Hepatitis B
Oleh:
Yosha Putri Wahyuni
1420312023
KATA PENGANTAR
Padang,
April 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang....................................................................................1
1.2 Tujan Penulisan..................................................................................3
1.3 Manfaat .............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Kontrasepsi Hormonal........................................................5
2.2 Perubahan-perubahan yang terjadi selama penggunaan
Kontrasepsi........................................................................................6
2.3 Jenis-jenis Pil ..................................................................................8
2.2.1 Pil Oral Kombinasi (POK).......................................................9
2.2.2 Pil Mini....................................................................................16
2.2.3 Pil Sekuensial...........................................................................22
2.2.4 Pil Pascasanggama...................................................................22
2.4 Mekanisme kerja pil..........................................................................24
2.5 Efikasi Accetabiliti............................................................................26
2.6 Safety ...............................................................................................26
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................27
3.2 Saran....................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat didunia
termasuk Indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D dan E. Hepatitis A
dan C sering muncul sebagai kejadian luar biasa, ditularkan melalui feses, oral
dan biasanya berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, bersifat
akut dan sembuh dengan baik. Sedangkan Hepatitis B, dan C (jarang
ditularkan secara parenteral, dapat menjadi kronis dan menimbulkan cirrhosis
dan kanker hati. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang
di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap virus Hepatitis B kronis,
sedangkan untuk penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan 170 juta orang
dan sekitar 1.5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya disebabkan
oleh infeksi VHB dan VHC (Tjandra, 2012 dalam Panduan Pengendalian
Hepatitis Virus).
Prevalensi pengidap Hepatitis B tertinggi ada di Afrika dan Asia.
Indonesia merupakan negara dengan endemisitas Hepatitis B tinggi nomor 2
terbesar sesudah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR
(South East Asian Region). Sekitar 23 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi
Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C. Hasil Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis
terdeteksi di seluruh propinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6%
(rentang: 0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah
sampel 10.391 menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%.
Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45-49 tahun (11,92%),
umur >60 tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%). HBsAg positif
pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal
ini menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus
Hepatitis B Besaran masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat besar
terhadap masalah kesehatan masyarakat, produktivitas, umur harapan hidup,
dan dampak sosial ekonomi lainnya (Riskesdas 2007).
Dari data yang telah terkumpul, angka prevalensi HBsAg pada donor
darah di Indonesia tahun 1981 dengan metode pemeriksaan RPHA (Reverse
Passive Haemaglutination) menunjukkan rata-rata 5,2% (rentangan 2,4-9,1%),
dan tahun 1993 dengan metode pemeriksaan ELISA rata-rata 9,4%, rentangan
2,5 -36,1% (Sulaiman et al., 1998).
Angka penularan secara vertikal dari ibu pengidap Hepatitis B kepada
bayinya cukup tinggi. Berdasarkan penelitian beberapa rumah sakit di
cukup
satunya
tinggi
adalah
memerlukan
dengan
upaya
pemeberian
pencegahan,
imunisasi.
salah
Termasuk
penyakit-penyakit
tersebut
adalah
Tuberculosis,
dari sekitar 130 juta anak yang lahir setiap tahun sejak penetapan The
Expanded Program on Immunization (EPI) tahun 1974 oleh WHO. Menurut
perkiraan WHO, lebih dari 12 juta anak berusia kurang dari 5 tahun yang
meninggal setiap tahun, sekitar 2 juta disebabkan oleh penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Serangan penyakit tersebut akibat status imunisasi
dasar yang tidak lengkap pada sekitar 20% anak sebelum ulang tahun yang
pertama (WHO dan UNICEF, 2008)
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008, cakupan imunisasi
Hepatitis B (0-7 hari) di Indonesia sebesar 59,19%, pada Tahun 2009 cakupan
imunisasi Hepatitis B (0-7 hari) di Indonesia sebesar 48,30%. angka ini belum
maksimal dalam mendekati Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
Universal Child Immunization (UCI) sebesar 100 % (Depkes RI, 2010).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
B
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dan memahami defenisi Hepatitis B
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Etiologi Hepatitis B
3. Untuk mengetahui, memahami tentang Tanda dan gejala Hepatitis B
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang masa Inkubasi Hepatitis B
5. Untuk mengetahui dan memahami tentang Diagnosis Hepatitis B
6. Untuk mengetahui, memahami, dan mengaplikasikan Pencegahan
Hepatitis B diantaranya dalam bentuk pencegahan non spesifik dan
spesifik (imunisasi)
7. Untuk mengetahui dan memahami tentang Penanganan penderita,
kontak dan lingkungan sekitar.
1.3 Manfaat
1.3.1 Bidang Instansi dan Tenaga Kesehatan
Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan
(penyuluhan, ketersediaan alat dan fasilitas kesehatan) yang diberikan
kepada penderita Hepatitis B terutama tentang pencapaian pelaksanaan
1.3.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi Hepatitis B
Hepatitis adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh berbagai
sebab seperti bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan,
alkohol dan zat berbahaya lainnya (Tjandra, 2012 dalam Panduan
Pengendalian Hepatitis Virus).
Bakteri, virus dan parasit merupakan penyebab infeksi terbanyak, diantara
penyebab infeksi tersebut. Infeksi karena virus Hepatitis A, B, C, D atau E
merupakan
penyebab
tertinggi
dibanding
penyebab
lainnya,
seperti
Cara penularan
Virus Hepatitis B dapat ditemukan pada cairan tubuh penderita
seperti darah dan produk darah, air liur, cairan serebrospinalis, peritonea,
pleural, cairan amniotik, semen, cairan vagina dan cairan tubuh lainnya.
Namun tidak semuanya memiliki kadar virus yang infeksius. Ada 2 cara
penularan infeksi virus hepatitis B yaitu penularan vertikal dan penularan
horizontal.
1. Vertikal
Penularan infeksi HBV dari ibu hamil kepada bayi yang dilahirkannya.
Dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal, selama
persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau postnatal. Penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar bayi yang tertular VHB secara
vertikal mendapat penularan pada masa perinatal yaitu pada saat terjadi
proses persalinan. Karena itu bayi yang mendapat penularan vertikal
sebagian besar mulai terdeteksi HBsAg pada usia 3-6 bulan yang sesuai
dengan masa tunas infeksi VHB yang paling sering didapatkan. Penularan
yang terjadi pada masa perinatal dapat terjadi melalui cara maternofetal
micro infusion yang terjadi pada waktu terjadi kontraksi uterus.
Jika seorang ibu hamil karier Hepatitis B dan HBeAg positif maka
jelas.
Masa inkubasi
Masa inkubasi VHB berkisar antara 30180 hari dengan rata-rata 6090
hari. Lama masa inkubasi tergantung banyaknya virus yang ada dalam
tubuh penderita, cara penularan dan faktor pejamu. Jumlah virus dan usia
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan keparahan akut atau
kronik Hepatitis B.
2.2.5
Diagnosis
Sampai saat ini terdapat beberapa indikator laboratoris yang bisa
digunakan untuk menilai infeksi Hepatitis B. Pada infeksi akut, antibodi
terhadap HBcAg adalah yang paling pertama muncul, diikuti dengan
munculnya HBsAg dan HBeAg serum. Bila penderita mengalami
kesembuhan spontan setelah Hepatitis B akut, maka akan terjadi
Pencegahan
Seperti pada penyakit infeksi lainnya, pencegahan infeksi Hepatitis
B bisa berupa pencegahan primordial, primer, sekunder, dan tersier.
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan kondisi
pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat
dukungan dari kebiasaan, gaya hidup, maupun kondisi lain yang
merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu penyakit. Pencegahan
primordial yang dapat dilakukan adalah :
a. Konsumsi makanan berserat seperti buah dan sayur serta konsumsi
makanan dengan gizi seimbang.
b. Bagi ibu agar memberikan ASI pada bayinya karena ASI
mengandung antibodi yang penting untuk melawan penyakit.
c. Melakukan kegiatan fisik seperti olah raga dan cukup istirahat.
2. Pencegahan Primer
Prinsip-prinsip
kewaspadaan
universal,
seperti
penderita dapat
b. Program Imunisasi
Bagi orang yang tidak diimunisasi dan terpajan dengan
Hepatitis B, pencegahan postexposure berupa kombinasi HBIG
(untuk mencapai kadar anti-HBs yang tinggi dalam waktu singkat)
dan vaksin Hepatitis B (untuk kekebalan jangka panjang dan
mengurangi gejala klinis) harus diberikan. Untuk pajanan perinatal
(bayi yang lahir dari ibu dengan Hepatitis B), pemberian HBIG
single dose, 0,5 mL secara intra muskular di paha harus diberikan
segera setelah persalinan dan diikuti 3 dosis vaksin Hepatitis B
(imunisasi), dimulai pada usia kurang dari 12 jam setelah
persalinan. Pemberian HBIG dan Vaksin Hepatitis B dilakukan
pada paha yang berbeda. Untuk mereka yang mengalami inokulasi
langsung atau kontak mukosa langsung dengan cairan tubuh
penderita Hepatitis B, maka profilaksis yang digunakan adalah
dalam program imunisasi rutin Nasional pada bayi baru lahir pada
tahun 1997.
Imunisasi Hepatitis B mampu memberikan perlindungan
terhadap infeksi Hepatitis B selama lebih dari 20 tahun.
Keberhasilan imunisasi dinilai dari terdeteksinya anti-HBs di
serum penderita setelah pemberian imunisasi Hepatitis B lengkap
(3-4 kali). Tingkat keberhasilan imunisasi ditentukan oleh faktor
usia penderita, dengan lebih dari 95% penderita mengalami
kesuksesan imunisasi pada bayi, anak dan remaja, kurang dari 90%
pada usia 40 tahun, dan hanya 65-70% pada usia 60 tahun.
Penderita dengan sistem imun yang terganggu juga akan
memberikan respons kekebalan yang lebih rendah. Bayi dari ibu
dengan HBsAg (-) tidak akan terpajan virus Hepatitis B selama
proses persalinan, namun risiko bayi tersebut untuk terpajan virus
Hepatitis B tetap tinggi, mengingat endemisitas penyakit ini di
Indonesia. Seperti telah disebutkan di atas, infeksi virus Hepatitis
B pada anak memiliki risiko perkembangan kearah Hepatitis B
kronis yang lebih besar. Maka setiap bayi yang lahir di Indonesia
diwajibkan imunisasi Hepatitis B. Vaksin yang digunakan adalah
vaksin rekombinan yang mengandung HBsAg yang diproduksi
ragi.
Vaksin ini diberikan secara intramuskular pada saat bayi
lahir dan dilanjutkan minimal pada bulan ke-1 dan ke-6. Namun
panduan imunisasi yang berlaku di Indonesia menyarankan
pemberian imunisasi pada saat bayi lahir, pada bulan ke-2, bulan
ke-3, dan bulan ke-4. Pemberian imunisasi dilakukan oleh tenaga
medis terlatih di masing-masing daerah.
c. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan
terhadap orang yang sakit agar lekas sembuh dan menghambat
progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang
tepat.
d. Pencegahan Tersier
Sebagian besar pencegahan penderita hepatitis B akut akan
membaik atau sembuh sempurna tanpa meninggalkan bekas. Tetapi
sebagian kecil akan menetap dan menjadi kronis, kemudian
menjadi buruk atau mengalami kegagalan faal hati. Biasanya
penderita dengan gejala seperti ini akan berakhir dengan meninggal
dunia. Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut maka
perlu diadakan pemeriksaan berkala. Sebelum dilaksanakan
pembedahan, pada waktu pembedahan, dan pasca pembedahan.
2.2.7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA