Anda di halaman 1dari 15

Makalah Epidemiologi

Tentang KLB ‘’Kejadian Luar Biasa’’

Disusun oleh :
1. Chorin Sayyidah . A (18051334013)
2. Rolita Amalia. H (18051334014)
3. Ameliya Putri.A (18051334017)
4. Thalita Sahda. N (18051334030)
5. Aidiyah Fitri (18051334040)

PRODI S1 GIZI 2018

PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019

BAB I.    
   PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa (KLB)
penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perlunya
peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-
langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih cepat
dan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan bekal
pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapangan.
Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki pedoman
penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan kinerja para
petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon KLB.

Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat
perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit akibat
pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya terjadi tidak hanya di berbagai
negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene umumnya buruk, tetapi juga di negara-
negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu epidemiologi berupaya menganalisis sifat dan
penyebaran berbagai masalah kesehatan dalam  suatu penduduk tertentu serta mempelajari sebab
timbulnya masalah dan gangguan kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun
penanggulangannya.

Peristiwa bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit di
wilayah tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat
panik masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian Luar
Biasa (KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit menular yang
dapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan dan keracunan
lainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat diketahui jika
dilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara teratur, teliti dan
terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi, penyajian data dan
pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perlu
dilakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk mengenal
sifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dan penyebarluasan
KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil penyelidikan
epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya
penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyebaran KLB,
termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya. Upaya
penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh semua pihak
yang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi penyebarluasan KLB
sehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).

B. TUJUAN
            Tujuan dari makalah ini adalah
1.  Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).
2.  Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).
3.  Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
4.   Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).
5.   Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB).
6.   Untuk mengetahui kasus KLB.
BAB II.          
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.
Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut:
“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi
yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau
berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 

B.  KRITERIA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
1.         Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
2.             Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam,
hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3.       Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4.             Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan kenaikan dua
kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5.             Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan
pada tahun sebelumnya.
6.            Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu) kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka
kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama. 
7.             Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam kurun
waktu yang sama.

C. PENYAKIT-PENYAKIT YANG BERPOTENSI MENJADI KEJADIAN LUAR


BIASA (KLB)
 Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang menimbulkan wabah adalah:
1.             Kholera
2.             Pes
3.             Demam berdarah
4.             Campak
5.             Polio
6.             Difteri
7.             Pertusis
8.             Rabies
9.             Malaria
10.         Avian Influenza H5N1
11.         Antraks
12.         Leptospirosis
13.         Hepatitis
14.         Influenza H1N1
15.         Meningitis
16.         Yellow Fever
17.         Chikungunya

Penyakit-penyakit berpotensi Wabah/KLB:


1.             Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow fever.
2.       Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/ mempunyai memerlukan
tindakan segera: DHF, campak, rabies, tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3.     Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit penting: malaria, frambosia,
influenza, anthrax, hepatitis, typhus abdominalis, meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
4.           Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau KLB, tetapi masuk
program: kecacingan, kusta, tuberkulosa, syphilis, gonorrhoe, filariasis, dan lain-lain.

D. KLASIFIKASI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab dan
sumbernya, yakni sebagai berikut:
1.       Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
1)  Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia,  Shigella
2)     Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens
3)     Endotoxin

b. Infeksi
1)      Virus
2)      Bakteri
3)      Protozoa
4)      Cacing
c. Toxin Biologis
1)      Racun jamur
2)      Alfatoxin
3)      Plankton
4)      Racun ikan
5)      Racun tumbuh-tumbuhan

d. Toxin Kimia
1)   Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain
cyanida, nitrit, pestisida.
2)      Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2.      Berdasarkan sumber

a.      Sumber dari manusia


Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b.      Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c.       Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d.      Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e.       Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f.       Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g.      Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya:  keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
E.  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA KEJADIAN LUAR BIASA
(KLB)

Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa
adalah:
1.        Herd Immunity yang rendah
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/ wabah adalah herd immunity.
Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki oleh sebagian
penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat
kekebalan individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit
tersebut.
2.             Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada
pejamu sehingga timbul sakit.
3.             Lingkungan Yang Buruk
Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi mempengaruhi kehidupan
ataupun  perkembangan organisme tersebut.

F. LANGKAH-LANGKAH  PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


Penyelidikan KLB mempunyai tujuan utama yaitu mencegah meluasnya (penanggulangan)
dan terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian).
Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, sebagai berikut:
1.             Mempersiapkan penelitian lapangan

2.             Menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB

3.             Memastikan diagnosa etiologis

4.             Mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan

5.             Mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat


6.             Membuat cara penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan)

7.             Mengidentifikasi sumber penularan dan keadaan penyebab KLB

8.             Merencanakan penelitian lain yang sistematis

9.             Menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan

10.         Melaporkan hasil penyelidikan kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim
pelayanan kesehatan yang lebih tinggi
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Hasil
1. Kasus
KOMPAS.com - Daamah (90-an) tergolek lemas dengan jarum infus pada punggung
lengan kirinya, Senin (9/4/2012) pagi. Matanya lebih banyak terpejam. Potongan roti yang
disuapkan cucunya juga tak bisa ditelannya. Ia lemas. Energinya habis lantaran muntah-muntah
dan buang air akibat keracunan makanan.
”Nenek saya paling akhir ketahuan keracunan makanan di antara keluarga saya yang
lain,” tutur Kosasih (36), sang cucu yang menemaninya di Ruang Transit Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Cibinong, Kabupaten Bogor.
Kosasih sungguh pusing. Ia harus menunggui sang nenek sekaligus adik perempuannya,
Susilawati (29), di RSUD Cibinong. Sementara ayah, ibu, dan dua adiknya yang lain dirawat di
Masjid Al-Baqoroh di kampung mereka di Bojongsempu, Desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja,
Kabupaten Bogor.
Masjid itu sejak Minggu siang menjadi salah satu posko pengobatan darurat bagi korban
keracunan di empat RT di RW 06 Bojongsempu. Ada 223 warga di empat RT itu yang
keracunan makanan. Lima di antaranya dirujuk ke RSUD Cibinong karena kondisi fisik mereka
memburuk. Korban rata-rata mengeluh pusing-pusing, mual, muntah-muntah dan diare.
Menurut Kosasih, keluarganya menghadiri pesta perkawinan putri Ny Murtama, tetangga
mereka, Sabtu pagi. Hajatan itu berlangsung sederhana karena sang tuan rumah secara ekonomi
sedang saja. Ny Murtama, kata Kosasih, membesarkan anak seorang diri sebagai janda. Tak lama
setelah makan siang mereka sudah mulai merasakan dampak dari makanan yang mereka makan.
Makanan sederhana berupa nasi, telur, tahu, tempe dan sayur kacang disuguhkan kepada
tetamu yang hadir. Proses memasak makanan itu juga dibantu tetangga, seperti laiknya hajatan di
perkampungan yang masih kental dengan tradisi gotong royong.
”Saya juga enggak tahu makanan apa yang membuat saya seperti ini,” tutur Fitriani (23),
warga yang juga dirawat di RSUD Cibinong.
Fitriani yang sedang hamil lima bulan itu juga menyantap makanan yang tersaji.
Suaminya, Irwansyah (28), juga keracunan dan dirawat di Masjid Al-Baqoroh. Ia berharap
keracunan itu tak berdampak pada janin yang dikandungnya.
Menurut Kepala Seksi Pelayanan dan Pengembangan Medik RSUD Cibinong Vitrie W,
kondisi pasien yang keracunan itu membaik karena cepat ditangani dengan diberi infus sehingga
asupan makanan yang tidak bisa masuk ke tubuh mereka bisa tergantikan. Dia memperkirakan
dalam waktu beberapa hari mendatang fisik mereka akan kembali pulih. Biaya pengobatan
mereka juga akan ditanggung pemerintah.
”Contoh muntahan mereka akan diperiksa oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor untuk
mengetahui penyebab keracunan massal itu,” tuturnya.
Menurut Vitrie, bisa saja keracunan itu disebabkan masalah kebersihan makanan atau
pemilihan bahan makanan. Sementara itu, kondisi fisik orang-orang yang mengonsumsi makanan
itu juga berpengaruh.
”Saat kondisi fisik sedang buruk, lebih mudah keracunan. Lihat saja, dari sekitar 200
orang yang makan, yang parah lima orang,” tuturnya.
Kepala Polsek Sukaraja Komisaris Ipik Kusmaya masih menyelidiki kasus keracunan
massal itu dengan memeriksa sisa makanan, saksi, termasuk juru masak. (Antony Lee)

2. Jumlah Korban
            Adapun jumlah korban keracunan makanan tersebut yaitu 223 orang.
3. Masa Inkubasi dan Gejala yang Ditimbulkan
     Diketahui bahwa para korban keracunan makanan mulai merasakan gejala keracunan
Tak lama setelah makan siang (perkiraan mulai pukul 12.00 – 13.00 mereka sudah mulai
meraskan dampak dari makanan yang mereka makan). Adapun gejala yang dirasakan oleh
korban yaitu Korban rata-rata mengeluh pusing-pusing, mual, muntah-muntah dan diare.
            Deskripsi lengkap dari gajala yang dialami korban yaitu :
Tabel 3.1 Gejala Keracuan Makanan di Desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja.
PERSENTASE
NO GEJALA JUMLAH PENDERITA
(%)

1 Pusing 92 41,26

2 Mual 63 28,25

3 Muntah-muntah 42 18,84

4 Diare 26 11,65

Total 223 100

4. Jenis Makanan Yang Dikonsumsi Hubungannya Dengan Angka Kesakitan


(Morbiditas)
            Jenis makanan yang dikonsumsi yaitu berupa nasi, telur, tahu, tempe dan sayur kacang.
Berdasarkan data tersebut, dapat pula dideskripsikan hubungan antara menu makanan
yang dikonsumsi dengan jumlah kasus keracunan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.1 Data Hubungan konsumsi Makanan Dengan Kasus keracunan


Di Desa Cilebut, Kecamatan Sukaraja.

Makan Makanan Tidak Makan


AR
Tertentu Makanan Tertentu
Jenis
N Tid Tid
Makan
O Sa ak Tot Sa ak tot
an % %
kit Sak al kit Sak al
it it

1 Nasi 217 5 223 97, 0 53 53 0 97,


31 31

2 Telur 46, 1, 44,


103 120 223 1 52 53
18 88 30

3 Tahu 34, 34,


78 145 223 0 53 53 0
97 97

4 Tempe 43, 43,


96 127 223 0 53 53 0
04 04

5 Sayur 81, 5, 75,


182 41 223 3 50 53
Kacang 61 66 95

5. Perhitungan Attack Rate (AR)


Perhitungan Attack Rate (AR) data kasus KLB berdasarkan jenis makanan tertentu yang
dikonsumsinya. Rumus umum:
% AR = % sakit (makan) - % sakit (# makan)
1.      AR Nasi                  = 97,31 – 0      = 97,31
2.      AR Telur                 = 46,81 – 1,88 = 44,30
3.      AR Tahu                 = 34,97 – 0      = 34,97
4.      AR Tempe              = 43,04 – 0      = 43,04
5.      AR Sayur Kacang  = 81,61 – 5,66 = 75,95

Attack Rate Keseluruhan

6. Menghitung Case Fatality Rate (CFR)


            Jumlah orang yang meninggal dari kasus KLB tersebut Tidak ada, jadi Case Fatality Rate
(CFR)nya adalah
Jadi, angka kematian untuk kasus keracunan yaitu  CFR 0 %.
BAB III.      
KESIMPULAN 

·        Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010,


Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
·               Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan yaitu peningkatan kasus yang melebihi situasi
yang lazim atau normal, namun wabah memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis, gawat atau
berbahaya, melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas. 
·               Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB apabila
memenuhi salah satu dari 7 kriteria KLB.
·   Faktor yang mempengaruhi Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah herd immunity yang
rendah, patogenesitas, dan lingkungan yang buruk.
·           Langkah-langkah yang harus dilalui pada penyelidikan KLB, adalah: (1) mempersiapkan
penelitian lapangan, (2) menetapkan apakah kejadian tersebut suatu KLB, (3) memastikan
diagnosa etiologis, (4) mengidentifikasikan dan menghitung kasus atau paparan, (5)
mendeskripsikan kasus berdasarkan orang, waktu, dan tempat; (6) membuat cara
penanggulangan sementara dengan segera (jika diperlukan), (7) mengidentifikasi sumber
penularan dan  keadaan penyebab KLB, (8) merencanakan penelitian lain yang sistematis, (9)
menetapkan saran cara pengendalian dan penanggulangan, (10) melaporkan hasil penyelidikan
kepada instansi kesehatan setempat dan kepada sistim pelayanan kesehatan yang lebih tinggi.
·         Penanggulanagn dilakukan melalui kegiatan yang secara terpadu oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat, meliputi: (1) penyelidikan epidemilogis, (2) pemeriksaan, pengobatan,
perawatan, dan isolasi penderita termasuk tindakan karantina, (3) pencegahan dan pengendalian,
(4) pemusnahan penyebab penyakit, (5) penanganan jenazah akibat wabah, (6) penyuluhan
kepada masyarakat, (7) upaya penanggulangan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Maulani, Novie Sri. 2010. “Kejadian Luar Biasa”, Catatan Kuliah. Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat STIKES HAKLI Semarang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan
Wabah dan Upaya Penanggulangan.  Jakarta: (tidak diterbitkan).
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Pickett, George., dan John J Hanlon. 2009. Kesehatan Masyarakat : Administrasi dan Praktik, Edisi 9.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Reingold , Arthur L. 1998. “Outbreak Investigations—A Perspective”. Emerging Infectious
Diseases.Vol. 4, No. 1 : 21-27.
Timmreck, Thomas C. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wuryanto, M.Arie. “Aspek Sosial Dan Lingkungan Pada Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya
(Studi Kasus KLB Chikungunya di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota
Semarang)”. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Vol. 4 No. 1: 68-54.
Lee, Antony. 2012. KLB CILEBUT : 223 Warga Keracunan Makanan. http://kompas.com (diakses
pada tanggal 12 April 2013)

Anda mungkin juga menyukai