Anda di halaman 1dari 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Surveilans Epidemiologi 2.1.1. Definisi Surveilans Epidemiologi Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus-menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (WHO). Dalam surveilans, data yang diperoleh adalah data umum, tidak spesifik untuk suatu penyakit tertentu. Oleh karena itu, dikembangkan suatu sistem yang mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi suatu penyakit yaitu surveilans epidemiologi. Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalahmasalah kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggaran program kesehatan (Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan). Pelaksanaan surveilans epidemiologi dilakukan melalui jejaring kerja antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya. Jejaring kerja sistem surveilans epidemiologi kesehatan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

7
Universitas Indonesia

Jejaring Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Mitra Departemen Kesehatan Puslitbang B/BTKL Jejaring Surveilans Epidemiologi Utama Pusat Data Perguruan Tinggi BPS BMKG LSM Profesi Badan Internasional Regional dan Bilateral Badan POM dsb

UPT Dinkes Propinsi Swasta Perjan

Jejaring Surveilans Epidemiologi unitunit kerja Dinkes Propinsi

Jaringan Surveilans Epidemiologi unitunit kerja Dinkes Kab/Kota

Hubungan struktural/komando Hubungan koordinatif & konsultatif Hubungan koordinatif & Sharing informasi dan konsultatif serta umpan balik
Universitas Indonesia

UPT/Dinkes Kab/Kota

Gambar 2.1. Jejaring Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Sumber: Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan

2.1.2. Mekanisme Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Pelaksanaan surveilans epidemiologi berdasarkan aktivitas pengumpulan datanya terbagi dua, yaitu berupa surveilans aktif dan pasif. Surveilans aktif adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. Surveilans pasif dilakukan berupa pengumpulan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat, atau sumber data lainnya (Kepmenkes RI No. 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Universitas Indonesia

10

Kesehatan). Mekanisme atau tata kerja surveilans epidemiologi yang dilaksanakan oleh BBTKL-PP Jakarta dalam rangka Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dilakukan dengan langkah-langkah berikut (Pedoman Teknis Surveilans Epidemiologi BBTKL PP) : 1. Menyiapkan kerangka acuan Dalam kegiatan ini, dilakukan rancangan analisis sistematis terhadap data, informasi, rumor, maupun dugaan atau gejala yang diperkirakan akan menjadi faktor risiko potensial penyakit. Kerangka acuan ini sekurang-kurangnya memuat latar belakang, justifikasi pelaksanaan kegiatan, tujuan dan sasaran, mekanisme pelaksanaan, ketersediaan sumber daya dan rancangan rekomendasi tindak lanjut. 2. Manajemen Data a. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui unit pelayanan pelanggan, pengamatan lapangan serta data hasil sharing informasi yang mencakup aspek bakteriologis, virologi, parasitologis, entomologis, kimiawi, fisika, radiasi serta data bio marker. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan data internal BBTKL PP dan tambahan data eksternal sebagai pendukumg untuk meperkuat analisis dan penyusunan rekomendasi. 1). Data Internal BBTKL PP Data internal BBTKL bersumber dari instalasi laboratorium seperti: data cemaran biologis, kimiawi, fisika pada air, udara, tanah, makanan/minuman, sayuran, data vektor dan binatang reservoir penyakit, data bio marker serta bahan maupun material lainnya. 2). Data Eksternal Data eskternal merupakan data yang bersumber dari jejaring surveilans B/BTKL seperti data dari Dinas Kesehatan, KKP, B/BLK, Labkes, Rumah Sakit dan dari dinas teknis lainnya, swasta maupun masyarakat.

Universitas Indonesia

11

3). Cara Pengumpulan Data Data dikumpulkan dalam periode waktu harian, mingguan, bulanan, atau waktu-waktu tertentu sesuai dengan kebutuhan. Data yang dikumpulkan laboratorium, dikelompokkan kedalam jenis-jenis pengujian untuk dan hasil pengamatan/kajian di lapangan

memudahkan pengolahan dan analisis. Pengumpulan data internal dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang berasal dari konsumen oleh instalasi pelayanan teknis. Setelah itu, data dikelompokkan menurut jenis sampel/spesimen maupun jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Kemudian, sampel dianalisis di laboratorium berdasarkan jenisnya dan hasil dari masing-masing instalasi kemudian dikumpulkan berdasaran jenis sampel/spesimen, hasil jenis pemeriksaan dan status hasil pemeriksaan berdasarkan baku mutu yang berlaku setempat. Setelah itu, data hasil jenis pemeriksaan laboratorium kemudian dikelompokkan berdasarkan wilayah/lokasi, jenis media lingkungan, dan periode waktu. Apabila masih diperlukan tambahan data maka BBTKL PP dapat menghimpun data dari instansi (jejaring) terkait seperti Dinas Kesehatan Propinsi/Kan/Kota, BLK, KKP, BMKG yang disesuaikan b. Pengolahan dan Analisis Data 1). Pengolahan data Pengolahan data dilakukan secara terus menerus maupun insidentil dengan menggunakan software seperti microsoft office excel, epi info, SPSS, dan software lainnya untuk kemudian disajikan dalam bentuk tabel, grafik, maupun mapping berdasarkan variabel epidemiologi. Dalam pengolahan data ini, diperlukan pula pemilahan data kedalam kategori yang sifatnya berkelanjutan seperti hasil uji air minum, kualitas udara, air badan air, vektor dan reservoir penyakit untuk kebutuhan analisis kecendrungan (time series) dan data sesaat seperti hasil penyelidikan epidemiologis dan hasil-hasil kajian lainnya.

Universitas Indonesia

12

2). Analisis Setelah data diolah, kemudian dianalisis untuk menjelaskan lebih lanjut tentang berbagai kemungkinan yang telah, sedang, dan yang akan terjadi dengan mempertimbangan berbagai kecenderungan, hubungan, dan perbandingan. Analisis data dilakukan dengan metode statistik agar analisis yang dilakukan tepat, akurat, dan objektif. Teknik analisis secara statistik yang dilakukan dapat dilakukan secara univariat, bivariat, maupun muktivariat. Teknik analisis secara univariat dilakukan dengan mendeskripsikan karakteristik parameter atau populasi. Teknik analisis bivariat dimaksudkan untuk menggambarkan kemungkinan terjadinya hubungan atau asosiasi berdasarkan karakteristik parameter dengan populasi yang terpajan. Sementara teknik analisis secara multivariat untuk menggambarkan karakteristik parameter yang paling dominan dari beberapa parameter sebagai penyebab timbulnya kasus. c. Kesimpulan, Rekomendasi, dan Rencana Tindak Lanjut 1). Kesimpulan Kesimpulan merupakan penjelasan akhir dari serangkaian proses yang dilakukan mulai dari tahap pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data serta pembahasan. Kesimpulan dituangkan dalam bentuk poin-poin yang menggambarkan hal-hal penting yang harus ditindaklanjuti. 2). Rekomendasi Rekomendasi merupakan tindak lanjut dari poin-poin kesimpulan yang berisi saran-saran untuk perbaikan dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya, teknologi, dan dampak yang mungkin terjadi untuk kemudian disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, baik internal BBTKL PP Jakarta maupun instansi terkait atau masyarakat.

Universitas Indonesia

13

3). Rencana Tindak Lanjut Rencana tindak lanjut merupakan bentuk rancangan rangkaian kegiatan yang dituangkan dalam kerangka acuan atau proposal upaya pencegahan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya peningkatan kadar polutan, kepadatan, penyebaran yang mengarah kepada terjadinya pencemaran, peningkatan penularan dan peningkatan kasus.

3. Penyebaran Informasi Penyebaran informasi dapat dilaksanakan setelah hasil analisis atau setelah penyusunan rekomendasi dan rencana tindak lanjut sesuai dengan kebutuhan atau pertimbangan tertentu. Bentuk informasi yang diberikan dapat berupa laporan, pointers, executive summary, resume/kronologis kejadian. Bentuk ilmiah penyebaran informasi dapat dilakukan melalui penerbitan buletin, jurnal, seminar atau lokakarya. Penyebaran informasi perlu dilakukan secepat mungkin kepada pihak-pihak terkait melalui komunikasi langsung antar jajaran pimpinan, surat menyurat, email dan media lainnya agar dapat dilakukan tindakan segera.

2.2. Kejadian Luar Biasa Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah (PP RI No. 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular). Menurut Kepmenkes No. 949 tahun 2004 tentang Sistem Kewaspadaan Dini KLB KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Kejadian Luar Biasa penyakit dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kesakitan dan kematian yang berdampak pula pada sektor pariwisata, ekonomi

Universitas Indonesia

14

dan sosial, sehingga membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak yang terkait. Apabila terjadi suatu penyakit hingga menimbulkan KLB, maka perlu dilakukan upaya penyelidikan dan penanggulangan segera. Upaya penyelidikan KLB dapat dilakukan dengan menetapkan kepastian terjadinya KLB, identifikasi penyebab timbulnya KLB, mencari sumber penularan dan faktor yang mempengaruhinya, dan menetapkan kebijakan program pencegahan dan pengendalian.

2.3. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa 2.3.1. Definisi Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa Menurut Permenkes RI Nomor 949 tahun 2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa, Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat. Sistem kewaspadaan dini (Early Warning System) bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan kecil atau dampak yang besar suatu kontaminasi mikroba dalam suatu sumber air atau distribusi sistem dalam waktu tertentu untuk memenuhi respon lokal yang efektif untuk mencegah suatu pajanan (Foran and Brosnan, 2000). Sistem kewaspadaan dini KLB yang dilakukan haruslah dapat dipercaya, sensitif, spesifik, dapat diulang, dan dapat diverifikasi dengan didukung oleh prosedur quality assurance (QA) atau quality control (QC) yang tepat (Foran and Brosnan, 2000).

2.3.2. Sistem Kewaspadaan Dini Situasi Khusus Arus Mudik Lebaran Dalam kegiatan SKD arus mudik dilakukan pemantauan faktor risiko penyakit berupa wawancara penjamah makanan di TPM yang terdapat di stasiun

Universitas Indonesia

15

untuk mengetahui tentang higiene sanitasi makanan. Kemudian dilakukan pula pengambilan sampel makanan, air minum, dan air bersih di TPM yang terdapat di terminal dan stasiun. Pemantauan dan pengambilan sampel dilakukan untuk meminimalisasi KLB penyakit terutama penyakit menular berpotensial wabah seperti food and water borne disesase. Sampel hasil pemantauan kemudian dianalisis di laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan bakteriologis dan kimia pada makanan, air minum, dan air bersih. 2.3.2.1 Sampel Makanan a. Alat dan Bahan Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makanan dilakukan di sembilan lokasi yaitu empat stasiun dan lima terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima TPM dan pada masingmasing TPM diambil 2 jenis makanan untuk dijadikan sampel. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sampel makanan antara lain: 90 buah stoples kaca kecil beserta tutup (untuk analisis bakteriologi), 90 buah plastik obat (untuk analisis kimia), penjepit atau sendok untuk mengambil makanan, pembakar spirtus, alkohol 70 %, korek api, sarung tangan, masker, cooler box, label, dan pulpen atau spidol. b. Alat dan Bahan Analisis Sampel Alat dan bahan untuk analisis biologi sampel makanan antara lain: inkubator, pembakar spirtus, korek api, spidol, pipet elektrik, 86 buah pipet ukur 10 ml, rak tabung reaksi, coloni counter, 86 sampel makanan, larutan BPS, larutan LMX, larutan BHI, larutan BPW, 430 buah tabung reaksi berisi Lactose Broth (LTB) double, 860 buah tabung reaksi berisi Lactose Broth (LTB) single. c. Prosedur Pengambilan Sampel Makanan 1. Menyediakan peralatan yang akan digunakan untuk mengambil sampel dan diletakkan pada satu tempat 2. Meminta 2 sampel makanan yang akan dijadikan sampel kepada pemilik TPM 3. Mensterilkan area kerja pengambilan sampel dan tangan dengan alkohol 70 %

Universitas Indonesia

16

4. 5.

Menyalakan pembakar spiritus Membuka wadah tutup sampel sedikit lalu memegangnya dengan tangan kiri, kemudian melewatkan mulut wadah sampel yang telah terbuka diatas api namun tidak sampai terbakar

6.

Mensterilkan

alat

pengambil

sampel

(sendok)

dengan

cara

menyemprotkannya dengan alkohol 70 % lalu dilewatkan diatas api. 7. Mengambil sampel makanan dengan menggunakan sendok yang telah disterilkan secukupnya 8. Memasukkan sampel makanan yang telah diambil kedalam stoples kaca kecil (untuk analisis bakteriologi) dan plastik obat (untuk analisis kimia) 9. Melewatkan mulut wadah sampel diatas api spiritus, lalu menutupnya dengan rapat 10. Memberikan label pada masing-masing wadah sampel berupa jenis makanan, tanggal, dan lokasi pengambilan sampel

d. Posedur Analisis Biologi pada Makanan 1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan analisis sampel makanan 2. Mengambil 5 buah tabung reaksi berisi LTB double dan 10 buah tabung reaksi berisi LTB single, lalu meletakkannya pada tabung reaksi dengan urutan 5 tabung reaksi berisi LTB double lalu 10 tabung reaksi berisi LTB single 3. Memberi tanda menggunakan spidol marker pada tabung reaksi pertama yaitu tanggal dilakukannya analisis, kemudian memberi tanda angka 10 (artinya 10 ml), kemudian angka 1 (artinya 1 ml) pada tabung reaksi keenam, dan angka 0,1 (artinya 0,1 ml) pada tabung reaksi kesebelas.

Universitas Indonesia

17

4.

Mengambil 10 buah stoples kecil yang berisi sampel makanan yang sudah diambil dan 10 buah stoples kecil kosong beserta tutup. Kemudian, memberi label pada stoples berupa nomor sampel, lokasi pengambilan sampel, dan tanggal analisis.

5.

Mengambil setengah dari masing-masing sampel makanan yang telah diambil, lalu memasukkannya kedalam 10 stoples kosong. Jika makanan tersebut bersifat kering, maka ditambahkan larutan BPS hingga seluruh bagian sampel makanan terendam air.

6.

Menambahkan larutan BHI kedalam 10 stoples berisi sampel makanan, dan larutan BPW kedalam 10 stoples berisi sampel makanan lainnya.

7.

Sampel makanan yang sudah ditambahkan larutan BPW, lalu dituangkan kedalam larutan LMX secukupnya. Kemudian, larutan dikocok dan dimasukkan kedalam inkubator selama 1x24 jam.

8.

Sementara untuk sampel makanan yang telah ditambahkan larutan BHI dilakukan pengenceran dengan cara sebagai berikut : a. Menyalakan pembakar spirtus menggunakan korek api b. Mengambil pipet ukur dengan ketelitian 10 ml, dan memasangnya pada penghisap elektrik. c. Melewatkan pipet diatas api, lalu mengambil sebanyak 10 ml sampel makanan dari stoples dan menuangkannya pada tabung reaksi pertama yang berisi LTB double. Lakukan hal yang sama pada keempat tabung reaksi lainnya yang berisi LTB double. d. Selanjutnya, mengambil 5 ml sampel makanan dari sstoples yang sama dan menuangkannya masing-masing 1 ml pada tabung reaksi keenam hingga kesepuluh yang berisi LTB single. e. Kemudian, mengambil 0.5 ml sampel makanan dari stoples yang sama dan menuangkan masing-masing 0.1 ml pada tabung reaksi kesebelas hingga kelima belas

Universitas Indonesia

18

f. Mengocok tabung yang telah dituangkan sampel makanan, dan memasukkannya kedalam inkubator. 9. Lakukan prosedur 1-8 untuk sampel makanan lainnya.

10. Setelah sampel diinkubasi, kemudian dilakukan identifikasi keberadaan bakteri. a. Identifikasi Salmonella sp 1. Menginkubasikan sampel makanan selama 24 2 jam pada suhu 35-37 C 2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari tabung reaksi kedalam cawan petri 3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga sampel makanan menjadi padatan. 4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter 5. Koloni Salmonella sp akan menunjukkan bentuk bulat, warna merah muda dengan atau tanpa titik hitam di tengah b. Identifikasi Bacillus cereus 1. Menginkubasikan sampel makanan selama 24-28 jam pada suhu 35-37 C 2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari tabung reaksi kedalam cawan petri 3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga sampel makanan menjadi padatan. 4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter 5. Koloni Bacillus cereus akan menunjukkan bentuk bulat, berwarna biru turquoise (biru peacock) dengan zona presipitasi berwarna biru, diameter 5 mm

Universitas Indonesia

19

c. Identifikasi Staphylococcus aureus 1. Menginkubasikan sampel makanan selama 18-24 jam pada suhu 35-37 C 2. Setelah selesai diinkubasi, kemudian menuangkan sampel dari tabung reaksi kedalam cawan petri 3. Mendinginkan sampel makanan yang terdapat di cawan hingga sampel makanan menjadi padatan. 4. Mengidentifikasi sampel makanan menggunakan koloni counter 5. Koloni Staphylococcus aureus akan menunjukkan bentuk bulat, berwarna abu-abu hingga hitam, diameter 2-3 mm, permukaan halus, cembung, terdapat zona bening (hemolisa) di sekitar media.

2.3.2.2 Sampel Air Minum dan Air Bersih Pengambilan sampel air minum dan air bersih dilakukan pada tempat yang sama dengan pengambilan sampel maanan yaitu di empat stasiun dan lima terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima Tempat Pengolah Makanan (TPM) dan pada masing-masing TPM diambil sampel air minum dan air bersih.

a. Alat dan Bahan Pengambilan Sampel Pengambilan sampel air minum da air bersih dilakukan di sembilan lokasi yaitu empat stasiun dan lima terminal. Pada setiap lokasi dipilih lima TPM dan pada masing-masing TPM diambil air minum dan air bersih untuk dijadikan sampel. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sampel makanan antara lain: stoples kaca kecil beserta tutup (untuk analisis bakteriologi dan kimia), pembakar spirtus, alkohol 70 %, korek api, sarung tangan, masker, cooler box, label, dan pulpen atau spidol. b. Prosedur Pengambilan Sampel Air Minum dan Air Bersih

Universitas Indonesia

20

1.

Menyediakan peralatan yang akan digunakan untuk mengambil sampel dan diletakkan pada satu tempat

2. 3.

Meminta air bersih dan air minum dijadikan sampel kepada pemilik TPM Mensterilkan area kerja pengambilan sampel dan tangan dengan alkohol 70 %

4. 5.

Menyalakan pembakar spiritus Membuka wadah tutup sampel sedikit lalu memegangnya dengan tangan kiri, kemudian melewatkan mulut wadah sampel yang telah terbuka diatas api namun tidak sampai terbakar

6.

Mensterilkan mulut keran air atau pun teko dengan melweatkannya di atas api.

7. 8.

Mengambil sampel air minum dan air bersih Memasukkan sampel air minum dan air bersih yang telah diambil kedalam stoples kaca kecil

9.

Melewatkan mulut wadah sampel diatas api spiritus, lalu menutupnya dengan rapat

10. Memberikan label pada masing-masing wadah sampel berupa nama sampel, tanggal, dan lokasi pengambilan sampel

2.4 Peraturan-peraturan yang Digunakan Pemeriksaan bakteriologis makanan dilakukan untuk memeriksa keberadaan bakteri patogen tertentu seperti Eschericia coli, Salmonella sp, Staphylococcus aureus, dan Bacillus Cereus untuk kemudian dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Menurut Permenkes tersebut, makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran bakteri seperti Eschericia coli dan sebagainya. Hasil pemeriksaan laboratorium pun harus menunjukkan angka

Universitas Indonesia

21

kuman Eschericia coli 0 (nol). Pemeriksaan kimia pada makanan dilakukan untuk memeriksa keberadaan bahan-bahan kimia berbahaya tertentu dalam makanan yaitu arsen (As), sianida (Sn) dan nitrit (NO 2). Peraturan yang mengatur yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No. 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Menurut Permenkes tersebut, makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran kimia seperti timah hitam, arsen, kadmium, seng, tembaga, pestisida, dan sebagainya. Pemeriksaan bakteriologis pada air minum dilakukan untuk mengetahui total coliform dalam air dan untuk pemeriksaan kimia parameter yang akan diperiksa yaitu arsen (As) dan nitrit (NO2). Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Berdasarkan peraturan tersebut, kadar maksimum E coli atau fecal coli yang terdapat dalam air minum adalah 0 (nol). Untuk keberadaan bahan kimia yaitu arsen (As) kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 0.01 mg/l dan untuk nitrit (NO2) kadar maksimum yang diperbolehkan yaitu 3 mg/l. Untuk pemeriksaan air bersih secara bakteriologi dilakukan untuk mengetahui keberadaan total coliform dalam air, dan pemeriksaan kimia untuk mengetahui keberadaan air raksa (Hg), kadmium (Cd), arsen (As), selenium (Se), nitrit (NO 2), dan timbal (Pb) dalam air bersih. Hasil pemeriksaan kemudian dibandingkan dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Baku mutu air raksa (Hg) dalam air bersih berdasarkan peraturan tersebut yaitu 0.001 mg/l, kadmium (Cd) yaitu 0.01 mg/l, arsen (As) yaitu 0.05 mg/l, selenium (Se) yaitu 0.01 mg/l, nitrit (NO2) yaitu 0.06 mg/l dan timbal (Pb) yaitu 0.03 mg/l.

2.5. Higiene dan Sanitasi Makanan Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1098 Tahun 2003). Higiene dan sanitasi merupakan sesuatu yang

Universitas Indonesia

22

penting bagi kesehatan, kelangsungan hidup manusia, dan perkembangannya (Centers for Disease Control and Prevention, 2012).

2.6. Persyaratan Teknis Higiene dan Sanitasi Makanan Persyaratan teknis higiene dan sanitasi makanan adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel, dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia, dan fisika (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1098 Tahun 2003). Persyaratan teknis higiene dan sanitasi makanan yang harus dipenuhi antara lain (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1096 Tahun 2011): 1. Bangunan a. Lokasi tidak dekat dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat, dan sumber pencemaran lainnya. Halaman bersih, tidak bersema, tidak banyak lalat, tersedia tempat sampah yang bersih dan bertutup; konstruksi bangunan harus kokoh dan aman; lantai kedap air, rata, tidak retak, tidak licin, dan mudah dibersihkan; permukaan dinding sebelah dalam rata, tidak lembab, mudah dibersihkan, dan berwarna terang. b. Langit-langit harus menutupi seluruh ata bangunan dan terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. c. Pintu ruang tempat pengolahan makanan dibuat membuka ke arah luar dan dapat menutup sendiri. d. Pencahayaan cukup dan tidak boleh menimbulkan silau e. Ventilasi atau penghawaan harus ada sebagai tempat sirkulasi atau peredaran udara dengan luas ventilasi 20% dari luas lantai.

Universitas Indonesia

23

f. Ruang pengolahan makanan memiliki luas sesuai dengan jumlah karyawan. 2. Fasilitas Sanitasi Tersedia tempat mencuci tangan yang terpisah dari tempat mencuci peralatan maupun bahan makanan. air bersih harus tersedia cukup dan memenuhi persyararatan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Memiliki jamban dan kamar mandi yang memenuhi syarat higiene sanitasi. Tempat sampah harus bertutup dan tersedia dalam jumlah yang cukup. 3. Peralatan Tersedia tempat pencucian peralatan dan bahan makanan yang pencuciannya garus menggunakan pembersih atau detergen. Peralatan dan bahan makanan yang sudah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindungi dari pencemaran serangga, tikus, dan hewan lainnya. Wadah penyimpanan makanan yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup dengan sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan. tempat atau wadah juga harus terpisah untuk setiap jenis makanan jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup dengan sempurna. 4. Ketenagaan Tenaga atau karyawan pengolah makanan harus berbadan sehat dan tidak mengidap penyakit menular, semua egiatan pengolahan makanan hasru dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung tubuh. 5. Makanan Makanan yang dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia dan bakteri. Cemaran fisik seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples, dan sebagainya yang dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata. Cemaran kimia seperti timah hitam, arsen, cadmium, seng, tembaga, pestisida, dan sebagainya, yang melalui hasil pemeriksaan laboratorium memiliki hasil pemeriksaan negatif. Cemaran

Universitas Indonesia

24

biologi seperti bakteri Eschericia coli (E. coli) dan sebagainya yang melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil pemeriksaan menunjukkan angka kuman E. Coli 0 (nol).

2.7

Higiene Sanitasi Lingkungan Sekitar Tempat Pengolahan Makanan Lingkungan sekitar rumah makan atau tempat pengolahan makanan harus

bersih dan memiliki manajemen pengolahan sampah yang bagus. Manajemen pengolahan sampah yang bagus akan menurunkan daya tarik hewan-hewan seperti serangga, hewan pengerat, dan hama pengganggu makanan. untuk hewan-hewan serangga seperti lalat yaitu dengan menjaga sanitasi lingkungan rumah makan melalui managamen yang baik. Untuk mengontrol vektor lain seperti kecoa, dapat dilakukan dengan menghilanhkan tempat-tempat yang memungkinkan bagi kecoa untuk bersembunyi dan mengangkat kotak atau barang-barang lain yang terdapat di lantai. Selain itu, kebersihan kondisi bangunan bangunan juga harus dijaga seperti lantai, pintu, jendela (Mc Swanne, et al., 2000).

2.8

Higiene Sanitasi Penjamah Makanan Penjamah makanan adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan

makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan, sampai pada penyajian (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1098 Tahun 2003). Penjamah makanan dalam mengolah makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti: sarung tangan plastik sekali pakai (disposal), penjepot makanan, sendok dan garpu. Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan dapat dilakukan dengan menggunakan celemek atau apron, penutup rambut, dan sepatu kedap air. Penjamah makanan juga harus mencuci tangannya sesering mungkin ketika sedang mengolah makanan, termasuk saat setelah memegang bahan makanan

Universitas Indonesia

25

mentah, setelah menggunakan sarung tangan, setelah makanan, minum, setelah dari kamar mandi, dan setelah kontaminasi potensial lainnya pada tangan penjamah makanan. Penampilan personal penjamah makanan juga harsu diperhatikan seperti memiliki kuku tangan yang pendek dan bersih, tidak menggunakan perhiasan berkebihan, menggunakan seragam atau pakaian yang bersih, mengikat rambut yang panjang (Centesr for Diseases Control and Prevention).

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai