Anda di halaman 1dari 27

PENYAKIT HIV / AIDS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Khusus


Doden Pengampu: dr. Arulita Ika Febriana M.Kes (Epid)
Disusun oleh:

1. Anis Septiana Nataris 6411413007


2. Anni Nur Aini 6411413016
3. Erika Prihatiningsih 6411413041
4. Hunun Sri Pawenang 6411413052
5. Hana Nafisah 6411413063

Rombel 1
Peminatan Epidemiologi dan Biostatistika

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2016

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan bumi.
HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai
karena Acquired Immunodeficiency Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada
penderitanya. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan sekumpulan
gejalapenyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya dirusak
oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan obat suntik,
ibu ke anak-anak dan lain-lain. Mengenai penyakit HIV/AIDS, penyakit ini telah
menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, karena disamping belum
ditemukan obat dan vaksin pencegahan penyakit ini juga memiliki window periode
dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan
penyakitnya. Hal tersebut menyebabkan pola perkembangannya seperti fenomena
gunung es (iceberg phenomena).
Jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif terus dilaksanakan. Dari beberapa cara
penularan tersebut, masing-masing penularan memiliki resiko penularan cukup besar.
Oleh karena itu, penularan HIV harus diberi pengobatan agar penyebaran mengalami
perlambatan.
HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya
menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak
dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan
antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem
kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan penyakit HIV / AIDS?
2. Apakah penyebab dari penyakit HIV / AIDS?
3. Bagaimana epidemiologi dari penyakit HIV / AIDS?
4. Bagaimana diagnosis dari penyakit HIV / AIDS?
5. Bagaimana cara penularan dari penyakit HIV / AIDS?
6. Apa tahap-tahap penularan dari penyakit HIV / AIDS?
7. Bagaimana tanda dan gejala dari penyakit HIV / AIDS?
8. Bagaimana patofisiologis dari penyakit HIV / AIDS?
9. Apa faktor risiko dari penyakit HIV / AIDS?
10. Apa dampak dari penyakit HIV / AIDS?
11. Bagaimana upaya pencegahan dari penyakit HIV / AIDS?
12. Bagaimana cara penanggulangan dari penyakit HIV / AIDS?
13. Bagaimana pengobatan dari penyakit HIV / AIDS?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penyakit HIV/AIDS

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus, HIV


merupakan virus yang dapat mengakibatkatkan penyakit acquired immunodeficiency
syndrome, atau AIDS. Tidak seperti virus-virus yang lain, tubuh manusia tidak dapat
mengilangkan HIV, yang artinya sekali seseorang terkena HIV, orang tersebut akan
memilikinya seumur hidup.

HIV menyerang spesifik sell dari system imun, yaitu CD4 atau t-cell. Dari
waktu ke waktu, HIV dapat menghancurkan sebagian besar dari sel tersebut sehingga
tubuh tidak bisa melawan infeksi dan penyakit. Saat hal ini terjadi infeksi HIV sudah
disebut sebagai AIDS. Yaag selanjutnya menjadikan orang dengan AIDS akan mudah
aterkena infeksi oportunistik hingga kanker.
Belum ada pengobatan yang efektif untuk penyakit ini, namun dengan
pengobatan yang sesuai, HIV dapat dikendalikan. Treatment untuk HIV sering disebut
dengan terapi antiretroviral (art). Terapi tersebut dapat secara dramattis
memperpanjang hidup dari orang dengan HIV dan menurunkan kesempatan mereka
unruk menginfeksi orang lain. Sebelum diperkenalkannya art pada pertengahan 1990-
an, orang dengan HIV dapat menuju keadaan AIDS , orang dengan HIV dapat menuju
AIDS hanya dalam beberapa tahun.

B. Penyebab HIV/AIDS

Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70% dalam
sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang menyerang sel
target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel target dalam jangka waktu
lama.Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal ini sel darah
putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam DNA sel yang
terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel
serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian
menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD 4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme
asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga terjadi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel
CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus
yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode jendela
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIVtetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26 bulan,
bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.

C. Epidemiologi HIV/AIDS

Epidemiologi meliputi Agent ,Host dan environment

1. Agent

Virus HIV termasuk Netrovirus yang sangat mudah mengalami mutasi sehingga
sulit untuk menemukan obat yang dapat membunuh, virus tersebut. Daya penularan
pengidap HIV tergantung pada sejumlah virus yang ada didalam darahnya, semakin
tinggi/semakin banyak virus dalam darahnya semakin tinggi daya penularannya
sehingga penyakitnya juga semakin parah. Virus HIV atau virus AIDS, sebagaimana
Virus lainnya sebenarnya sangat lemah dan mudah mati di luar tubuh. Virus akan mati
bila dipanaskan sampai temperatur 60 selama 30 menit, dan lebih cepat dengan
mendidihkan air. Seperti kebanyakan virus lain, virus AIDS ini dapat dihancurkan
dengan detergen yang dikonsentrasikan dan dapat dinonaktifkan dengan radiasi yang
digunakan untuk mensterilkan peralatan medis atau peralatan lain.

2. Host

Distribusi penderita AIDS di Amerika Serikat Eropa dan Afrika tidak jauh
berbeda kelompok terbesar berada pada umur 30 -39 tahun. Hal ini membuktikan
bahwa transmisi seksual baik homoseksual mapupun heteroseksual merupakan pola
transmisi utama. Mengingat masa inkubasi AIDS yang berkisar dari 5 tahun ke atas
maka infeksi terbesar terjadi pada kelompok umur muda/seksual paling aktif yaitu 20-
30 tahun. Pada tahun 2000 diperkirakan Virus AIDS menular pada 110 juta orang
dewasa dan 110 juta anak-anak. Hampir 50% dari 110 juta orang itu adalah remaja
dan dewasa muda usia 13 -25 tahun. Informasi yang diperoleh dari Pusat AIDS
International fakultas Kesehatan Masyarakatat Universitas Harvard, Amerika Serikat
sejumlah orang yang terinfeksi virus AIDS yang telah berkembang secara penuh akan
meningkat 10 kali lipat.

Diseluruh dunia pada tahun 2013 ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang
meliputi 16 juta perempuan dan3,2 juta anak berusia kurang dari 15 tahun. Jumlah
infeksi baru HIV pada tahun 2013 adalah 2,1 juta yang terdiri dari 1,9 juta dewasa dan
240.000 anak berusia kurang dari 15 tahun. Jumlah kematian anak akibat AIDS
sebanyak 1,5 juta yang terdiri dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak erusia kurang
dari 15 tahun.

Di indonesia, HIV AIDS pertama kali ditemukan di provinsibali pada tahun


1987. Hingga saat ini HIV AIDS sudah menyebar di 386 kabupaten/kota diseluruh
provinsi di indonesia.
Pola penularan HIV berdasarkan kelompok umue dalam 5 tahun terakhr tidak
banyak berubah. Infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif (25-
49 tahun), diikuti kelompok usia 20-24 tahun.
Pola penularan HIV berdasarkan jenis kelamin memiliki pola yang hampir sama
dalam 7 tahun terakhir yaitu lebih banyak terjadi pada kelompok laki-laki
dibandingkan kelompok perempuan

Demikian pula pola penularan HIV berdasarkan faktor risiko tidak mengalami
perubahan dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan faktor risiko, infeksi HIV dominan
terjadi pada heteroseksual, diikuti kelompok lain-lain, pengguna napa suntik
(penasun), dan kelompok lekaki berhubungan seks dengan lelaki (lsl)

3. Environment

Lingkungan biologis sosial, ekonomi, budaya dan agama sangat menentukan


penyebaran AIDS. Lingkungan biologis adanya riwata ulkus genitalis, Herpes
Simpleks dan STS (Serum Test for Sypphilis) yang positip akan meningkatkan
prevalensi HIV karena luka-luka ini menjadi tempat masuknya HIV. Faktor biologis
lainnya adalah penggunaan obat KB. Pada para WTS di Nairobi terbukti bahwa
kelompok yang menggunakan obat KB mempunyai prevalensi HIV lebih tinggi.
Faktor sosial, ekonomi, budaya dan agama secara bersama-sama atau sendiri-sendiri
sangat berpengaruh terhadap perilaku seksual masyarakat. Bila semua faktor ini
menimbulkan permissiveness di kalangan kelompok seksual aktif, maka mereka sudah
ke dalam keadaan promiskuitas.
Transmisi Penyakit AIDS Penularan AIDS dapat dibagi dalam 2 jenis : Secara
Kontak Seksual

Ano-Genital Cara hubungan seksual ini merupakan perilaku seksual dengan


resiko tertinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi kaum mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari pengidap HIV

Ora-Genital Cara hubungan ini merupakan tingkat resiko kedua, termasuk


menelan semen dari mitra seksual pengidap HIV.

Genito-Genital / Heteroseksual Penularan secara heteroseksual ini merupakan


tingkat penularan ketiga, hubungan suami istri yang mengidap HIV, resiko
penularannya, berbeda-beda antara satu peneliti dengan penjeliti lainnya.

Secara Non Seksual Penularan secara non seksual ini dapat terjadi melalui :

Transmisi Parental Penggunaan jarum dan alat tusuk lain (alat tindik, tatto)
yang telah terkontaminasi, terutama pada penyalahgunaan narkotik dengan
mempergunakan jarum suntik yang telah tercemar secara bersama-sama. Penularan
parental lainnya, melalui transfusi darah atau pemakai produk dari donor dengan HIV
positif, mengandung resiko yang sangat tinggi

Transmisi Transplasental Transmisi ini adalah penularan dari ibu yang


mengandung HIV positif ke anak, mempunyai resiko sebesar 50%.

D. Diagnosis HIV/AIDS

1) Melakukan Tes HIV/AIDS

Untuk menguji apakah kita terinfeksi HIV, satu tes yang paling umum adalah
tes darah. Darah akan diperiksa di laboratorium. Tes ini berfungsi untuk
menemukan antibodi terhadap HIV di dalam darah. Tapi tes darah ini baru bisa
dipercaya jika dilakukan setidaknya sebulan setelah terinfeksi HIV karena antibodi
terhadap HIV tidak terbentuk langsung setelah infeksi awal. Antibodi terhadap HIV
butuh waktu sekitar dua minggu hingga enam bulan, sebelum akhirnya muncul di
dalam darah. Masa antara infeksi HIV dan terbentuknya antibodi yang cukup untuk
menunjukkan hasil tes positif disebut sebagai masa jendela.
Pada masa ini, seseorang yang terinfeksi HIV sudah bisa menularkan virus ini,
meski dalam tes darah tidak terlihat adanya antibodi terhadap HIV dalam darah.
Sebelum seseorang diberikan diagnosis yang pasti, perlu dilakukan beberapa kali
tes untuk memastikan. Hal ini dikarenakan masa jendela HIV cukup lama. Jadi
hasil tes pertama yang dilakukan belum tentu bisa dipercaya. Lakukan tes beberapa
kali jika Anda merasa berisiko terinfeksi HIV. Jika dinyatakan positif HIV,
beberapa tes harus dilakukan untuk memerhatikan perkembangan infeksi. Setelah
itu barulah bisa diketahui kapan harus memulai pengobatan terhadap HIV.

2) Tempat Melakukan Tes HIV/AIDS

Ada beberapa tempat untuk melakukan tes darah HIV. Bahkan, beberapa
puskesmas juga sudah menyediakan layanan untuk tes HIV. Terdapat beberapa
instansi di jawa tengah yang menanggulangi masalah HIV/AIDS antaralain :

Di Indonesia, terdapat beberapa yayasan dan organisasi yang fokus untuk


urusan HIV/AIDS, di antaranya:

a. Komunitas AIDS Indonesia

b. ODHA Indonesia
c. Himpunan Abiasa

d. Yayasan Spiritia

e. Yayasan Orbit

Sedangkan lembaga pemerintah yang dibentuk khusus untuk menangani


HIV/AIDS adalah Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Anda bisa
berkonsultasi kepada mereka tentang segala hal yang berhubungan dengan
HIV/AIDS.

Sekarang alat tes HIV untuk di rumahan juga tersedia bebas untuk dibeli di
apotik, klinik kesehatan, atau melalui daring internet. Tapi untuk lebih jelas dalam
memahami virus ini, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter.

Jika berminat melakukan tes HIV, sebelumnya akan diberikan


penyuluhan atau konseling. Tes HIV tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan orang
yang bersangkutan.

3) Hasil Tes Positif HIV

Hasil tes positif atau reaktif berarti kita terinfeksi HIV. Hasil tes ini seharusnya
disampaikan oleh penyuluh (konselor) atau pun dokter. Mereka akan memberi tahu
dampaknya pada kehidupan sehari-hari dan bagaimana menghadapi situasi yang
terjadi saat itu.

Tes darah akan dilakukan secara teratur untuk mengawasi perkembangan virus
sebelum memulai pengobatan. Pengobatan dilakukan setelah virus mulai
melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Ini bisa ditentukan dengan
mengukur tingkat sel CD4 dalam darah. Sel CD4 adalah sel yang bertugas untuk
melawan infeksi

Pengobatan biasanya disarankan setelah CD4 di bawah 350, entah terjadi


gejala atau tidak. Jika CD4 sudah mendekati 350, disarankan untuk melakukan
pengobatan secepatnya. Tujuan pengobatan adalah untuk menurunkan tingkat virus
HIV dalam darah. Ini juga untuk mencegah atau menunda penyakit yang terkait
dengan HIV. Kemungkinan untuk menyebarkannya juga menjadi lebih kecil.

4) Memastikan Adanya HIV pada Bayi dan Anak


a. Risiko penularan HIV tetap ada bila penyusuan diteruskan setelah usia 18 bulan.

b. Bayi di atas usia 9 bulan dapat dites pada awal dengan tes antibodi HIV, karena
mereka yang HIV Ab negatif tidak terinfeksi HIV, walau masih berisko tertular
bila tetap disusui.

c. Pada anak di atas usia 18 bulan, te antibodi adalah definitif.


d. Umumnya tes antibodi HIV dari usia 9-18 bulan.

e. Bila tes virologis tidak terjangkau, tes antibodi HIV sebaiknya dilakukan,
mungkin dibutuhkan untuk ambil diagnosis klinis presumptif penyakit HIV
parah pada anak dengan hasil tes antibodi positif. Harus diupayakan untuk
memastikan diagnosis secepat mungkin.

E. Penularan HIV/AIDS

Menurut Tim Field Lab FK UNS (2013: 5) cara penularan HIV/AIDS adalah sebagai
berikut:

1) Melalui darah. Misalnya: transfusi darah, terkena darah HIV pada kulit yang
terluka, jarum suntik, dsb.

2) Melalui cairan semen/ air mani (sperma atau peju pria). Misalnya: seorang pria
berhubungan badan dengan pasangannya tanpa menggunakan kondom atau
pengaman lainnya, oral sex, dsb.

3) Melalui cairan vagina pada wanita. Misalnya: wanita yang berhubungan badan
tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral sex, dsb.

4) Melalui Air Susu Ibu (ASI). Misalnya: Bayi meminum ASI dari wanita yang
positif HIV.

5) Adapun cairan tubuh yang tidak mengandung virus HIV pada penderita HIV
positif antara lain saliva (air liur atau air ludah), feses (kotoran atau tinja), air
mata, air keringat, dan urin (air seni atau air kencing)

F. Tahap-tahap Penularan HIV/AIDS

Menurut Tim Field Lab FK UNS (2013: 4) istilah AIDS dipergunakan untuk
tahap-tahap infeksi HIV yang paling lanjut. Sebagian besar orang terkena HIV, bila
tidak mendapat pengobatan akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10
tahun.

AIDS diidentifikasi berdasarkan beberapa infeksi tertentu, yang


dikelompokkan oleh World Health Organization (WHO) sebagai berikut:
1) Tahap I, penyakit HIV tidak menunjukkan gejala apapun dan tidak
dikategorikan sebagai AIDS

2) Tahap II, meliputi manifestasi mucocutaneous minor dan infeksi-infeksi


saluran pernafasan bagian atas yang tak sembuh-sembuh

3) Tahap III, meliputi diare kronis yang tidak jelas penyebabnya yang
berlangsung lebih dari satu bulan, infeksi bakteri yang parah, dan TBC
paruparu

4) Tahap IV, meliputi toksoplasmosis pada otak, kandidiasis pada saluran


tenggorokan (oesophagus), saluran pernapasan (trachea), batang saluran paru-
paru (bronchi) atau paru-paru dan sarkoma kaposi.

G. Tanda dan Gejala AIDS

Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak
memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3
sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV
tersebut. Ketahanan tubuh akan menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan
demam yang berulang. Satu cara untuk mendapatkan kepastian adalah dengan
menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan
aktivitas yang berisiko terkena virus HIV (Tim Field Lab FK UNS, 2013).

Ada beberapa tanda gejala mayor menurut WHO antara lain (Widoyono, 2008:
87):

1) Kehilangan berat badan (BB) lebih dari 10%

2) Diare kronik lebih dari 1 bulan

3) Demam lebih dari 1 bulan

Sedangkan tanda minornya:

1) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

2) Dermatitis pruritis (gatal)


3) Herpes zooster berulang

4) Kandidiasis orofaring

5) Herpes simpleks yang meluas dan berat

6) Limfadenopati yang meluas.

H. Patofisiologi HIV /AIDS

Peran penting sel t dalam menyalakan semua kekuatan limfosit dan


makrofag, membuat sel t penolong dapat dianggap sebagai tombol utama sistem
imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel t penolong, menghancurkan atau
melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini
juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-
kadang juga masuk ke sel-sel otak, sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas
intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS.

Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung dengan dna sel pasien, sehingga
satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua
orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun
pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun
hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian
meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar
getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV
asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-
10 tahun.

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak
menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit cd4 yang
tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit
cd4 sekitar 109 setiap hari.

Pathway Patofisiologi HIV/AIDS

Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui


darah, ASI / cairan tubuh ibu yg
infeksius
Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor
membran T Helper + CD4

Fusi / peleburan membran virus dengan


membran sel T Helper + CD4

Enzim reverse transcriptase


RNA HIV cDNA

Enzim integrase
cDNA masuk ke inti sel T Helper
Transkripsi mRNA dan translasi
menghasilkan protein struktural virus

Enzim protease
Merangkai RNA virus dengan
protein-protein yang baru dibentuk,

Terbentuk virus - virus HIV yang baru


dalam tubuh

I. Faktor Risiko HIV/AIDS

Faktor risiko epidemiologis infeksi HIV adalah sebagai berikut :

1. Perilaku berisiko tinggi :

a. Hubungan seksual dengan pasangan berisiko tinggi tanpa


menggunakan kondom
b. Pengguna narkotika intravena, terutama bila pemakaian jarum secara
bersama tanpa sterilisasi yang memadai.

c. Hubungan seksual yang tidak aman : multi partner, pasangan seks


individu yang diketahui terinfeksi HIV, kontaks seks per anal.

2. Mempunyai riwayat infeksi menular seksual.

3. Riwayat menerima transfusi darah berulang tanpa penapisan.

4. Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik, atau sirkumsisi dengan alat yang tidak
disterilisasi.

Virus HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang
berpotensial mengandung virus HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Sedangkan cairan yang tidak berpotensi untuk menularkan virus HIV
adalah cairan keringat, air liur, air mata dan lain-lain

J. Dampak HIV / AIDS

AIDS merupakan penyakit yang belum ditemukan obat untuk


menyembuhkannya dan belum ada vaksin untuk mencegahnya. Perawatan ODHA di
rumah sakit akan menambah beban biaya pelayanan kesehatan, karena akan
meningkatkan pula tingkat hunian rumah-rumah sakit. Akibatnya, biaya operasional
untuk merawat para penderita AIDS akan bertambah, sehingga berdampak terhadap
program lain dalam hal berkurang penyediaan anggarannya, misalnya untuk program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi anak, pemberantasan penyakit menular,
penyuluhan kesehatan, imunisasi, sanitasi lingkungan, dan lain-lain. Sedangkan
program-program di atas sangat penting dan berperan besar dalam peningkatan SDM
untuk masa yang akan datang.

K. Upaya Pencegahan AIDS

Mengingat sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin untuk mencegah
AIDS belum ditemukan, maka alternatif untuk menanggulangi masalah AIDS yang
terus meningkat ini adalah dengan upaya pencegahan oleh semua pihak untuk tidak
terlibat dalam lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.

Pada dasarnya upaya pencegahan AIDS dapat dilakukan oleh semua pihak asal
mengetahui cara-cara penyebaran AIDS. Ada 2 cara pencegahan AIDS yaitu jangka
pendek dan jangka panjang :

1) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Pendek

Upaya pencegahan AIDS jangka pendek adalah dengan KIE, memberikan


informasi kepada kelompok resiko tinggi bagaimana pola penyebaran virus AIDS
(HIV), sehingga dapat diketahui langkah-langkah pencegahannya.

Ada 3 macam pencegahan berdasarkan penyebaran virus HIV :

a. Melalui hubungan seksual

HIV terdapat pada semua cairan tubuh penderita tetapi yang terbukti berperan
dalam penularan AIDS adalah mani, cairan vagina dan darah. HIV dapat menyebar
melalui hubungan seksual pria ke wanita, dari wanita ke pria dan dari pria ke pria.

Setelah mengetahui cara penyebaran HIV melaui hubungan seksual maka


upaya pencegahan adalah dengan cara :

a) Tidak melakukan hubungan seksual. Walaupun cara ini sangat efektif, namun
tidak mungkin dilaksanakan sebab seks merupakan kebutuhan biologis.

b) Melakukan hubungan seksual hanya dengan seorang mitra seksual yang setia dan
tidak terinfeksi HIV (homogami)

c) Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin

d) Hindari hubungan seksual dengan kelompok rediko tinggi tertular AIDS.

e) Tidak melakukan hubungan anogenital.

f) Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual dengan
kelompok resiko tinggi tertular AIDS dan pengidap HIV.

b. Melaui darah
Darah merupakan media yang cocok untuk hidup virus AIDS. Penularan AIDS
melalui darah terjadi dengan :

a) Transfusi darah yang mengandung HIV.

b) Jarum suntik atau alat tusuk lainnya (akupuntur, tato, tindik) bekas pakai orang
yang mengidap HIV tanpa disterilkan dengan baik.

c) Pisau cukur, gunting kuku atau sikat gigi bekas pakai orang yang mengidap virus
HIV.

Langkah-langkah untuk mencegah terjadinya penularan melalui darah adalah:

a) Darah yang digunakan untuk transfusi diusahakan bebas HIV dengan jalan
memeriksa darah donor. Hal ini masih belum dapat dilaksanakan sebab
memerlukan biaya yang tingi serta peralatan canggih karena prevalensi HIV di
Indonesia masih rendah, maka pemeriksaan donor darah hanya dengan uji petik.

b) Menghimbau kelompok resiko tinggi tertular AIDS untuk tidak menjadi donor
darah. Apabila terpaksa karena menolak, menjadi donor menyalahi kode etik,
maka darah yang dicurigai harus di buang.

c) Jarum suntik dan alat tusuk yang lain harus disterilisasikan secara baku setiap kali
habis dipakai.

d) Semua alat yang tercemar dengan cairan tubuh penderita AIDS harus
disterillisasikan secara baku.

e) Kelompok penyalahgunaan narkotik harus menghentikan kebiasaan penyuntikan


obat ke dalam badannya serta menghentikan kebiasaan mengunakan jarum suntik
bersama.

f) Gunakan jarum suntik sekali pakai (disposable)

g) Membakar semua alat bekas pakai pengidap HIV.

c. Melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada bayinya

Ibu hamil yang mengidap HIV dapat memindahkan virus tersebut kepada
janinnya. Penularan dapat terjadi pada waktu bayi di dalam kandungan, pada waktu
persalinan dan sesudah bayi di lahirkan. Upaya untuk mencegah agar tidak terjadi
penularan hanya dengan himbauan agar ibu yang terinfeksi HIV tidak hamil.

2) Upaya Pencegahan AIDS Jangka Panjang

Penyebaran AIDS di Indonesia (Asia Pasifik) sebagian besar adalah karena


hubungan seksual, terutama dengan orang asing. Kasus AIDS yang menimpa orang
Indonesia adalah mereka yang pernah ke luar negeri dan mengadakan hubungan
seksual dengan orang asing.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko penularan dari suami pengidap


HIV ke istrinya adalah 22% dan istri pengidap HIV ke suaminya adalah 8%. Namun
ada penelitian lain yang berpendapat bahwa resiko penularan suami ke istri atau istri
ke suami dianggap sama. Kemungkinan penularan tidak terganggu pada frekuensi
hubungan seksual yang dilakukan suami istri. Mengingat masalah seksual masih
merupakan barang tabu di Indonesia, karena norma-norma budaya dan agama yang
masih kuat, sebetulnya masyarakat kita tidak perlu risau terhadap penyebaran virus
AIDS. Namun demikian kita tidak boleh lengah sebab negara kita merupakan Negara
terbuka dan tahun 1991 adalah tahun melewati Indonesia.

Upaya jangka panjang yang harus kita lakukan untuk mencegah merajalelanya
AIDS adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang
meningkatkan norma-norma agama maupun sosial sehingga masyarakat dapat
berperilaku seksual yang bertanggung jawab.

Yang dimaksud dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab adalah :

a. Tidak melakukan hubungan seksual sama sekali.

b. Hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra seksual yang setia dan tidak
terinfeksi HIV (monogamy).

c. Menghindari hubungan seksual dengan wanita-wanita tuna susila.

d. Menghindari hubungan seksual dengan orang yang mempunyai lebih dari satu mitra
seksual.

e. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin.


f. Mengurangi jumlah mitra seksual sesedikit mungkin

g. Hindari hubungan seksual dengan kelompok resiko tinggi tertular AIDS.

h. Tidak melakukan hubungan anogenital.

i. Gunakan kondom mulai dari awal sampai akhir hubungan seksual.

Kegiatan tersebut dapat berupa dialog antara tokoh-tokoh agama,


penyebarluasan informasi tentang AIDS dengan bahasa agama, melalui penataran P4
dan lain-lain yang bertujuan untuk mempertebal iman serta norma-norma agama
menuju perilaku seksual yang bertanggung jawab. Dengan perilaku seksual yang
bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran penyakit AIDS di
Indonesia.

L. Penanggulangan HIV/AIDS

Prinsip-prinsip Dasar Penanggulangan HIV/AIDS.

1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan oleh masyarakat dan


pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dan pemerintah berkewajiban untuk
mengarahkan membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang.

2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya


yang ada di Indonesia.

3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan meniperkukuh ketahanan


dan kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam
masyarakat.

4. Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk


memantapkan perilaku yang tidak memberikan kesempatan penularan dan
merubah perilaku yang beresiko tinggi.

5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindung diri
dan orang lain terhadap infeksi HIV/AIDS.

6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati


harkat dan martabat dari para pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya.
7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan
penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed
consent). Sebelum dan sesudahnya harus diberikan konseling yang memadai dan
hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan.

8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan selaras dengan


Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di semua tingkat.

9. Setiap pemberi layanan berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi


kepada pengidap HIV/penderita AIDS.

Tujuan penanggulangan HIV/AIDS adalah untuk :

1. mencegah penularan virus HIV/AIDS

2. mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan, serta dampak sosial dan


ekonomis dari HIV/AIDS diseluruh Indonesia

3. menghimpun dan menyatijkan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan


HIV/AIDS.

Strategi Yang Dapat Dilakukan Untuk Menanggulangi Penyebaran Penyakit Hiv/Aids


Antara Lain :

1. Melakukan promosi kondom bagi WTS atau pekerja sex lainnya dengan cara
memberikan penjelasan tentang fungsi dan cara pemakaiannya.
2. Membangun tempat-tempat rehabilitasi khusus untuk orang-orang yang
menderita penyakit AIDS.

3. Gencar melakukan pentuluhan di berbagai tempat yang ditujukan kepada


masyarakat umum tentang bahaya HIV/AIDS baik itu di sekolah-sekolah (SMU),
Perguruan Tinggi jika perlu sampai ke Pondok Pesantren, kerja sama dinas
kesehatan dengan para pembimbing sekolah.

4. Pemerintah dan LSM yang ada banyak melakukan penyuluhan ketahanan


keluarga karena dengan ketahanan keluarga diharapkan Ayah, Ibu dan anak
memahami bahaya dari penularan HIV/AIDS.
5. Merubah sikap dan perilaku masyarakat kearah positif dalam rangka pencegahan
dan penyebarluasan AIDS.

6. Meningkatkan pengetahuan petugas dalam rangka peningkatan kualitas


pelayanan.

7. Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi (WTS) dibekali
keterampilan tertentu agar mampu bekerja di bidang lain dalam kehidupnnya.

8. Membentuk kelompok kerja teknis komunikasi, informasi, dan idukasi khusus


untuk menagani HIV/AIDS.

M. Pengobatan HIV/AIDS

Pengobatan HIV bertujuan untuk mengurangi risiko penularan HIV,


menghambat perburukan infeksi oportunistik dan meningkatkan kualitas hidup
pengidap HIV. Pengobatan HIV harus dilakukan bersamaan dengan penapisan dan
terapi infeksi oportunistik, pemberian kondom dan konseling.

Pengobatan AIDS bertujuan untuk menurunkan sampai tidak terdeteksi jumlah


virus (viral load) HIV dalam darah dengan menggunakan kombinasi obat ARV.

Pengobatan HIV dan AIDS dilakukan dengan cara pengobatan:

a. Terapeutik

Pengobatan terapeutik meliputi pengobatan ARV (Antiretroviral), pengobatan


IMS, dan pengobatan infeksi oportunitis.

Pengobatan ARV yang berfungsi menghambat virus dalam merusak sistem


kekebalan tubuh. Obat-obatan diberikan dalam bentuk tablet yang dikonsumsi tiap
hari. Pengobatan ARV diberikan setelah mendapatkan konseling, mempunyai
pengingat minum obat (PMO) dan pasien setuju patuh terhadap pengobatan seumur
hidup. Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit dan dapat dilanjutkan di puskesmas
atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Rumah sakit sekurang-kurangnya
merupakan rumah sakit kelas C.

Pengobatan ARV harus diindikasikan bagi:


1) Penderita HIV yang telah menunjukkan stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel
Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan 350 sel/mm3

2) Ibu hamil dengan HIV; dan

Setiap ibu hamil dengan HIV berhak mendapatkan pelayanan persalinan di


semua fasilitas pelayanan kesehatan. Pelayanan persalinan memperhatikan prosedur
kewaspadaan standar dan tidak memerlukan alat pelindung diri khusus bagi tenaga
kesehatan penolong persalinan.

3) Penderita HIV dengan tuberkulosis.

b. Profilaksis

Pengobatan profilaksis meliputi pemberian ARV pasca pajanan dan


kotrimoksasol untuk terapi dan profilaksis. Setiap bayi baru lahir dari ibu HIV dan
AIDS harus segera mendapatkan profilaksis ARV dan kotrimoksazol. Dalam hal
status HIV belum diketahui, pemberian nutrisi sebagai pengobatan penunjang bagi
bayi baru lahir.

c. Penunjang

Pengobatan penunjang meliputi pengobatan suportif, adjuvant dan perbaikan


gizi. Tanpa pengobatan, orang dengan sistem kekebalan yang terserang HIV akan
menurun drastis. Dan mereka cenderung menderita penyakit yang membahayakan
nyawa seperti kanker. Hal ini dikenal sebagai HIV stadium akhir atau AIDS.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus, HIV


merupakan virus yang dapat mengakibatkatkan penyakit acquired immunodeficiency
syndrome, atau AIDS. Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi
AIDS diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Seseorang yang terkena virus
HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan
tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Melalui darah, cairan semen/ air mani
(sperma atau peju pria), melalui cairan vagina pada wanita, dan melalui Air Susu Ibu
(ASI, adapun cairan tubuh yang tidak mengandung virus HIV pada penderita HIV
positif.
DAFTAR PUSTAKA

About HIV/AIDS. Http://www.cdc.gov/HIV/basics/whatisHIV.html. Diakses pada


tanggal 26 april 2016.

Afifah, Asni. 2015. Keefektifan Permainan Shart Journey (Inovasi Permainan


Monopoli) Dalam Meningkatkan Pengetahuan Tentang Hiv/Aids Pada Remaja
Yang Tinggal Di Kompleks Resosialisasi Argorejo. Skri

Dinkes Bengkulu. http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/uptd/8-umum/127-


strategi-penanggulangan-hiv-aids

Hanim, Diffah, dkk, 2013, Penyuluhan Kesehatan: Penyakit Menular Seksual,


Fakultas Kedokteran UNS, Solo

Kandal, B.K. Dkk., 2004, Penyakit Infeksi Edisi Ke-6, Erlangga, Jakarta.

Pusat Data Dan Informasi. 2014. Situasi Dan Analisis HIV AIDS. Kementrian
Kesehatan Ri. Jakarta

http://www.alodokter.com/hiv-aids/
Permenkes Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/100_Permenkes%20No
%2021%20Tahun%202013%20Penanggulangan%20HIVAIDS.pdf
http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1060.Strategi Nasional Penanggulangan
HIV/AIDS di Indonesia 1994
Wahyono Agus. 2015. Makalah HIV AIDS.
http://aguswahyupriutomo.blogspot.co.id/2015/07/contoh-makalah-tentang-hiv-
aids.html. Diakses pada tanggal 28 April 2016 Pukul 19:12 WIB

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, &


Pemberantasan, Erlangga, Jakarta

Zona Info 45. 2012. Definisi dan Patofisiologi HIV AIDS.


http://zonainfo45.blogspot.co.id/2012/12/definisi-dan-patofisiologi-penyakit-
hiv.html. Diakses pada tanggal 28 April 2016 Pukul 19:09 WIB

Anda mungkin juga menyukai