Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

TENTANG PENYAKIT DIABETES MELITUS


DOSEN PENGAMPU :VIVI TRIANA, SKM, MPH

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

1. NADIYATUL HUSNA 1811212006

2. PUTRI MAGVIRA 1811211042

3. RIDHA RAUDHATUL JANNAH 1811211016

4. EPRILLA MAHARANI DEVISA 1811211040

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular tentang penyakit
Diabetes Melitus. Penyusunan makalah ini dilaksanakan atas kerja sama rekan kelompok
serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan kami menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular yang
telah memberikan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Padang, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................2

BAB 1

PENDAHULUAN.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5

1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................5

BAB II

PEMBAHASAN............................................................................................................6

2.1 Pengertian Diabetes Mellitus...............................................................................6

2.2 Sejarah Diabetes Melitus.....................................................................................7

2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus...............................................................................8

2.4 Patofisiologi Dan Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus....................................11

2.5 Faktor Risiko Diabetes Mellitus........................................................................12

2.6 Tanda Dan Gejala Diabetes Mellitus.................................................................16

2.7 Prevalensi Diabetes Mellitus Di Dunia..............................................................18

2.8 Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Diabetes.......................................19

BAB 3

PENUTUPAN..............................................................................................................27

3.1 Kesimpulan...................................................................................................27

3.2 Saran.............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................28
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak
pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak
hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun
belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan
masyarakat Indonesia diperkirakan penderita

DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada
seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum
menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak
negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit
jantung kronis, hipertensi, otak, system saraf, hati, mata dan ginjal.
DM atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin
baik absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan
relatif berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang.
Hormon Insulin dibuat dalam pancreas. Ada 2 macam type DM :

DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan


akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing
(terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini
berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan
insulin seumur hidup.

DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan
insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk
metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi
sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada
sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Diabetes Militus(DM )?

1. Bagaimana sejarah dari penyakit Diabetes Melitus ?

2. Apa saja type (klasifikasi) Diabetes Militus ?

3. Apa saja tanda – tanda dan gejala Diabetes Militus ?

4. Apa saja faktor resiko Diabetes Militus ?

5. Bagaimana cara penanggulangan dan pencegahan Diabetes Militus ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan identifikasi rumusan masalah diatas, tujuan penulisan ini adalah
untuk mengetahui apa itu Diabetes Melitus dan bagaimana sejarah penyakit tersebut
serta bagaimana cara penanggulangan dan pencegahan dari penyakit tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan
cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan. Hiperglikemia, atau gula darah yang meningkat, merupakan efek umum dari
diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada
banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah.
Diabetes Melitus (atau diabetes) adalah sebuah kondisi kronis dimana tubuh tidak
dapat menggunakan sumber energi (glukosa) yang terdapat dalam darah sebab tubuh tidak
dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat. Kondisi tersebut
mengakibatkan kadar glukosa darah meningkat.
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes Mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia yang terjadi
karena beberapa sebab yaitu karena kelainan sekresi insulin, kinerja insulin atau kedua-
duanya (Perkeni, 2011).
Insulin merupakan hormon yang dilepaskan oleh pankreas, merupakan zat utama yang
bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah tetap stabil. Insulin
menyebabkan gula (glukosa) berpindah ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk glikogen. Peningkatan kadar gula
darah setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula merangsang pankreas
untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih
lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan
aktivitas fisik kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk
energi (Anonim, 2008).
Dalam kondisi normal, karbohidrat dan gula yang dikonsumsi akan diubah menjadi
sumber energi yang disebut glukosa. Sel-sel tubuh membutuhkan glukosa sebagai energi
untuk menjalankan fungsinya. Akan tetapi, tubuh membutuhkan hormon insulin untuk
menyerap glukosa dari aliran darah dan mensirkulasikannya ke berbagai sel-sel tubuh.
Dalam keadaan diabetes, sel-sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, baik karena
tubuh tidak memproduksi hormon insulin yang cukup, sel tubuh tidak merespon insulin
secara normal, atau kombinasi keduanya.
Keadaan itu mengakibatkan glukosa tetap berada dalam darah dan akan terus
bertambah seiring dengan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Tingginya level glukosa
dalam darah dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pembuluh darah di jantung, hati,
ginjal, mata dan juga sistem saraf. Jika tidak ditangani dengan baik, diabetes dapat
menyebabkan serangan jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, dan lain sebagainya.

2.2 Sejarah Diabetes Melitus


Kata diabetes berasal dari kata diabere yang berarti siphon atau tabung yang berfungsi
untuk mengalirkan atau memindahkan cairan dari satu tempat ke tempat lain. Disebut
dengan penyakit diabetes karena salah satu gejala atau ciri pengidap penyakit diabetes
adalah sering buang air kecil. Penyakit diabetes sudah dikenal jauh sebelum abad masehi.
Kira-kira pada 1500 tahun SM, di Mesir, pada Papyrus Ebers ditemukan sebuah penyakit
dengan gejala banyak kencing (Alamsyah. 2013).
Setelah itu berabad-abad kemudian sekitar 30 tahun SM, Celsus atau Paracelsus juga
menemukan penyakit yang gejalanya mirip dengan yang ditemukan di Mesir jauh
sebelumnya. Namun pada saat itu belum ada penamaan untuk gejala penyakit tersebut,
hanya saja digunakan istilah “penyakit aneh” untuk menamakannya. Baru sekitar 200 tahun
kemudian-lah, Areteaus menamakan penyakit aneh tersebut dengan nama diabetes.
Areteaus menggambarkan penyakit diabetes sebagai meleleh atau larutnya daging dan
tungkai ke dalam cairan urine (Alamsyah. 2013).

Sejarah Diabetes Di Asia


Lalu pada abad ke-3 sampai dengan abad ke-6, di India dan China, para ilmuwan serta
dokter menemukan penyakit diabetes dan menyatakan bahwa cairan urine para penderita
diabetes berasa manis. Dan sekitar tahun 1000, Ibnu Sina, seorang dokter yang juga
ilmuwan muslim ( di dunia barat ia dikenal dengan Avicena ) menuliskan gangren diabetik
untuk pertama kalinya. Kemudian pada sekitar tahun 1674, seorang ilmuwan bernama
Willis melukiskan kondisi urine penderita diabetes yang dinyatakan berasa manis oleh para
ilmuwan India dan China tersebut sebagai “urin yang digenangi madu” (Alamsyah. 2013).
Sejak saat itulah nama penyakit diabetes ditambahkan kata “mellitus” di belakangnya
sehingga menjadi “diabetes mellitus” atau diabetes melitus”. Kata mellitus sendiri berarti
madu. Sampai saat itu belum berhasil ditemukan penyakit diabetes yang menjangkiti
hewan, hingga pada 1889 dua orang ilmuwan medis Von Mehring dan Minkowski
mendapati adanya gejala diabetes pada anjing yang diambil pankreas-nya (Alamsyah.
2013).
Penemuan Insulin Sebagai Bagian Dari Sejarah Diabetes
Kemudian akhirnya dunia dikejutkan dengan penemuan insulin oleh seorang ahli
bedah yang masih muda bernama Frederick Grant Banting dan seorang asistennya bernama
Charles Herbert yang saat itu masih mahasiswa pada abad ke-20, tepatnya tahun 1921. Atas
temuan mereka itu, hadiah nobel pada tahun 1923 dihadiahkan kepada mereka berdua.
Dengan ditemukannya hormon insulin tersebut, maka perkembangan penyakit diabetes
selanjutnya mengarah kepada perkembangan pengobatan diabetes (Alamsyah. 2013).

2.3 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Terdapat 4 klasifikasi DM yang diperkenalkan oleh Perkeni 2011 yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai Diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin
dependent” atau “Ketosis prone”, karena jika tidak terdapat insulin maka akan
menyebabkan kematian dalam beberapa hari yang disebabkan oleh ketoasidosis. Istilah
“Juvenile Onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dimulai sejak dari usia 4
tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun. Istilah “Insulin dependent” diberikan
karena penderita Diabetes Mellitus sangat bergantung dengan pemakaian insulin dari
luar. Ketergantungan insulin tersebut terjadi karena adanya kelainan pada sel beta
pankreas sehingga penderita DM tipe 1 mengalami defisiensi insulin. Karakteristik dari
DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon
plasma meningkat, dan sel beta pankreas gagal dalam berespons terhadap stimulus yang
seharusnya meningkatkan sekresi insulin (Poretsky, 2010).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2


Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Diabetes Mellitus Tipe 2 disebabkan oleh gabungan resistensi perifer terhadap kerja
insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat oleh sel-sel beta
pankreas. Peningkatan prevalensi DM Tipe 2 dipengaruhi oleh faktor resiko Diabetes
Mellitus. Faktor yang tidak dapat di modifikasi diantaranya usia, jenis kelamin, riwayat
keluarga, sedangkan faktor yang dapat di modifikasi adalah obesitas, pola makan yang
sehat, aktifitas fisik, dan merokok (Adiningsih, 2011).
Pada penderita Diabetes Mellitus Tipe 2, produksi insulin masih dapat dilakukan, tetapi
tidak cukup untuk mengontrol kadar gula darah. Ketidakmampuan insulin dalam bekerja
dengan baik tersebut yang dimaksud dengan resistensi insulin. Diabetes Mellitus Tipe 2
biasanya terjadi pada orang yang lanjut usia dan mereka hanya mengalami gejala yang
ringan. Diabetes Mellitus Tipe 2 juga umumnya disebabkan oleh obesitas (Charles &
Anne, 2010).
Orang yang memiliki badan gemuk dan memiliki riwayat keluarga dengan riwayat DM
berisiko tinggi untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2. Obesitas bisa berkaitan dengan pola
makan dan pola hidup yang tidak bervariasi atau monoton. Resistensi insulin dapat
menghalangi absorpsi glukosa ke dalam otot dan sel lemak sehingga glukosa dalam darah
meningkat. Hiperglikemia ini memicu di sekresikannya insulin tetapi lama kelamaan
insulin terganggu dan sekresinya berkurang. Begitu juga dengan resistensi insulin yang
meningkat dengan adanya obesitas (Baradero dkk, 2005).
Apabila otot dan sel lemak menjadi resisten terhadap insulin, maka akan menimbulkan
lingkaran setan. Tubuh akan berusaha mengkompensasi. Pulau Langerhans dari pankreas
akan menghasilkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan gula darah dalam kadar
yang normal. Akan tetapi akhirnya, pankreas tidak dapat lagi meneruskan kompensasi dan
berhenti menghasilkan insulin (Baradero dkk, 2005).

3. Diabetes Tipe lain


a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit Eksokrin Pankreas
d. Endokrinopati
e. Karena obat/zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi (jarang)
h. Sindroma genetik lain yang masih berkaitan dengan DM

4. Diabetes Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) merupakan suatu gangguan toleransi karbohidrat
yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Dimungkinkan bahwa 30-50% penderita Diabetes Mellitus Gestasional akan berkembang
menjadi Diabetes Mellitus tipe 2 dalam kurun waktu kurang lebih 10 tahun (Davey, 2005).
Keadaan ini terjadi pada saat 24 minggu usia kehamilan dan sebagian penderita akan
kembali normal setelah proses melahirkan (Kemenkes, 2008). Kehamilan sangat
berhubungan erat dengan Diabetes. Kontrol gula darah yang buruk dapat menimbulkan
komplikasi terhadap ibu dan anak yang dilahirkan. Meskipun peningkatan kontrol Diabetes
sudah dilakukan oleh sang ibu, bayi yang dilahirkan masih berisiko terkena komplikasi.
Bayi yang dilahirkan oleh ibu menderita Diabetes bersiko :
a. Meninggal 5 kali lebih besar dari ibu yang tidak menderita DM
b. Cacat 2 kali lebih besar dari ibu yang tidak menderita DM
c. Dilahirkan dengan bobot >4 kg atau 2 kali lebih besar (Charles & Anne,
2010).
2.4 Patofisiologi Dan Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel beta di pankreas. Insulin memegang
peranan yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dari darah ke dalam sel,
untuk selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan ATP sebagai bahan bakar. Insulin
dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke
dalam sel. Dengan bantuan GLUT 4 yang terletak pada membran sel maka insulin dapat
menjadi pembawa glukosa masuk ke dalam sel. Kemudian di dalam sel tersebut glukosa di
metabolisme menjadi ATP atau tenaga. Jika insulin tidak ada atau jumlahnya sedikit, maka
glukosa tidak akan bisa masuk ke dalam sel dan akan terus berada di aliran darah yang
akan mengakibatkan glukosa di dalam darah meningkat atau hiperglikemia. Pada orang
yang menderita DM, jumlah insulin yang dihasilkan sel beta berkurang atau kualitas
insulinnya kurang baik (resistensi insulin), sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan
kadar glukosa dalam batas normal di dalam darah setelah memakan karbohidrat
(Soegondo, 2009).
Jika terjadi hiperglikemia yang berat dan melebihi ambang batas ginjal untuk glukosa,
maka akan timbul glikosuria atau terdapat glukosa pada glomerulus ginjal. Glikosuria ini
akan berdampak diuresis osmotik yang menarik air sehingga meningkatkan pengeluaran
urin (poliuria) dan akhirnya timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama
urin yang keluar, maka penderita akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai
akibat kehilangan kalori dan akibat glukosa yang tidak berhasil masuk ke dalam sel untuk
diubah menjadi ATP. Penderita mengeluh lelah dan mengantuk (Schteingart, 2006) berat,
penderita tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya
penderita DM tipe 2 tidak mengalami ketoasidosis karena pada DM tipe 2 penderita ini
tidak mengalam defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Artinya, sejumlah
insulin tetap disekresikan dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis (Schteingart,
2006).

2.5 Faktor Risiko Diabetes Mellitus


Yang termasuk faktor risiko DM menurut Perkeni (2011) yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi (unmodifiable risk factor) adalah Faktor
risiko yang sudah ada dan melekat pada seseorang sepanjang kehidupannya. Sehingga
faktor risiko tersebut tidak dapat dikendalikan oleh dirinya. Faktor risiko DM yang
tidak dapat di modifikasi antara lain:
1) Ras dan etnik
Ras atau etnik yang dimaksud contohnya seperti suku atau kebudayaan setempat
dimana suku atau budaya dapat menjadi salah satu factor risiko DM yang berasal
dari lingkungan sekitar (Masriadi,2012).
2) Riwayat keluarga dengan DM
Seorang anak yang merupakan keturunan pertama dari orang tua dengan DM
(Ayah, ibu, laki-laki, saudara perempuan) beresiko menderita DM. Bila salah satu
dari kedua orang tuanya menderita DM maka risiko seorang anak mendapat DM
tipe 2 adalah 15% dan bila kedua orang tuanya menderita DM maka kemungkinan
anak terkena DM tipe 2 adalah 75%. Pada umunya apabila seseorang menderita
DM maka saudara kandungnya mempunyai resiko DM sebanyak 10% (Kemenkes,
2008).
Ibu yang terkena DM mempunyai resiko lebih besar 10-30% dari pada ayah
dengan DM. Hal ini dikarenakan penurunan gen sewaktu dalam kandungan lebih
besar dari seorang ibu (Trisnawati & Soedijono, 2013).
3) Usia
Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Pada usia lebih dari 45 tahun sebaiknya harus dilakukan
pemeriksaan DM. Diabetes seringkali ditemukan pada masyarakat dengan usia
yang sudah tua karena pada usia tersebut, fungsi tubuh secara fisiologis makin
menurun dan terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan
fungsi tubuh untuk mengendalikan gluskosa darah yang tinggi kurang optimal
(Gusti & Ema, 2014).
4) Riwayat kelahiran
Melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi yaitu lebih dari 4000 gram atau
riwayat pernah menderita diabetes mellitus gestasional (DMG) berpotensi untuk
menderita DM tipe 2 maupun gestasional. Wanita yang pernah melahirkan anak
dengan berat lebih dari 4 kg biasanya dianggap sebagai praDiabetes (Kemenkes,
2008).
5) Riwayat kelahiran
Melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah yaitu kurang dari 2,5 kg. Bayi
yang lahir dengan berat badan rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi
dibanding dengan bayi lahir dengan berat badan normal. Seseorang yang lahir
dengan BBLR dimungkinkan memiliki kerusakan pankreas sehingga kemampuan
pankreas untuk memproduksi insulin akan terganggu. Hal tersebut menjadi dasar
mengapa riwayat BBLR seseorang dapat berisiko terhadap kejadian BBLR
(Kemenkes, 2008).

b. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :


1) Berat badan berlebih (IMT > 23 kg/m2).
Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan
energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan
subkutan tirai usus, organ vital jantung, paru-paru, dan hati). Obesitas juga
didefinisikan sebagai kelebihan berat badan. Indeks masa tubuh orang dewasa
normalnya ialah antara 18,5-25 kg/m2. Jika lebih dari 25 kg/m2 maka dapat
dikatakan seseorang tersebut mengalami obesitas (Gusti & Erna, 2014).
2) Obesitas abdominal
Kelebihan lemak di sekitar otot perut berkaitan dengan gangguan metabolik,
sehingga mengukur lingkar perut merupakan salah satu cara untuk mengukur
lemak perut (Balkau, 2014). Seorang yang mengalami obesitas abdominal (Lingkar
perut pria >90 cm sedangkan pada wanita >80 cm) maka berisiko 5,19 kali
menderita Diabetes Mellitus Tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral
khususnya di perut yang digambarkan oleh lingkar pinggang dapat memprediksi
gangguan akibat resistensi insulin pada DM tipe 2 (Trisnawati dkk, 2013).
Pada orang yang menderita obesitas, dalam tubuhnya terjadi peningkatan pelepasan
asam lemak bebas (Free Fatty Acid/FFA) dari lemak visceral yaitu lemak pada
rongga perut yang lebih resisten terhadap efek metabolik insulin dan juga lebih
sensitif terhadap hormon lipolitik. Peningkatan FFA menyebabkan hambatan kerja
insulin sehingga terjadi kegagalan uptake glukosa ke dalam sel yang memicu
peningkatan produksi glukosa hepatik melalui proses glukoneosis (Kemenkes,
2008).
Peningkatan jumlah lemak abdominal mempunyai korelasi positif dengan
hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitivitas insulin (Kemenkes, 2008).
Itulah sebabnya mengapa obesitas pada abdominal menjadi berisiko terhadap
kejadian Diabetes Mellitus tipe 2.
3) Kurangnya aktivitas fisik.
Kurang aktivitas fisik dan berat badan berlebih merupakan faktor yang paling
utama dalam peningkatan kejadian Diebets Mellitus tipe 2 di seluruh dunia (Rios,
2010). Menurut WHO yang dimaksud dengan aktifitas fisik adalah kegiatan paling
sedikit 10 menit tanpa berhenti dengan melakukan kegiatan fisik ringan, sedang
maupun berat.
Kegiatan fisik dan olahraga teratur sangatlah penting selain untuk menghidari
obesitas, juga untuk mencegah terjadinya diabetes Mellitus tipe 2. Pada waktu
melakukan aktivitas dan bergerak, otot-otot memakai lebih banyak glukosa
daripada pada waktu tidak bergerak. Dengan demikian kosentrasi glukosa darah
akan menurun. Melalui olahraga/kegiatan jasmani, insulin akan bekerja lebih baik,
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel-sel otot untuk digunakan (Soegondo,
2008).
4) Hipertensi (> 140/90 mmHg)
Disfungsi endotel merupakan salah satu patofisiologi umum yang menjelaskan
hubungan yang kuat antara tekanan darah dan kejadian Diabetes Mellitus tipe 2.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penanda disfungsi endotel
berhubungan dengan durasi lamanya menderita Diabetes dan disfungsi endotel
berkaitan erat dengan hipertensi (Conen dkk, 2007).
Beberapa literatur mengaitkan hipertensi dengan resistensi insulin. Pengaruh
hipertensi terhadap kejadian Diabetes mellitus disebabkan oleh penebalan
pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi
menyempit. Hal ini yang akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari
dalam darah ke sel menjadi terganggu. Seorang yang hipertensi berisiko 2,3 kali
untuk terkena Diabetes Mellitus tipe 2 (Wiardani, 2010).
5) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
Dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko utama dari aterosklerosis dan
penyakit jantung koroner. Arteosklerosis dapat menyebabkan aliran darah
terganggu. Dislipidemia adalah salah satu komponen dalam trias sindrom
metabolik selain Diabetes dan hipertensi (Pramono, 2009).
6) Diet tak sehat (unhealthy diet)
Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes dan akhirnya menderita diabetes mellitus tipe 2.

c. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :


1) Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau penderita mempunyai
keadaan klinis lain yang mungkin masih terkait dengan resistensi insulin.
2) Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu
(TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
3) Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti penyakit stroke, PJK, atau
PAD (Peripheral Arterial Diseases).

2.6 Tanda Dan Gejala Diabetes Mellitus


1. Meningkatnya frekuensi buang air kecil
Karena sel-sel di tubuh tidak dapat menyerap glukosa, ginjal mencoba
mengeluarkan glukosa sebanyak mungkin. Akibatnya, penderita jadi lebih sering
kencing daripada orang normal dan mengeluarkan lebih dari 5 liter air kencing
sehari. Ini berlanjut bahkan di malam hari. Penderita terbangun beberapa kali untuk
buang air kecil. Itu pertanda ginjal berusaha singkirkan semua glukosa ekstra dalam
darah.
2. Rasa haus berlebihan
Dengan hilangnya air dari tubuh karena sering buang air kecil, penderita merasa
haus dan butuhkan banyak air. Rasa haus yang berlebihan berarti tubuh Anda
mencoba mengisi kembali cairan yang hilang itu. Sering ‘pipis‘ dan rasa haus
berlebihan merupakan beberapa "cara tubuh Anda untuk mencoba mengelola gula
darah tinggi," jelas Dr. Collazo-Clavell seperti dikutip dari Health.com.
3. Penurunan berat badan
Kadar gula darah terlalu tinggi juga bisa menyebabkan penurunan berat badan yang
cepat. Karena hormon insulin tidak mendapatkan glukosa untuk sel, yang digunakan
sebagai energi, tubuh memecah protein dari otot sebagai sumber alternatif bahan
bakar.
4. Kelaparan
Rasa lapar yang berlebihan, merupakan tanda diabetes lainnya. Ketika kadar gula
darah merosot, tubuh mengira belum diberi makan dan lebih menginginkan glukosa
yang dibutuhkan sel.
5. Kulit jadi bermasalah
Kulit gatal, mungkin akibat kulit kering seringkali bisa menjadi tanda peringatan
diabetes, seperti juga kondisi kulit lainnya, misalnya kulit jadi gelap di sekitar
daerah leher atau ketiak.
6. Penyembuhan lambat
Infeksi, luka, dan memar yang tidak sembuh dengan cepat merupakan tanda
diabetes lainnya. Hal ini biasanya terjadi karena pembuluh darah mengalami
kerusakan akibat glukosa dalam jumlah berlebihan yang mengelilingi pembuluh
darah dan arteri. Diabetes mengurangi efisiensi sel progenitor endotel atau EPC,
yang melakukan perjalanan ke lokasi cedera dan membantu pembuluh darah
sembuhkan luka.
7. Infeksi jamur
"Diabetes dianggap sebagai keadaan imunosupresi," demikian Dr. Collazo-Clavell
menjelaskan. Hal itu berarti meningkatkan kerentanan terhadap berbagai infeksi,
meskipun yang paling umum adalah candida dan infeksi jamur lainnya. Jamur dan
bakteri tumbuh subur di lingkungan yang kaya akan gula.
8. Iritasi genital
Kandungan glukosa yang tinggi dalam urin membuat daerah genital jadi seperti
sariawan dan akibatnya menyebabkan pembengkakan dan gatal.
9. Keletihan dan mudah tersinggung
"Ketika orang memiliki kadar gula darah tinggi, tergantung berapa lama sudah
merasakannya, mereka kerap merasa tak enak badan," kata Dr. Collazo-Clavell.
Bangun untuk pergi ke kamar mandi beberapa kali di malam hari membuat orang
lelah. Akibatnya, bila lelah orang cenderung mudah tersinggung.
10. Pandangan yang kabur
Penglihatan kabur atau atau sesekali melihat kilatan cahaya merupakan akibat
langsung kadar gula darah tinggi. Membiarkan gula darah Anda tidak terkendali
dalam waktu lama bisa menyebabkan kerusakan permanen, bahkan mungkin
kebutaan. Pembuluh darah di retina menjadi lemah setelah bertahun-tahun
mengalami hiperglikemia dan mikro-aneurisma, yang melepaskan protein berlemak
yang disebut eksudat.
11. Kesemutan atau mati rasA
Kesemutan dan mati rasa di tangan dan kaki, bersamaan dengan rasa sakit yang
membakar atau bengkak, adalah tanda bahwa saraf sedang dirusak oleh diabetes.
Masih seperti penglihatan, jika kadar gula darah dibiarkan merajalela terlalu lama,
kerusakan saraf bisa menjadi permanen.
Pada diabetes, gula darah yang tinggi bertindak bagaikan racun. Diabetes sering
disebut ‘Silent Killer’ jika gejalanya terabaikan dan ditemukan sudah terjadi
komplikasi. Jika Anda memiliki gejala ini, segera tes gula darah atau berkonsultasi
ke petugas kesehatan.

2.7 Prevalensi Diabetes Mellitus Di Dunia


Dilihat pada tabel diatas, China meruapakan negara yang memiliki jumlah penderita
Diabetes Melitus terbesar di dunia dengan jumlah mencapai angka 114,4 juta penderita.
Selain itu, hal menarik dalam tabel tersebut adalah Indonesia menjadi negara dengan
jumlah penderita Diabetes terbanyak nomor 6 dengan jumlah 10,3 juta penderita Diabetes.
Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumah penderita Diabetes Melitus
terbesesar di dunia memiliki permasalahan dalam menekan kejadian Diabetes Melitus
tersebut. WHO menyebutkan, 6% total kematian pada masayarakat Indonesia semua umur
disebabkan oleh penyakit Diabetes Melitus (WHO, 2016). Bahkan jumlah prevalensi
kejadian Diabetes Melitus di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data
dari Riseksdas (2013), terjadi peningkatan prevalensi Diabetes yang terdiagnosis pada
tahun 2007 sebesar 1,1% menjadi 2,4% pada tahun 2013. Risekdas juga menyebutkan
beberapa fakta unik terkait keadaan Diabetes di Indonesia adalah prevalensi Diabetes
terdiagnosis pada perempuan (1,7%) lebih besar disbanding pada laki-laki (1,4%). Diabetes
terdiagnosis pada mayarakat perkotaan (2,0%) juga lebih besar dibanding dipedesaan
(1,0%). Selain itu, Riskesdas juga menyebutkan jumlah prevalensi Diabetes Melitus
meningkat seiring meningkatnya umur, namun pada umur ≥65 tahun cenderung menurun
(Balitbang Kemenkes RI, 2013)
2.8 Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Diabetes
Diabetes Melitus memiliki faktor resiko yang sama dengan penyakit tidak menular
utama lainnya, yaitu penyakit kardiovaskular, stroke, POK, dan kanker. Sebab itu,
pengendalian penyakit Diabetes Melitus juga berkontribusi besar dalam pengendalian
penyakit tidak menular secara efektif dan efisien.
Upaya pencegahan dilakukan pada tiap kelompok sehat atau yang belum terkena
penyakit Diabetes Melitus dan ditangani dengan cara kondisi sehat pula, sedangkan upaya
penanggulangan dilakukan terhadap sekelompok orang yang memiliki faktor resiko
maupun sebagai pasien sehingga dapat memperoleh kesehatan atau normal kembali.
Prinsip penanganan Diabates Melitus secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus
Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.

Tujuan Penatalaksanaan Diabetes Melitus adalah :


1. Jangka pendek, yaitu hilangnya keluhan dan tanda Diabetes Melitus,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang, yaitu tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas Diabetes
Melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Berbagai cara pencegahan dan penanggulangan Diabetes Melitus antara lain:


1. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampirsama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin. Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%.
Untuk menentukan status gizi, dihitung dengan BMI (Body Mass Indeks). Indeks
Massa Tubuh ini merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status
gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan
berat badan.

2. Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan sangat penting dalam pengelolaan Diabetes Melitus untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Pendidikan kesehatan pada pasien DM sebaiknya
dilakukan oleh semua pihak yang terkait dalam pengelolaan Diabetes Melitus,
seperti dokter, perawat, ahli gizi. Pendidikan kesehatan pencegahan primer harus
diberikan kepada kelompok masyarakat resiko tinggi. Pendidikan kesehatan
sekunder diberikan kepada kelompok pasien. Sedangkan pendidikan kesehatan
untuk pencegahan tersier diberikan kepada pasien yang sudah mengidap penyakit
dengan penyulit menahun.

3. Exercise (latihan fisik/olah raga)


Dianjurkan latihan secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit,
yang sifatnya sesuai dengan CRIPE (Continous, Rhythmical, Interval, Progresive,
Endurance Training) sesuai dengan kemampuan pasien. Sebagai contoh adalah olah
raga ringan jalan kaki biasa selama 30 menit. Hindarkan kebiasaan hidup yang
kurang gerak atau bermalasmalasan.

4. Rajin cek gula darah


Rajin cek gula darah secara teratur merupakan cara untuk mengetahui apakah kadar
gula darah tetap dalam kisaran target atau tidak. Untuk mendapatkan hasil yang
lebih akurat, cek darah dapat dilakukan dengan bantuan dokter atau tenaga medis
profesional lainnya dengan melakukan Tes level glukosa darah saat puasa, Tes level
glukosa darah random (tanpa puasa) atau sewaktuTes oral glucose tolerance.
5. Obat : oral hipoglikemik, insulin
Beragam pilihan obat diabetes melitus (kencing manis) dari dokter, dan tidak semua
diabetesi (sebutan untuk orang dengan diabetes melitus) perlu minum obat begitu
terdiagnosis memiliki diabetes. Umumnya penyakit diabetes dapat ditangani dengan
perubahan gaya hidup sehat, seperti mengatur pola makan dan rutin olahraga.
Di sisi lain, beberapa kasus diabetes melitus mungkin memang butuh dibantu obat
oleh obat tertentu, baik itu obat minum generik, terapi insulin suntik, maupun
kombinasinya.
Obat khusus diabetes melitus dapat membantu mengendalikan kadar gula darah
sekaligus menekan risiko komplikasi pada penderita kencing manis. Jika pasien
telah melakukan pengaturan makan dan latihan fisik tetapi tidak berhasil
mengendalikan kadar gula darah maka dipertimbangkan pemakaian obat
hipoglikemik.

Beberapa obat-obatan diabetes melitus di bawah ini dapat diminum sendiri atau
kadang dikombinasikan dengan obat kencing manis lainnya:
1. Metformin
Merupakan obat kencing manis generik yang paling sering diresepkan dokter
untuk pasien diabetes tipe 2. Obat untuk diabetes melitus ini bekerja
menurunkan produksi glukosa di hati dan meningkatkan sensitivitas tubuh
terhadap insulin. Dengan begitu, tubuh bisa menggunakan insulin lebih efektif.
Obat metformin generik untuk kencing manis tersedia dalam bentuk pil dan
sirup.. Mual, diare, dan penurunan berat badan merupakan beberapa efek
samping yang umum dari obat diabetes generik ini. Apabila obat diabetes
melitus ini tidak cukup efektif untuk mengendalikan kadar gula dalam darah,
dokter bisa meresepkan obat oral atau injeksi lainnya.

2. Sulfonilurea
a. Gliburid
Obat ini berdaya kuat untuk menurunkan gula darah penderita diabetes
melitus, dan juga tidak dianjurkan untuk diresepkan pada lansia yang
memiliki kencing manis.
b. Glipizide
Obat diabetes generik glipzide lebih aman dikonsumsi untuk lansia
ketimbang gliburid.
c. Glimepirid
Glimepirid termasuk dalam obat generik sulfonilurea generasi terbaru.
Obat kencing manis ini digunakan untuk pasien diabetes melitus yang
memiliki riwayat penyakit jantung atau gagal ginjal.

3. Meglitinide
Meglitinide bekerja seperti sulfonilurea, yaitu merangsang pankreas
menghasilkan lebih banyak insulin. Bedanya, obat generik untuk diabetes
melitus ini bekerja lebih cepat. Durasi efeknya pada tubuh lebih pendek dari
pada obat golongan sulfonilurea.
Contoh obat golongan meglitinide adalah Prandin dan Starlix. Obat diabetes
melitus ini dapat menyebabkan gula darah rendah dan penambahan berat
badan.

4. Terapi insulin
Bagi orang dengan diabetes tipe 1, terapi insulin merupakan cara andalan untuk
mengendalikan penyakitnya karena pankreas mereka tidak lagi bisa
memproduksi insulin. Itu sebabnya, terapi insulin lebih umum ditujukan untuk
orang dengan diabetes tipe 1, ketimbang menggunakan obat diabetes melitus.
Meski begitu, orang dengan diabetes tipe 2 kadang juga perlu terapi ini.
Mereka perlu terapi insulin karena meski pankreasnya masih menghasilkan
hormon insulin, tubuh tidak bisa merespon insulin yang dihasilkan secara
optimal.
Insulin tidak bisa diberikan lewat mulut. Sebaliknya, insulin harus langsung
dialirkan ke dalam darah melalui suntikan, pena insulin, maupun pompa
insulin. Seiring perkembangan teknologi, saat ini para ahli juga sedang
mengembangkan penggunaan insulin hirup.
Banyak jenis insulin yang digunakan untuk membantu mengendalikan kadar
gula darah para diabetesi. Jenis insulin dibedakan berdasarkan seberapa cepat
insulin bekerja dan seberapa lama insulin dapat mempertahankan kadar gula
darah dalam tubuh.
Selain daripada pencegahan yang dapat dilakukan oleh diri sendiri maupun bantuan
pengobatan medis, terdapat pokok-pokok kegiatan yang dicantumkan ke dalam Pedoman
Dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular oleh Direktorat Jenderal Pendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan serta Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, yaitu pengendalian
Diabetes Melitus secara terintegrasi dan komprehensif berdasarkan upaya pencegahan
terdiri atas:
1. Kegiatan tahap primer (populasi sehat)
Kegiatan pokok yang dilakukan berupa menggerakan peran serta masyarakat dalam
PHBS, peningkatan PHBS di tiap tatanan kehidupan, melakukan monitoring atau
deteksi dini dan tindak lanjut faktor resiko berbasis UKBM, serta menyediakan KIE
tentang faktor resiko ke seluruh tatanan kehidupan.
Kegiatan ini bermanfaat untuk mencegah timbulnya faktor resiko serta mewujudkan
sikap mawas diri terhadap faktor resiko penyakit Diabetes Melitus.
2. Kegiatan tahap sekunder
a. Populasi resiko
Kegiatan pokok dilakukan dengan menggerakkan peran serta masyarakat dalam
deteksi dini dan tindak lanjut kasus Diabetes Melitus, peningkatan PHBS di
setiap tatanan kehidupan, tindak lanjut dini kasus berbasis UKBM,
penatalaksanaan kasus faktor resiko secara rasional oleh dokter pada Pelayanan
Dasar, serta monitoring berbasis UKBM dan Yandas.
Kegiatan ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya Diabetes Melitus serta
mewujudkan sikap mawas diri terhadap terjadinya penyakit Diabetes Melitus.
b. Kasus Diabetes Melitus
Kegiatan pokok dilakukan dengan menggerakkan peran serta masyarakat dalam
deteksi dini dan tindak lanjut kasus Diabetes Melitus, penatalaksanaan kasus
faktor resiko secara rasional oleh dokter pada Pelayanan Dasar, pelayanan
spesialistik di Rumah Sakit, serta KIE bagi pasien dan keluarga.
Kegiatan ini bermanfaat untuk mencegah terjadinya komplikasi serta
mewujudkan sikap mawas diri terhadap terjadinya komplikasi Diabetes Melitus.
3. Kegiatan tahap tersier (kasus komplikasi Diabetes Melitus)
Kegiatan ini berupa pelayanan spesialistik dan subspesialistik pasien dengan
komplikasi di Rumah Sakit, antara lain: Perawatan kaki pasien, perawatan di rumah
(home-care), KIE melalui kunjungan rumah (home-visit), dan mencegah kecacatan
akibat Diabetes Melitus.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah adanya kematian akibat penyakit Diabetes
Melitus.

Berdasarkan tata cara Promosi Kesehatan sesuai dengan Konsensus Pengelolaan Diabetes
Melitus tahun 2006
Promosi perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan
kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan
perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk
pengetahuandan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui
dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli diet, perawat, dan tenaga kesehatan
lain.
Tujuan perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola
hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah:
1. Mengikuti polamakan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,
teratur
4. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data
yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan
tepat
7. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang diabetes.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak
menghasilkan cukup insulin, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkan. Hiperglikemia, atau gula darah yang meningkat, merupakan efek
umum dari diabetes yang tidak terkontrol dan dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan
serius pada banyak sistem tubuh, khususnya saraf dan pembuluh darah.
Upaya pencegahan dilakukan pada tiap kelompok sehat atau yang belum terkena
penyakit Diabetes Melitus dan ditangani dengan cara kondisi sehat pula, sedangkan upaya
penanggulangan dilakukan terhadap sekelompok orang yang memiliki faktor resiko
maupun sebagai pasien sehingga dapat memperoleh kesehatan atau normal kembali.
Prinsip penanganan Diabates Melitus secara umum ada lima sesuai dengan Konsensus
Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia tahun 2006 adalah untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien.

3.2 Saran
Penulis tentunya menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dalam penulisan
makalah dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Penyehatan Lingkungan.


2008. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Santa, Imelda. 2018. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes Melitus


Di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Akademi Kebidanan Dharma
Husada: Pekanbaru

Hasnah. 2009. Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Media Gizi
Pangan. Vol. VII. Edisi 1. Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi
Keperawatan UIN Makassar: Makassar

Adri, 2016. Hubungan Indeks Massa. Fakultas Kesehatan Masyarakat

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-diabetes-
melitus/page/6/apa-saja-faktor-risiko-penyakit-diabetes-melitus-dm-yang- tidak-
bisa-diubah diakses 10 Februari 2020 pukul 06.30 WIB

http://www.depkes.go.id. Diakses 10 Februari 2020 pukul 06.30

http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/tanda-dan-gejala-diabetes Diakses 10 Februari


2020 pukul 06.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai