Anda di halaman 1dari 13

PENYAKIT MENULAR HIV/AIDS

DISUSUN OLEH
MUH NANDA RIZQULLAH (17)

KELAS XII MIPA 2


SMAN 3 MEDAN
TAHUN AJARAN 2023/2024
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………….……………………………………….
BAB 1 PENDAHULUAN…………….……………………………………
BAB 2 PEMBAHASAN …………….…………………………………….
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN…………….………………………

1
KATA PENGANTAR

Penyakit menular HIV/AIDS telah menjadi salah satu tantangan


kesehatan global yang mendalam dan kompleks. Makalah ini bertujuan
untuk menguraikan kerumitan kondisi ini, membuka pemahaman yang
lebih mendalam mengenai sejarah, dampak, dan upaya penanggulangan.
HIV/AIDS, singkatan dari Human Immunodeficiency Virus/Acquired
Immunodeficiency Syndrome, tidak hanya merupakan isu kesehatan,
tetapi juga memiliki dampak sosial, ekonomi, dan budaya yang besar.

Sejak pertama kali diidentifikasi pada awal tahun 1980-an, virus ini
telah menyebar ke seluruh dunia, mempengaruhi jutaan orang dan
menyebabkan pandemi global. Kita akan membahas bagaimana HIV
menular, mekanisme penyebarannya, serta faktor-faktor yang
memengaruhi rentan seseorang terhadap infeksi. Pemahaman akan fase-
fase perkembangan HIV menjadi AIDS juga akan menjadi fokus untuk
menyajikan gambaran lengkap mengenai penyakit ini.

Dalam upaya untuk mengatasi HIV/AIDS, banyak negara dan


organisasi telah meluncurkan program pencegahan, pengobatan, dan
dukungan bagi individu yang terkena dampak. Namun, masih ada banyak
tantangan yang perlu diatasi, termasuk stigma sosial, ketersediaan obat-
obatan, dan aksesibilitas layanan kesehatan.Melalui pembahasan
mendalam ini, diharapkan pembaca dapat mendapatkan wawasan yang
komprehensif tentang HIV/AIDS dan dapat lebih terlibat dalam
mendukung upaya pencegahan, pengobatan, dan pemahaman yang lebih
baik terhadap individu yang hidup dengan kondisi ini. Dengan membuka
dialog dan meningkatkan kesadaran, kita dapat bersama-sama merangkul
solusi holistik untuk mengatasi pandemi ini secara global.

2
BAB 1 PENDAHULUAN

HIV adalah penyakit menular pembunuh nomor satu di dunia. Menurut


data dari World Health Organization (WHO) tahun 2017 menyatakan
bahwa 940.000 orang meninggal karena HIV. Ada sekitar 36,9 juta orang
yang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2017 dengan 1,8 juta orang
menjadi terinfeksi baru pada tahun 2017 secara global. Lebih dari 30% dari
semua infeksi HIV baru secara global diperkirakan terjadi di kalangan
remaja usia 15 hingga 25 tahun.

Diikuti dengan anak-anak yang terinfeksi saat lahir tumbuh menjadi remaja
yang harus berurusan dengan status HIV positif mereka. Menggabungkan
keduanya, ada 5 juta remaja yang hidup dengan HIV (WHO, 2017). Pada
tahun 2017, angka kejadian Infeksi HIV dan AIDS baru pada remaja di
ASIA dan Pasifik menunjukkan bahwa terdapat 250.000 remaja yang
menderita HIV dan AIDS. Infeksi HIV baru telah mengalami penurunan
sebesar 14% sejak tahun 2010. Ada penurunan 39% orang meninggal
karena HIV & AIDS (UNAIDS, 2017).Menurut data Direktorat Jenderal
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kemenkes RI menyatakan bahwa
jumlah kasusu HIV dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2017 mengalami
kenaikan setiap tahunnya.

Kasus HIV di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 41.250 kasus dan data
terakhir hingga Desember 2017 tercatat 48.300 kasus. Sedangkan kasus
AIDS di Indonesia pada tahun 2016 tercatat 10.146 kasus dan data terakhir
hingga Desember 2017 tercatat 9.280 kasus. Presentase infeksi HIV
tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun (69,2%), diikuti
kelompok umur 20-24 tahun (16,7%), kelompok umur ≥50 tahun (7,6%),
kelompok umur 15-19 tahun sebesar 4%, dan umur <15 tahun sebesar
2,5%. Kejadian HIV mengalami peningkatan sementara untuk kejadian
AIDS mengalami penurunan.

3
Adanya penurunan tersebut bukan berarti HIV dan AIDS merupakan
penyakit yang tidak berbahaya lagi. Mengingat dalam kasus ini berlaku
Teori Ice Berg atau sering disebut juga Teori Gunung Es, artinya bahwa
angka-angka yang tersaji dari sumber adalah 25% dari fakta yang ada dan
75% lainnya tersembunyi karena berbagai macam faktor (Dirjen P2P
Kemenkes RI, 2017).

Daerah Istimewa Yogyakarta menempati urutan ke-9 sebagai provinsi


dengan penderita HIV dan AIDS terbanyak. Jumlah kasus HIV dan AIDS
di DIY pada tahun 2017 meningkat menjadi 2676 pada laki-laki dan 1261
pada perempuan, sedangkan yang sudah positif AIDS adalah 985 pada laki-
laki dan 490 pada perempuan. Kasus HIV paling banyak ditemukan pada
penduduk usia 20-29 tahun sebanyak 180 dan pada usia 15-19 tahun
sebanyak 27 orang, 7 diantaranya sudah masuk AIDS. Faktor risiko HIV
dan AIDS yang paling banyak ditemukan di DIY adalah heteroseksual
sebanyak 48%, IDU’s (Injecting Drug User’s) 12%, homoseks 6%,
biseksual 1%, perinatal 3%,transfusi 7%, serta 23% lainnya tidak diketahui
penyebabnya (Dinas Kesehatan DIY, 2017).

Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2014). Menurut
Teori Lawrence Green perilaku kesehatan seseorang ditentukan oleh tiga
faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat.
Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang, termasuk pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
kebiasaan, nilai-nilai, norma sosial, budaya, dan faktor sosio-demografi
(Maulana, 2009).

Dalam Teori Lawrence Green perilaku kesehatan seseorang salah satunya


dipengaruhi oleh faktor pendorong yaitu faktor yang mendorong seseorang
berperilaku beresiko tertular HIV. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
yaitu pendidikan, pekerjaan, pengalaman, usia, keyakinan, sosial budaya,
dan paparan informasi (Notoatmodjo, 2010).

4
BAB 2 PEMBAHASAN

Orang yang baru terpapar HIV belum tentu menderita AIDS. Hanya saja
lama kelamaan sistem kekebalan tubuhnya makin lama semakin lemah,
sehingga semua penyakit dapat masuk ke dalam tubuh. Pada tahapan itulah
penderita disebut sudah terkena AIDS.
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,
semen, dan sekret vagina. Setelah memasuki tubuh manusia, maka target
utama HIV adalah limfosit CD 4 karena virus mempunyai afinitas terhadap
molekul permukaan CD4. Virus ini akan mengubah informasi genetiknya
ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang
diserangnya, yaitu merubah bentuk RNA (ribonucleic acid) menjadi DNA
(deoxyribonucleic acid) menggunakan enzim reverse transcriptase.
DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan ke dalam sel hospes dan
selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. Setiap kali sel yang
dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut
diturunkan.
Cepat lamanya waktu seseorang yang terinfeksi HIV mengembangkan
AIDS dapat bervariasi antar individu. Dibiarkan tanpa pengobatan,
mayoritas orang yang terinfeksi HIV akan mengembangkan tanda-tanda
penyakit terkait HIV dalam 5-10
tahun, meskipun ini bisa lebih pendek. Waktu antara mendapatkan HIV dan
diagnosis AIDS biasanya antara 10–15 tahun, tetapi terkadang lebih lama.
Terapi antiretroviral (ART) dapat memperlambat perkembangan penyakit
dengan mencegah virus bereplikasi dan oleh karena itu mengurangi jumlah
virus dalam darah orang yang terinfeksi (dikenal sebagai 'viral load').

a. Tahapan perubahan HIV/AIDS


a. Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah t erpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun ia melakukan
tes darah. Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum terbentuk. Bisa saja
terlihat/mengalami gejala-gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan
sembuh sendiri).

5
b. Fase 2
Umur infeksi : 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini
individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah
dapat menularkan pada orang lain. Bisa saja terlihat/mengalami gejala-
gejala ringan, seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri).

c. Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala
AIDS. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan
pada waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah
bening, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan
menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini
sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.

d. Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah
kekebalan tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel-T nya. Timbul
penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC,
infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan
bernafas, kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma kaposi,
infeksi usus yang menyebabkan diare parah berminggu-minggu, dan infeksi
otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala.14

WHO menetapkan empat stadium klinis HIV, sebagaimana berikut:


a) Stadium 1 : tanpa gejala.
b) Stadium 2 : penyakit ringan.
c) Stadium 3 : penyakit lanjut.
d) Stadium 4 : penyakit berat.12

6
b. Penularan HIV/AIDS
1) Media penularan HIV/AIDS
HIV dapat ditularkan melalui pertukaran berbagai cairan tubuh dari
individu yang terinfeksi, seperti darah, air susu ibu, air mani dan cairan
vagina. Individu tidak dapat terinfeksi melalui kontak sehari-hari biasa
seperti berciuman, berpelukan, berjabat tangan, atau berbagi benda pribadi,
makanan atau air.15
2) Cara penularan HIV/AIDS
a) Hubungan seksual : hubungan seksual yang tidak aman
dengan orang yang telah terpapar HIV.
b) Transfusi darah : melalui transfusi darah yang tercemar
HIV.
c) Penggunaan jarum suntik : penggunaan jarum suntik, tindik,
tato, dan pisau cukur yang dapat menimbulkan luka yang tidak disterilkan
secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya telah dipakai orang
yang terinfeksi HIV. Cara- cara ini dapat menularkan HIV karena terjadi
kontak darah.
d) Ibu hamil kepada anak yang dikandungnya
( 1 ) Antenatal : saat bayi masih berada di dalam rahim,
melalui plasenta.
( 2 ) Intranatal : saat proses persalinan, bayi terpapar darah
ibu atau cairan vagina.
( 3 ) Postnatal : setelah proses persalinan, melalui air susu ibu.
Kenyataannya 25-35% dari semua bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
sudah terinfeksi di negara berkembang tertular HIV, dan 90% bayi dan
anak yang tertular HIV tertular dari ibunya.

c. Perilaku berisiko yang menularkan HIV/AIDS

7
a) Melakukan seks anal atau vaginal tanpa kondom.
b) Memiliki infeksi menular seksual lainnya seperti sifilis,
herpes, klamidia, kencing nanah, dan vaginosis bakterial.
c) Berbagi jarum suntik yang terkontaminasi, alat suntik dan peralatan
suntik lainnya dan solusi obat ketika
menyuntikkan narkoba.
d) Menerima suntikan yang tidak aman, transfusi darah,
transplantasi jaringan, prosedur medis yang melibatkan
pemotongan atau tindakan yang tidak steril.
e) Mengalami luka tusuk jarum yang tidak disengaja, termasuk
diantara pekerja kesehatan.
f) Memiliki banyak pasangan seksual atau mempunyai
pasangan yang memiliki banyak pasangan lain.

d.Gejala HIV/AIDS
Gejala-gejala HIV bervariasi tergantung pada tahap infeksi. Meskipun
orang yang hidup dengan HIV cenderung paling menular dalam beberapa
bulan pertama, banyak yang tidak menyadari status
mereka sampai tahap selanjutnya. Beberapa minggu pertama setelah infeksi
awal, individu mungkin tidak mengalami gejala atau penyakit seperti
influenza termasuk demam, sakit kepala, ruam, atau sakit tenggorokan.
Ketika infeksi semakin memperlemah sistem kekebalan, seorang individu
dapat mengembangkan tanda dan gejala lain, seperti kelenjar getah bening
yang membengkak, penurunan berat badan, demam, diare dan batuk. Tanpa
pengobatan, mereka juga bisa mengembangkan penyakit berat seperti
tuberkulosis, meningitis kriptokokus, infeksi bakteri berat dan kanker
seperti limfoma dan sarkoma kaposi.

e. Pencegahan HIV

8
1) Penggunaan kondom pria dan wanita
Penggunaan kondom pria dan wanita yang benar dan konsisten
selama penetrasi vagina atau dubur dapat melindungi terhadap penyebaran
infeksi menular seksual, termasuk HIV. Bukti menunjukkan bahwa
kondom lateks laki-laki memiliki efek perlindungan 85% atau lebih besar
terhadap HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya.

2) Tes dan konseling untuk HIV dan IMS


Pengujian untuk HIV dan IMS lainnya sangat disarankan
untuk semua orang yang terpajan salah satu faktor risiko. Dengan cara ini
orang belajar tentang status infeksi mereka sendiri dan mengakses layanan
pencegahan dan perawatan yang diperlukan tanpa penundaan. WHO juga
merekomendasikan untuk menawarkan tes untuk pasangan. Selain itu,
WHO merekomendasikan pendekatan pemberitahuan mitra bantuan
sehingga orang dengan HIV menerima dukungan untuk menginformasikan
mitra mereka sendiri, atau dengan bantuan penyedia layanan kesehatan.

3) Tes dan konseling, keterkaitan dengan perawatan tuberkulosis


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang paling umum dan penyebab
kematian di antara orang dengan HIV. Hal ini fatal jika tidak terdeteksi
atau tidak diobati, yang bertanggung jawab

4) Sunat laki-laki oleh medis secara sukarela


Sunat laki-laki oleh medis, mengurangi risiko infeksi HIV
sekitar 60% pada pria heteroseksual. Sunat laki-laki oleh medis juga
dianggap sebagai pendekatan yang baik untuk menjangkau laki-laki dan
remaja laki-laki yang tidak sering mencari layanan perawatan kesehatan.

5) Penggunaan obat antiretroviral untuk pencegahan


9
Penelitian menunjukkan bahwa jika orang HIV-positif mematuhi rejimen
ARV yang efektif, risiko penularan virus ke pasangan seksual yang tidak
terinfeksi dapat dikurangi sebesar 96%. Rekomendasi WHO untuk
memulai ARV pada semua orang yang hidup dengan HIV akan
berkontribusi secara signifikan untuk mengurangi penularan HIV.

6) Profilaksis pasca pajanan untuk HIV


Profilaksis pasca pajanan adalah penggunaan obat ARV dalam
72 jam setelah terpapar HIV untuk mencegah infeksi. Profilaksis pasca
pajanan mencakup konseling, pertolongan pertama, tes HIV, dan
pemberian obat ARV selama 28 hari dengan perawatan lanjutan. WHO
merekomendasikan penggunaan profilaksis pascapajanan untuk pajanan
pekerjaan, non- pekerjaan, dewasa dan anak-anak.

7) Pengurangan dampak buruk bagi orang-orang yang menyuntikkan dan


menggunakan narkoba
Mulai berhenti menggunakan NAPZA sebelum terinfeksi HIV, tidak
memakai jarum suntik, sehabis menggunakan jarum suntik langsung
dibuang atau jika menggunakan jarum yang sama maka disterilkan terlebih
dahulu, yaitu dengan merendam pemutih (dengan kadar campuran yang
benar) atau direbus dengan suhu tinggi yang sesuai.

8) Bagi remaja
Semua orang tanpa kecuali dapat tertular, sehingga remaja tidak melakukan
hubungan seks tidak aman, berisiko IMS karena dapat memperbesar risiko
penularan HIV/AIDS. Mencari informasi yang lengkap dan benar yang
berkaitan dengan HIV/AIDS. Mendiskusikan secara terbuka permasalahan
yang sering dialami remaja dalam hal ini tentang masalah perilaku kasus
yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat disembuhkan. Setelah diteliti
lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan standar medis, tetapi
dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat yang
selama ini digunakan berfungsi menahan perkembangbiakan virus HIV
dalam tubuh, bukan menghilangkan HIV dari dalam tubuh. Obat-obatan
ARV sudah dipasarkan secara umum, untuk obat generik. Namun tidak
semua orang yang HIV positif sudah membutuhkan obat ARV, ada kriteria
10
khusus. Meskipun semakin hari makin banyak individu yang dinyatakan
positif HIV, namun sampai saat ini belum ada informasi adanya obat yang
dapat menyembuhkan HIV/AIDS. Bahkan sampai sekarang belum ada
perkiraan resmi mengenai kapan obat yang dapat menyembuhkan AIDS
atau vaksin yang dapat mencegah AIDS ditemukan.

Pengobatan HIV/AIDS
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada
adalah antiretroviral dan infeksi oportunistik. Obat antiretroviral adalah
obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna menghambat
perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu
AZT, Didanoisne, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah
obat yang digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai efek samping
rusaknya kekebalan tubuh. Yang terpenting untuk pengobatan oportunistik
yaitu menggunakan obat-obat sesuai jenis penyakitnya, contoh : obat-obat
anti TBC.

BAB 4 KESIMPUALN DAN SARAN

11
A. Kesimpulan
penting untuk menyadari bahwa penyakit menular HIV/AIDS tetap
menjadi tantangan kesehatan global yang memerlukan perhatian serius
dan tindakan bersama. Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatan
dan pencegahan, masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk
mengatasi dampak yang luas dari kondisi ini.
Kita telah menjelajahi sejarah dan penyebaran HIV/AIDS, memahami
kompleksitas faktor-faktor yang mempengaruhi rentan seseorang
terhadap infeksi, dan mengidentifikasi tantangan dalam penanganan
kondisi ini. Namun, seiring dengan tantangan, juga terdapat peluang
untuk meningkatkan pendekatan kita terhadap pencegahan, pengobatan,
dan dukungan bagi individu yang hidup dengan HIV/AIDS.

B. Saran
Saran untuk mengatasi penyakit menular HIV/AIDS termasuk
peningkatan kampanye edukasi dan kesadaran masyarakat. Diperlukan
upaya lebih lanjut untuk mengurangi stigma sosial terhadap individu
yang terkena dampak dan memastikan akses yang lebih baik terhadap
layanan kesehatan. Sumber daya dan dukungan global perlu
ditingkatkan untuk penelitian lebih lanjut, serta pengembangan dan
distribusi obat-obatan yang lebih terjangkau.
Selain itu, kolaborasi internasional dan kerjasama antara pemerintah,
organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta sangat penting dalam
menghadapi pandemi ini secara efektif. Peningkatan dukungan
psikososial dan kesejahteraan bagi individu yang hidup dengan
HIV/AIDS juga harus menjadi fokus, membantu mereka mengatasi
tantangan yang terkait dengan kondisi ini.
Dengan mengambil langkah-langkah ini, kita dapat bergerak menuju
masyarakat yang lebih inklusif, penanganan yang lebih efektif, dan,
pada akhirnya, mengurangi dampak penyakit menular HIV/AIDS secara
global. Kesadaran, pendidikan, dan aksi bersama akan menjadi kunci
untuk mengatasi pandemi ini dan memberikan harapan bagi masa depan
yang lebih baik.

12

Anda mungkin juga menyukai