Anda di halaman 1dari 76

Metode Survei Cepat

Marta Butar Butar SKM.,M.Epid


Survei Cepat (Rapid Survey)
untuk:

• memperoleh gambaran masalah kesehatan di


. masyarakat

• mengevaluasi program kesehatan


.
• Metode survei cepat pertama kali dikembangkan pada
proyek Expanded Programme On Immunization dari
. WHO
...

Populasi ???
Sampel ???
POPULASI

Populasi  kumpulan elemen/individu


yang ingin kita ketahui karakteristiknya, dapat
berupa kumpulan orang/individu atau
kumpulan barang.

contoh : populasi dapat berupa semua balita


yang ada di wilayah kerja dinas kesehatan
kabupaten, atau semua ibu hamil yang ada di
daerah kerja puskesmas.
Suatu daerah ingin diketahui tentang :

Berapa besar
berapa besar
cakupan
cakupan
pemeriksaan
imunisasi?
antenatal?
Berapa proporsi
anak balita yang
kurang gizi?

Bisa kah hanya melihat data rutin yang ada di pusat pelayanan
kesehatan di daerah tersebut?
Misal: ingin mengetahui cakupan imunisasi BCG di
suatu Kabupaten, maka pada data rutin SP2TP yang
di catat adalah jumlah bayi yang diimunisasi di
................, sedangkan bayi yang diimunisasi di pusat
pelayanan kesehatan swasta ???

Sehingga jika didapatkan cakupan imunisasi BCG


sebesar 60%, angka ini adalah cakupan imunisasi BCG
di Puskesmas, bukan di masyarakat.
Masalah lain dari penggunaan data
rutin adalah kualitas data yang ada
pada sistem pelaporan rutin.

Pengisian formulir laporan yang kurang


lengkap, atau kontinuitas pengiriman
formulir yang kurang baik merupakan
masalah klasik pada sistem pencatatan dan
pelaporan di negara berkembang.

berusaha menyederhanakan Sistem


Pencatatan dan Pelaporan Terpadu
Puskesmas (SP2TP)  peningkatan mutu
data yang dilaporkan. Namun karena
informasi yang diperoleh menjadi
berkurangbisa diatasi dengan mencari
sistem pengumpulan data lain yang non rutin
untuk masalah-masalah yang non rutin.
Dari permasalahan tersebut  perlu
suatu teknik pengumpulan data yang dapat
menggambarkan keadaan kesehatan di
masyarakat dan dapat digunakan sebagai
penunjang dari sistem informasi yang sudah
ada.
Tentunya perlu dicari teknik survei yang
mudah, murah dan cepat tetapi tetap
memberikan hasil yang akurat. Salah satu
teknik survei yang memenuhi kriteria
tersebut adalah teknik survei cepat (rapid
survey method), hasil dapat diperoleh dalam
waktu 1-4 minggu.
Latihan :
Di Kabupaten Tangerang, kepala dinas
kesehatan ingin mengetahui cakupan K4 pada
ibu hamil. Jika anda diminta untuk melakukan
survei untuk menjawab masalah diatas, jelaskan
secara rinci populasi yang akan di survei?
SAMPEL
Secara ideal, survei harus mencakup semua orang yang
termasuk dalam populasi.
Contoh beberapa orang yang diambil inilah yang
dinamakan sampel harus mewakili populasi.
•.

Agar keadaan ini bisa tercapai, maka setiap orang yang


ada di populasi harus memiliki kesempatan yang sama
untuk terpilih sebagai sampel.

•.
Perbedaan antara cakupan yang sebenarnya di
populasi dan cakupan yang diperoleh dari sampel disebut
sebagai sampling error. Kesalahan ini selalu terjadi pada
survei yang tidak mengikutsertakan seluruh populasi.

Namun
kesalahan ini
dapat diperkecil
dengan cara :

1. Memilih 2. Memilih
sampel sampel yang
secara tidak cukup besar
bias
• Jika sampel
tidak
mewakili
populasi
kita dapat Sebagai Contoh : maka.....
memperoleh
hasil yang bias. • cakupan yang
• jika kita hanya dihasilkan
yaitu estimasi/ wawancarai ibu
cakupan yang cenderung
yang datang ke lebih tinggi
dihasilkan posyandu saja
berbeda dari dari cakupan
untuk menentukan yang ada di
nilai/cakupan cakupan imunisasi
yang ada di populasi.
campak
populasi.
Sampel • memastikan bahwa semua orang
berdasarkan yang ada di populasi memiliki
probabilitas kesempatan yang sama untuk
terpilih sebagai sampel.

• perlu memiliki kerangka sampel


Agar dapat
(sampling frame)
memilih • Kerangka sampel  daftar semua
sampel secara unit (kabupaten, kecamatan,
probabilitas desa,rumah tangga, orang)
dimana akan memilih sampel.
Survei dapat dilakukan
untuk mengukur satu
parameter tertentu pada
populasi, seperti
cakupan imunisasi DPT-
Jumlah Sampel
1, cakupan pemeriksaan
Jumlah sampel
antenatal, cakupan K1,
yang dibutuhkan
dan sebagainya.
pada satu survei
tergantung dari
tujuan survei Survei juga dapat
tersebut. dilakukan untuk
melihat hasil satu
intervensi. Untuk
tujuan ini survei dapat
dilakukan sebelum dan
sesudah intervensi atau
di dua daerah yang
dilakukan intervensi
berbeda.
Pada survei cepat, umumnya survei
dilakukan untuk melihat cakupan satu
program.
Ada rumus khusus yang digunakan
untuk menghitung jumlah sampel memadai
pada survei cepat, tetapi secara praktis dapat
dikatakan bahwa jumlah sampel sebanyak 30
x 7 (30 kluster/desa, 7 orang tiap cluster
/desa) sudah mencukup untuk melihat
cakupan kasus-kasus yang sering terjadi 15-
85%).
Jadi hampir dapat selalu
menggunakan jumlah sampel 210
orang (30x7), kecuali untuk kasus
yang jarang terjadi(seperti Kusta,
AIDS) dan untuk uji hipotesis.
Untuk kasus jarang dan uji
hipotesis gunakanlah Csurvey
untuk menghitung jumlah sampel.
Dengan meluasnya pemakaian metode survei cepat, banyak
terjadi kesalahan dalam penerapan metode ini.

• Yang sering terjadi di lapangan penggunaan besar sampel yang


sama untuk menilai masalah kesehatan yang lain atau bahkan
1. untuk melakukan evaluasi satu tindakan intervensi.

• Masalah pemilihan kluster pada tahap pertama. Pemilihan kluster


pada tahap pertama harus dilakukan secara probability
proportionate to size, bukan secara acak sederhana biasa (simple
2. random sampling). Hal ini perlu untuk menjaga agar tiap sampel
memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih

• Masalah analisis, khususnya yang menyangkut perhitungan


varians. Analisis data survei cepat harus dilakukan dengan formula
yang sesuai untuk teknik sampel kluster dua tahap. Formula yang
digunakan untuk perhitungan varians pada teknik sampel non
3. acak sederhana berbeda dengan formula yang digunakan untuk
teknik sampel acak sederhana.
Pemakaian formula varians yang tepat ini
sangat penting, karena setiap perhitungan confidence
interval atau uji statistik akan selalu melibatkan
varians. Sehingga jika tidak digunakan formula yang
benar, baik confidence interval maupun uji statistik
yang dilakukan tidaklah memberi hasil yang akurat.
Sering kali peneliti menggunakan paket
statistik seperti Epi Info, SPSS, untuk menganalisis
data survei cepat. Penggunaan paket-paket statistik
ini tidak tepat karena hampir semua paket statistik
yang ada (kecuali SUDAAN dan CSAMPLE pada Epi
Info 6) menggunakan asumsi sampel acak sederhana
dalam melakukan analisis statistik.
Metode Sampel

 Semua orang di populasi harus memiliki


kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai
sampel.
 Syarat ini dapat dipenuhi dengan memilih
sampel secara acak dari daftar semua orang di
populasi.  pemilihan sampel secara acak
sederhana (simple random sampling).

Latihan :
Apa kendala penerapan cara sampel acak
sederhana ini pada survei di tingkat kabupaten ?
Misalkan : ingin melakukan survei untuk
mengetahui cakupan pemeriksaan antenatal,
maka agar dapat memilih sampel secara acak
sederhana harus memiliki daftar semua ibu hamil
yang ada di populasi. Daftar ini harus diberi
nomor urut dan dipilih sampel secara acak dari
nomor urut ibu hamil ini.

Paling tidak ada dua kesulitan utama,


yang pertama adalah daftar subyek penelitian,
umumnya tidak tersedia, dan membuat daftar
seperti ini memerlukan biaya yang cukup besar
dan waktu yg cukup lama. Kedua, sampel yg
terpilih dapat sangat berjauhan, dapat terjadi
anda harus melakukan perjalanan ke satu desa
yg jauh hanya utk mewawancarai satu subyek
survei.
Karena ada kesulitan
dalam penerapan cara acak
sederhana pada penelitian
survei, maka diperlukan cara
sampel lain yang lebih
praktis namun masih tetap
memenuhi kaidah sampel.

Cara sampel yang diusulkan oleh


WHO, untuk negara berkembang
adalah cara sampel kluster 2 tahap.
Pada cara ini, ada dua tahap
pemilihan sampel. Pada tahap
pertama dipilih sejumlah kluster
(untuk tingkat kabupaten kluster
sama dengan desa), dan pada tahap
kedua barulah dipilih subyek
survei.
BESAR SAMPEL

Untuk menentukan besar sampel pada survei cepat, dua konsep


statistik, yaitu efek desain (design effect) dan tingkat
homogenitas (rate of homogenity) perlu dipahami terlebih dahulu.
Efek desain atau sering disingkat sebagai deff, adalah
rasio antara varians yang diperoleh pada teknik survei dengan sampel
yang kompleks dengan varians yang diperoleh jika survei tersebut
dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling).
Deff juga dapat dilihat sebagai inflasi varians akibat desain survei yang
non acak sederhana.
Tingkat homogenitas atau sering disingkat sebagai roh,
adalah pengukuran homogenitas atau derajat kesamaan (degree of
sameness) sampel di dalam kluster dibandingkan dengan derajat
kesamaan antar kluster.
• Jika deff atau roh diketahui, maka dapat
menghitung besar sampel untuk survei cepat
dengan menggabungkan dua formula. Formula yang
pertama adalah perluasan dari formula besar
sampel untuk sampel acak sederhana :

• Dimana n = besar sampel,


z = deviasi normal standar
p =proporsi populasi dengan atribut
tertentu,
q = proporsi populasi tanpa atribut (atau 1-
p), d = presisi yang diukur dalam setengah dari
interval kepercayaan (confidence interval) yang
diinginkan.
Formula 1 dapat ditulis kembali menjadi:
.
Nilai d²/Z² sama dengan varians dari survei
yang direncanakan jika digunakan metode sampel
acak sederhana.
Formula 2 digunakan untuk menentukan
varians maksimum yang masih dapat diterima oleh
peneliti. Perhitungan varians untuk survei cepat
harus dikoreksi dengan mengalikan formula 2
dengan efek desain.
Besar sampel total pada survei cepat adalah
jumlah kluster dikalikan dengan jumlah rata-rata
individu per kluster (m). Formula varians untuk
survei cepat dapat ditulis kembali menjadi :
Formula 6 digunakan untuk menghitung varians
dari jumlah sampel yang direncanakan dengan n kluster
dan m responden per kluster. Varians maksimum yang
dapat diterima oleh peneliti telah ditentukan sebelumnya
dengan formula 1, yaitu d² (setengah dari confidence
interval yang direncanakan) dibagi dengan Z² (nilai z
kuadrat dari tingkat kepercayaan yang diinginkan).

Dengan membandingkan varians maksimum


dengan varians dari besar sampel yang direncanakan, kita
dapat menentukan apakah besar sampel yang
direncanakan sudah memadai. Jika varians dari besar
sampel yang direncanakan kurang dari varians maksimum
maka besar sampel tersebut adalah memadai, jika
sebaliknya maka besar sampel tersebut tidak memadai.
Untuk perhitungan besar sampel, digunakan roh bukan
deff karena roh lebih mudah diperkirakan dari pada deff. Nilai
deff dapat berkisar antara nol sampai dengan tak terhingga, dan
pengertian deff itu sendiri lebih memiliki makna matematis yang
sulit diterjemakan secara praktis di lapangan. Sedangkan roh
umumnya memiliki nilai antara nol dan satu. Nilai nol berarti
responden dalam kluster sangat heterogen, atau karakteristik
antar kluster homogen, atau karakteristik antar kluster
heterogen. Karena alasan inilah roh lebih mudah diperkirakan
dari deff.
Sebagai contoh, kita ingin melakukan survei cepat
untuk mengetahui cakupan imunisasi di kabupaten A. Kita
perkirakan bahwa program imunisasi di desa-desa di Kabupaten
A cukup merata,sehingga nilai roh dapat diperkirakan mendekati
nol (misalnya nilai roh diperkirakan 0,1).
• Formula di atas adalah untuk menentukan
besar sampel pada survei cepat yang digunakan
untuk melihat satu masalah kesehatan di
masyarakat, bukan untuk keperluan evaluasi
program intervensi.
• Untuk keperluan evaluasi program
intervensi digunakan formula standar error
untuk beda dua proporsi :
• Formula 5 kembali digunakan untuk substitusi deff
dengan roh, sehingga formula 7 dapat ditulis
kembali menjadi :

p₁ = proporsi pertama atau proporsi populasi dengan


atribut sebelum program intervensi dimulai,
q ₁ = 1-p₁
p₂ = proporsi populasi dengan atribut sesudah
program intervensi berlangung
q₂=1-p₂
n=jumlah kluster
m=rata-rata jumlah sampel
per kluster
roh = rate of homogenity
Jika batas bawah
confidence limit
jika batas bawah lebih kecil dari
confidence limit nol, maka beda
lebih besar dari nol, proporsi antara
maka besar sampel sebelum dan
yang direncanakan
sesudah program
adalah cukup
intervensi
Untuk menguji menjadi tidak
kecukupan besar jelas atau besar
sampel
sampel yang
sebaliknya jika batas direncanakan
bawah confidence tidak memadai
limit kurang dari nol untuk melihat
maka besar sampel beda proporsi
yang direncanakan antara sebelum
adalah tidak cukup. dan sesudah
program
intervensi.
Estimasi Besar Sampel Untuk Survei Cepat

Jumlah sampel
30 x 7 seperti Tabel tersebut
yang dianjurkan memperlihatkan
WHO untuk jumlah sampel
survei yang diperlukan
Hal ini dapat
prevalensi untuk survei
dibuktikan pada
imunisasi hanya cepat dengan
tabel 1.
tepat untuk interval
menilai masalah kepercayaan
kesehatan yang 90% dan efek
kejadiannya desain = 2
sering.
Pada tabel diatas, prevalensi yang tertera antara 1 sampai dengan
50%. Untuk prevalensi di atas 50%, gunakan angka pada prevalensi 100-
prevalensi.Jika memperhatikan besar sampel pada tabel 1, maupun dengan
menggunakan rumus 1, besar sampel maksimum tercapai jika prevalensi 50%.
Jadi secara umum, untuk kejadian yang sering (prevalensi > 10%), dengan
menggunakan besar simpangan sebesar 10%, jumlah sampel minimum yang
dibutuhkan adalah 194 orang.
Untuk memudahkan proses pengambilan sampel, maka besar sampel ini
dibagi menjadi 30 kluster dan 7 orang responden tiap kluster. Jika diinginkan
perhitungan besar sampel yang lebih teliti, dapat digunakan perangkat lunak
Csurvey.
Pada Csurvey terdapat fasilitas untuk menilai apakah besar
sampel yang direncanakan memadai atau tidak. Selain itu, pada
Csurvey juga disediakan pilihan untuk memperkirakan
homogenitas di dalam kluster, apakah homogenitas tersebut
kecil, sedang atau besar.

Probabilitas individu untuk terpilih pada pengambilan


sampel ke 1, 2, 3 atau ke n, dapat dihitung dengan hukum
aditif dari teori probabilitas : P(A atau B)= P(A) + P(B)
Sebagai contoh jika kita mengambil 20 orang sebagai
sampel secara random sederhana dari populasi yang terdiri
dari 10.000 orang, maka probabilitas seorang untuk
terpilih sebagai sampel adalah :
P(satu atau dua ... Atau 19 atau 20) = P(satu)
+P(dua)+...+P(19)+P(20)
Probabilitas seorang untuk terpilih sebagai sampel pada
pengambilan pertama adalah 1/10.000. Jika pengambilan sampel
dilakukan dengan pengembalian (with replacement), maka
probablilitas seorang untuk terpilih pada pengambilan kedua,
ketiga dan seterusnya masing-masing adalah 1/10.000. Sehingga
probalitas seorang untuk terpilih sebagai sampel 20 pengambilan
adalah 20/10.000=0,002

Pada survei cepat pengambilan sampel dilakukan dua tahap,


sehingga ada dua jenis probabilitas, yaitu probabilitas kluster
untuk terpilih sebagai sampel pada tahap pertama dan probabilitas
orang di kluster yang telah terpilih untuk terpilih sebagai sampel
pada tahap kedua. Untuk menghitung probabilitas seorang untuk
terpilih sebagai sampel pada pengambilan sampel yang lebih dari
satu tahap dapat digunakan formula multiplikatif dari probabilitas
:
P(A dan B)=P(A)*P(B)
sehingga probabilitas seorang untuk terpilih sebagai
sampel pada teknik sampel dua tahap adalah:
P(tahap I dan II)= P(tahap I) *P(tahap II)

Dengan menggunakan formula aditif dan multiplikatif dari


probabilitas, maka dapat menghitung probabilitas seorang untuk terpilih
sebagai sampel pada pengambilan sampel yang kompleks.
Gambar 2 berikut memperlihatkan probabilitas seorang untuk
terpilih sebagai sampel pada pengambilan sampel secara kluster dua tahap
dengan besar kluster yang berbeda. Pemilihan kluster pada tahap pertama (4
kluster dari 200 kluster) dilakukan secara acak sederhana dan pada tahap
kedua diambil sejumlah individu sebagai sampel dengan fraksi yang sama
(equal fraction) untuk tiap kluster secara acak sederhana.
• Dengan menggunakan formula aditif dan
multiplikatif dari probabilitas, kita dapat
menghitung probabilitas seorang untuk terpilih
sebagai sampel pada pengambilan sampel yang
kompleks.
• Gambar 2 berikut memperlihatkan probabilitas
seorang untuk terpilih sebagai sampel pada
pengambilan sampel secara kluster dua tahap
dengan besar kluster yang berbeda. Pemilihan
kluster pada tahap pertama (4 kluster dari 200
kluster) dilakukan secara acak sederhana dan pada
tahap kedua diambil sejumlah individu sebagai
sampel dengan fraksi yang sama (equal fraction)
untuk tiap kluster secara acak sederhana.
• Pada gambar 2 terlihat bahwa jika besar
kluster tidak sama dan pemilihan kluster pada
tahap pertama dilakukan dengan cara acak
sederhana dan pada tahap dua diambil sejumlah
individu sebagai sampel dengan fraksi yang
sama untuk tiap kluster, maka probabilitas
seorang untuk terpilih sebagai sampel adalah
sama.
• Dengan kata lain kaidah EPSEM
terpenuhi pada teknik pengambilan sampel ini.
• Kesalahan yang sering terjadi dilapangan
adalah pemilihan kluster secara acak sederhana
pada tahap pertama dan pengambilan individu
dengan jumlah yang sama (equal number) pada
kluster yang terpilih.
• Teknik pengambilan sampel ini tidak
menjadi masalah jika besar kluster adalah sama
(gambar 3), tetapi menjadi masalah jika besar
kluster tidak sama (gambar 4)
• Seperti terlihat pada gambar 4, jika
pemilihan kluster dilakukan secara acak
sederhana pada kluster yang besarnya tidak
sama dan pada tahap kedua diambil jumlah
individu yang sama sebagai sampel, maka
kaidah EPSEM tidak dapat dipenuhi. Pada
umumnya RW, desa atau kelurahan
diperlakukan sebagai kluster pada teknik survei
cepat. RW, desa maupun kelurahan umumnya
tidak memiliki jumlah penduduk yang sama,
sehingga besar kluster tidak sama.
• Seperti terlihat pada gambar 2,3, dan 4, jika
besar kluster tidak sama kaidah EPSEM hanya
dapat dipenuhi jika pengambilan sampel di tahap
kedua dilakukan dengan fraksi yang sama. Namun
pengambilan sampel dengan fraksi yang sama pada
tahap kedua ini tidak mudah untuk dilakukan di
lapangan, karena pewawancara harus mengambil
sampel yang jumlahnya berbeda untuk tiap kluster.
• Cara lain yang mungkin dilakukan agar
kaidah EPSEM tetap terpenuhi dan pada tahap
kedua dapat diambil sampel dengan jumlah yang
sama adalah dengan memodifikasi probabilitas pada
tahap pertama.
• Probabilitas kluster untuk terpilih pada tahap
pertama harus diubah sesuai dengan besar kluster,
atau dengan kata lain probabilitas kluster untuk
terpilih harus sesuai dengan besarnya kluster.
Pemilihan kluster dengan cara ini dikenal sebagai
pemilihan kluster dengan cara probability
proportionate to size (PPS).
• Gambar 5 memperlihatkan perhitungan
probabilitas seorang untuk terpilih sebagai sampel
di mana pemilihan kluster pada tahap pertama (4
kluster dari 200 kluster) dilakukan secara PPS
terhadap jumlah penduduknya.
Jadi dengan teknik PPS pada tahap pertama,
dapat dipertahankan ppengambilan sampel
individu dengan jumlah yang sama pada
tahap kedua. Masalah baru yang timbul
adalah bagaimana memilih kluster secara PPS
pada tahap pertama?
Pemilihan kluster secara PPS dapat
dilakukan dengan membuat daftar dari semua
kluster yang ada pada kerangka sampel beserta
jumlah penduduknya dan jumlah penduduk
kumulatif.
Gambar 6 memperlihatkan 4 kluster
beserta jumlah penduduknya, yaitu 100,60, 30
dan 10. Jumlah penduduk masing-masing kluster
dijumlahkan pada kolom jumlah penduduk
kumulatif. Sampel dipilih secara acak pada
jumlah penduduk kumulatif ini.
Pada jumlah penduduk kumulatif dibayangkan bahwa kita
memberi nomor seluruh penduduk yang ada pada
kerangka sampel.

Penduduk nomor penduduk nomor


penduduk nomor penduduk nomor 191
1 sampai dengan 101 sampai
161 sampai dengan sampai dengan
nomor 100 dengan nomor
nomor 190 berada nomor 200 berada di
berada di kluster 160 berada di
di kluster 3 kluster 4.
1, kluster 2

Pemilihan kluster dilakukan dengan memilih angka random dari 1 sampai


dengan 200. Jika angka acak yang terpilih adalah 73, maka kita lihat pada daftar
kluster bahwa penduduk nomor 73 berada di kluster 1, sehingga kluster 1 terpilih
(Gambar 7). Hal yang sama juga berlaku untuk angka acak yang lain, misalnya angka
acak 158 terpilih, berarti kluster 2 terpilih karena penduduk nomor 158 berada pada
kluster 2. Meskipun pada teknik ini seolah-olah kita memilih individu, namun
sebenarnya yang kita pilih adalah kluster. Pemilihan dilakukan pada daftar
kumulatif penduduk hanya merupakan cara untuk memilih kluster secara PPS. Jadi
kita tidak melakukan wawancara pada penduduk nomor 73 atau 158, tetapi kita
memilih kluster 1 dan 2 pada tahap pertama.
• Pada waktu mengembangkan metode
sampel untuk EPI, WHO menyarankan
penggunaan teknik PPS sistematik. Pada teknik
ini pemilihan secara acak hanya dilakukan untuk
memilih kluster yang pertama.
• Kluster selanjutnya dipilih secara
sistematik dengan interval sampel sebesar
jumlah penduduk kumulatif dibagi dengan
jumlah kluster yang direncanakan sebagai
sampel.
• Pemilihan kluster tahap pertama secara PPS ini
cukup rumit jika dilakukan secara manual tanpa
bantuan komputer. Frerichs telah
mengembangkan formula yang dapat
dimasukkan pada program olah angka
(spreadsheet) untuk memilih kluster secara PS
sistematik (1989) dan secara PS random (1993).
Ariawan dan Freeichs (1994) telah
mengembangkan perangkat lunak Csurvey yang
dapat digunakan untuk memilih kluster secara
PPS random.
Unit sampel dan unit elementer
• Pada metode sampel kluster dua tahap,
pada tahap kedua pemilihan sampel dapat
dilakukan dengan memilih langsung individu
atau memilih rumah tangga. Kedua teknik
pemilihan ini memiliki konsekuensi yang
berbeda terhadap teknik pengambilan sampel
dan teknik analisis.
• Pada pemilihan langsung individu sebagai sampel di
tahap dua, unit sampel dan unit elementer adalah
individu.
• Yang dimaksud unit sampel, adalah unit terkecil
yang digunakan untuk memilih sampel, sedangkan unit
elementer adalah unit terkecil yang digunakan untuk
analisis data.
• Sebagai contoh, jika kita melakukan survei cepat
untuk mengetahui cakupan imunisasi. Meskipun pada
pengambilan sampel di tahap kedua kita memilih rumah
tangga secara random, namun dalam analiss kita ingin
mengetahui karakteristik individu. Kita ingin tahu
berapa proporsi anak yang sudah diimunisasi lengkap,
bukan proporsi rumah tangga yang sudah diimunisasi
lengkap. Dalam keadaan seperti ini rumah tangga
berperan sebagai unit sampel, dan individu (anak)
berperan sebagai unit elementer.
• Gambar 9 memperlihatkan keadaan di mana
unit sampel dan unit elementer sama (individu),
sedangkan gambar 10 memperlihatkan keadaan
di mana rumah tangga berfungsi sebagai unit
sampel, dan individu berfungsi sebagai unit
elementer.
Jika sampel dipilih secara tidak bias (unbias) sehingga setiap orang memiliki
probabilitas yang sama untuk terpilih, maka unit sampel mewakili sejumlah
tetap (fixed number) unit tertentu di populasi.

Sebagai contoh, jika kita memilih 20 sampel anak balita dari 10.000 anak
balita, maka tiap anak balita pada sampel secara rata-rata mewakili 500 anak
balita pada populasi. Hal yang sama juga berlaku untuk rumah tangga, seperti
dicontohkan pada gambar 11.

Tiap rumah tangga yang terpilih sebagai sampel secara rata-rata


mewakili sejumlah tetap (fixed number) rumah tangga di
populasi. Keadaan ini juga berarti individu pada rumah tangga
juga secara rata-rata mewakili individu pada sejumlah tetap
(fixed number) rumah tangga di populasi.
Apa yang terjadi jika kita mengubah karakteristik
rumah tangga dengan membatasi jumlah individu sebagai
unit elementer pada tiap rumah tangga. Misalnya, kita
melakukan survei status gizi pada balita dan kita membatasi
hanya memilih satu balita dari tiap rumah tangga. Keadaan
ini cenderung menyebabkan bias.

Sebagai contoh, pada gambar 11, kita memutuskan hanya


melakukan wawancara pada satu orang saja untuk tiap rumah
tangga. Akibatnya, kita telah mengubah karakteristik
rumahtangga, sehingga penghuni rumah tangga tidak lagi
mewakili secara rata-rata rumah tangga pada populasi(gambar
12). Keadaan ini menjadi lebih kompleks, karena rumah tangga
dengan satu penghuni tetap meawakili rumah tangga dengan
satu penghuni di populasi. Tetapi rumah tangga ini tidak
mewakili rumah tangga degan lebih dari satu penghuni di
populasi.
• Untuk menghindari bias dalam
pengambilan sampel ini, maka pada survei cepat
pewawancara harus mewawancarai semua
responden pada rumah tangga terpilih dan
wawancara harus terus dilakukan sampai
tercapai rumah tangga sejumlah tertentu (fixed
number of households).
Teknik analisis

• Teknik analisis yang digunakan pada survei cepat


agak berbeda dengan teknik analisis yang digunakan
pada survei dengan sampel random sederhana.
Perbedaannya terletak pada formula yang digunakan
untuk menghitung varians dari estimasi.
Jika dipergunakan formula untuk varians pada
sampel acak sederhana, atau digunakan program
komputer yang menggunakan asumsi sampel acak
sederhana (seperti SPSS, SAS,BMDP atau Epistat) maka
varians yang diperoleh adalah under estimate.
Akibatnya semua perhitungan statistik yang melibatkan
varians, seperti confidence interval dan uji statistik juga
menjadi tidak sahih.
• Perhitungan proporsi pada survei cepat
dilakukan dengan menggunakan formula untuk
proporsi yang tidak berbeda dengan formula
untuk proporsi pada survei dengan sampel acak
sederhana (formula 14).
• p=proporsi
• a=jumlah unit elementer
dengan atribut pada
kluster i
• n=jumlah kluster
• m=rata-rata jumlah unit elementer tiap kluster.
• Sedangkan formula untuk menghitung varians
adalah :

Formula 15 menghitung deviasi dari


jumlah unit elementer dengan atribut tertentu
yang terobservasi pada tiap kluster dengan
ekspektasi jumlah unit elementer dengan atribut
tertentu pada tiap kluster. Standar error
merupakan akar kuadrat dari varians, sehingga
dapat dihitung dengan :
• Formula 15,16, dan 17 adalah formula untuk
perhitungan proporsi. Sedangkan untuk
perhitungan mean, digunakan formula :

• dimana y adalah nilai rata-rata pada populasi,


y1adlah nilai rata-rata pada kluster i, n adalah
jumlah kluster dan m adalah jumlah rata-rata
unit elementer per kluster. dan varians untuk
mean dapat dihitung dengan :
Kesalahan yang sering terjadi adalah peneliti melakukan analisis
data hasil survei cepat dengan menggunakan perangkat lunak standar,
seperti SPSS, SAS, BMDP, EpiStat, dan lain-lain yang masih
menggunakan asumsi sampel acak sederhana.

Keadaan ini menyebabkan diperolehnya nilai varians, standar eror,


dan uji statistik yang tidak sahih.

Tabel di bawah ini menunjukkan perbandingan hasil analisis data survei


cepat kesehatan ibu di Cirebon (1994) dengan menggunakan asumsi yang
sesuai untuk sampel kluster dua tahap dan asumsi yang umum digunakan
untuk sampel acak sederhana (yang digunakan pada SPSS, SAS,Epi Info
analisis, BMDP, EpiStat, dan lain lain).
• Dari tabel di atas dapat dilihat adanya kesalahan
perhitungan standar error dan confidence interval pada
penggunaan asumsi sampel random sederhana dalam
analisis.
• Beberapa tahun yang lalu kesalahan ini dapat
dimaklumi, karena kelangkaan perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk menganalisis data survei cepat
secara benar. Frerichs (1989) telah mengembangkan
template untuk program olah angka (spreadsheet) untuk
perhitungan varians, standar error dan confidence
interval dari survei cepat. dan pada Epi info versi 6.xx
(1994) CDC/WHO telah menyertakan modul C Sampel
yang dapat mengolah data dari survei cepat secara
benar.
Contoh PPS
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai