PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndromeatau Acquired Immune
Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau : sindrom)
yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi
virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies
lainnya (SIV, FIV, dan Iain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau
disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik
ataupun mudah terkena rumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benarbenar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak
langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah,
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan
vagina, cairan presemmal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik
yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau
menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut
akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi, dan parasit, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV.
Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi
hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar
Presentasi
< 15 tahun
2,65 %
15-19 tahun
3,05%
20-29 tahun
49,07%
30-39 tahun
30,14%
40-49 tahun
8,82%
50-59 tahun
2,65%
60 tahun
0,51%
Tidak diketahui
3,27%
AIDS
Laki-laki
28,846
Perempuan
15,565
Tidak Diketahui
7,937
Jumlah
52,348
Sumber : Ditjen PP & PL Kemenkes RI
AIDS
Heteroseksual
32,719
Homo-Biseksual
1,274
IDU
8,407
Transfusi Darah
123
Transfusi Perinatal
1,438
Tidak Diketahui
7,954
Propinsi
HIV
AIDS
Papua
14,087
10,116
Jawa Timur
16,235
8,725
DKI Jakarta
28,790
7,477
Jawa Barat
10,98
4,131
Bali
8,059
3,985
Jawa Tengah
6,963
3,339
Sulawesi Selatan
3,764
1,703
Kalimantan Barat
4,135
1,699
Sumatra Utara
7,967
1,301
10
Banten
3,179
1,042
11
Riau
1,733
992
12
Sumatra Barat
923
952
13
DI Yogyakarta
2,179
916
14
Sulawesi Utara
2,043
798
15
1,581
496
16
710
456
17
Maluku
1,187
437
18
Jambi
642
437
19
Lampung
939
423
20
Kepulauan Riau
3,902
382
21
Kalimantan Selatan
366
334
22
Kalimantan Timur
2,199
332
23
Sumatra Selatan
1,461
322
24
Bangka Belitung
429
303
25
Sulawesi Tenggara
226
212
26
Sulawesi Tengah
308
190
27
Papua Barat
2,344
187
28
Maluku Utara
206
165
29
NAD/Aceh
131
165
30
Bengkulu
236
160
31
Kalimantan Tengah
192
97
32
Gorontalo
51
68
33
Sulawesi Barat
33
127,416
52,384
Jumlah
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup
dalam sel atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh
ke dalam kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan
AIDS ini ditandai dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus,
bakteri, parasit maupun jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan
infeksi oportunistik (Zein, 2006).
2. Etiologi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dianggap sebagai virus
penyebab AIDS. Virus ini termaksuk dalam retrovirus anggota subfamili
lentivirinae. Ciri khas morfologi yang unik dari HIV adalah adanya
nukleoid yang berbentuk silindris dalam virion matur. Virus ini
mengandung 3 gen yang dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag,
pol, env. Terdapat lebih dari 6 gen tambahan pengatur ekspresi virus yang
penting dalam patogenesis penyakit. Satu protein replikasi fase awal yaitu
protein Tat, berfungsi dalam transaktivasi dimana produk gen virus terlibat
dalam aktivasi transkripsional dari gen virus lainnya. Transaktivasi pada
HIV sangat efisien untuk menentukan virulensi dari infeksi HIV. Protein
Rev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev membantu
keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein Nef
menginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi
sel yang lain (Brooks, 2005).
3. Mekanisme Penyakit (RAP)
a. Tahap Pre Patogenesis
Tahap pre patogenesis tidak terjadi pada penyakit HIV AIDS.
Hal ini karena penularan penyakit HIV terjadi secara langsung (kontak
langsung dengan penderita). HIV dapat menular dari suatu satu
manusia ke manusia lainnya melalui kontak cairan pada alat
reproduksi, kontak darah (misalnya trafusi darah, kontak luka, dll),
penggunaan jarum suntik secara bergantian dan kehamilan.
b. Tahap Patogenesis
Terjadinya
gangguan
pada
persyarafan
central
AIDS pada anak akibat transmisi vertikal dari ibu ke anak. Lima puluh
persen kasus AIDS anak berumur < l tahun dan 82% berumur <3 tahun.
Meskipun demikian ada juga bayi yang terinfeksi HIV secara vertikal
belum memperlihatkan gejala AIDS pada umur 10 tahun.
Gejala klinis yang terlihat adalah akibat adanya infeksi oleh
mikroorganisme yang ada di lingkungan anak. Oleh karena itu,
manifestasinya pun berupa manifestasi nonspesifik berupa gagal tumbuh,
berat badan menurun, anemia, panas berulang, limfadenopati, dan
hepatosplenomegali. Gejala yang menjurus kemungkinan adanya infeksi
HIV adalah adanya infeksi oportunistik, yaitu infeksi dengan kuman,
parasit, jamur, atau protozoa yang lazimnya tidak memberikan penyakit
pada anak normal. Karena adanya penurunan fungsi imun, terutama
imunitas selular, maka anak akan menjadi sakit bila terpajan pada
organisme tersebut, yang biasanya lebih lama, lebih berat serta sering
berulang. Penyakit tersebut antara lain kandidiasis mulut yang dapat
menyebar ke esofagus, radang paru karena Pneumocystis carinii, radang
paru karena mikobakterium atipik, atau toksoplasmosis otak. Bila anak
terserang Mycobacterium tuberculosis, penyakitnya akan berjalan berat
dengan kelainan luas pada paru dan otak. Anak sering juga menderita diare
berulang.
6. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Program pencegahan penularan dan penyebaran HIV lebih
dipusatkan pada pendidikan masyarakat mengenai cara-cara penularan
HIV. Dengan demikian, masyarakat (terutama kelompok perilaku resiko
tinggi) dapat mengubah kebiasaan hidup mereka sehingga tidak mudah
terjangkit HIV. Dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari
HIV/AIDS adalah sebagai berikut :
a. Membiasakan Diri dengan Perilaku Seks yang Sehat
Sebagian besar penularan HIV terjadi melalui hubungan
seksual. Oleh karena itu, membiasakan diri dengan perilaku seks yang
alat-alat
HIV
dikandungnya.
dapat
Jika
menularkan
ingin
hamil,
virus
kepada
sebaiknya
janin
mereka
yang
selalu
berkonsultasi.
Program penanggulangan HIV/AIDS yaitu lewat jalur pendidikan
mempunyai arti yang sangat strategis karena besarnya populasi remaja di
jalur sekolah dan secara politis kelompok ini adalah aset dan penerus
bangsa. Salah satu kelompok sasaran remaja yang paling mudah dijangkau
adalah remaja di lingkungan sekolah (closed community) (Muninjaya,
1998). Keimanan dan ketaqwaan yang lemah serta tertekannya jiwa
menyebabkan remaja berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan hidup
dan ingin diterima dalam lingkungan atau kelompok tertentu. Oleh karena
itu diperlukan peningkatan keimanan dan ketaqwaan melalui ajaran-ajaran
agama. (BNN, 2009).
Sebagian masyarakat Indonesia menggangap bahwa seks masih
merupakan hal yang tabu. Termasuk diantaranya dalam pembicaraan,
pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya jalur informasi yang
benar dan mendidik sulit dikembangkan (Zulaini, 2000).
Cara-cara mengurangi resiko penularan AIDS antara lain melalui
seks aman yaitu dengan melakukan hubungan seks tanpa melakukan
penetrasi penis ke dalam vagina, anus, ataupun mulut.
Dalam proses pencegahan terhadap semakin luasnya epidemic
HIV/AIDS, semua elemen dari masyarakat bertanggung jawab terhadap
proses pencegahan. Yang bertanggung jawab terhadap pencegahan
persebaran HIV/AIDS adalah :
a. Individu
Seseorang harus mengadopsi gaya hidup dan perilaku yang sehat dan
mengurangi risiko penularan HIV. Orang terinfeksi HIV harus menjadi
orang yang bertanggung jawab untuk menjamin bahwa mereka untuk
seterusnya tidak akan menyebarkan virus ke orang lain.
b. Keluarga
Keluarga harus mengadopsi nilai-nilai peningkatan kesehatan.
Keluarga harus memberikan pemahaman dan rasa simpati serta
perlindungan untuk menolong anggota keluarga yang divonis orang
terinfeksi HIV dalam menghadapai situasi yang tidak normal dan
memaksimalkan potensi kesehatan untuk mempertahankan diri dari
infeksi yang lain.
c. Masyarakat
HIV
mendukung
dan
dengan
meningkatkan
norma
sosial
suasana
yang
lingkungan
bersifat
yang
melindungi.
kepedulian
masyarakat
tentang
HIV/AIDS.
informasi
tentang
HIV/AIDs,
menghindari
dalam
mengumpulkan
data,
menganalisa
data
dan
50%.
Terkonsentrasi
Prevalensi HIV secara konsisten lebih dari 5% di sub-populasi berisiko
tertentu dan prevalensi HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu
hamil.
Meluas
Prevalensi HIV lebih dari 1% di populasi umum atau ibu hamil
(USAID, 2003)
1. Surveilans Epidemiologis
Surveilans Kesehatan Masyarakat menurut Thacker dan Berkelman
adalah pengumpulan, analisis, dan penafsiran data outcome-specific secara
terus menerus dan sistematis untuk perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi upaya kesmas. Definisi system Surveilans Epidemiologi menurut
Kepmenkes No 1116 tahun 2003 adalah tatanan prosedur penyelenggaraan
surveilans epidemiologi yang terintegrasi antara unit-unit penyelenggara
surveilans dengan laboratorium, sumber-sumber data, pusat penelitian,
pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi tata
hubungan surveilans epidemiologi antar wilayah kabupaten/kota, Propinsi
dan Pusat.
2. Tujuan Surveilans Epidemiologi
a. Memprediksi dan mendeteksi dini Epidemi (Outbreak).
b. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan
pengendalian penyakit.
6. Metode
a. Populasi :
1) Untuk tujuan khusus 1.1 sampai 1.2 populasinya adalah semua
kasus HIV/AIDS.
2) Untuk tujuan khusus 1.3 sd 1.5 populasinya adalah smua kasus
HIV/AIDS.
3) Untuk tujuan khusus 1.6 sd 18 populasinya adalah semua kasus
HIV/AIDS.
b. Penumpulan data
1) Jenis data : data primer dan data sekunder
2) Sumber data : Ditjen PP & PL Kemenkes RI 2013
c. Pengolahan dan analisis data
Dari data primer dan data sekunder yang telah di kumpulkan di
analisis di interpretasikan sesuai tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui angka proporsi kasus HIV/AIDS
b. Untuk
mengetahui
distribusi
angka
incidenci
pada
kasus
CFR
pada
kasus
HIV/AIDS
menurut
wilayah/tempat tinggal
BAB III
PENUTUP
1. Klasifikasi untuk epidemic HIV/AIDS terdiri dari :
a. Rendah
Prevalensi HIV dalam suatu sub-populasi berisiko tertentu belum melebihi
50%.
b. Terkonsentrasi
Prevalensi HIV secara konsisten lebih dari 5% di sub-populasi berisiko
tertentu dan prevalensi HIV di bawah 1% di populasi umum atau ibu
hamil.
c. Meluas
Prevalensi HIV lebih dari 1% di populasi umum atau ibu hamil
2. Tujuan Surveilans Epidemiologi
a. Memprediksi dan mendeteksi dini Epidemi (Outbreak).
b. Memonitor, mengevaluasi, dan memperbaiki program pencegahan dan
pengendalian penyakit.
c. Sebagai sumber informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan
kebijakan, perencanaan, implementasi, dan alokasi sumber daya kesehatan.
d. Memonitoring kecenderungan penyakit Endemis dan mengestimasi
dampak penyakit di masa mendatang.