Anda di halaman 1dari 14

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN DARURAT LETUSAN GUNUNG MERAPI

A.

DEFENISI

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawahpermukaan bumi sampai ke permukaan
bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.
Lebih lanjut, istilah gunung api ini juga dipakai untuk menamai fenomena pembentukan ice
volcanoes atau gunung api es dan mud volcanoes atau gunung api lumpur. Gunung api es
biasa terjadi di daerah yang mempunyai musim dingin bersalju, sedangkan gunung api
lumpur dapat kita lihat di daerah Kuwu, Grobogan, Jawa Tengah yang populer
sebagai Bledug Kuwu.
Gunung berapi terdapat di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali
adalah gunung berapi yang berada di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of
Fire). Busur Cincin Api Pasifik merupakan garis bergeseknya antara dua lempengan tektonik.
Gunung berapi terdapat dalam beberapa bentuk sepanjang masa hidupnya. Gunung berapi
yang aktifmungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak
aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun
sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan
sebenarnya dari suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan
istirahat atau telah mati.
Apabila gunung berapi meletus, magma yang terkandung di dalam kamar magmar di bawah
gunung berapi meletus keluar sebagai lahar atau lava. Selain daripada aliran lava, kehancuran
oleh gunung berapi disebabkan melalui berbagai cara seperti berikut:
Aliran lava.
Letusan gunung berapi.
Aliran lumpur.
Abu.
Kebakaran hutan.
Gas beracun.
Gelombang tsunami.
Gempa bumi.

Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia


Status

Makna

Tindakan

Menandakan gunung berapi yang segera Wilayah yang terancam bahaya


atau sedang meletus atau ada keadaan kritis direkomendasikan
untuk
yang menimbulkan bencana
dikosongkan
AWAS

Letusan pembukaan dimulai dengan abu Koordinasi


dan asap
harian

dilakukan

secara

Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 Piket penuh


jam
Menandakan gunung berapi yang sedang Sosialisasi di wilayah terancam
bergerak ke arah letusan atau menimbulkan
Penyiapan sarana darurat
bencana
Peningkatan intensif kegiatan seismik
SIAGA

Koordinasi harian

Semua data menunjukkan bahwa aktivitas Piket penuh


dapat segera berlanjut ke letusan atau
menuju pada keadaan yang dapat
menimbulkan bencana
Jika tren peningkatan berlanjut, letusan
dapat terjadi dalam waktu 2 minggu
Ada aktivitas apa pun bentuknya

Penyuluhan/sosialisasi

Terdapat kenaikan aktivitas di atas level Penilaian bahaya


normal
Pengecekan sarana
WASPADA Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian
Pelaksanaan piket terbatas
vulkanis lainnya
Sedikit
perubahan
aktivitas
yang
diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik
dan hidrotermal

NORMAL

Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma

Pengamatan rutin

Level aktivitas dasar

Survei dan penyelidikan

B.

EPIDEMIOLOGI

Dua letusan yang terjadi di gunung Sinabung pada hari Jumat dan Minggu (27 dan 29
Agustus 2010) dini hari telah mengakibatkan sekitar 28.711 orang dari 32 desa mengungsi
(data Dinas Kominfo dan PDE Kab. Karo). Titik pengungsian pun kemudian di bagi atas 8
Kecamatan 21 wilayah yaitu Kecamatan Kabanjahe, Kecamatan Tiga Binanga, Kecamatan
Berastagi, Kecamatan Tiganderket, Kecamatan Munte, Kecamatan Kutabuluh, Kab. Langkat,
Kecamatan Tiga Panah.. Gunung yang tidak pernah meletus selama kurang lebih 400 tahun
silam telah mengejutkan warga setempat. Sampai hari ini status gunung tersebut yang semula
berada pada tipe B (ada data letusan terakhir sekitar tahun 1600-an) dinaikan menjadi tipe A
(ada sejarah meletus setelah tahun 1600-an).
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai media bahwa saat ini banyak tanaman
yang terancam mati dikarenakan paparan dari abu vulkanik tersebut. Tidak hanya itu, data
terakhir 2 orang telah meninggal diakibatkan terserang penyakit pernapasan dikarenakan abu
dari letusan gunung tersebut. Gejala ini memungkinkan akan mempengaruhi kelompok rentan
lainnya seperti anak-anak (balita dan remaja), lansia, perempuan ataupun penyandang cacat.
Seperti diberitakan, ada sekitar 2900 balita pada saat ini yang juga harus ikut mengungsi.
Informasi lainnya, masyarakat yang tidak memiliki kesiapan dengan adanya
letusan gunung tersebut juga mempengaruhi terhadap kelangsungan hidup mereka yang pada
saat ini berada di tempat pengungsian. Lambatnya bantuan berupa makan dan kesehatan
memungkinkan mengancam kelanjutan hidup mereka.
Assesmen ini akan melihat situasi dan kondisi akhir pasca letusan gunung Sinabung tersebut.
Sehingga bila memungkinkan untuk menyusun rencana darurat yang bersifat bantuan
psikososial bagi anak-anak dan kesehatan bagi masyarakat umum lainnya serta kebutuhankebutuhan lain dalam kerangka membangun budaya keselamatan dan kesiapan di tingkat
masyrakat dan pemerintah.
Tujuan

Mengetahui
kondisi
dan
letusan gunung Sinabung Kabupaten Karo
kesehatan pengungsi, dll).

situasi
(Korban,

terakhir
atas
kejadian
kerusakan infrastruktur, kondisi

Mencari tau informasi lebih lajut atas bebagai kemungkinan serta akibat terburuk
lainnya dan mencari solusi terbaik untuk membantu dan menangani korban.

Mengumpulkan bahan dasar untuk merancang sebuah program distribusi logistic,


emergency response dan psikososial, bila kondisi setempat mengharuskan untuk melakukan
hal semacam itu.
Hasil
Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh dari Posko Pusat Kabupaten, bahwa adanya
21 titik pengungsian yang saat ini menampung masyarakat dari puluhan desa di sekitaran

wilayah gunung Sinabung. Namun focus tim dalam melakukan asesmen hanya di 3 titik
pengungsian yaitu pengungsian Asrama KWK Kecamatan Simpang Empat, Kuta Buluh
Simole, Perbesi I. Berikut data yang diperoleh dari 3 titik pengungsian tersebut.
Jumlah
Pengungsi

Jumlah Korban
Anak
Jiwa

Penyakit
mewabah

yang

Asrama KWK

300 jiwa

86 jiwa

Demam dan diare.

Kuta Buluh Simole

322 jiwa

130
jiwa

Masuk Angin dan


sesak nafas.

Perbesi

1000 jiwa

90 jiwa

Batuk, sesak nafas


dan demam.

Ada beberapa hal yang diperhatikan dan didalami dalam proses asesmen ini yaitu mengenai
respon dan penanganan dari pemerintah daerah, dan situasi di beberapa titik pengungsian
yang
merepresentasikan
keadaan
pengungsian
secara
keseluruhan,
serta
status gunung Sinabung sampai dengan asesmen ini dilakukan.

1.

Respon dan penanganan dari pemerintah daerah.

Lima hari pasca meletusnya gunung Sinabung membuat masyarakat yang tinggal diwilayah
lereng kaki gunung harus mengungsi. Respon dari berbagai kalangan dalam memberikan
bantuan juga mengalir dan dipusatkan di pendopo daerah Kabupaten Karo. Disinilah pusat
informasi mengenai kondisi dan situasi setelah letusan gunung Sinabung tersebut. Ketika tim
datang ke sana, terlihat pemerintah daerah sedang melakukan rapat yang setelah diketahui
rapat tersebut membahas tentang koordinasi dan pembagian tugas.
Inilah mengapa kemudian setelah dilihat langsung ke titik pengungsian yang terjauh belum
mendapatkan bantuan, karena ternyata ditingkat pemerintah sendiri baru akan menyusun
pembagian tugas dan koordinasi. Sulitnya lagi sampai dilakukannya asesmen ini belum juga
ada data terpilah berkaitan dengan data anak, lansia, perempuan.
Mengenai badan khusus yang mengatur dan mengelola keadaan darurat tersebut untuk
Kabupaten Karo belum ada. Seyogyanya pada tingkatan Kabupaten sudah memiliki Badan
Penanggulangan BencanaDaerah (BPBD) atau paling tidak Satlak. Beberapa tim dari BNPB
langsung terjun ke lapangan untuk membantu melakukan penanganan langsung terhadap
situasi darurat meletusnya gunung Sinabung.
2.

Situasi pengungsian.

Mengenai situasi pengungsian di 3 titik tersebut merepresentasikan suatu keadaan yang


belum normal dirasa. Beberapa hal spesifik yang diperhatikan tentang ketidaknormalan
antara lain:

Kesehatan.
Dari 3 titik pengungsian yang telah diasesmen memerlihatkan bahwa ada beberapa penyakit
yang dominan diderita oleh para pengungsi. Diantaranya adalah demam, diare, masuk angin,
batuk dan sesak nafas. Berdasarkan informasi yang didapat dari beberapa orang yang
mengungsi mengatakan bahwa penanganan kesehatan hanya mengandalkan obat-obatan yang
ada dan bidan desa. Karena dua wilayah pengungsian yang didatangi jaraknya cukup jauh
dari pusat kota.

Pemenuhan kebutuhan kelompok rentan (balita dan ibu hamil).

Keberadaan masyarakat di pengungsian membuat mereka tidak memiliki bahan pokok yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan mengungsi. Khususnya bagi kelompok rentan yaitu balita
dan ibu hamil. Pentingnya asupan makanan yang bergizi tinggi sangatlah dibutuhkan oleh
balita dan ibu hamil. Namun dari pemantauan di tiga titik pengungsian tersebut terlihat masih
kurangnya stock logisitik yang dimiliki seperti susu, bubur bayi, susu ibu hamil. Adapun
bantuan yang datang tetapi jumlahnya tidak sebanding dan lebih banyak bantuan berupa mie
instan, air mineral, selimut dan makanan ringan. Jika ini terus terjadi maka akan berakibat
fatal bagi kelompok-kelompok rentan tersebut.

Air bersih dan Sanitasi

Masyarakat Karo memanfaatkan Jambur (tempat berkumpul untuk acara-acara adat) sebagai
tempat pengungsian mereka. Pada umumnya di jambur telah disiapkan kamar mandi umum,
sehingga saat ini bisa digunakan masyarakat untuk MCK (Mandi Cuci Kakus). Masalah air
juga tidak menjadi kendala seperti yang terlihat, karena jambur sudah dilengkapi dengan
sumber air
yang cukup. Sementara di wilayah Kuta Buluh Simole jambur terletak di tengah-tengah
rumah masyarakat (pemukiman). Selama mengungsi kebutuhan MCK bisa menggunakan
kamar mandi warga yang telah tersedia. Akan tetapi bila pengungsi akan semakin banyak
karena belum jelasnya status dariGunung Sinabung tersebut maka kebutuhan untuk
penyediaan sanitasi akan sangat dibutuhkan.

Logistik
Lambatnya penanganan pemerintah daerah dalam menyalurkan bantuan yang didapatkan
membuat para pengungsi sulit untuk mendapatkan kebutuhan makanan dan kesehatan.
Khususnya titik-titik pengungsian yang jaraknya jauh dari pusat pemerintahan. Juga
lambatnya informasi tentang statusgunung Sinabung membuat masyarakat sulit untuk
menetukan tindakan. Untuk kembali ke desa mereka juga cukup jauh jaraknya dari tempat
mereka mengungsi sekarang. Karena ketika mereka mengungsi tidak sempat membawa
apapun, hanya baju dibadan yang dibawa kata salah seorang pengungsi. Saat ini
ketersediaan logistic yang ada di tiga titik pengungsian tersebut hanya bisa bertahan untuk

beberapa hari, karena jumlahnya tidak sebanding antara jumlah pengungsi dengan
ketersediaan logistic yang ada.

3.

Status gunung Sinabung.

Senin (30/09) pukul 06.30, Gunung Sinabung kembali meletus dan menyemburkan abu
vulkanik hitam setelah sebelumnya juga meletus pada hari Jumat (27/08). Berdasarkan
informasi dari Pusat Vulkanologi ketinggian semburan debu dan asap hitam itu mencapai
2.000 meter dari puncak gunungtersebut. Pada Selasa (31/09) ketika tim berkunjung ke
beberapa wilayah yang sangat dekat dengan GunungSinabung (Lau Kawar, Sigarang-garang)
memperlihatkan situasi yang tenang. Informasi yang didapat dari beberapa orang yang tinggal
di daerah Lau Kawar menyatakan bahwa sempat ada isu bahwa air di danau tersebut surut
dan keruh. Namun itu hanya isu saja, karena memang biasanya pada bulan Juli September
air danau sedikit surut. Di sore hari menjelang mahgrib, Gunung Sinabung kembali
mengeluarkan asap hitam namun tidak begitu besar. Pusat vulaknologi juga belum
mengeluarkan informasi apapun karena belum melakukan penelitian lanjutan.
4.

Rekomendasi

Dari hasil asesmen yang dilakukan ada beberapa rekomendasi yang kelihatan perlu untuk
ditindak lanjuti, mengingat penanganan untuk situasi darurat sangatlah lambat yang
berpengaruh
terhadap
keselamatan
masyarakat
di
wilayah
sekitaran
lereng Gunung Sinabung tersebut. Bahwa masyarakat Karo yang selama ratusan tahun tidak
pernah mengalami ancaman yang serius seperti meletusnya gunungSinabung ini, sangat
mempengaruhi psikologis masyarakat. Terbukti sampai saat ini masyarakat terutama anakanak masih mendapatkan trauma yang cukup besar. Ini kemudian membutuhkan sebuah
pendekatan untuk pemulihan traumatic masyarakat melalui kegiatan-kegiatan psikososial.
Dari beberapa titik pengungsian yang dilihat ternyata banyak masyarakat yang mengungsi
tidak membawa apapun kecuali pakaian di badan dan rasa ketakutan yang luar biasa. Ini
menggambarkan bahwa masyarakat tidak memiliki kesiapsiagaan yang baik, mengingat juga
mereka tidak memiliki pengalaman sepanjang hidupnya tertimpa bencana. Maka hal
kongkritnya adalah adanya kebutuhan untuk membangun budaya keselamatan dan kesiapan
di tingkat komunitas masyarakat desa di lereng gunung Sinabung melalui pendampingan dan
mobilisasi untuk mengurangi resiko bencana yang ada disekitar mereka.
Berdasarkan fakta dilapangan memperlihatkan bahwa lambatnya penanganan pada situasi
darurat ini dikarenakan beberapa hal diantaranya ;tidak adanya sebuah badan khusus yang
melakukan komando dalam merespon keadaan darurat, tidak adanya anggaran khusus yang
berkaitan
dengan
respon
darurat.
Belum
terbangunnya
paradigma
mengurangi resiko bencana dikarenakan tidak adanya pengalaman terkenabencana sehingga
menjadikan pemerintah daerah lengah dan tahu harus berbuat apa. Berkaitan dengan hal itu,
dinilai perlu membangun sebuah pemahaman dan komitmen yang kuat dari pemerintah

daerah bahwa pentingnya membangun daerah yang berperspektif terhadap


pengurangan resiko bencana lewat penguatan kelembagaan, pengadaan anggaran dan
peningkaan pemahaman.

Masalah Prioritas Di Antara Masyarakat Yang Menjadi Korban


Kondisi para korban letusan Gunung Sinabung, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, di
sejumlah titik pengungsian mulai mengkhawatirkan. Kementerian kesehatan di Jakarta,
menerima laporan kegiatan dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP Medan) di Gunung
Sinabung, bahwa lalat sudah mulai terlihat di sekitar tempat pengungsian. Kondisi ini telah
dikoordinasikan dengan Dinkes Provinsi.
"Untuk upaya langsung pengendalian vector, maka KKP Medan akan menurunkan petugas
pengendali vektor hari ini," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan yang
diperoleh okezone, Selasa (31/8/2010).
Selain itu, dari hasil pengawasan Epidemiologi di lapangan, lanjut Tjandra, dijumpai kasus
baru penyakit menular dan tidak menular, antara lain ISPA, diare, gastritis, cefalgia, dan
mialgia. Sementara itu, Tim SubDit Kes Matra dan Subdit Surveilans KLB P2PL,
melaporkan bahwa telah dibangun sistem pengawasan setempat. Pos kesehatan setempat
melaporkan perkembangan kesehatan setiap pukul 22.00 WIB ke satkorlak dan ke pusat.
Kasus tertinggi di beberapa posko kesehatan adalah ISPA dan kongjungtivitis.
http://news.okezone.com/read/2010/08/31/340/368401/lalat-mulai-ganggu-pengungsikorban-sinabung
Pengungsi letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara, kekurangan masker guna mencegah
terjangkit penyakit infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang disebabkan oleh semburan
abu. "Bantuan masker masih diperlukan mengingat semburan debu yang masih terus
berlangsung dan jumlah pengungsi yang bertambah banyak," kata Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen P2PL) Kementerian Kesehatan,
Tjandra Yoga Adhitama di Jakarta, Selasa (31/8).
Kemenkes telah mengirimkan hingga 60.000 masker untuk dibagikan kepada para pengungsi
namun jumlah itu diakui Tjandra masih kurang. Faktor angin dan masih berlangsungnya
semburan debu diperkirakan akan semakin memperparah kondisi di tempat pengungsian
sejak gunung tersebut meletus. "Dari hasil survailans epidemiologi di lapangan dijumpai
kasus baru penyakit menular dan tidak menular antara lain ISPA, diare, gastritis, cefalgia dan
mialgia," papar Tjandra. Sementara itu, tim dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Medan
telah mulai melakukan pelayanan kesehatan di Desa Singgamanik sekitar 20 kilometer dari
Kabanjahe yang memiliki pengungsi hingga 6.000 orang. "Hasil laporan mengatakan lalat
sudah mulai terlihat di sekitar tempat pengungsian. Kondisi ini telah dikoordinasikan dengan
Dinas Kesehatan Provinsi untuk penanganan yang telah dilakukan mulai hari ini," kata
Tjandra. Hingga saat ini, jumlah obat-obatan masih mencukupi untuk menangani kondisi para

pasien, demikian pula sumber air bersih yang relatif tidak mengalami masalah karena dapat
ditutup untuk menghindari tercemar debu.
Kemenkes melalui tim dari Subdit Kesehatan Matra dan Subdit Surveilans KLB P2PL dan
tim Kasubdin P2PL setempat juga mulai mendata jenis penyakit yang umum terjadi di daerah
bencana maupun penyakit lainnya. Tjandra menyebutkan tim antara lain akan melakukan
pengamatan terhadap munculnya penyakit campak, DBD, diare, ISPA, hipertensi, kecemasan
dan lain-lain.

Pengungsi Terjangkit ISPA


Penyakit infeksi saluran pernapasan akut mulai menjangkiti sebagian warga Tanah Karo yang
mengungsi pascameletusnya Gunung Sinabung. Hariati Sebayang (38), seorang warga
pengungsi yang ditemui di salah satu posko pengungsian di Jambur Taras, Berastagi, Senin,
mengatakan, ia beserta dua anggora keluarganya sudah mulai mengalami batuk dan sesak
nafas. Batuk dan sesak nafas mulai mereka rasakan sejak Minggu malam, beberapa jam
setelah kejadian meletusnya gunung tertinggi di Sumatera itu, yang bukan hanya
mengeluarkan lava pijar tapi juga debu vulkanik yang cukup tebal.

Korban Meletusnya Gunung Sinabung Perlu Bantuan Segera


Meletusnya Gunung Sinabung di Kabupaten Tanah Karo, Sumatera Utara (Sumut), sekitar
1.960 pengungsi dari 13 desa di sekitar kaki gunung tersebut masih belum menerima bantuan
dari pemerintah. Bahkan, bantuan swadaya dari masyarakat sekitar pun masih seadanya.
Fasilitas obat-obatan, mandi cuci kakus (MCK), serta makanan masih sangat terbatas. Jika ini
tidak cepat ditanggapi, dapat berdampak buruk bagi para pengungsi. Kondisi memprihatinkan
macam itu terlihat seperti di daerah Singgamanik, Kecamatan Tiga Binanga. Terkait kondisi
itu, Ketua Presidium MER-C Indonesia Sarbini Abdul Murad, di Jakarta, Selasa,
mengemukakan, dari informasi para sukarelawannya di lapangan, para pengungsi sangat
membutuhkan banyak selimut.
Secara menyeluruh, dikatakannya, dari hasil survei tim MER-C, kebutuhan pengungsi saat ini
meliputi selimut, jaket, sembako, masker, dan obat-obatan untuk penyakit infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA). Sedangkan untuk kebutuhan tenaga medis, sudah dapat terpenuhi
dari Dinas Kesehatan setempat.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen
P2PL) Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Adhitama menyebutkan, guna mengantisipasi
terjangkit ISPA, saat ini para pengungsi sangat membutuhkan bantuan tambahan masker.
Bantuan masker masih diperlukan mengingat semburan debu yang masih terus berlangsung
dan jumlah pengungsi yang bertambah banyak, kata dia. Kemenkes sendiri, menurutnya,
telah mengirimkan 60.000 masker untuk dibagikan kepada para pengungsi. Tapi, jumlah itu

dirasakan masih kurang. Faktor angin dan masih berlangsungnya semburan debu
diperkirakan makin memperparah kondisi di tempat pengungsian. Dari hasil survailans
epidemiologi di lapangan, dijumpai kasus baru penyakit menular dan tidak menular, antara
lain ISPA, diare, gastritis, cefalgia dan mialgia, kata Tjandra.
Sejauh ini, letusan Gunung Sinabung terus terjadi. Bahkan tim pengamat pada Selasa (31/8)
mencatat adanya tiga kali gempa. Abu vulkanik masih terus keluar dari empat lubang kawah
yang berada di bagian teratas dan samping gunung itu.
http://almagribhy.blogdetik.com/2010/09/01/korban-meletusnya-gunung-sinabung-perlubantuan-segera/
Sebanyak 5.284 pengungsi jatuh sakit. Yennizar Lubis EMPAT hari seusai letusan pertama
Gunung Sinabung, kemarin, kondisi pengungsi semakin mengenaskan. Data terakhir yang
tercatat di Posko Utama Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tanah Karo, Sumut,
menyebutkan sudah 5.284 pengungsi menderita sakit. Dari jumlah itu, 549 orang menderita
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), 1.058 menderita kecemasan, 563 iritasi mata, 379
terkena iritasi lambung, dan 18 orang hipertensi. Kondisi di pengungsian pun
memprihatinkan akibat buruknya sarana sanitasi di posko pengungsian. Di Jambur Lige,
Kecamatan Kabanjahe, misalnya, fasilitas sanitasi yang hanya berjumlah empat buah pun
tersumbat. Di sini ada lebih dari 2.500 orang, tapi kamar mandinya hanya empat buah. Jadi,
saluran pembuangan pun sering tersumbat, kata seorang pengungsi Erni Sitepu
kepada Media Indonesia, kemarin. Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Adhitama mengatakan pengungsi
Sinabung membutuhkan tambahan masker untuk mencegah terjangkitnya ISPA. Ketua
Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia dr Sarbini Abdul
Murad mengatakan, selain masker, pengungsi memerlukan selimut, jaket, sembako, dan obatobatan untuk ISPA. Di sisi lain, sekitar 1.000 hektare kebun kopi di Desa Guru Kinayan,
Kecamatan Payung, dilaporkan terbengkalai. Petani khawatir buah kopi yang siap panen
sebulan lagi itu akan hancur membusuk. Di Desa Bekera, Kecamatan Naman Teran tanaman
terancam puso akibat tertutup belerang dan debu vulkanik dari semburan Gunung Sinabung.
Sejak meletusnya Sinabung, perwakilan pemerintah pusat yang berkunjung baru Menko
Kesra Agung Laksono, Ketua DPD Irman Gusman, dan anggota DPD Sumut Parlindungan
Purba. Hingga kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum kunjung datang. Jubir
Presiden Julian Aldrin Pasha menyatakan Presiden sudah mengirimkan bantuan dari kantong
pribadi.

C.

Jenis Gunung Berapi Berdasarkan bentuknya

Q Stratovolcano

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat
menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk
suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan
terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.
Q Perisai
Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat
membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan
susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini
terdapat di kepulauan Hawai.
Q Cinder Cone
Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di
sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya.
Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.
Q Kaldera
Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung atas
gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini.

D.

Klasifikasi gunung berapi di Indonesia

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung berapi ke dalam tiga tipe


berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.
Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu
kali sesudah tahun 1600.
Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik
namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.
Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih
terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah
lemah.

E. PENANGANAN PENANGGULANGAN
GUNUNG

BENCANA

AKIBAT

LETUSAN

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan faktor
non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Contoh bencana alam

antara lain antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan dan tanah langsor. Sedangkan bencana non alam contohnya adalah konflik social,
epidemi dan wabah penyakit.
Dilihat dari letak geologis, cuaca dan kondisi sosial, Indonesia rentan terhadap beragam
bencana seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, badai dan angin topan, wabah
penyakit, kekeringan dan gunung api. Bencana muncul ketika ancaman alam (seperti gunung
api) bertemu dengan masyarakat yang rentan (perkampungan di lereng gunung api) yang
mempunyai kemampuan rendah atau tidak mempunyai kemampuan untuk menanggapi
ancaman itu (tidak ada pelatihan atau pemahaman tentang gunung api atau tidak siap siaga).
Dampak yang muncul adalah terganggunya kehidupan masyarakat seperti kehancuran rumah,
kerusakan harta benda serta korban jiwa.
Karena umumnya bahaya bencana dapat terjadi di mana saja dengan sedikit atau tanpa
peringatan, maka sangat penting bersiaga terhadap bahaya bencana untuk mengurangi risiko
dampaknya. Melalui pendidikan masyarakat, dapat dilakukan beberapa hal untuk mengurangi
risiko bencana. Selain itu, agar masyarakat mengetahui langkah-langkah penanggulangan
bencana sehingga dapat mengurangi ancaman, mengurangi dampak, menyiapkan diri secara
tepat bila terjadi ancaman, menyelamatkan diri, memulihkan diri, dan memperbaiki
kerusakan yang terjadi agar menjadi masyarakat yang aman, mandiri dan berdaya tahan
terhadap bencana.
Gunung berapi meletus akibat magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas
yang bertekanan tinggi atau karena gerakan lempeng bumi, tumpukan tekanan dan panas
cairan magma. Letusannya membawa abu dan batu yang menyembur dengan keras,
sedangkan lavanya bisa membanjiri daerah sekitarnya. Akibat letusan tersebut bisa
menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar pada wilayah radius ribuan kilometer
dan bahkan bisa mempengaruhi putaran iklim di bumi ini, seperti yang terjadi pada Gunung
Pinatubo di Filipina dan Gunung Krakatau di Propinsi Banten, Indonesia.
Dampak Letusan
Gas vulkanik adalah gas-gas yang dikeluarkan saat terjadi letusan gunung api antara lain
Karbon Monoksida (CO), Karbon Dioksida (CO2), Hidrogen Sulfida (H2S), Sulfur Dioksida
(SO2) dan Nitrogen (N2) yang membahayakan bagi manusia. Lava adalah cairan magma
bersuhu sangat tinggi yang mengalir ke permukaan melalui kawah gunung api. Lava encer
mampu mengalir jauh dari sumbernya mengikuti sungai atau lembah yang ada, sedangkan
lava kental mengalir tidak jauh dari sumbernya.
Lahar adalah banjir bandang di lereng gunung yang terdiri dari campuran bahan vulkanik
berukuran lempung sampai bongkah. Lahar dapat berupa lahar panas atau lahar dingin. Lahar
panas berasal dari letusan gunung api yang memiliki danau kawah, dimana air danau menjadi
panas kemudian bercampur dengan material letusan dan keluar dari mulut gunung. Lahar
dingin atau lahar hujan terjadi karena percampuran material letusan dengan air hujan di
sekitar gunung yang kemudian membuat lumpur kental dan mengalir dari lereng gunung.
Lumpur ini bisa panas atau dingin.

Awan panas (wedhus gembel) adalah hasil letusan gunung api yang paling berbahaya karena
tidak ada cara untuk menyelamatkan diri dari awan panas tersebut kecuali melakukan
evakuasi sebelum gunung meletusAwan panas hembusan adalah awan dari material letusan
kecil yang panas, dihembuskan angin dengan kecepatan mencapai 90 km per jam. Awan
panas jatuhan adalah awan dari material letusan panas besar dan kecil yang dilontarkan ke
atas oleh kekuatan letusan yang besar. Material berukuran besar akan jatuh di sekitar puncak
sedangkan yang halus akan jatuh mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan kilometer dari
puncak karena pengaruh hembusan angin. Awan panas dapat mengakibatkan luka bakar pada
bagian tubuh yang terbuka seperti kepala, lengan, leher atau kaki, dan juga menyebabkan
sesak napas sampai tidak bisa bernapas.
Abu Letusan gunung api adalah material letusan yang sangat halus. Karena hembusan angin
dampaknya bisa dirasakan ratusan kilometer jauhnya. Pada letusan besar seperti pernah
terjadi di Gunung Krakatau, abu yang dihasilkan bahkan menutupi sinar matahasi sampai
berminggu-minggu.
Tindakan Kesiapsiagaan Persiapan dalam Menghadapi Letusan Gunung
Langkah kongkrit dalam kesiapsiagaan terhadap letusan Gunung antara lain adalah :
a.

Mengenali tanda-tanda bencana, karakter gunung dan ancaman-ancamannya.

b.

Membuat peta ancaman, mengenali daerah ancaman, daerah aman.

c.

Membuat sistem peringatan dini.

d.

Mengembangkan Radio komunitas untuk penyebarluasan informasi status gunung api .

e.
Mencermati dan memahami Peta Kawasan Rawan gunung api yang diterbitkan oleh
instansi berwenang.
f.
Membuat perencanaan penanganan bencana Mempersiapkan jalur dan tempat
pengungsian yang sudah siap dengan bahan kebutuhan dasar (air, jamban, makanan,
pertolongan pertama) jika diperlukan.
g.

Mempersiapkan kebutuhan dasar dan dokumen penting.

h.
Memantau informasi yang diberikan oleh Pos Pengamatan gunung api (dikoordinasi
oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi). Pos pengamatan gunung api
biasanya mengkomunikasikan perkembangan status gunung api lewat radio komunikasi.
Tindakan yang Sebaiknya Dilakukan Saat Terjadi Letusan Gunung
Tindakan yang dilakukan ketika telah terjadi letusan adalah :
a.
Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah, aliran sungai kering dan
daerah aliran lahar Hindari tempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan
b.

Masuk ruang lindung darurat bila terjadi awan panas

c.
Siapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan Kenakan pakaian yang bisa
melindungi tubuh, seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya
d.
Melindungi mata dari debu, bila ada gunakan pelindung mata seperti kacamata renang
atau apapun yang bisa mencegah masuknya debu ke dalam mata Jangan memakai lensa
kontak
e.

Pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung

f.

Saat turunnya abu gunung usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan

Tindakan yang Sebaiknya Dilakukan Setelah Terjadinya Letusan


Setelah terjadi letusan maka yang harus dilakukan adalah :
a.

Jauhi wilayah yang terkena hujan abu.

b.
Bersihkan atap dari timbunan abu karena beratnya bisa merusak atau meruntuhkan
atap bangunan.
c. Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin
motor, rem, persneling dan pengapian
Penanganan bencana letusan gunung berapi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persiapan
sebelum terjadi letusan, saat terjadi letusan dan setelah terjadi letusan.
1.

Penanganan sebelum terjadi letusan

a.

Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung berapi yang aktif.

b. Pembuatan dan penyediaan Peta Kawasan Rawan Bencana dan Peta Zona Resiko Bahaya
Gunung Berapi yang didukung dengan Peta Geologi gunung berapi
c.

Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung berapi

d.

Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung berapi

e.
Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia di gunung
berapi
f.
Melakukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dan pendukungnya seperti
peningkatan sarana san prasarana

2.

Penanganan saat terjadi letusan

a.

Membentuk tim gerak cepat

b.
Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan
peralatan yang memadai.

c.
Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan alur dan frekuensi pelaporan sesuai dengan
kebutuhan.
d.

Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur.

3.

Penanganan setelah terjadi letusan

a.

Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan

b.

Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana

c.

Mmemberikan saran penanggulangan bencana

d.

Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang

e.

Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak

f.

Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun

g.

Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.

Anda mungkin juga menyukai