Anda di halaman 1dari 12

Epidemiologi TBC

Ni Wayan Eni Sukmawati


18D10152
Anestesiologi B Tk. 2

DIV Keperawatan Anestesiologi


ITEKES BALI
2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini paling sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang
organ tubuh lain dan ditularkan orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua
yang diketahui menyerang manusia. Jika diterapi dengan benar tuberkulosis yang
disebabkan oleh kompleks Mycobacterium tuberculosis, yang peka terhadap obat,
praktis dapat disembuhkan. Tanpa terapi tuberkulosa akan mengakibatkan kematian
dalam lima tahun pertama pada lebih dari setengah kasus.
Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di
Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam
menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis
akan menularkan penyakitnya pada lingkungan,sehingga jumlah penderita semakin
bertambah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian penyakit TBC
2. Apa saja factor-faktor penyebab TBC
3. Bagaimana Segitiga Epidemiologi TBC
4. Bagaimana upaya pencegahan TBC

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian TBC
2. Untuk mengetahui apa saja factor-faktor penyebab TBC
3. Untuk mengetahui segitiga epidemiologi TBC
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan TBC

1.4 Manfaat
1. Tahu dan paham tentang apa itu penyakit TBC
2. Mengetahui apa saja factor-faktor penyebab TBC
3. Mengetahui bagaimana segitiga epidemiologi
4. Mengetahui upaya pencegahan TBC

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian TBC


TBC (Tuberkulosis) yang juga dikenal dengan TB adalah penyakit paru-paru akibat
kuman Mycobacterium tuberculosis. TBC akan menimbulkan gejala berupa batuk
yang berlangsung lama (lebih dari 3 minggu), biasanya berdahak, dan terkadang mengeluarkan
darah. Kuman TBC tidak hanya menyerang paru-paru, tetapi juga bisa menyerang tulang,
usus, atau kelenjar. Penyakit ini ditularkan dari percikan ludah yang keluar penderita TBC,
ketika berbicara, batuk, atau bersin. Penyakit ini lebih rentan terkena pada seseorang yang
kekebalan tubuhnya rendah, misalnya penderita HIV.

2.2 Faktor-Faktor penyebab TBC


1. Host
Host atau pejamu adalah manusia atau hewan hidup, termasuk burung dan
arthropoda yang dapat memberikan tempat tinggal dalam kondisi alam. Manusia
merupakan reservoar untuk penularan kuman Mycobacterium tuberculosis,
kuman tuberkulosis menular melalui droplet nuclei. Seorang penderita
tuberkulosis dapat menularkan pada 10-15 orang
Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host
yang dimaksud disini adalah manusia. Beberapa faktor host yang mempengaruhi
penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :
1. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukan bahwa laki-laki sering terkena
TB paru dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki
memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan perempuan sehingga
kemungkinan terpapar lebih besar pada laki-laki (dalam Sitepu, 2009).
2. Umur
Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah
kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Kementrian Kesehatan
RI,2010). Karena Pada usia produktif selalu dibarengi dengan aktivitas
yang meningkat sehingga banyak berinteraksi dengan kegiatan kegiatan
yang banyak pengaruh terhadap resiko tertular penyakit TB paru.
3. Kondisi sosial ekonomi
WHO 2003 menyebutkan 90% penderita tuberkulosis paru di dunia
menyerang kelompok dengan sosial ekonomi lemah atau miskin (dalam
Fatimah,2008). Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya
kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan
terkena infeksi TB Paru.
4. Kekebalan
Kekebalan dibagi menjadi dua macam, yaitu : kekebalan alamiah
dan buatan. Kekebalan alamiah didapatkan apabila seseorang pernah
menderita tuberkulosis paru dan secara alamiah tubuh membentuk
antibodi, sedangkan kekebalan buatan diperoleh sewaktu seseorang diberi
vaksin BCG (Bacillis Calmette Guerin). Tetapi bila kekebalan tubuh
lemah maka kuman tuberkulosis paru akan mudah menyebabkan penyakit
tuberkulosis paru (Fatimah, 2008).
5. Status gizi
Apabila kualitas dan kuantitas gizi yang masuk dalam tubuh cukup
akan berpengaruh pada daya tahan tubuh sehingga tubuh akan tahan
terhadap infeksi kuman tuberkulosis paru. Namun apabila keadaan gizi
buruk maka akan mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit ini,
karena kekurangan kalori dan protein serta kekurangan zat besi, dapat
meningkatkan risiko tuberkulosis paru (dalam Sitepu, 2009).
6. Penyakit infeksi HIV
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sitem daya tahan tubuh
seluler (cellular immunity) sehingga jika terjadi infeksi oportunistik 
seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis paru akan meningkat,
dengan demikian penularan tuberkulosis paru di masyarakat akan
meningkat pula.

2. Agent
Agen adalah faktor esensial yang harus ada agar penyakit dapat
terjadi. Agent dapat berupa benda hidup, tidak hidup, energi, sesuatu yang
abstrak, suasana sosial, yang dalam jumlah yang berlebih atau kurang
merupakan penyebab utama/esensial dalam terjadinya penyakit.
Agent yang mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah
kuman Mycobacterium tuberculosis. Agent ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya pathogenitas, infektifitas dan virulensi.
a. Pathogenitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan
penyakit pada host. Pathogenitas kuman tuberkulosis paru termasuk
pada tingkat rendah.
b. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk ke dalam tubuh
host dan berkembangbiak di dalamnya. Berdasarkan sumber yang
sama infektifitas kuman tuberkulosis paru termasuk pada tingkat
menengah.
c. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba bagi host. Berdasarkan
sumber yang sama virulensi kuman tuberkulosis termasuk tingkat
tinggi. 
3. Environment
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar dari host
(pejamu), baik benda tidak hidup, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti
suasana yang terbentuk akibat interaksi semua elemen-elemen tersebut,
termasuk host yang lain (Soemirat, 2010). Faktor lingkungan memegang
peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak
memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang
memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya
(Notoatmodjo, 2003). Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah
sehat secara fisiologis yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis
paru antara lain :
A. Lingkungan yang tidak sehat (kumuh) sebagai salah satu
reservoir atau tempat baik dalam menularkan penyakit menular
seperti penyakit tuberkulosis. Peranan faktor lingkungan
sebagai predisposing artinya berperan dalam menunjang
terjadinya penyakit pada manusia, misalnya sebuah keluarga
yang berdiam dalam suatu rumah yang berhawa lembab di
daerah endemis penyakit tuberkulosis. Umumnya penularan
terjadi dalam ruangan tempat percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
B. Kepadatan Penghuni Rumah Ukuran luas ruangan suatu rumah
erat kaitannya dengan kejadian tuberkulosis paru. Disamping
itu Asosiasi Pencegahan Tuberkulosis Paru Bradbury mendapat
kesimpulan secara statistik bahwa kejadian tuberkulosis paru
paling besar diakibatkan oleh keadaan rumah yang tidak
memenuhi syarat pada luas ruangannya. Semakin padat
penghuni rumah akan semakin cepat pula udara di dalam
rumah tersebut mengalami pencemaran. Karena jumlah
penghuni yang semakin banyak akan berpengaruh terhadap
kadar oksigen dalam ruangan tersebut, begitu juga kadar uap
air dan suhu udaranya. Dengan meningkatnya kadar CO2 di
udara dalam rumah, maka akan memberi kesempatan tumbuh
dan berkembang biak lebih bagi Mycobacterium tuberculosis.
Dengan demikian akan semakin banyak kuman yang terhisap
oleh penghuni rumah melalui saluran pernafasan. Menurut
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, kepadatan
penghuni diketahui dengan membandingkan luas lantai rumah
dengan jumlah penghuni, dengan ketentuan untuk daerah
perkotaan 6 m²  per orang daerah pedesaan 10 m²   per orang.
C. Kelembaban Rumah Kelembaban udara dalam rumah minimal
40% – 70 % dan suhu ruangan yang ideal antara 18°C – 30°C.
Bila kondisi suhu ruangan tidak optimal, misalnya terlalu panas
akan berdampak pada cepat lelahnya saat bekerja dan tidak
cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila kondisinya terlalu
dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang
tertentu dapat menimbulkan alergi.
Hal ini perlu diperhatikan karena kelembaban dalam rumah
akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme
antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui
udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan
membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang
efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara
yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-
baktri termasuk bakteri tuberculosis
D. Ventilasi
Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar
masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar,
menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.
Menurut indikator pengawasan rumah , luas ventilasi yang
memenuhi syarat kesehatan adalah = 10% luas lantai rumah
dan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan
adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi rumah yang <
10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan
mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan
bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun
bagi penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi
akan menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena
terjadinya proses penguapan cairan dai kulit dan penyerapan.
Kelembaban ruangan yan tinggi akam menjadi media yang
baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri
patogen termasuk kuman tuberkulosis. Tidak adanya ventilasi
yang baik pada suatu ruangan semakin membahayakan
kesehatan atau kehidupan, jika dalam ruangan tersebut terjadi
pencemaran oleh bakteri seperti oleh penderita tuberkulosis
atau berbagai zat kimia organik atau anorganik.
E. Pencahayaan Sinar Matahari
Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga
mempunyai daya untuk membunuh bakteri. Sinar matahari
dapat dimanfaatkan untuk pencegahan penyakit tuberkulosis
paru, dengan mengusahakan masuknya sinar matahari pagi ke
dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah melalui
jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi
mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman.
Kuman tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun
lamanya, dan mati bila terkena sinar matahari , sabun, lisol,
karbol dan panas api. Rumah yang tidak dapat di masuki sinar
matahari maka penguninya mempunyai resiko menderita
tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang dapat
dimasuki sinar matahari.
F. Lantai rumah
Komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai
kedap air dan tidak lembab. Jenis lantai tanah memiliki peran
terhadap proses kejadian Tuberkulosis paru, melalui
kelembaban dalam ruangan. Lantai tanah cenderung
menimbulkan kelembaban, pada musim panas lantai menjadi
kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya bagi
penghuninya.
G. Dinding
Dinding berfungsi sebagai pelindung, baik dari gangguan hujan
maupun angin serta melindungi dari pengaruh panas dan debu
dari luar serta menjaga kerahasiaan (privacy) penghuninya.
Beberapa bahan pembuat dinding adalah dari kayu, bambu,
pasangan batu bata atau batu dan sebagainya. Tetapi dari
beberapa bahan tersebut yang paling baik adalah pasangan batu
bata atau tembok (permanen) yang tidak mudah terbakar dan
kedap air sehingga mudah dibersihkan.

2.3 Segititga Epidemiologi TBC


 Segitiga Epidemiologi
 Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat
3 puncak kejadian dan kematian ; (1) paling rendah pada awal anak
(bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja
dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-
mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada
usia lanjut. Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin
tertunda, walau tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama
pria dikarenakan penumpukan grup sampel usia ini atau tidak
terlindung dari resiko infeksi.
 Agent
TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis,baktri gram
positif berbentuk batang halus mempunyai sifat tahan asam dan
aerobic. Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten
terhadap disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup
pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara
Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir
rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering
muncul setelah penggunaan kemoterapi moderen, sehingga
menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.
Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak
(susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak
langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang
terjadi.
 Environment
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan
variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat
perkembangannya. Penularannya pun berpola
sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.Keadaan
sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC.
Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif
antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan,
perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan
ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji
rendah, eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya
pengalaman sebelumnya tentang TBC dapat juga menjadi
pertimbangan pencetus peningkatan epidemi penyakit ini.Pada
lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah
berbahaya.
 Portal of exit and portal of entry
 Tempat keluarnya penyakit dari pejamu
o Saluran pernafasan
o Saluran pencernaan
o Perkemihan
o Melalui kulit.
Cara Transmisi dari Orang ke Orang Secara Langsung, Contoh :
TBC, Penyakit kulit dan kelamin, Hepatitis. Droplet infeksi melalui
percikan ludah, terutama penyakit melalui. Saluran nafas.
 Tempat masuknya penyakit ke pejamu
o Saluran pernafasan
o Saluran pencernaan
o Perkemihan
o Melalui kulit
Kerentanan Pejamu Tergantung faktor genetik, daya tahan tubuh, keadaan
gizi, gaya hidup dll.

2.4 Upaya pencegahan TBC


1. Primordial prevention ( pencegahan tingkat awal )
Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan
ditahap selanjutnya penderita mendapat jenis obat lebih sedikit namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan ini penting untuk
membunuh kuman persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2. Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling
efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan
mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah
tinggi.Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi ;
(1) Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan
internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua
penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan
tergantung Host tambahan dan lingkungan, (2) Chemoprophylaxis, obat
anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak dijalankan dan tetap harus
dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak, (3) Pengontrolan
Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan pengobatan
diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
3. Secondary prevention ( pencegahan tingkat kedua )
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan
kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan
Lingkungan. Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan
aplikasi modern kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial,
materi maupun tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan
indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan
dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan
gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
4. Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ketiga )
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha
penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan
hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung
situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC,
serta penegasan perlunya rehabilitasi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
TBC merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri yang bernama Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar
bakteri ini menyerang paru-paru sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan pernafasan pada penderitanya. Dari segitiga
epidemiologinya dapat diketahui bahwa penyakit TBC ini memiliki 3
faktor penyebaran, yaitu : Host, Agent, dan Environment dimana
ketiga factor tersebut saling berhubungan.

Daftas Pustaka

https://www.academia.edu/27066954/Makalah_Epidemiologi_Penyakit_Menular_Tube
rkulosis
https://www.slideshare.net/bjahboi/tbc-epid?from_action=save

Anda mungkin juga menyukai