Dalam Bahasa Jawa, dikenal kata ‘oyog’ atau ‘oyag’ yang berarti goyangan atau bergerak-
gerak. Bagi masyarakat Desa Dukuh Widara, istilah ‘oyog’ mengacu pada pijat yang
dilakukan oleh dukun bayi pada ibu hamil. Oyog, karena merupakan bentuk tindakan, sering
dilekati kata hubung ‘di’ sehingga menjadi ‘dioyog’, dan masyarakat Desa Dukuh Widara
sering melafalkannya menjadi ‘doyog.’ Menurut Ratu Erawati pada jaman dahulu minyak
yang digunakan untuk mengoleskan perut ibu hamil saat di karag tersebut dinamakan minyak
gurat. Minyak gurat adalah minyak leuntik (minyak kelapa) yang sudah diberi doa pada saat
acara sedekah tujuh bulanan atau didoakan oleh kyai .
Gerakan oyog melibatkan pijatan pada perut ibu hamil. Pijatan biasanya meliputi pijatan di
bagian perut samping kiri dan kanan, di bagian atas, ke bawah dan usapan pada bagian
tengah. Gerakannya biasanya pelan saja dan dilakukan berulang-ulang selama sekitar 15
menit. Pada beberapa kasus, kadang dukun bayi juga melakukan pijatan pada anggota badan
yang lain seperti kaki, tangan atau pungung. Tergantung dari permintaan pasien. Dukun bayi
biasanya akan dipanggil ke rumah ibu hamil yang ingin di-oyog. Dukun bayi yang dipanggil
biasanya adalah dukun bayi yang sudah dikenal baik oleh keluarga itu, bisa karena rumahnya
yang berdekatan, masih memiliki hubungan persaudaraan atau karena dianggap memiliki
reputasi yang bagus. Sebelum melakukan oyog, dukun bayi biasanya akan meminta keluarga
ibu hamil untuk menyiapkan minyak atau lotion guna mempermudah proses pemijatan.
Minyak yang biasa digunakan adalah minyak goreng, baby oil, hingga minyak zaitun, dan
handbody lotion, tergantung dari apa yang dimiliki si pasien. Setelah pasien siap, dukun bayi
akan duduk atau berdiri di samping pasien, melumuri jemarinya dengan minyak atau lotion,
membaca doa dan mulai memijat. Tidak ada doa khusus untuk
melakukan oyog. Doa yang diucapkan biasanya tergantung dari masing-masing dukun bayi.
Mak Isah misalnya, mengatakan bahwa doa yang dia ucapkan hanya membaca Surat Al-
Fatihah dan shalawat.
Manfaat Oyog
Tentu saja, oyog bukan hanya tradisi belaka. Kenapa oyog masih dilakukan, karena
masyarakat merasa mendapatkan manfaatnya. Karena bagaimanapun, suatu kebiasaan tak
akan bertahan jika memang tidak ada manfaat yang bisa diambil darinya. Hal ini juga berlaku
pada oyog. Meskipun pada umumnya pasien melakukan oyog karena anjuran dari orang tua,
namun mereka juga mendapatkan manfaatnya secara nyata. Mereka mengaku mendapatkan
perasaan nyaman dan lega setelah melakukan oyog.
Pro-Kontra Oyog
Oyog, memang sudah menjadi tradisi turun temurun pada masyarakat Desa Dukuh Widara.
Meski begitu, tidak semua masyarakat setuju dan percaya dengan oyog. Oyog, karena
menyangkut perlakuan pada kehamilan, yang merupakan masamasa riskan, masih
diperdebatkan keamanannya. Terlebih lagi, oyog dilakukan oleh dukun bayi yang emperoleh
ilmunya bukan dari pendidikan formal, bersifat tradisional dan belum pernah diuji keamanan
dan kemanfaatannnya secara ilmiah. Kontra oyog umumnya datang dari para tenaga
kesehatan (bidan desa), yang merasa khawatir bahwa oyog justru akan membahayakan janin.
Bidan, biasanya akan menganjurkan pasien yang datang kepadanya untuk tidak melakukan
oyog.