Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENYAKIT AKIBAT KERJA DAN HUBUNGAN

KERJA DI KLINIK

Disusun Oleh :

Sariyani 111948619110018

Siska purwita sari 111948619110020

Siti fatimah M.R 111948619110021

UNIVERSITAS SARI MULIA


PROGRAM STUDI S I KEBIDANAN
BANJARMASIN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Penyakit Akibat Kerja dan Hubungan Kerja di Klinik. Makalah ini di
susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Program Studi Alih Jenjang S1 Kebidanan Universitas Sari Mulia
Banjarmasin.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta


bimbingan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih . Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ni masih jauh
dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khsusunya dan bagi pembaca
umumnya.

Banjarmasin, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar belakang........................................................................................................1
B. Tujuan....................................................................................................................4
C. Manfaat..................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
A. Pengertian Penyakit Akibat Kerja...........................................................................6
B. Identifikasi Penyakit Akibat Kerja...........................................................................8
C. Cara deteksi dini Penyakit akibat Kerja..................................................................9
D. Potensi Bahaya.....................................................................................................12
E. Potensi Bahaya Umum.........................................................................................12
F. Macam-macam penyakit akibat kerja di klinik.....................................................14
G. Upaya pengendalian resiko..................................................................................16
H. Penatalaksanaan peralatan..................................................................................17
BAB III PENUTUP.............................................................................................................17
A. Kesimpulan...........................................................................................................18
B. Saran....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Setiap manusia membutuhkan pekerjaan untuk mendapatkan


pendapatan, yang nantinya digunakan dalam pemenuhan kebutuhan
mereka.Pekerjaan yang dilakukan dengan cara yang kurang benar dan di
lingkungan yang tidak terkendali akan menyebabkan banyaknya pajanan yang
diterima oleh seorang pekerja. Pajanan, atau yang juga dikenal dengan
hazards, dengan masa pajanan yang panjang akan menimbulkan jumlah total
pajanan yang diterima pekerja menjadi besar, dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling awal, biasanya berupa rasa tidak
nyaman (baik itu pada aspek perasaan hati ataupun aspek kenyamanan pada
saat melakukan pekerjaan). Bila didiamkan saja akan menimbulkan penyakit,
Penyakit tersebut dikenal dengan Penyakit Akibat Kerja, karena penyakit
didapat dari lingkungan kerja ataupun dari pekerjaan yang
dilakukan.Haruslah diingat, pada saat manusia melakukan pekerjaan ada dua
hal yang harus diperhatikan, yaitu nyaman dalam hati dan saat bekerja serta
rasa aman, bebas dari penyakit dan bebas dari kecelakaan.

Penyakit Akibat Kerja secara mendasar dapat dibagi menurut beberapa


versi. Versi pertama menurut Perdoki, yang mengacu ke ILO dan WHO serta
ACOEM. Versi kedua adalah sesuai Keputusan Presiden RI no 22 tahun 1993
serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no 333 tahun 1989.
Menurut PERDOKI , yang dituangkan dalam buku Konsensus Diagnosis
Okupasi tahun 2011, yang juga berdasarkan dari definisi International Labor
Organization (ILO) & world Health Organization (WHO) serta American
College of Occupational and Environtmental Medicine (ACOEM):

1
1. Penyakit Akibat Kerja (Occupational Diseases)
Adalah penyakit yg mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi kuat dng
pekerjaan yg sebabutama terdiri dari satu agen penyebab yg sdh diakui
(evidance based ada).
2. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work Realted Disease)
Adalah penyakit yg mempunyai bbrp agen penyebab, dimana faktor
pekerjaan memegang peranan penting bersama dengan faktor risiko
lainnya dalam berkembangnya penyakit. Untuk Penyakit Akibat Kerja
ataupun Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dalam
penggolongannya dijadikan satu menjadi Penyakit akibat Kerja.
3. Penyakit diperberat oleh pekerjaan atau Penyakit yang mengenai Populasi
Pekerja (Diseaseaffecting working population)
Adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanyaagen
penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi lingkungan
pekerjaan yangburuk bagi kesehatan.
4. Penyakit bukan Penyakit akibat kerja
Umumnya termasuk penyakit umum (yang ada pada masyarakat umum)
dan pajanan tidakmenyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI no 22 tahun 1993 tentang Penyakit
yang timbul karenahubungan kerja dikatakan adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerjaPenyakit yang timbul karena
hubungan kerja ada 31 penyakit.Sementara berdasarkan Keputusan Menteri
Tenaga Kejra dan Transmigrasi no 333/1989 tentang Penyakit Akibat Kerja
dikatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja ditemukan/didiagnosa saat
pemeriksaan kesehatan berkala, ditetapkan oleh dokter , dengan dasar
pemeriksaan klinis danpemeriksaan kondisi lingkungan kerja.
Sumakmur dalam bukunya mengatakan, produktivitas pekerja yang
menurun disebabkan olehbanyak faktor. Salah satu faktor yang
menyebabkannya adalah adanya penyakit akibat kerja. Datadari World Health
Organization pada tahun 1999 menemukan bahwa kasus penyakit akibat kerja
yang paling banyak adalah penyakit muskuloskeletal (48%), penyakit Paru

2
Obstruksi Kronik (11%), gangguan kesehatan mental (10%), tuli akibat bising
(9%) dan keracunan pestisida (3%).
Beberapa survey yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI pada
tahun 2004 di delapan Propinsi pada pekerja di sektor informal mendapat
hasil 75,8% Perajin Batu Bata mengalami gangguan Otot Rangka, 41%
Perajin kulit & Petani Kelapa Sawit mengalami gangg Mata dan 23,2%
Perajin Batu Onix mengalami Dermatitis kontak/alergi. Selain itu dari Profil
Kesehatan Kerja Indonesia tahun 2008 yang disusun Direktorat Bina
Kesehatan Kerja, Kementerian Kesehatan RI tercatat bahwa dari 9.482
pekerja di 12 Kabupaten/Kota dari 10 Provinsi yang disurvei tercatat 40,5%
pekerja mempunyai keluhan terhadap kondisi kesehatannya dengan keluhan
utamanya adalah gangguan otot rangka sebesar 16%.
Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RImelakukan penelitian pada 33 dokter yang bekerja di Industri
pada tahun 2007-2008 tentang penyakit akibat kerja (PAK) mendapatkan
bahwa 100% mengetahui tentang PAK, 72,7% mengetahui penggolongan
PAK, 87,5% mengetahui penggolongan PAK berdasarkan Keputusan
Presiden no 22 tahun 1993, 75,75% mengatakan tidak ada mendiagnosis PAK
dalam 3 tahun terakhir. Kesulitan mendiagnosis PAK dialami oleh 66,6%
dokter dan semua dokter mengharapkan adanya penambahan pengetahuan
tentang PAK. (survey tahun 2007-2009 Pusat K3 Kemenakertrans RI).
Berbagai penyakit akibat kerja tersebut tentunya akan berakibat pada
penurunan produktivitas serta menambah pengeluaran. Hasil kajian yang
dilakukan oleh Pusat Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI tahun 2006 menyatakan bahwa rata-rata pekerja indonesia bila
sakit akan absen selama 3 hari dan mengeluarkan uang sebanyak Rp.
182.000/pekerja.
Untuk kecelakaan kerja, PT. Jamsostek pada tahun 2008 melaporkan
bahwa telah terjadikecelakaan kerja sebanyak 93.823 kasus dengan jumlah
kematian akibat kerja mencapai 14.451 kasus, sedangkan jumlah klaim
asuransi yang dibayarkan oleh PT Jamsostek untuk tahun 2008 sebesar Rp.

3
292 milyar. Jika dilihat dari data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
jumlah kecelakaan dan kematian akibat kerja di Indonesia, jumlahnya jauh
diatas angka yang dilaporkan oleh PT Jamsostek. Hal ini disebabkan karena
PT Jamsostek hanya mencatat angka kecelakaan dan kematian kerja dari
anggotanya saja yang jumlahnya diperkirakan hanya 15 % dari seluruh
pekerja formal di Indonesia.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyakit akibat kerja dan hubungan kerja di klinik
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis teori tentang penyakit akibat kerja dan
hubungan kerja di klinik
b. Menganalisis macam-macam jenis penyakit akibat kerja
dan hubungan kerja di klinik
c. Menganalisis penatalaksanaan yang harus di lakukan dalam
penyakit akibat kerja dan hubungan kerja di klinik

C. Manfaat

1. Manfaat akademik
Sebagai bahan masukan institusi pendidikan dalam penerapan proses
managemen yang komprehensif
2. Bagi mahasiswa
Menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan serta keterampilan
untuk melakukan pelayanan kebidanan
3. Bagi petugas kesehatan
Meningkatkan ilmu pengetahuan keterampilan dan mutu pelayanan
profesional oleh tenaga kesehatan agar berhati-hati dalam

4
melakukan pelayanan kesehatan dan meningkatkan kewaspadaan
dalam kesehatan dan keselamatan kerja

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Penyakit Akibat Kerja

Sumakmur dalam bukunya mengatakan, produktivitas pekerja yang


menurun disebabkan olehbanyak faktor. Salah satu faktor yang
menyebabkannya adalah adanya penyakit akibat kerja. Data dari World
Health Organization pada tahun 1999 menemukan bahwa kasus penyakit
akibat kerja yang paling banyak adalah penyakit muskuloskeletal (48%),
penyakit Paru Obstruksi Kronik (11%), gangguan kesehatan mental (10%),
tuli akibat bising (9%) dan keracunan pestisida (3%).

Penyakit Akibat Kerja secara mendasar dapat dibagi menurut


beberapa versi. Versi pertama menurut Perdoki, yang mengacu ke ILO dan
WHO serta ACOEM. Versi kedua adalah sesuai Keputusan Presiden RI no
22 tahun 1993 serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi no
333 tahun 1989. Menurut PERDOKI , yang dituangkan dalam buku
Konsensus Diagnosis Okupasi tahun 2011, yang juga berdasarkan dari
definisi International Labor Organization (ILO) & world Health
Organization (WHO) serta American College of Occupational and
Environtmental Medicine (ACOEM):

a. Penyebab penyakit akibat kerja

Penyebab penyakit akibat hubungan kerja dapat dibagi atas 5 golongan,


yaitu:

1) Golongan Fisik:bising, vibrasi, radiasi pengion, radiasi non pengion,


tekanan udara, suhu ekstrem,dan pencahayaan.

6
2) Golongan Kimiawi:ada kurang lebih 100.000 bahan kimia yang
sudah digunakan dalam proses industri, namun dalam daftar penyakit
ILO, baru dapat diidentifikasi 31 bahan kimia sebagai
penyebab,sehingga dalam daftar ditambah 1 penyakit, untuk bahan
kimia lainnya.
3) Golongan Biologik:bakteri, virus, jamur, parasit dan lain-lain.
4) Golongan Fisiologik (Ergonomik):desain tempat kerja yang kurang
ergonomis, tidak sesuai dengan fisiologi dan anatomi manusia, alat
kerja yang tidak sesuai dan cara kerja yang banyak menggunakan
posisi janggal dalam waktu lama dan atau gerakan-gerakan berulang.
5) Golongan Psikososial:beban kerja terlalu berat, monotoni pekerjaan
dan lain sebagainya.

Di negara-negara maju, faktor-faktor fisik, kimiawi dan biologik


sudah dapat dikendalikan. Gangguan kesehatan akibat faktor-faktor
tersebut sudah sangat jauh berkurang, namun akhir-akhir ini justru faktor
ergonomik dan golongan psikososial, yang menyebabkan gangguan
muskuloskeletal,stres dan penyakit psikosomatis yang menjadi penyebab
meningkatnya penyakit akibat kerja.

b. Tujuan dan Manfaat Diagnosis Okupasi /Diagnosis Penyakit Akibat


Kerja

Berbeda dengan diagnosis penyakit pada umumnya, diagnosis


penyakit akibat kerja mempunyaiaspek medis, aspek komunitas dan
aspek legal. Dengan demikian tujuan melakukan diagnosis akibatkerja
adalah:

1) Dasar terapi
2) Membatasi kecacatan dan mencegah kematian

7
3) Melindungi pekerja lain
4) Memenuhi hak pekerja

Dengan melakukan diagnosis okupasi/ diagnosis penyakit akibat


kerja, maka hal ini akanberkontribusi terhadap:

1) Pengendalian pajanan berrisiko pada sumbernya.


2) Identifikasi risiko pajanan baru secara dini.
3) Asuhan medis dan upaya rehabilitasi pada pekerja yang sakit
dan/atau cedera.
4) Pencegahan terhadap terulangnya atau makin beratnya kejadian
penyakit atau kecelakaan.
5) Perlindungan pekerja yang lain.
6) Pemenuhan hak kompensasi pekerja.
7) Identifikasi adanya hubungan baru antara suatu pajanan dengan
penyakit.

Secara umum Penyakit Akibat Kerja mempunyai ciri-ciri yang


harus diperhatikan yaitu:

 Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit


yang diakibatkan. Contoh adanyapajanan asbes secara evidence
based akan mengakibatkan asbestosis, silika menyebabkansilikosis.
 Adanya fakta bahwa frekwensi kejadian penyakit pada populasi
pekerja lebih tinggi daripada padamasyarakat umum. Maksud disini
bahwa penyakit akibat kerja jumlah lebih banyak di kalanganpekerja
dari pada di masyarakat umum.
 Penyakit Akibat Kerja dapat dicegah dengan melakukan tindakan
preventif di tempat kerja.

8
D. Identifikasi Penyakit Akibat Kerja

Identifikasi Penyakit Akibat Kerja dapat dilakukan dengan


melakukan hal-hal di bawah ini:

a) Mapping pajanan di tempat kerja dan pekerjaan. Pada kegiatan ini


dilakukan penentuan pajanandengan melakukan walk through survey
dan bila memungkinkan dilakukan pengukuran pajanan dilingkungan
kerja.
b) Kenali gangguan kesehatan yang mungkin timbul. Pada tahap ini
dilakukan penelusuran secaraevidence based apakah pajanan yang ada
di lingkungan kerja secara jumlah total pajanannyasudah dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja.
c) Konsultasi ke dokter, sebaiknya ke dokter perusahaan yang mengerti
tentang proses produksi ditempat kerja, harus dilakukan apabila ada
keluhan dan tanda-tanda suatu penyakit yang didugaberhubungan
dengan pekerjaan/lingkungan kerja.

Dokter akan segera melakukan anamnesis danpemeriksaan untuk


menentukan Diagnosis. Diagnosis yang berhubungan dengan
adanyagangguan akibat pekerjaan/lingkungan kerja adalah Diagnosis
Okupasi (Penentuannya dilakukanoleh Dokter dengan metode 7 langkah
Diagnosis Okupasi, ini sesuai dengan Konsensus 7Langkah Diagnosis
Okupasi, PERDOKI 2010).
Diagnosis Okupasi pada pekerja dilakukan oleh dokter yang kompeten, yaitu:
a) Penyakit Akibat Kerja (termasuk work related diseases)
b) Penyakit Diperberat oleh pekerjaan
c) Bukan Penyakit Akibat Kerja
Apabila Dokter perusahaan ragu tentang kondisi kesehatan atau
penyakit apa yang ada padapekerja, maka Dokter harus konsul ke Spesialis
Kedokteran Okupasi (SpOk) atau bertanya kePerhimpunan spesialis
Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI).

9
E. Cara deteksi dini Penyakit akibat Kerja

Deteksi dini Penyakit akibat Kerja dilakukan dengan melakukan


pemeriksaan kesehatan berkalayang disesuaikan dengan pajanan yang ada
di lingkungan kerja dan pekerjaan. Hasil pemeriksaankesehatan berkala
tersebut bila dilakukan setiap tahun, atau rutin sebaiknya dievaluasi. Hasil
evalusitersebut akan menjadi data untuk program kesehatan kerja individu
dan komunitas pekerjanya.Pada pemeriksaan kesehatan berkala bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan,seperti pemeriksaan
biomonitoring, biosusceptibilty dan pemeriksaan health effect.

1. Pengobatan

Bila melihat dari penyakit yang ditimbulkannya, penyakit akibat


kerja merupakan penyakit yang ireversibel. Artinya kesembuhan total
seperti sedia kala tidak mungkin terjadi.Oleh karena itu, pengobatan yang
dapat dilakukan hanyalah bersifat mengurangi keluhan dan gejala,tetapi
tidak menyembuhkan kembali secara total. Selain itu pengobatan juga
dilakukan untukmencegah terjadinya perburukan atau komplikasi penyakit
tersebut.

2. Rehabilitasi kerja (Pasca Diagnosis Okupasi)

10
Setalah diagnosis okupasi ditegakkan, maka dilakukan pengobatan
yang sesuai dengan berdasarkankaidah kedokteran okupasi. Setelah itu
perlu dipikirkan tentang apa yang dapat dilakukan selamapekerja
melakukan pekerjanaannya. Kondisi kesehatan pekerja harus disesuaikan
dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Penentuan hal tersebut dilakukan
oleh dokter yang kompeten berdasarkanproses Return to work dalam
Konsensus Laik Kerja dan Laik kerja kembali- PERDOKI 2010.Bila
dokter ragu-ragu, maka konsul ke Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk).

3. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Pencegahan adalah hal prinsip yang harus dilakukan untuk


mengatasi Penyakit Akibat Kerja.Pencegahan yang dilakukan harus
berdasarkan 5 Level of Pevention yang dibuat oleh Level andClark. Saat
ini penggolongannya dimodifikasi menjadi pencegahan primer,
pencegahan sekunderdan pencegahan tersier.

a) Pencegahan Primer
Prinsip dari pencegahan ini adalah mencoba meningkatkan daya tubuh
pekerja, dengan HealthPromotion. Kegiatan yang dilakukan antara lain
penyuluhan tentang perilaku kesehatan, faktorbahaya ditempat kerja
dan perilaku kerja yang baik. Kegiatan yang lain adalah olahraga dan
makandengan gizi yang seimbang.

b) Pencegahan Sekunder
Prinsip dari pencegahan ini adalah mencoba mengurangi kontak
pajanan dengan tubuh ataumengurangi masuknya pajanan ke dalam
tubuh, dengan Specific Protection. Kegiatan yangdilakukan adalah
Pengendalian teknik seperti melakukan substiusi pajanan, isolasi
pajanan,membuat ventilasi ruang kerja yang sesuai. Setelah itu ada

11
Pengendalian administrasi yangkegiatannya dengan melakukan aplikasi
perundang-undangan dan peraturan yang terkait dengankesehatan dan
keselamatan kerja serta ketenaga kerjaan. Pengendalian administrasi
juga dapatdilakukan dengan membuat aturan interal di tempat kerja
seperti dengan membuat aturan rotasi danpembatasan jam kerja.
Khusus untuk pelayanan kesehatan, pengendaliannya antara lain
denganmelakukan kegiatan imunisasi.Penggunaan alat pelindung diri
merupakan salah satu cara untuk mengurangi jumlah pajanan
yangmasuk ke dalam tubuh pekerja. Alat pelindung diri yang dipilih
harus sesuai dengan cara masukpajanan ke dalam tubuh, dan alat
pelindung diri harus nyaman dipakai. Ingat, alat pelindung diriharus
digunakan oleh diri sendiri, bukan untuk bersama-sama.
c) Pencegahan tersier
Prinsip dari pencegahan ini adalah melakukan deteksi dini tentang adanya
pajanan yang sudahmasuk ke dalam tubuh pekerja dan memberikan
efek dalam tubuh. Selain itu mencoba mengurangiefek dari gangguan
kesehatan yang ditimbulkan dan bila sudah ada efeknya dicoba
untukmengembalikan fungsi tubuh secara optimal agar pekerja tetap
dapat melakukan pekerjaannya.
Prinsip untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan kesehatan
dan melakukan tindakan yangmemadai disebut dengan Early Diagnosis
& Prompt treatment. Kegiatan yang dilakukan antara lainPemeriksaan
pra-kerja sesuai pajanan, Pemeriksaan berkala sesuai pajanan,
Surveilans,Pemeriksaan lingkungan secara berkala, Pengobatan segera
bila ditemukan adanya gangguankesehatan pada pekerja, Pengendalian
segera ditempat kerja.
Prinsip untuk mengurangi efek dari gangguan kesehatan pekerja
disebut dengan Disability limitation.Kegiatan yang dilakukan antara
lain melakukan Evaluasi kembali bekerja (Return to work).
Prinsip untuk melakukan pengembalian fungsi akibat adanya efek
gangguan kesehatan disebutdengan Rehabilitation. Kegiatan yang

12
dilakukan antara lain evaluasi kecacatan, menyesuaikanpekerjaan
dengan kondisi pekerja, dan mengganti pekerjaan sesuai dengan
kemampuan pekerja.

F. Potensi Bahaya
Klinik sebagai tempat kerja mempunyai potensi bahaya terhadap
kesehatan yang terdapat disemua tempat, baik di dalam maupun di luar
gedung yang dapat timbul dari lingkungan tempat kerja, cara kerja dan
bahan kerja yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja.

G. Potensi Bahaya Umum

Yaitu potensi bahaya yang sama terdapat di semua ruangan,


antara lain :
Masalah kesehatan /
No Potensi Bahaya Jenis Bahaya
Kecelakaan Kerja
1 Fisik  Pencahayaan  Gangguan mata
 Suhu  Kepanasan
 Ventilasi  Stress
 Pengap
2 Biologi  Lalat, kecoa, tikus,  Diare, tipes,
nyamuk malaria, DBD
3 Ergonomi  Posisi duduk > 6  Nyeri punggung
jam dan nyeri kaki
 Berdiri > 4 jam
4 Psikososial  Hubungan antara  Stress kerja dan
petugas kelelahan
 Beban kerja
 Shift kerja
 Kesejahteraan
5 Sanitasi  Sampah non medis  Pencemaran
 Air bersih lingkungan,
 Jamban penlaran

13
penyakit infeksi
6 Gaya hidup  Pola makan  Gangguan gizi
 Olah raga  PTM
 Merokok  Gangguan paru
 Perilaku kerja  PAK / KAK
7 Konstrusi bangunan  Bangunan  Kecelakaan
 Pintu akibat tertimpa,
 Tata letak ruangan tersandung,

 Ukuran ruangan terpleset,

 Kabel listrik tertabrak

terkelupas  Kenyamanan

 Instalasi listrik tak terganggu

sadar  Kebakaran

 Hubungan arus
pendek
 Beban listrik
berlebihan

14
H. Macam-macam penyakit akibat kerja di klinik
1. Bahaya Fisik
a. Pencahayaan yang kurang dalam di dalam ruangan atau pada
saan melakukan tindakan akan menyebabkan ketidaknyamanan
pada mata dan gangguan pada mata jika dilakukan secara
terus-menerus.
b. Suhu atau kelembaban ruangan yang penuh juga
mempengaruhi kualita dalam bekerja. Apabila ruangan terlalu
penuh, maka ruangan akan menjadi panas, tidak nyaman dan
saling berebut oksigen antara pasien dan petugas sehingga
menyebabkan sesak pada dada,
c. Kebisingan yang terjadi akibat pasien yang terlalu ramai akan
menyebabkan pusing, stress dan petugas merasa tidak nyaman
2. Bahaya Biologi
a. Kebersihan ruangan kerja juga mempengaruhi penyebaran
vektor sumber penyakit seperti lalat, kecoa, tikus dan nyamuk.
Ruangan kerja yang kotor akan menjadi sarang vektor. Vektor
mudah berkembang biak di tempat yang kotor, lalu kemudian
vektor tersebut hinggap di makanan petugas lalu petugas
tersebut sakit karena memakan makanan yang tidak streril
(terjangkit vektor). Jenis penyakit yang bisa di tularkan leat
vektor adalah diare, malaria, DBD dan torch
b. Petugas kebersihan yang tidak membersihkan ruangan atau bed
bekas pasien juga memudahkan penularan penyakit antara
pasien dan petugas. Misalnya ada pasien hepatitis yang di
rawat diruangan tersebut, kemudian setelah pasien keluar,
ruangan tersebut tidak di sterilisasi. Maka virus atau bakteri
tersebut masih tertinggal di ruangan tersebut. Lalu apabila
petugas tidak menggunakan APD dan mneyentuh bed tersebut,
maka petugas itu tertular virus hepatitis.

15
c. Saat petugas kesehatan merasakan kelelahan, dan sistem imun
melemah, hal ini memudahkan petugas untuk terserah virus flu
dan batuk. Pada saat menjumpai pasien yang flu dan batuk,
hendaknya petugas selalu memakai masker agar terhindar dari
tertularnya flu dan batuk.
3. Bahaya Ergonomi
a. Posisi petugas yang selalu duduk bahkan lebih dari 6 jam dan
berdiri lebih dari 4 jam juga menyebabkan nyeri punggung dan
nyeri kaki. Posisi duduk yang tidak ergonomis ini lah yang
memicu nyeri pada pungggung. Pada saat duduk, hendakya
selalu bersandar dan posisikan tubuh senyaman mungkin. Pada
saat berdiri, usahakan jangan terlalu lama, segera cari tempat
duduk di saat pasien sepi
b. Pada saat bidan melakukan pertolongan persalinan distosia
bahu, sungsang dan hecting, bidan harus memposisikan diri
senyaman mungkin, seperti duduk di kursi agar mengurangi
nyeri pada punggung dan kaki
4. Bahaya Psikososial
a. Sikap petugas terhadap petugas lainnya yang kurang baik, akan
mengakibatkan stress dan penurunan profesional dalam bekerja
b. Beban kerja yang berlebihan dan tidak adanya cuty
menyebabkan petugas menjadi strees dan kelelahan
c. Perilaku petugas yang suka marah-marah juga mempengaruhi
lingkungan sekitar seperti pasien merasa takut bila berperiksa
dengan petugas itu lagi dan menyebabkan trauma bagi petugas
yang baru masuk menjadi pegawai.
5. Bahaya Sanitasi
a. Lingkungan kerja yang kotor dan adanya genangan air di
sekitar klinik bisa menjadi tempat berkembang
b. Tidak menggunakan air bersih dalam kegiatan sehari-hari
seperti mencuci tangan akan menyebabkan diare karena

16
tercemar bakteri E-Coli yang bisa menyerang siapa saja, baik
petugas ataupun pasien
6. Bahaya Gaya Hidup
a. Pada saat istirahat makan siang, petugas biasanya makan-
makanan diluar di tambah lagi kebiasaan merokok sesudah
makan sangat tidak baik bagi kesehatan dan ketidaknyamanan
bagi orang yang berada disekitarnya seperti sesak nafas,
gangguan paru-paru, dan kanker paru
7. Bahaya Kontruksi Bangunan
a. Penempatan alat-alat yang tidak sesuai tempatnya, kabel listrik
yang tidak tertata rapi bisa menyebabkan kecelakaan akibat
terpleset dan kejatuhan barang-barang karna salah posisi
peletakan

I. Upaya pengendalian resiko


1. Promotif
a. Menginformasikan potensi bahaya ditempat kerja kepada
seluruh petugas
b. Memasang leafet, brosur budaya kesehatan dan keselamatan
kerja
c. Melaksanakan latihan fisik, bimbingan rohani, rekreasi
2. Preventif
a. Penerapan prinsip pencegahan meliputi cuci tangan pakai
sabun, APD, mengganti alat bebahaya, pengaturan shift
kerja
b. Vaksinasi hepatitis
c. Penatalaksanaan limbah di klinik
d. Deteksi dini melalui MCU : pemeriksaan pekerja sebelum
masuk kerja, pindah, peeriksaan secara berkala pada
pekerja, pemeriksaan khusus pada petugas yang terpajan
seperti petugas lab, dan radiologi
3. Kuratif
a. Penatalaksanaan kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum
b. Penatalaksanaan kecelakaan akibat kerja
c. Melakukan pengobatan penyakit akibat kerja
d. Melakukan rujukan kasus
4. Rehabilitatiif

17
Ditujukan untuk mencegah kecacatan dan kematian dan
rekomendasi penempatan petugas pasca kecelakaan kerja.

J. Penatalaksanaan peralatan

Bertujuan untuk menjamin peralatan dalam kondisi steril. Semua


alat, bahan dan obat yang dimasukan ke dalam jaringan yang steril
harus dalam keadaan steril. Proses penatalaksanaan peralatan melalui 4
tahap :
1. Dekontaminasi
2. Pencucian
3. Sterilisasi
4. Penyimpanan

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam mempelajari Penyakit Akibat Kerja perlu mengetahui pajanan di


lingkungan kerja danpekerjaan yang dilakukan. Selain itu perlu mengetahui
gangguan kesehatan yang mungkin terjadiakibat pajanan tersebut, serta perlu
mengetahui pencegahan apa yang harus dilakukan denganprinsip
pengendalian teknis, pengendalian administrasi dan penggunaan alat
pelindung diri.Deteksi dini penyakit akibat kerja dilakukan dengan
pemeriksaan kesehatan berkala sesuai pajanandi lingkungan kerja dan
pekerjaan yang dilakukanPenyakit akibat Kerja merupakan fenomena gunung
es dengan 5 golongan penyebab yaitu fisik,kimia, biologi, ergonomi,
psikososial. Penyakit akibat Kerja dapat ditemukan dengan
melakukanlangkah Diagnosis Okupasi untuk membuktikan apakah penyakit
tersebut adalah PAK (PenyakitAkibat Kerja), Penyakit diperberat oleh
pekerjaan atau bukan penyakit akibat kerja.

K. Saran
Setelah mengetahui beberapa pengertian penyakit akibat kerja dan
hubungan kerja diklinik, kami sebagai penulis mengharapkan agar para
pembaca lebih berhati-hati terhadap penyakit akibat kerja, dan dapat
mengetahui dengan jelas beberapa jenis penyakit akibat kerja, penyebab
penyakitakibat kerja, dan pencegahan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu,
kami sebagai penulis meminta kritik dan sarannya untuk menyempurnakan
makalah yang kami buat.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dep. IKK FKUI & Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia. Kurikulum PPDS
Kedokteran Okupasi Indonesia. Jakarta. 1998ILO . Occupational Health
Services in ILO Encyclopaedia, 2000 : 16.1-62.

Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja, World Health Organization, 1993

Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional. Pedoman Diagnosis dan


Penilaian cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Jakarta.
2003.

Direktorat Kesehatan kerja dan olah raga Kementerian Kesehatan RI dan


PERDOKI. Buku Pelatihan Diagnosis PAK.Jakarta, April 2011Jamsostek.
Kumpulan Peraturan Perundangan Jamsostek.Jakarta. 2003.

Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia. Kompetensi dokter pemberi pelayanan


kesehatan kerja dan kedokteran okupasi. Jakarta, 1998.

Kolegium Kedokteran Okupasi Indonesia dan Perhimpunan Spesialis Kedokteran


Okupasi Indonesia. Konsensus Diagnosis Okupasi sebagai penentuan
Penyakit akibat Kerja. Jakarta, Juli 2010.

20
La Dou, Current Occupational and Environmental Medicine, Lange Medical
Books/ Mc Graw Hill, , 2004.

Levy Barry S and Wegman David H. Occupational Health : Recognizing and


Preventing Work Related Diseases and Injury.Lippincott Williamas and
Wilkins. Phi. USA. 2000.

Maizlish, Neil A., ed. Workplace Health Surveillance, An Action-Oriented


Approach, Oxford University Press, Inc. NewYork, 2000.

Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemeterian Tenaga Kerja dan


Transmigrasi RI. Laporan survey tahun 2007-2009. Jakarta, Desember
2010.

WHO. International Classification of Diseases in Occupational Health. Geneva,


2008.

Yanri Zulmiar, Harjani Sri, Yusuf Muhamad. Himpunan Peraturan Perundangan


Kesehatan Kerja. PT Citratama Bangun Mandiri. Jakarta 1999.

21

Anda mungkin juga menyukai