PENDAHULUAN
Survai cepat datang sebagai salah satu bentuk survai alternative yang banyak digunakan karena
timbulnya pertanyaan mendasar di lapangan yang perlu jawaban segera namun tetap mempunyai
validitas yang tinggi. Untuk maksud ini system survailans yang ada terkadang tidak dapat
memberikan jawaban terhadap keinginan untuk menyusun suatu perencanaan yang memerlukan
informasi yang akurat. Pertanyaanpertanyaan seperti berapa banyak episode diare per bulan di
suatu kabupaten, berapa besar penurunan kesakitan akibat vaksinasi campak , berapa besar
cakupan imunisasi hepatitis yang telah dilakukan, berapa besar bayi dengan ASI ekslusif ;
merupakan pertanyaan yang biasanya diajukan untuk mendapat jawaban instant dan Survai
Cepat menjadi alternatif utama untuk menjawabnya.
Kelemahan dari survailan yang ada sehingga diperlukannya Survai Cepat dapat disebabkan oleh
karena pencatatan routine yang dilakukan itu :
- Ketidaklengkapan cakupan data, tidak mencakup aspek yang menginginkan jawaban
- Kekurang akurasi data yang ada , kualitas data yang rendah
- Tidak menggambarkan keadaan masyarakat secara keseluruhan
- Data hanya mencakup keadaan dari institusi pemerintah
Melihat keadaan pencatatan rouitine di atas maka dirasa perlunya suatu teknik pengumpulan data
yang dapat menggambarkan keadaan kesehatan di masyarakat dan dapat digunakan sebagai
penunjang dari sistem informasi yang telah ada. Umumnya untuk mengumpulkan data dari
masyarakat dan untuk mengumpulkan data yang tidak ada dalam sistem pencatatan dan
pelaporan rutin digunakan survai. Salah satu teknik survai yang mudah, murah dan cepat tetapi
tetap memberikan hasil yang akurat adalah Survai Cepat (Rapid Survey).
Survai Cepat adalah salah satu metode survai yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi
tentang suatu masalah dalam jangka waktu yang relatif pendek , dengan biaya yang murah dan
hasil yang optimal. Survai cepat ini dilakukan dengan menentukan kebijakan terhadap suatu
program yang segera ingin dilaksanakan. Dari namanya sebagai suatu survai yang cepat maka
kecepatan waktu yang dimaksud ini adalah hanya selama 3-4 minggu , mulai dari tahap
persiapannya sampai keluarnya laporan hasil survai .
Keadaan yang menunjang untuk terlaksananya suatu survai yang cepat ini adalah :
- Kuestinernya yang singkat(15-20 pertanyaan saja)
- Respondennya kecil; sekitar 30 klaster
- Tujuannya tertentu dan terbatas
- Terbatasnya jumlah petugas yang diperlukan (limited personal), dengan kejelasan tugas
masing-masing
- Biaya yang tidak perlu besar (limited cost)
- Analisisnya tidak mendalam, tidak perlu waktu lama
Metode yang dipergunakan survai cepat dalam penarikan sampelnya memakai rancangan sampel
klaster dua tahap dengan pemilihan klaster pada tahap pertama secara probability proportionate
to size. Kemudian pemilihan sampel tahap kedua, dengan pemilihan sampel rumah tangga yang
dilakukan secara random sampling atau dengan menerapkan sistim rumah terdekat . Dengan
tehnik penarikan sampel ini yang telah diuji coba di lapangan pada berbagai negara sedang
berkembang maka dapat dikatakan bahwa metode ini layak diterapkan sebagai cara
pengumpulan informasi yang berasal dari masyarakat (population base information) pada tingkat
kabupaten.
C. LANGKAH PELAKSANAAN
Dalam melaksanakan suatu survei cepat maka langkah-langkah yang dapat dilakukan dapat
meliputi:
Laporan tertulis tidak perlu tebal, tetapi mencakup hasil temuan dari survai. Umumnya, laporan
hasil survai cepat berisi:
a. Judul, penulis, waktu survai cepat, kata pengantar, daftar isi.
b. Abstrak yang berisi temuan dan implikasinya.
c. Keterangan tentang masalah penelitian, berisikan latar belakang dan masalah yang diteliti.
d. Tujuan survai.
e. Metodologi: Berisikan tentang indikator utma yang diukur, populasi dan sampel, alat
pengukuran, prosedur analisis dan jadwal.
f. Hasil berisikan deskripsi singkat tentang temuan survai, dibagi atas beberapa telaah termasuk
di dalamnya tabel dan grafik yang penting.
g. Diskusi berisi interpretasi hasil survai dan implikasinya terhadap program kesehatan di masa
yang akan datang.
h. Kesimpulan berisi ringkasan temuan penting dari survai.
i. Saran dan rekomendasi berisi alternatif tindakan bagi perencanaan atau pengelolaan program
penelitian lebih lanjut.
j. Daftar pustaka berisi daftar bacaan yang digunakan untuk menyusun laporan survai.
k. Lampiran berisi kuesioner atau instrumen yang digunakan.
Hal-hal di atas perlu diperhatikan agar prinsip "Informasi untuk Tindakan" (information for
action) dapat terlaksana, jangan sampai laporan survai tersebut hanya tersimpan di dalam lemari
tanpa digunakan untuk perencanaan program kesehatan. Sehubungan dengan itu maka rencana
kegiatan lanjut perlu dibicarakan dengan seksama dengan pengelola program yang bersangkutan
dengan memperhatikan informasi lain yang ada di tingkat kabupaten.
Populasi adalah kumpulan individu atau elemen yang ingin kita ketahui karakteristiknya.
Populasi dapat berupa kumpulan oragng/individu atau kumpulan barang, tetapi pada penelitian
kesehatan masyarakat, populasi umumnya merupakan kumpulan individu atau orang. Sebagai
contoh populasi dapat berupa semua balita yang ada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten
atau semua ibu hamil yang ada di daerah puskesmas.
Secara ideal survai harus mencakup semua orang yang termasuk dalam populasi. Jika semua
orang yang masuk dalam populasi dapat diwawancarai,maka kita dapat mengukur cakupan
program kesehatan secara akurat. Tetapi melakukan wawancara terhadap semua orang yang
termasuk ke dalam populasi memerlukan waktu,biaya, dan sumberdaya. Jadi kita perlu
mengambil contoh beberapa orang saja yang dapat mewakili semua orang yang ada di populasi.
Contoh beberapa orang saja yang kita ambil inilah yang dinamakan sampel. Orang yang kita
ambil harus mewakili populasi. Agar kesadaran ini dapat tercapai, maka setiap orang yang ada di
dalam populasi harus memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel.
Hasil yang kita diperoleh dari sampel tidak akan persis sama dengan apa yang ada di dalam
populasi. Perbedaan antara apa yang diperoleh dari sampel dengan yang sebenarnya pada
populasi disebut sampling error.Kesalahan ini selalu terjadi pada survai yang tidak mengikut
sertakan seluruh populasi. Namun kesalahan ini dapat diperkecil dengan cara: memilih sampel
secara tidak bias, dan memilih sampel yang cukup besar.
Jika sampel tidak mewakili populasi, kita dapat memperoleh hasil yang bias, yaitu estimasi atau
cakupan yang dihasilkan berbeda dari nilai cakupan yang ada di populasi. Sebagai contoh, jika
kita hanya mewawancarai ibu yang datang ke posyandu untuk mengetahui cakupan imunisasi
campak, maka cakupan yang dihasilkan cenderung lebih tinggi dari cakupan yang ada dalam
populasi.
Sampel berdasarkan probabilitas memungkinkan setiap orang yang ada dalam populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Agar kita dapat memilih sampel secara
probabilitas, maka diperlukan kerangka sampel (sampling frame).
Kerangka sampel adalah daftar semua unit (kabupaten, kecamatan, desa, rumah tangga, orang) di
mana kita akan memilih sampel. Di negara berkembang seperti Indonesia sangat sulit untuk
mendapatkan daftar penduduk atau rumah tangga secara lengkap, sehingga digunakan kerangka
sampel dari unit yang lebih tinggi seperti desa atau kecamatan.
a. Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang dibutuhkan pada suatu survei tergantung dari tujuan survai tersebut. Survai
dapat dilakukan untuk mengukur parameter suatu populasi seperti cakupan DPT-1, cakupan
pemeriksaan antenatal, cakupan K1, dan sebagainya. Survai dapat juga dilakukan untuk melihat
suatu intervensi. Untuk tujuan ini survai dilakukan sebelum dan sesudah intervensi atau pada dua
daerah yang dilakukan intervensi yang berbeda. Pada tujuan yang kedua ini survai dilakukan
untuk menguji suatu hipotesis apakah intervensi dapat membawa dampak pada masyarakat . Dua
tujuan survai tersebut memiliki cara yang berbeda untuk menghitung besar sampel yang
diperlukan.
Pada survai cepat, umumnya dilakukan untuk melihat cakupan suatu program. Ada rumus khusus
yang digunakan untuk menghitung jumlah sampelyang memadai pada survai cepat, tetapi secara
praktis dapat dikatakan bahwa jumlah sampel sebanyak 30 X 7 (30 klaster/desa, setiap klaster
terdiri atas 7 responden) sudah mencukupi untuk melihat kasus-kasus yang sering terjadi. Jika
kita hampir selalu menggunakan jumlah sampel sebanyak 210 orang.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, sampel harus mewakili populasi, semua orang dipopulasi
harus memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Syarat ini dapat dipenuhi
dengan memilih sampel secara acak dari daftar semua orang di dalam populasi. Cara seperti ini
dikenal sebagai pemilihan sampel secara acak sederhana (simple random sampling).
Dalam prakteknya pengambilan sampel secara acak sederhana ini sulit dilakukan. Misalnya kita
ingin melakukan survai untuk mengetahui cakupan pemeriksaan antenatal, maka agar kita dapat
memilih sampel secara acak sederhana, kita harus memiliki daftar semua nama ibu hamil yang
ada dalam populasi.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pada survai cepat cara pengambilan sampel
terdiri atas dua tahap yaitu:
- Pemilihan 30 klaster
- Pemilihan responden
Cluster Sampling adalah proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam
populasi yang terjadi secara alamiah, misalkan berdasarkan wilayah (kodya, kecamatan, desa ,
dan seterusnya). Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar sangat luas sehingga tidak mungkin
untuk membuat daftar untuk seluruh tersebut. Contoh: jika kita ingin meneliti kartakteristik
penderita keracunan pestisida di Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, bila diinginkan hanya
sebagian dari kasus yang terdaftar di rumah sakit, dilakukan klaster sampling yaitu dengan
melakukan random sampling pada setiap rumah sakit tanpa berusaha untuk menjumlahkan
pasien yang terdaftar pada seluruh rumah sakit.
Pada survai komunitas sering dilakukan two stage claster sampling seperti contoh berikut:
Misalnya kita ingin meneliti karies dentis pada anak sekolah di Makassar, dibutuhkan 6000
subjek yang diharapkan mewakili seluruh anak di Makassar, dari daftar sekolah di Depdikbud
Makassar diambil secara random misalnya 100 sekolah. Dari keseratus sekolah tersebut masingmasing diambil sebanyak 60 orang dari tiap anak secara random sampling.
Keuntungan lain cara ini adalah bahwa pada tiap klaster biasanya subjek lebih kurang homogen.
Misalnya di kelas tertentu cenderung untuk dihuni oleh penduduk pada tingkat sosial ekonomi
yang tidak berbeda mencolok, meskipun tidak sama sekali homogen.