarkan sistem klasifikasi, klien terinfeksi HIV akan diklasifikasikan
berdasarkan
a. Nilai lab CD4+ terendah (tidak harus terbaru),
b. Kondisi klinis terparah yang pernah terdiagnosa tanpa melihat kondisi klinis
sekarang.
(Diadaptasi dari (1993). Revised clasification system for HIV infection for
adolescents and adults, November 15, 1993. U.S. Department of Health and
Human Services, Public Health Service, CDC)

Menurut Swearingen, 2016 tanda dan gejala dibagi menjadi:


Gejala mayor:
1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

9
2. Diare kronik yang berkepanjangan lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologi
5. Demensia/ensepalopati HIV

Gejala minor:

1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan


2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Herpes zoster berulang
4. Kandidiasis orofaring
5. Herpes simplek kronis progresif
6. Limfadenopati generalisata
7. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

E. CARA PENULARAN

1. Perilaku seksual berganti-ganti pasangan berpeluang terinfeksi HIV1%-1‰


2. Melalui cairan tubuh orang HIV.
- Transfusi darah yang mengandung HIV, resiko penularan 90-98%
- Tertusuk jarum yang mengandung HIV, resiko penularan 0,03 %
- Terpapar mukosa yang mengandung HIV, resiko penularan 0,0051%
3. Transmisi perinatal (selama hamil kehamilan melalui plasenta sekitar 15-40%,
selama proses kelahiran pervaginam sekitar 50%, dan setelah lahir melalui proses
menyusui sekitar 14 %)
4. Pengguna obat dengan jarum suntik
5. Transplantasi organ

10
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium (Smeltzer & Bare, 2002)

Pemeriksaan Hasil pada infeksi HIV

Tes antibodi HIV

ELISA Hasil tes yang positif dipastikan dengan


western blot

Western blot Positif

Indirect Immunofluorescence Assay Hasil tes yang positif dipastikan dengan


(IFA) western blot

Radio Immunoprecipitation Assay Positif, lebih spesifik dan sensitif daripada


(RIPA) Western blot

Pelacakan HIV

Antigen p24 Positif untuk protein virus yang bebas

Reaksi rantai polimerase (PCR) Deteksi RNA atau DNA virus HIV

Kultur sel mononuklear darah Positif kalau dua kali uji-kadar (assay) secara
perifer untuk HIV-1 berturut-turut mendeteksi enzim reverse
transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat.

Kultur sel kuantitatif Mengukur muatan virus dalam sel

Kultur plasma kuantitatif Mengukur muatan virus lewat virus bebas


yang infeksius dalam plasma

Mikroglobulin B2 Protein meningkat bersamaan dengan


berlanjutnya penyakit

Neopterin serum Kadar meningkat dengan berlanjutnya


penyakit

11
Status Imun

Sel-sel CD4+ Menurun

Rasio CD4/CD8 Menurun

Hitung sel darah putih Normal hingga menurun

Kadar imunoglobulin Meningkat

Tes fungsi sel CD4+ Sel-sel T4 mengalami penurunan kemampuan


untuk bereaksi terhadap antigen

Reaksi sensitifitas pada tes kulit Menurun hingga tidak terdapat

G. PENATALAKSANAAN
1. FARMAKOLOGI
a. HAART (Highly Active Antiretroviral Therapy)
Mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan HIV
b. Protease inhibitor (PIs)
Menginterupsi replikasi virus pada tahap hidup selanjutnya, mencegah sel dari
produksi virus baru
c. Fusion and Entry inhibitor
Menjaga HIV agar tdak masuk ke sel manusia
d. Reserve transcriptase inhibitor
Menghambat virus untuk mengkopi dirinya
e. Belum ada vaksin untuk HIV tetapi terdapat vaksin MV A-B yang bergantung
pada kemampuan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia,
merespon kekebalan tubuh secara efektif terhadap semua jenis virus
,mempelajari bagaimana bereaksi dari waktu ke waktu terhadap partikel virus
dan sel yang sudah terinfeksi. “ vaksin ini telah menjadi lebih kuat seperti vaksin
lainnya yang saat ini sedang dipelajari oleh para ilmuwan” ujar Profesor
Mariaono Esteban dari Spanish Superior Scientific Research Council (CSIC) di
Madrid, seperti dikutip dari Daylymail, jum’at (30/9/2011).

12
2. NON FARMAKOLOGI
Pengobatan suportif
Tujuan pengobatan ini ialah untuk meningkatkan keadaan umum pasien.
Pengobatan ini terdiri atas pemberian gizi yang sesuai , obat sistemik, serta vitamin.
Disamping itu perlu diupayakan dukungan psikososial agar pasien dapat
melakukan aktivitas seperti semula.

H. KOMPLIKASI
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.

13
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut

I. DISCHARGED PLANNING
Peran perawat dalam pemberian ARV adalah edukasi mengenai
1. Tujuan terapi ARV:
a. Menghentikan replikasi HIV
b. Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opurtunistik
c. Memperbaiki kualitas hidup
d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
2. Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV – AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau nutrisi tambahan
bertujuan untuk beban HIV – AIDS tidak bertambah akibat defisiensi vitamin dan
mineral

14
J. PENGKAJIAN
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktifitas biasanya,
progresi kelelahan/malaise.Perubahan pola tidur
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot. Respon fisiologis
terhadap aktifitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung, pernafasan
b. Sirkulasi
Gejala : Proses penyembuhan yang lambat (bila anemia); perdarahan
lama pada cidera (jarang terjadi)
Tanda : Takikardia, perubahan TD postural, menurunnya volume nadi
perifer, pucat atau sianosis; perpanjangan pengisian kapiler.
c. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan, mis:
dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan, gaya hidup
tertentu, dan distress spiritual.Mengkuatirkan penampilan: alopesia, lesi cacat,
dan menurunnya BB. Mengingkari diagnosa, merasa tidak berdaya, putus asa,
tidak berguna, rasa bersalah, kehilangan kontrol diri dan depresi.
Tanda : Mengingkari, cemas, depresi, takut dan menarik diri Prilaku
marah, postur tubuh mengelak, menangis dan kontak mata yang kurang.Gagal
menepati janji atau banyak janji untuk periksa dengan gejala yang sama
d. Eliminasi
Gejala : Diare yang intermiten, terus menerus, sering dengan atau tanpa
disertai kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.

15
Tanda : Feses encer dengan atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare
pekat yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna dan karakteristik urine

e. Makanan/Cairan
Gejala : Tidak nafsu makan, perubahan dalam kemampuan mengenali
makan, mual/muntah. Dispagia, nyeri retrosternal saat menelan, penurunan BB
yang cepat/ progresif
Tanda : Dapat menunjukkan adanya bising usus hiperaktif. Penurunan
BB: perawakan kurus, menurunnya lemak atau massa otot; turgor kulit buruk;
lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih dan perubahan warna; kesehatan
gigi dan gusi yang buruk, adanya gigi yang tanggal. Edema (umum, dependen)
f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala.Perubahan status mental, kehilangan
ketajaman atau kemampuan diri untuk mengatasi masalah, tidak mampu
mengingat dan konsentrasi menurun.Kerusakan sensasi atau indra posisi dan
getaran.Kelemahan otot, tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan.Kebas,
kesemutan pada ekstermitas (kaki tampak menunjukkan perubahan paling
awal).
Tanda : Perubahan status mental, dengan rentang antara kacau mental,
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kesadaran menurun, apatis,
retardasi psikomotor/respon melambat. Ide paranoid, ansietas yang
berkembang bebas, harapan yang tidak realitas. Timbul reflek tidak normal,
menurunnya kekuatan otot, dan gaya berjalan ataksia. Tremor pada motorik
kasar/halus, menurunnya motorik vokalis: hemiparesis, kejang. Hemorage
retina dan eksudat (renitis CNP)
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri umum/lokal, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit kepala
(keterlibatan SSP). Nyeri dada pleuritis.
Tanda : Pembengkakan pda sendi,nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan atau pincang. Gerak otot
melindungi bagian yang sakit
h. Pernafasan

16
Gejala : ISK sering, menetap. Nafas pendek yang progresif. Batuk (mulai
dari sedang sampai parah), produktif/non produktif sputum ( tanda awal dari
adanya PCP mungkin batuk spasmodic saat nafas dalam). Bendungan atau
sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernafasan. Perubahan pada bunyi
nafas/bunyi nafas adventisius. Sputum: kuning (pada pneumonia yang
menghasilkan sputum).
i. Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka yang lambat proses
penyembuhannya. Riwayat menjalani tranfusi darah yang sering atau berulang
(mis: hemofilia, operasi vaskuler mayor, insiden traumatis). Riwayat penyakit
defisiensi imun yakni kanker tahap lanjut. Riwayat atau berulangnya infeksi
dengan PHS. Demam berulang : suhu rendah, peningkatan suhu intermiten
atau memuncak : berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit : terpotong, ruam, mis: ekjema,
eksantem, psoriasis, perubahan warna, perubahan ukuran atau warna mola :
mudah terjadi memar yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Rektum, luka-luka
perianal atau abses. Timbulnya nodul-nodul, pelebaran jaringan linfe pada 2
area tubuh atau lebih (mis: leher, ketiak, paha). Menurunnya kekuatan umum,
tekanan otot, perubahan pada gaya berjalan.
j. Seksualitas
Gejala : Riwayat prilaku beresiko tinggi yakni mengadakan hubungan
seksual dengan pasangan yang positif HIV, pasangan seksual multiple,
aktifitas seksual yang tidak terlindung dan sek anal. Menurunnya libido, terlalu
sakit untuk melakukan hubungan sek. Penggunaan kondom yang tidak
konsisten. Menggunakan pil pencegah kehamilan (meningkatkan kerentanan
terhadap virus pada wanita yang diperkirakan dapat terpajan karena
peningkatan kekeringan atau fiabilitas vagina).
Tanda : Kehamilan atau resiko terhadap hamil.
Genitalia: manifestasi kulit (mis: herpes, kutil): rabas.
k. Interaksi sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, mis: kehilangan
kerabat atau orang terdekat, teman, pendukung. Rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan penolakan/ kehilangan

17
pendapatan. Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun pasangan seksual yang
meninggal karena AIDS. Mempertanyakan kemampuan untuk tetap mandiri,
tidak mampu membuat rencana.
Tanda : Perubahan pada interaksi keluarga/ orang terdekat. Aktifitas
yang tidak terorganisasi, perubahan penyusunan tujuan.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kekurangan volume cairan
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan
c. Pola nafas tidak efektif
d. Nyeri akut/ kronis
e. Kerusakan integritas kulit, aktual/resiko
f. Kelelahan
g. Perubahan proses fikir
h. Ansietas/ ketakutan
i. Isolasi sosial
j. Ketidakberdayaan
k. Kurang pengetahuan

18
19
L. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan: Kekurangan volume cairan b.d kehilangan yang berlebihan, demam, pemasukan kurang
(mual, anoreksia)
Kriteria Evaluasi: Klien menunjukkan hidrasi adekuat dibuktikan dengan:

a. Membran mukosa lembab


b. tanda vital stabil
c. nadi perifer dapat diraba
d. turgor kulit dan pengisian kapiler baik
e. haluaran urin adekuat secara individu

Tindakan/ intervensi Rasional

Mandiri

Mendapatkan riwayat pasien/ orang terdekat Membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan
sehubungan dengan lamanya/ intensitas demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air tidak kasat mata.
muntah atau pengeluaran urin yang
berlebihan

Pantau tanda-tanda vital, catat adanya Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
perubahan TD ortostatik hipovolemia dapat diketahui dari tekanan darah sistolik yang turun lebih dari 10 mmHg dari posisi
berbaring ke posisi duduk.

20
Catat peningkatan suhu dan durasi demam. Meningkatkan kebutuhan metabolisme dan diaforesis yang berlebihan yang dihubungkan dengan
Berikan kompres hangat sesuai indikasi. demam dalam meningkatkan IWL.
Pertahankan pakaian tetap kering.
Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan

Kaji turgor kulit, membran mukosa dan rasa Indikator tidak langsung dari status cairan
haus

Suhu, warna kulit atau kelembabannya. Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum yang terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi

Pantau masukan dan pengeluaran, catat Memberikan perkiraan akan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi
berat jenis urin yang diberikan.

Ukur berat badan setiap hari Memberikan hasill pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya
dalam membrikan cairan pengganti.

Pertahankan untuk memberikan cairan Mempertahankan hidrasi/ volume sirkulasi


paling sedikitnya 2500 ml/ hari dalam batas
yang bisa ditoleransi jantung jika
pemasukan cairan melalui oral sudah
diberikan

21
Catat hal-hal lain yang dilaporkan seperti Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yangb seringkali akan menimbulkan
mual, nyeri abdomen, muntah dan distensi muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
lambung.

Hindari makanan yang potensial Mungkin dapat mengurangi diare


menyebabkan diare, yakni makanan
berkadar lemak tinggi, pedas, kacang, kubis,
susu. Mengatur kecepatan/ konsentrasi
makanan yang diberikan perselang jika
dibutuhkan

Kolaborasi

Berikan terapi cairan sesuai indikasi melalui Mungkin diperlukan untuk mendukung atau memperbesar volume sirkulasi, terutama jika pemasukan
NGT atau IV oral tak adekuat, mual/muntah terus menerus.

Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti:

Hematokrit Mengkaji tingkat hidrasi, meningkat akibat hemokonsentrasi yang terjadi setelah diuresis osmotik

Peningkatan mencerminkan kerusakan sel karena dihidrasi atau tanda awitan kegagalan ginjal.

BUN/kreatinin

22
Natrium Penurunan mencerminkan perpindahan cairan dari intrasel (diuresis osmotik) Kadar natrium yang tinggi
mencerminkan kehilanghan cairan atau dehidrasi berat atau reabsorpsi natrium dalam berespon dalam
sekresi aldosteron.

Awalnya akan terjadi hiperkalemia dalam berespon pada asidosis, namun selanjutnya kalium ini akan
hilang melalui urin, kadar kalium absolut akan berkurang. Bila insulin diganti dan asidosis teratasi,
Kalium kekuranganm kalium serum justru akan terlihat.

Pertahankan selimut hipotermia jika Mungkin diperlukan jika tindakan lain gagal mengurangi demam yang berlebihan
digunakan

Berikan obat-obatan sesuai indikasi

Antiemetik Mengurangi insiden muntah untuk mengurangi kehilangan cairan/elektrolit lebih lanjut

Menurunkan jumlah dan keenceran feses; mungkin mengurangi kejang usus dan peristaltis. Antibiotik
mungkin digunakan untuk mengobati diare jika disebabkan oleh infeksi
Antidiare
Membantu mengurangi demam dan respon hipermetabolisme, menurunkan kehilangan IWL.

Antipiretik

23
Diagnosa Keperawatan : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan atau perubahan pada kemampuan
untuk mencerna; peningkatan laju metabolism/ kebutuhan nutrisi (demam/infeksi)

Kriteria Evaluasi:

a. mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan
b. mendemonstrasikan keseimbangan nitrogen positif, bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energi.

Tindakan/ Intervensi Rasional

Mandiri

Timbang berat badan setiap hari atau sesuai Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termsuk absorpsi dan utilisasinya)
dengan indikasi

Tentukan program diet dan pola makan Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik
pasien dan bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan pasien. Sediakan
makanan yang sedikit tapi sering,

24
Auskultasi bising usus Hipermotilitas saluran cerna terjadi dan dihubungkan dengan muntah dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihsn diet/ cara makan.

Berikan perawatan mulut yang terus Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa,
menerus. Awasi tindakan pencegahan dan halitosis. Mulut yang bersih akan meningkatkan nafsu makan
sekresi. Hindari obat kumur yang
mengandung alkohol

Batasi makanan yang menyebabkan Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi mulut mungkin akan menyebabkan pasien
mual/muntah mungkin kurang ditoleransi enggan makan. Tindakan ini mungkin akan berguna dalam meningkatkan pemasukan makanan.
klien karena luka pada mulut/ disfagia.
Hindari menghidangkan makanan yang
terlalu panas. Sajikan makanan yang mudah
ditelan

Identifikasi makanan yang disukai/ Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat
dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/ diupayakan setelah pulang.
kultural

Libatkan keluarga pasien pada perencanaan Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan
makan ini sesuai indikasi nutrisi pasien.

Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin Dapat meningkatkan nafsu makan dan perasaan sehat

25
Berikan fase istirahat sebelum makan. Mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.
Hindari prosedur yang melelahkan sebelum
makan

Jadwalkan obat-obatan diantara makan (jika Lambung yang penuh akan mengurangi nafsu makan dan pemasukan makanan
memungkinkan) dan batasi masukan cairan
dengan makanan, kecuali jika cairan
memiliki nilai gizi.

Kaji obat-obatan terhadap efek samping Profilaktik atau obat-obatan terapeutik mungkin memiliki efek samping nutrisi. Mis AZT (pengubah
nutrisi rasa, mual/muntah).

Dorong pasien untuk duduk pada waktu Mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi
makan

Catat pemasukan kalori Mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternatif metode pemberian makanan.

Kolaborasi

Tinjau ulang pemeriksaan lab, mis BUN, Mengindikasikan status nutrisi dan fungsin organ. Dan mengidentifikasi kebutuhan pengganti
glukosa, fungsi hepar, elektrolit, protein dan
albumin.

Pasang/ pertahankan selang NGT Mungkin diperlukan untuk mengurangi mual/ muntah atau untuk memberi makan perselang

Berikan obat-obatan sesuai petunjuk

26
Antiemetik Mengurangi insiden muntah, meningkatkan fungsi gaster

Suplemen vitamin Kekurangan vitamin terjadi akibat penurunan masukan makanan dan atau kegagalan mengunyah dan
absorpsi dalam sistem gastrointestinal

Diagnosa Keperawatan : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan, penurunan energy, penurunan ekspansi paru); menahan sekresi, proses inflamasi, nyeri; ketidakseimbangan perfusi
ventilasi)

Kriteria Evaluasi:

a. mempertahankan pola pernafasan efektif


b. tidak mengalami sesak nafas/ sianosis, dengan bunyi nafas dan sinar x bagian dada yang bersih dan GDA dalam batas normal.

Tindakan/ Intervensi Rasional

Mandiri

Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah paru Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi/ infeksi pernafasan, mis. Atelektasis/ pneumonia
yang mengalami penurunan/ kehilangan
ventilasi dan munculnya bunyi adventisius

Catat kecepatan/ kedalaman pernafasan, Takipneu, sianosis, tak dapat beristirahat dan peningkatan pernafasan menunjukkan kesulitan
sianosis, penggunaan otot aksesori/ pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan pengawasan/ intervensi medis

27
peningkatan kerja pernafasan dan
munculnya dispneu, ansietas

Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang
pasien untuk berbalik, batuk, menarik nafas ditimbulkan karena atelektasis
sesuai kebutuhan

Suction jalan nafas sesuai kebutuhan, Membantu membersihkan jalan nafas, sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan
gunaka teknik steril dan lakukan tindakan mencegah komplikasi pernafasan.
pencegahan, misalnya menggunakan
masker, pelindung mata.

Kaji perubahan tingkat kesadaran Hipoksemia dapat terjadi akibat adanya perubahan tingkat kesadaran mulai dari ansietas dan
kekacauan mental sampai kondisi tidak responsif

Selidiki keluhan tentang nyeri dada Nyeri dada pleuritis dapat menggambarkan adanya pneumonia nonspesifik atau efusi pleura
berkenaan dengan keganasan

Berikan periode istirahat yang cukup Menurunkan konsumsi oksigen


diantara waktu aktivitas keperawatan.
Pertahankan lingkungan yang tenang

Kolaborasi

28
Pantau/ buat kurva hasil pemeriksaan Menunjukkan status pernafasan, kebutuhan perawatan/ keefektifan pengobatan
GDA/oksimetri

Tinjau ulang sinar x dada Adanya infiltrasi meluas memungkinkan terjadinya pneumonia atau PCP, sementara daerah kongesti/
konsolidasi menunjukkan komplikasi pernafasan yang lain mis, atelektasis atau lesi KS

Instruksikan untuk menggunakan Mendorong teknik pernafasan yang tepat dan meningkatkan pengembangan paru. Melepaskan
spirometer insentif. Lakukan fisioterapi sekresi, mengeluarkan mukus yang menyumbat untuk meningkatkan bersihan jalan nafas. Pada
dada, mis. Perkusi, vibrasi dan postural waktu terjadi lesi kulit multipel, fisioterapi dada mungkin akan dihentikan
drainase

Berikan tambahan oksigen yang Mempertahankan ventilasi/oksigensi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis pernafasan
dilembabkan

Berikan obat-obatan sesuai indikasi

Antimikroba Pilihan terapi tergantung pada situasi individu/ infeksi organisme

Bronkodilator, ekspektoran, depresan Mungkin diperlukan untuk meningkatkan/ mempertahankan jalan nafas atau membantu
batuk membersihkan sekresi

Siapkan atau bantu pelaksanaan prosedur Mungkin diperlukan untuk membersihkan mukus penyumbat, mengambil spesimen untuk
seperti bronkoskopi pemeriksaan dalam menegakkan diagnosa (biopsi/lavase)

29
BAB III
SKENARIO ROLE PLAY

1. Tema : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS


Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien dengan HIV/AIDS dalam bentuk
pemeberian terapi farmakologi dan non farmakologi.

2. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan di ruangan rawat inap rumah sakit
(Laboratorium KMB STIK Sint Carolus).
Hari : Jumat 15 November 2019
Jam : 16.00 WIB
3. Pemain peran
a. Ny. Rita ( Pasien 1) : Felania Dio Fadron

b. Tn. Putra (suami paien) : Juanda Saputra

c. Perawat 1 : Paulina Resubun

d. Ibu Ny.Rita : Juliani Martalena Saragih

e. Nn. Agatha : Beatriks Janet Tumiwan

f. Perawat 2 : Veronika Setiatma

g. Ibu Nn. Agatha : Sutijah sebagai ibu

h. Perawat 3 : SR. Emerita Borlak


4. Setting Tempat

T4 T3

Me
T5 Ja T2
teng
ah

T6 T1

KM/WC

Keterangan:
Pasien 1 (ibu Rita) : tempat tidur 3
Pasien 2 (Nn. Agatha : tempat tidur 2

5. Skenario
Di suatu ruangan rawat inap, terbaring seorang pasien (Ny. Rita) dengan diagnosa medis
HIV/AIDS, diagnosa penyerta TB paru, tampak lemah, kesadaran compos mentis telah
dirawat selama 4 hari diruangan perawatan. Dengan keluhan, diare 1 bulan, batuk tidak
berdahak, tidak ada napsu makan, demam. Pasien didampngi oleh suaminya yang baru
menikah 2 bulan yang lalu. Pasien tampak kurus dan tidur sangat lelap hingga sulit
dibangunkan, membuat suaminya panik ketika membangunkan istrinya untuk makan,
Pak Putra sangat takut melihat istrinya tertidur lemas dan tampak sedikit pucat.
Sekitar pukul 11.30 WIB, suami pasien membunyikan bel yang ada di ruangan pasien.
Tidak berapa lama kemudian perawat menghampiri kamar pasien.

Perawat : selamat siang pak, bagaimana ada yang bisa suster bantu?
Pasien : (pasien tidur nyenyak).
Pak Putra : Suster..saya takut sekali melihat kondisi istri saya seperti itu. Apa yang
terjadi dengan istri saya suster?
Perawat : (perawat mengajak pak Putra menemui istrinya yang terbaring lemah)
Pak Putra : Sayang…Ini suster sudah datang…buka matanya sayang
(ibu Rita membuka matanya perlahan)
Perawat 1 : Apa yang ibu rasakan siang ini? Apakah ibu sudah makan siang?
Ibu Rita : (ibu Rita menggelengkan kepalanya)
Pak Putra : Ayo sayang..makan dong
Perawat 1 : Iya bu.. ayo dong makan ya….
Rita : ( dengan suara lirih berbicara)..Suster..badan saya tidak enak..mulut saya
banyak sariawan. saya tidak selera makan dan napas saya agak sesak.
Perawat 1. : Baik bu..boleh saya perbaiki posisi tidurnya? Supaya ibu lebih nyaman ya
Ibu Rita : (ibu Rita mengangguk tanda setuju. Kemudian perawat memberi pasien
posisi semi fowler)
Perawat. : Lebih nyaman begini ibu?
Ibu Rita. : iya suster
Perawat 1 : sekarang ibu boleh makan yang lunak-lunak dulu, seperti bubur atau jus
buah, ibu mau maka apa sekarang? Kok makananya masih utuh, belum di
makan ya bu, ayo makan bu. Nah sebentar lagi waktunya untuk minum obat.
Pak Putra : sayang ayo makannya di makan ya, mau papa suapin? Nanti tidak bisa
minum obatnya, katanya mau cepat pulang ke rumah, bukanya sudah rindu
dengan suasana rumah. Ayo makan ya sayang ( sambil tersenyum)
Perawat 1 : Iya bu makan ya biar minum obatnya ( sambil tersenyum perawat
menawarkan makanan yang sudah tersedia di meja pasien.
Rita : (memandang langit-langit kamar RS, tak lama kemudian air mata mengalir
dari sudut matanya kemudian menarik napas panjang)
Pak Putra : (pak Putra menggenggam tangan istrinya sambil berkata) Ada apa sayang.
ayo sayang..semangat.
(Tiba-tiba pintu kamar dibuka, ibu pasien melangkah masuk)
Ibu pasien : selamat siang semua, selamat siang suster. Ada apa dengan anak saya
suster?
Perawat : ibu Rita belum makan sejak tadi, sebentar lagi waktunya minum obat, Pak
Putra sangat khawatir dengan kondisi bu Rita yang belum juga makan.
Ibu Pasien :kamu belum makan Rita? Ayo makan sayang, nih ibu bawa jus buah
kesukaan kamu, yuk makan dulu baru nanti minum jus buahnya (sambil
mengeluarkan jus buah dan barang bawaan lain yang dibawa oleh ibu pasien)
Ibu Rita : (hanya diam sambil membalikan badanya ke dinding kamar)
Perawat : (berkata kepada pasien sambil memegang Pundak pasien) bu rita, itu ibunya
sudah datang, ayo dimakan ya makanannya, suster kembali dulu keruangan
jaga nanti 15 menit lagi suster kembali kesini ya!
Setelah perawat pergi, ibu dan suami pasien mencoba memberikan semangat kepada ibu
Rita. Ditempat tidur sebelah ibu Rita terbaring seorang pasien lain (ibu Agatha) yang dirawat
karena sakit panas, memanggil perawat dengan memencet bell karena cairan infusnya
hampir habis, perawat lain datang menghampiri pasien tersebut dan mengganti cairan
infusnya. 15 menit kemudian perawat 1 kembali ke kamar ibu Rita.
Perawat 1 : permisi…
Keluarga pasien (ibu dan suami pasien) : iya suster silahkan masuk
Perawat 1 : ibu Rita sudah selesai makan? minum obat ya bu!
Ibu Rita : suster…saya sudah tidak semangat lagi untuk hidup…saya tidak mau
minum obatnya, obatnya membuat saya mual dan pusing suster.
Pak Putra : Sayang..jangan bilang begitu dong. Kamu kenapa sih?
Perawat : loh kenapa bilang begitu bu, suster saja semangat dan senang sekali
melayani ibu disini, ibu tidak sendiri kok disini, ada suami dan ibunya, ada
perawat dokter yang selalu Bersama ibu, kami semua tidak akan pernah
meninggalkan ibu Rita sendiri, dan satu lagi ibu Rita masih punya Tuhan yang
tidak akan pernah Lelah dan bosan untuk menjaga ibu Rita. Jadi ibu harus
semangat ya.
Efek dari obat yang ibu minum memang membuat pusing dan mual, tetapi ibu
harus tetap minum obatnya, karena hanya ini yang dapat membuat ibu
kembali pulih dan dapat beraktifitas seperti semula, namun semua itu butuh
proses.
Ibu Paisen : iya sayang, jangan menyerah seperti itu, masih ada Tuhan, mama selalu
berdoa buat anak mama supaya kembali sehat dan ceria lagi. Ayo minum obat
ya nak
Ibu Rita : (tetap diam, tapi ibu Rita sudah membalikan tubuhnya ke arah keluarga dan
perawat)
Pak Putra : kalau kamu tidak mau minum obatnya, papa pulang saja kerumah
Ibu Rita : jangan sayang, aku mau kok minum obatnya.
Suster, kalau saya minum obatnya apakah saya bisa sembuh dan pulang
kerumah? (dengan sedikit tersenyum)
Ibu dan suami pasien sangat senang melihat senyuman ibu Rita.

Perawat : iya bu, begitu dong harus tersenyum, ibu Rita ini kalau tersenyum cantik
deh. (perawat merayu bu Rita), ibu Rita akan tetap sehat dengan terus
meminum obat-obatan ini ditambah dengan semangat dan kegembiraan yang
keluar dari diri ibu sendiri, ibu pasti akan sehat. Jangan lupa makan makanan
yang bergizi, sayur, buah dan susu. Ibu boleh makan makanan yang ibu sukai
asal tidak mengganggu lambung ibu Rita.
Ibu Rita : baik suster, terimakasih untuk perhatiannya.
Pak Putra : (sambil menggenggam tangan istrinya) Rita sayangku…Aku semangat
untuk menjaga dan mendampingi kamu disini, kamu juga harus semangat ya.
Ibu Rita : (terdiam sejenak mendengar perkataan suaminya dan menggenggam erat
tangan suaminya) akum au makan dan minum obatnya pah!
Ibu dan suami pasien serta perawat saling memandang dan tersenyum. Pak Putra menyuapi
istrinya beberapa sendok bubur yang semenjak tadi belum disentuh. Perawat dan ibu pasien
berbicara untuk terus memberikan support kepada ibu Rita dalam Doa dan dukungan moril.
Perawat : sudah selesai makannya ibu, ayo minum obat ya (perawat memberikan obat
kepada ibu Rita, ibu Rita mengambil lalu meminumnya).
Ibu pasien : nah begitu dong, sekarang masih mau minum jusnya?
Ibu Rita : (menggelengkan kepala) tidak bu, saya kenyang sekali nanti saja saya
minum jusnya.
Perawat : gimana perasaanya ibu sekarang, sudah lebih baik?
Ibu Rita : terimakasih suster, sudah lumanyan lega, tapi suster dan dokter jangan
bosan-bosan dengan saya ya?
Pak Putra : iya suster terimakasih banyak ya sudah sabar menunggu istri saya makan
dan minum obatnya.
Perawat : iya Pak Putra, sama-sama itu sudah tugas kami, kalua begitu saya pamit
dulu ya, ini sudah mau jam pergantian jaga, kita bertemu besok lagi ya, jika
ada keluhan boleh panggil suster lagi ya, semangat ya bu rita. Permisi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku saku diagnosa keperawatan. Jakarta: EGC
CDC (1993). Revised clasification system for HIV infection for adolescents and adults,
November 15, 1993. U.S. Department of Health and Human Services, Public Health
Service, CDC)
Doenges Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. (Edisi III). Jakarta: EGC.
Engram, Barbara. (1999). Rencana asuhan keperawatan medical-bedah. Vol 3.
(penerjemah: Suharyati Samba) Jakarta: EGC
Djauzi, Samsurizal. (2001). Ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI:
Jakarta
Kemenkes. (2017). Retrieved from www.kemenppa.go.id.

Kemenkes. (2017). Kajian Nasional Respon HIV di Bidang Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Kemenkes.

Lewis, S., L., Shanon, R., D., Margaret, M., H., Linda, B.,& Mariann, M., H. (2014). Medical
surgical nursing: assessment and management of clinical problem.Missoury:
Elsevier.
Sherwood, Lauralee. (2012). Fisiologi manusia:dari sel ke sistem. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi VIII). Jakarta: EGC.
Swearingen, Pamela, L.(2016). Nursing care planning resource. Missoury: Elsevier.
Tortora, G., J., Bryan, D. (2012). Anatomy & physiology. 13th Edition. USA: Wiley.
WHO. (2018). Data and statistics HIV. Retrieved Oktober 02, 2018, from
http://www.who.int
Yulia, L. (2018). Pengelolaan Pasien HIV/AIDS. Jurnal Perawat Indonesia, 78-82.

Anda mungkin juga menyukai