Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PERENCANAAN PROGRAM PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT DI

KABUPATEN SEMARANG

PENYUSUN :
1. Anggriani Melania Seran Bria (020117A007)
2. Aulia Lutfiatur Roiefah (020117A010)
3. Hinda Ningsih (020117A018)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT, yang senantiasa mencurahkan
kasih sayang, rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
pembuatan perencanaan dan evaluasi pendidikan kesehatan masyarakat Di Kabupaten
Semarang. Maksud dan tujuan dari pembuatan perencanaan dan evaluasi pendidikan
kesehatan masyarakat sebagai tanggung jawab kami dalam pemenuhan tugas mata
kuliah Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan Semester IV.
Kami menyadari bahwa proposal ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya bantuan,
dorongan, kerja keras, motivasi dan doa dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Alfan Afandi, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Universitas Ngudi Waluyo.
2. Ibu Ita Puji Lestari, S.KM., M.kes selaku dosen pembimbing mata kuliah
Perencanaan dan Evaluasi Kesehatan.
3. Ibu Sri Wahyuni, S.KM., M.kes selaku dosen pembimbing mata kuliah Perencanaan
dan Evaluasi Kesehatan.
Demikian tugas ini kami susun. Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Apabila ada kesalahan dalam penyusunan tugas ini, penulis menerima
kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.

Ungaran, 22 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................................... 1
1. Tujuan Umum .............................................................................................. 1
2. Tujuan Khusus............................................................................................. 2
C. Manfaat ............................................................................................................. 2
BAB II METODE KEGIATAN
A. Waktu Pelaksanaan........................................................................................... 3
B. Lokasi Pelaksanaan .......................................................................................... 3
C. Tahapan Kegiatan ............................................................................................. 3
BAB III RENCANA PROGRAM
A. Gambaran Umum Wilayah ................................................................................ 4
B. Tahap Problem Solving ..................................................................................... 4
1. Analisis Situasi ............................................................................................ 4
2. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 12
3. Identifikasi Penyebab................................................................................... 16
4. Diagnosis Perilaku ....................................................................................... 17
5. Diagnosis Pendidikan .................................................................................. 18
6. Penetapan Strategi Pendidikan.................................................................... 21
7. Diagnosis Administrasi ................................................................................ 22
8. Evaluasi ....................................................................................................... 25
C. Kerangka Preced............................................................................................... 27
BAB IV KESIMPULAN .................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 29

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Problem Solving ............................................................................. 3


Tabel 3.1 Penetapan Prioritas Masalah Diagnosis Sosial Masyarakat .......................... 14
Tabel 3.2 Faktor Kesehatan dan Non-Kesehatan.......................................................... 15
Tabel 3.3 Prioritas Penyakit Pada Masyarakat .............................................................. 15
Tabel 3.4 Faktor Perilaku dan Non-Perilaku .................................................................. 17
Tabel 3.5 Aspek Importance dan Changeability ............................................................ 17
Tabel 3.6 Priority Among Categories............................................................................. 20
Tabel 3.7 Aspek Importance dan Changeability Faktor Perilaku Masyarakat ................ 20
Tabel 3.8 Penetapan Strategi Pelaksanaan Program .................................................... 22
Tabel 3.9 Alokasi Dana Kegiatan .................................................................................. 23
Tabel 3.10 Alokasi Waktu Kegiatan............................................................................... 24
Tabel 3.11 Jadwal Kegiatan .......................................................................................... 24
Tabel 3.12 Evaluasi Proses........................................................................................... 25
Tabel 3.13 Evaluasi Dampak ........................................................................................ 25
Tabel 3.14 Evaluasi Outcome ....................................................................................... 26

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kabupaten Semarang terdapat di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah
95.020,674 hektar atau sekitar 2,92% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara
administratif wilayah kabupaten Semarang memiliki 19 kecamatan yang terdiri dari
208 desa dan 27 kelurahan, terdapat 26 puskesmas sebagai pusat pelayanan
kesehatan masyarakat. Jumlah penduduk berdasarkan data dari Dispendukcapil
Kabupaten Semarang pada akhir tahun 2016 sebanyak 1.005.677 jiwa dengan
perbandingan jumlah penduduk laki-laki sebesar 503.593 jiwa dan perempuan
sebesar 502.138 jiwa. Angka beban tanggungan Kabupaten Semarang yang dilihat
berdasarkan perbandingan angka jumlah penduduk usia produktif dengan usia non
produktif sebesar 41,20.
Tingkat derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Semarang dilihat dari
angka kematian, angka kesakitan dan kejadian penyakit. Secara umum, status
kesehatan di Kabupaten Semarang tergolong cukup baik. Hal ini dilihat dari
banyaknya target kesehatan yang sudah tercapai, cakupan pelayanan kesehatan
yang sudah baik, akses pelayanan kesehatan yang sudah memadai, serta sumber
daya manusia dalam bidang kesehatan yang memadai.
Di Kabupaten Semarang masalah kesehatan yang belum tercapai dan angka
kejadian yang masih tinggi adalah AKI, AKB, Tuberkulosis, HIV/AIDS, DBD,
Cakupan ASI eksklusif, dan kesehatan gigi dan mulut. Masih adanya masalah
kesehatan tersebut disebabkan oleh jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat
kesejahteraan dan kualitas sanitasi lingkungan dari masyarakat di Kabupaten
Semarang itu sendiri. Jika dilihat dari upaya kesehatan yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten Semarang sudah baik dilihat dari pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh puskesmas dan dinas kesehatan, akses dan mutu pelayanan
kesehatan yang diberikan, perilaku dan keadaan lingkungan di masyarakat.
Prioritas masalah yang menjadi pokok bahasan dalam laporan ini adalah
masalah kejadian HIV/AIDS, karena angka kejadian HIV/AIDS di kabupaten
Semarang selalu meningkat setiap tahunnya. Sehingga diperlukan adanya suatu
program kesehatan untuk mengintervensi dan menurunkan angka kejadian
HIV/AIDS.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Membuat sebuah perencanaan program kesehatan untuk mengurangi
peningkatan angka kejadian HIV/AIDS di Kabupaten Semarang dengan

1
melakukan peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS dan melakukan tes VCT
pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor sosial yang menjadi penyebab masalah kesehatan.
b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian HIV/AIDS.
c. Meningkatnya kesadaran remaja untuk melakukan deteksi dini HIV/AIDS.
d. Merencanakan program untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang
HIV/AIDS.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Memperoleh pengetahuan tentang status kesehatan di kabupaten Semarang.
b. Melatih membuat perencanaan dan evaluasi program kesehatan untuk
mengatasi masalah yang ada di masyarakat kabupaten Semarang.
2. Bagi Institusi
a. Sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program yang akan datang dan
disesuaikan dengan masalah yang ada di masyarakat.
b. Memperkenalkan program studi kesehatan masyarakat kepada masyarakat.
3. Bagi Masyarakat
a. Memperoleh informasi mengenai penularan dan pencegahan HIV/AIDS.
b. Menurunkan angka kejadian HIV/AIDS di Kabupaten Semarang.

2
BAB II
METODE KEGIATAN
A. Lokasi Pelaksanaan
Lokasi yang akan dijadikan sasaran dalam pelaksanaan program perencanaan
kesehatan di wilayah Kabupaten Semarang.
B. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan program perencanaan kesehatan ini dilaksanakan pada bulan
Juni sampai dengan Agustus 2019.
C. Tahapan Problem Solving
Tabel 2.1 Tahapan Problem Solving
No Waktu Kegiatan Capaian
1 Juni 2019 Analisis Situasi Menganalisis situasi
lingkungan kesehatan,
kependudukan, status
kesehatan, perilaku kesehatan
dan pelayanan kesehatan di
Kabupaten Semarang
2 Juli 2019 Identifikasi Masalah Mengetahui masalah sosial
maupun masalah kesehatan
yang ada di Kabupaten
Semarang secara umum.
3 Juli 2019 Penentuan Prioritas Masalah Menentukan prioritas masalah
Kesehatan kesehatan di Kabupaten
Semarang berdasarkan data
kesakitan dan kematian.
4 Juli 2019 Penyusunan Alternatif Solusi Membuat daftar alternatif
dan Rencana Strategi solusi dan rencana strategi
kegiatan
5 Agustus Pelaksanaan Kegiatan Dapat menyelesaikan masalah
2019 dengan melakukan alternatif
solusi dan rencana strategi
yang sudah disusun.
6 Agustus Evaluasi Kegiatan Melakukan evaluasi dari
2019 kegiatan yang sudah
dilaksanakan.

3
BAB III
RENCANA PROGRAM

A. Gambaran Umum Wilayah


Luas wilayah Kabupaten Semarang adalah 95.020.674 hektar atau sekitar
2,92% dari luas Provinsi Jawa Tengah. Secara administratif wilayah Kabupaten
Semarang terdiri dari 19 Kecamatan yang terdiri dari 208 desa dan 27 Kelurahan. 19
Kecamatan meliputi : Sumowono, Bandungan, Ambarawa, Bawen, Bergas,
Banyubiru, Getasan, Tengaran, Kaliwungu, Susukan, Suruh, Pabelan, Tuntang,
Bancak, Bringin, Pringapus, Jambu, Ungaran Timur, Ungaran Barat. Letak geografis
Kabupaten Semarang terletak pada posisi 110o 14’54,75”- 110o 39”3” Bujur Timur
dan 7o 3’57” – 7o 30’0” Lintang Selatan, dengan batas administratif sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Kota Semarang dan Kabupaten Demak
2. Sebelah Timur : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Boyolali
3. Sebelah Selatan : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang
4. Sebelah Barat : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Kendal
5. Bagian Tengah : Terletak Kotamadya Salatiga

B. Tahap Problem Solving


1. Analisis Situasi
a. Kependudukan
1) Berdasarkan data dari Dispendukcapil Kabupaten Semarang, pada
akhir tahun 2016, jumlah penduduk Kabupaten Semarang adalah
1.005.677 jiwa, dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki
503.539 jiwa dan perempuan sebesar 502.138 jiwa. Pada tahun 2016
jumlah penduduk mengalami peningkatan sebanyak 9.331 jiwa dan
jumlah KK bertambah 1.300 KK.
2) Perbandingan antara jumlah usia produktif (usia 15 - 64) tahun dengan
usia non-produktif (usia 0 – 14 dan >65) tahun menghasilkan angka
beban tanggungan sebesar 41,20, jadi dapat disimpulkan bahwa dari
setiap 100 orang yang berusia produktif mempunyai tanggungan 41
orang yang tidak produktif.
3) Kepadatan penduduk Kabupaten Semarang pada tahun 2016 adalah
1.058 penduduk per km2 .
b. Status Kesehatan
1) Angka Kematian
a) Angka kematian neonatal

4
Pada tahun 2016 angka kematian neonatal sebesar 7,98 per 1.000
KH (108) kasus,dengan penyebab tertinggi adalah BBLR
(44),asfiksia (29), aspirasi (11), dan karena infeksi,kelainan
kongenital dan lain-lain sebanyak (24).Jika dibandingkan dengan
angka kematian neonatal pada tahun 2015 sudah mengalami
penurunan karena semakin tinggi upaya yang dilakukan oleh
petugas kesehatan.
b) Angka Kematian Bayi (AKB)
Pada tahun 2016 angka kematian bayi sebesar 11,15 per 1.000 KH
(151 kasus). Dilihat dari umur kematian bayi,kasus terbanyak pada
usia 0-7 hari (77 bayi),usia 8-28 hari (31 bayi) dan usia 29 hari-11
bulan (43 bayi). Penyebab terbesar AKB adalah BBLR (44) dan
asfiksi (29).
c) Angka Kematian Balita (AKABA)
Angka kematian balita (12-59 bulan) pada tahun 2016 sebesar
12,41 % per 1.000 KH,penyebab kematian balita sebagian besar
karena pneumonia,diare,aspirasi. Jika berdasarkan wilayah kerja
puskesmas angka kematian balita banyak terjadi di puskesmas
Ungaran,Pringapus,Ambarawa dan Pabelan.
d) Angka Kematian Ibu (AKI)
Pada tahun 2016 di Kabupaten Semarang angka kematian ibu
sebesar 103,39 per 100.000 KH (15 kasus) hal ini belum mencapai
target sebesar 102 per 1.000 KH.Penyebab kematian ibu banyak
terjadi karena eklamsi dan perdarahan,jika dilihat dari wilayah kerja
puskesmas angka kematian ibu banyak terjadi di puskesmas
Bringin,Bergas,Ungaran dan Susukan.
2) Angka Kesakitan
a) Penemuan dan angka kesembuhan tuberculosis (TB)
Jumlah keseluruhan kasus TB di kabupaten semarang diatas 50%
namun masih dibawah target nasional sebesar 70%. Sedangkan
angka kesembuhan dan pengobatan lengkap TB diatas target
nasional (85%).
b) Persentase balita dengan pneumonia ditangani
Cakupan penemuan dan penanganan kasus pneumonia ditahun
2016 mengalami peningkatan yang drastis dari 27,6 menjadi
sebesar 78,75%.
c) Persentase kasus HIV,AIDS dan syphilis ditangani

5
Pada tahun 2016 ditemukan sebanyak 82 kasus HIV dan 29 kasus
AIDS. Peningkatan penemuan kasus ini didukung dengan LSM dan
Global Fund. Sedangkan untuk kasus syphilis tidak ditemukan di
kabupaten semarang namun hal ini bukan berarti tidak adanya
kasus syphilis di masyarakat.
d) Persentase kasus diare ditemukan dan ditangani
Kasus diare yang ditemukan di kabupaten semarang sudah
melebihi targaet 60%,kasus diare ditemukan sebanyak 20.447
kasus,yang berarti 95%.
e) Penemuan dan angka prevalensi kusta
Penemuan kasus baru kusta pada tahun 2016 sebanyak 2 kasus
(PB dan MB),sedangkan pada anak usia 0-14 tahun tidak ditemukan
adanya kasus kusta.angka kesembuhan penderita kusta mencapai
100%.
f) Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit “acute
flaccid paralysis”(AFP) per 100.000 penduduk <15 tahun
Penemuan kasus AFP sebanyak 6 kasus,jumlah ini telah mencapai
target yaitu 5 kasus.tercapainya penemuan kasusu AFP didukung
oleh surveilans aktif yang dilakukan di Rumah sakit dan puskesmas.
g) Penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
Pada tahun 2016 dikabupaten semarang terjadi 2 jenis PD3I yaitu
difteri dan campak. Meskipun cakupan imunisasi campaknya sudah
tinggi namun masih ditemukan penyakit campak.
h) Angka kesakitan dan kematian demam berdarah dengue (DBD) per
100.000 penduduk
Angka kesakitan DBD tahun 2016 sebesar 98,7 per 100.000
penduduk dari 993 kasus yang ditemukan dan ditangani.kasus DBD
pada tahun 2016 mengalami peningkatan karena terjadi musim
penghujan yang relatif panjang.sedangkan untuk angka kematian
DBD pada tahun 2016 sebesar 0,7% (7 kasus).
i) Angka kesakitan dan kematian malaria per 1.000 penduduk
Kasus malaria di kabupaten semarang pada tahun 2016 sebanyak 6
kasus,yang ditemukan diwilayah kerja puskesmas Bringin (2
kasus),puskesmas Bawen (2 kasus) dan puskesmas kalongan (1
kasus).untuk angka kesakitan malaria sebesar 0,1989 per 1.000
penduduk,sedangkan angka kematian sebesar 0%.
j) Kasus filariasis ditangani

6
Kabupaten semarang dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis
oleh kementrian kesehatan.Kasus filariasis di kabupaten semarang
pada tahun 2016 sebanyak 9 kasus yang terdiri dari 6 kasus lama
dan 3 kasus baru.
k) Cakupan pemeriksaan penyakit tidak menular (PTM)
Kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengendalian PTM
dipuskesmas antara lain :
 Pengukuran tekanan darah
Berdasarkan data pengukuran tekanan darah didapatkan hasil
didapatkan hasil 47,95%. Adapun hasil pengukuran tekanan
darah tinggi pada laki-laki sebanyak 9,58 %, sedangkan pada
perempuan sebanyak 11,48 %. Dan hasil pengukuran tekanan
darah tinggi laki dan perempuan sebesar 10,76%.
 Pemeriksaan obesitas
 Berdasarkan data pengukuran obesitas hasil pemeriksaan
diperoleh angka obesitas sebesar 10,4 %.
 Pemeriksaan IVA + dan CBE
 Jumlah wanita usia 30-49 tahun yang dilakukan pemeriksaan
IVA sebanyak 710 orang dan sebanyak 38 orang memberikan
hasil positif (terdapat lesi),sedangkan pemeriksaan CBE
memberikan hasil positif (terdapat benjolan) sebanyak 3
orang.
l) Cakupan desa / kelurahan terkena KLB ditangani <24 jam
Pada tahun 2016 jumlah KLB sebanyak 17 kasus, dapat ditangani <
24 jam. Sedangkan jumlah KLB tahun 2016 lebih banyak jika
dibandingkan dengan tahun 2015 (15 kasus), namun dengan
menggunakan sistem EWARS (sistem Peringatan Dini) maka
seluruh KLB dapat ditangani sehingga tidak meluas.
c. Lingkungan Kesehatan
1) Fisik
Persentase rumah sehat di Kabupaten Semarang tahun 2016 sebesar
84,16%. Persentase ini masih jauh dibawah target rumah sehat yaitu
95%.
2) Air Bersih
Persentase tahun 2016 sebesar 86,23%, sedangkat target yang harus
dicapai sebesar 92%. Dari 867.171 penduduk yang memiliki akses air

7
minum yang layak, sebagian besarnya masih menggunakan sumur gali
terlindung. Sedangkan persentase penyelenggara air minum yang
memenuhi syarat kesehatan pada tahun 2015 mengalami penurunan
bila dibanding tahun 2014 yaitu sebesar 83% menjadi 81,28%. Hal ini
dikarenakan masih banyak sumber air yang mengandung Fe dan coli
serta belum dilakukan pengolahan sesuai standar.
3) Akses Sanitasi yang Layak.
Penduduk Kab. Semarang yang memiliki akses sanitasi yang layak
pada tahun 2016 sebesar 86,04% (865.237 orang), meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2015 sebesar 85,44% (851.254 orang.
Sarana sanitasi yang dimiliki oleh penduduk terdiri dari beberapa
macam jenis jamban, diantaranya 2,09% menggunakan jamban
komunal, 78,34% menggunakan jamban leher angsa, 0,95%
menggunakan jamban plengsengan dan 4,65% menggunakan jamban
cemplung.
4) Persentase desa STBM
STBM adalah pendekatan yang dilakukan untuk mengubah perilaku
hygiene dan sanitasi meliputi 5 pilar yaitu tidak BABS, menerapkan
CTPS, mengelola air minum dan makanan dengan aman, mengelola
sampah dengan benar dan mengelola limbah cair rumah tangga
dengan aman melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode
pemicuan. Pada tahun 2015, di Kab Semarang baru ada 55 desa yang
mencapai pilar 1 STBM yaitu stop BABS dari 235 desa/kelurahan.
5) Persentase Tempat-tempat Umum Memenuhi Syarat
Untuk tahun 2015, persentase tempat-tempat umum memenuhi syarat
sebesar 82,20%, sedangkan pada tahun 2016 sebesar 87,05%.
6) Persentase Tempat Pengelolaan Makanan Memenuhi Syarat, Dibina,
dan Diuji Petik.
Jumlah tempat pengelolaan makanan pada tahun 2016 menurun
menjadi 2.363 TPM dibandingkan tahun 2015 sejumlah 2.551. Dari
2.363 TPM, baru 1.694 TPM (71,69%) yang memenuhi syarat hygiene
sanitasi dalam pengelolaan makanan.
7) Ketersediaan Obat
Kebutuhan dan ketersediaan obat generik maupun obat esensial di 26
puskesmas di kabupaten semarang pada tahun 2016 terpenuhi 100%.
d. Perilaku Kesehatan

8
Pada tahun 2016 cakupan rumah tangga yang berperilaku hidup bersih dan
sehat sebanyak 68,6%. Cakupan ini mengalami kenaikan jika dibandingkan
tahun 2015 sebanyak 65,7%.
e. Pelayanan Kesehatan
1) Sarana Pelayanan Kesehatan
a) Data dasar puskesmas, puskesmas di Kabupaten Semarang
berjumlah 26 Puskesmas yang terdiri dari 12 Puskesmas Rawat
Inap dan 14 Puskesmas Rawat Jalan, selain itu ada juga
Puskesmas pembantu sebanyak 67 Puskesmas, 15 Polindes dan
164 PKD.
b) Sarana pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Semarang
yaitu 2 Rumah Sakit Pemerintah, 3 Rumah Sakit Swasta, 47 mobil
Puskesmas Keliling, 1.656 Posyandu, 60 Klinik Pratama, 92 Apotek,
1 Gudang Farmasi dan 3 Industri kecil obat tradisional.
c) Persentase RS dengan kemampuan pelayanan gawat darurat level
1 ada 4 RS yang terdiri dari 2 RS pemerintah dan 2 RS Swasta.
d) Pelayanan posyandu, pada tahun 2016 jumlah posyandu pratama
sebanyak 20 posyandu (1,21%), madya 508 posyandu (30,68%),
purnama 652 posyandu (39,37%) dan mandiri 476 posyandu
(28,74%).
e) Upaya kesehatan bersumber masyarakat, di Kabupaten Semarang
ada 235 desa. Pada tahun 2016 desa siaga aktif pratama sebanyak
130 desa, desa siaga aktif madya 81 desa, desa siaga aktif
purnama 18 desa dan desa siaga aktif mandiri sebanyak 6 desa.
Hal ini belum sesuai dengan yang diharapkan, karena seharusnya
setiap wilayah kerja puskesmas mempunyai setidaknya satu desa
siaga aktif mandiri, namun baru 4 wilayah kerja puskesmas yang
memiliki desa siaga aktif mandiri.
2) Tenaga Kesehatan
a) Sumber daya manusia kesehatan, secara keseluruhan kebutuhan
tenaga kesehatan Kabupaten Semarang tahun 2016 belum
tercukupi. Selain masih mengalami kekurangan tenaga dokter,
jumlah tenaga kesmas dan sanitasi juga belum tercukupi. Pada
tahun 2016 jumlah tenaga medis sebanyak 495, tenaga kesmas 15
dan tenaga sanitasi 16.

9
b) Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang terdapat 13 jenis
tenaga teknis fungsional, yang dominan terdiri dari tenaga perawat,
bidan dan dokter.
3) Pembiayaan Kesehatan
Anggaran belanja Kabupaten Semarang tahun 2016 sebesar Rp
2.282.394.083.000,-. Persentase anggaran belanja kesehatan terhadap
APBD sebesar 12,51%. Anggaran kesehatan per kapita per tahun di
Kabupaten Semarang sebesar Rp 419.212,75,-
4) Cakupan Pelayanan Kesehatan
a) Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 dan K-4 ; K-1 sebesar 100%
sudah melebihi target yaitu 95% dan kunjungan ibu hamil K-4
sebesar 89,5%.
b) Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar
99,8% sudah melebihi target yaitu 95%.
c) Cakupan pelayanan nifas sebesar 93,6% masih kurang dari target
yaitu 96%. Sedangkan cakupan pemberian vitamin Apada ibu nifas
sebesar 99,4% sudah memenuhi target yaitu 96%.
d) Persentase cakupan imunisasi TT-1 dan TT-2 pada ibu hamil
sebesar 10,8% dan 15,5%. Sedangkan persentase cakupan
imunisasi TT-1 dan TT-2 pada WUS adalah sebesar 1,6% dan
1,4%, persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan cakupan
imunisasi TT pada tahun 2015.
e) Persentase ibu hamil yang mendapatkan tablet Fe sebesar 87,95%
(Fe1) dan 86,94%(Fe3).
f) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani telah mencapai
100%, walaupun jumlah kasus komplikasi kebidanan meningkat 16
kasus, namun semuanya dapat ditangani 100%.
g) Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani sebesar
120,5%, telah melebihi target sebesar 95%.
h) Persentase peserta KB baru sebanyak 22.341 orang (11,56%) dari
jumlah PUS. Sedangkan persentase peserta KB aktif 83,16%.
i) Persentase BBLR ditangani sebesar 4,4%, namun secara
keseluruhan kasus BBLR sudah tertangani 100% dengan baik.
j) Cakupan kunjungan neonatus sebesar 96,49% sudah mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 95,6%.

10
k) Persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif sebesar 49,34%,
mengalami peningkatan dibanding tahun 2015 yang sebesar
44,83%.
l) Cakupan pelayanan kesehatan bayi sebesar 106,7%, capaian ini
sudah melebihi target sebesar 98%.
m) Cakupan desa/kelurahan “Universal Child Immunization” telah
mencapai target 100%.
n) Persentase cakupan imunisasi bayi sudah melebihi target yang
ditentukan yaitu BCG sebesar 104,45% dengan target 98,10%,
DPT-Hb-Hib 3 sebesar 105,88% dengan target 97,90%, Polio 4
sebesar 104,79% dengan target 97,60% dan Campak sebesar
105,68% dengan target 98%.
o) Cakupan pemberian vitamin A pada bayi sudah mencapai 100%
dan cakupan pada balita sebesar 99,86% sudah melebihi target.
p) Cakupan baduta ditimbang sebesar 90,6% mengalami peningkatan
dibanding dengan tahun 2015 sebesar 89%.
q) Cakupan pelayanan anak balita sebesar 81,5% lebih besar dari
target sebesar 60%.
r) Cakupan balita ditimbang sebesar 87,5% sudah melebihi target
sebesar 85%.
s) Cakupan bayi gizi buruk mendapat perawatan ada 66 balita, jumlah
balita gizi buruk di Kabupaten Semarang semakin berkurang.
t) Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan Setingkat sebesar
99,46%, cakupan ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun
2015 yang mencapai 97%.
u) Pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada anak SD dan Setingkat,
secara keseluruhan murid SD yang diperiksa sebesar 74%, murid
SD yang mendapatkan perawatan 61,7% dan rasio tambal/cabut
sebesar 2,3.
v) Cakupan pelayanan kesehatan usila (usia > 60 tahun) sebesar
98,67% mengalami peningkatan dari tahun 2015 yang sebesar
70.76%.
w) Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan
pelayanan kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota, yaitu dengan adanya
sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat
yang dapat diakses oleh masyarakat seperti RSU, puskesmas dan
balai pengobatan.

11
5) Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
a) Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan, secara keseluruhan
penduduk yang telah mendapatkan jaminan kesehatan sebanyak
634.101 orang atau 63% yang terdiri dari peserta non-PBI sebanyak
224.868 orang pekerja penerima upah, pekerja bukan penerima
upah sebanyak 51.960 dan bukan pekerja 22.169 orang.
Sedangkan peserta PBI terdiri dari PBI APBM sebanyak 290.054
orang, PBI APBD I 6.646 orang dan PBI APBD II 29.485 orang.
b) Cakupan kunjungan rawat jalan, rawat inap dan gangguan jiwa di
sarana pelayanan kesehatan sebesar 38,52% dimana mengalami
penurunan dari 49,70%.
c) Angka kematian pasien di rumah sakit sebesar 22,61 mengalami
penurunan yang cukup banyak jika dibandingkan tahun 2015 yang
sebesar 23,50.
d) Indikator kinerja pelayanan rumah sakit diukur menggunakan
beberapa variabel yang terkait, yaitu BOR sebesar 69,72%, BTO
sebanyak 59,44 kali, TOI sebesar 1,86% dan ALOS sebesar 4,49
hari.
2. Identifikasi Masalah
a. Diagnosis Sosial
Diagnosis sosial adalah proses penentuan persepsi masyarakat
terhadap kebutuhannya atau kualitas hidupnya dan aspirasi masyarakat
untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui partisipasi dan penerapan
berbagai informasi yang dirancang sebelumnya. Faktor sosial yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit yaitu :
1) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak antara
perusahaan dengan para pekerja atau karyawan. Diagnosis sosial
pekerjaan dilihat berdasarkan banyaknya jumlah angkatan kerja dan
jumlah pekerja yang ada di kabupaten semarang. Pekerjaan juga dapat
dikaitkan dengan risiko yang dapat terjadi berdasarkan jenis
pekerjaannya.
Sebanyak 198.662 atau sekitar 24% penduduk di Kabupaten Semarang
tidak atau belum memiliki pekerjaan. Hal ini dikarenakan minimnya
lapangan pekerjaan di Kabupaten Semarang sehingga penyerapan
tenaga kerjapun sedikit. Masalah pekerjaan dapat menyebabkan

12
terjadinya masalah kesehatan karena berkaitan dengan risiko kerja dan
pendapatan masyarakat.
2) Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran tdan pelatihan. Tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku individu di masyarakat.
Tingkat pengetahuan individu dapat dikaitan dengan pencapaian akses
informasi yang terkait dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Pendidikan berkaitan dengan tingkat pengetahuan individu terkait
kebersihan sanitasi, pencegahan dan penularan penyakit sehingga
mempengaruhi sikap dan perilaku individu seperti kebiasaan merokoh,
pola hidup bersih dan sehat, dan pola konsumsi. Tingkat pendidikan
juga dapat mempengaruhi jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan
yang akan diperoleh.
Sebanyak 43% penduduk di Kabupaten Semarang memiliki pendidikan
terakhir SMP, 45% berpendidikan SMA/SMK/MA dan 12% menempuh
pendidikan tinggi. Angka tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk di Kabupaten Semarang memiliki kualitas pendidikan
menengah ke bawah.
3) Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah keadaan yang baik atau kondisi manusia dimana
orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Tingkat
kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh besar pendapatan
keluarga, untuk mengetahui besar pendapatan dapat dilihat
berdasarkan tingkat pendapatan perkapita di kabupaten Semarang.
Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi makanan
yang bergizi cukup serta makanan tambahan untuk mencukupi
kebutuhan gizi semua anggota keluarga. Tingkat kesejahteraan
masyarakat dapat dilihat berdasarkan angka beban tanggungan
masyarakat di Kabupaten Semarang, angka beban tanggungan
sebesar 45,6 maka dapat disimpulkan bahwa angka beban tanggungan
masyarakat masih tinggi.
Akses terhadap pelayanan kesehatan juga dapat dijadikan sebagai
indikator kesejahteraan masyarakat. Hal ini, berkaitan dengan
pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Apabila masyarakat sehat maka

13
tingkat kesejahteraan masyarakat akan tinggi karena angka kesakitan
menurun.
4) Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang
mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih
dan sebagainya. Kualitas sanitasi lingkungan mempengaruhi kondisi
lingkungan, sanitasi yang buruk akan berdampak pada kondisi
lingkungan yang buruk seperti banyak terdapat agen penyakit baik
virus, bakteri atau vektor. Agent penyakit yang terdapat dilingkungan
dapat menyebabkan penyakit pada manusia seperti penyakit
Tuberkulosis dan DBD.
Presentase komposisi sampah di Kabupaten Semarang tahun 2016
sebagian besar 56,03% sampahnya berasal dari bahan organik, jumlah
sampah organik ini telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya
yang sebesar 60,01%. Sedangkan untuk jenis sampah lainnya rata-rata
sebanyak 5,49%. Hal ini membuat sanitasi lingkungan di Kabupaten
Semarang tergolong rendah, karena memiliki banyak sampah.

Tabel 3.1 Penetapan Prioritas Masalah Diagnosis Sosial Masyarakat

Kriteria Bobot Maksimum


No Masalah Jumlah Prioritas
1 2 3
1 Pendidikan 24 22 20 66 I

2 Sanitasi 15 20 21 56 II

3 Kesejahteraan 18 18 19 55 III

4 Pekerjaan 16 15 18 49 IV

Kriteria Bobot Maksimum :


1. Mempunyai dampak masalah yang besar pada kejadian penyakit
2. Masalah merupakan hal yang gawat dan perlu adanya penanganan
cepat
3. Memerlukan cara mengatasi yang khusus

14
b. Diagnosis Epidemiologi
Diagnosa epidemiologi adalah penelusuran masalah kesehatan
yang dapat menjadi penyebab dari diagnosa sosial yang telah
diprioritaskan. Untuk mendapatkan diagnosa epidemiologi kami akan
menggambarkan mengenai pengetahuan, perilaku dan permasalahan
kesehatan yang ada di Kabupaten Semarang.
Berdasarkan hasil analisis situasi di Kabupaten Semarang,
didapatkan beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu
permasalahn kesehatan yaitu faktor kesehatan dan non kesehatan.
Tabel 3.2 Faktor Kesehatan dan Non-Kesehatan
Faktor Kesehatan Faktor Non-Kesehatan

1. Transfusi darah 1. Tingkat sosial ekonomi


keluarga

2. Penggunaan kondom 2. Peran tenaga kesehatan

3. Penularan kongenital dari 3. Budaya yang berkembang


ibu hamil dengan HIV/AIDS di masyarakat
ke janinnya

Tabel 3.3 Prioritas Penyakit Pada Masyarakat


Indikator Prioritas
Masalah Jumlah
1 2 3 4 5 6 Masalah
HIV/AIDS 23 22 26 18 23 26 141 I
AKI 26 26 25 11 26 26 140 II
AKB 26 25 27 13 25 26 136 III
DBD 20 22 21 12 20 23 118 IV
TB 20 17 21 13 21 22 117 V
ASI Eksklusif 15 25 19 17 19 14 109 VI
Kesehatan Gigi
13 19 15 15 16 12 90 VII
dan Mulut

15
Indikator yang menjadi masalah kesehatan yaitu:
1) Mempunyai dampak terbesar pada kematian, kesakitan, lama hari
kehilangan kerja, biaya rehabilitasi. (Makin besar skor makin tinggi)
2) Masalah mengenai pada anak – anak dan ibu. (Makin besar skor makin
tinggi)
3) Masalah kesehatan yang paling rentan untuk intervensi. (Makin rendah
cara mengatasinya, skor makin tinggi)
4) Masalah yang belum pernah disentuh atau diintervensi. (apabila belum
pernah, skor makin tinggi)
5) Masalah yang merupakan daya ungkit tinggi dalam meningkatkan
status kesehatan. (Makin mempunyai daya ungkit, skor makin tinggi)
6) Apakah merupakan prioritas daerah atau nasional. (Bila merupakan
prioritas masalah daerah atau nasional, skor makin tinggi)
Prioritas masalah kesehatan yang diperlukan adanya intervensi adalah
masalah penyakit HIV/AIDS karena angka kejadian HIV/AIDS di
Kabupaten Semarang selalu meningkat setiap tahunnya.
3. Identifikasi Penyebab
Identifikasi penyebab terjadinya penyakit HIV/AIDS berdasarkan kerangka
fishbone dan pendekatan H.L Bloom

16
4. Diagnosis Perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis,
tertawa dan bekerja. Perilaku sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan
upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Masalah kesehatan
mempunyai 2 faktor yaitu :
a. Faktor Perilaku
Perilaku yang diyakini menyebabkan masalah kesehatan pada orang yang
akan dijadikan sasaran intervensi dan perilaku tersebut dapat diubah.
b. Faktor Non Perilaku
Perilaku yang diyakini menyebabkan masalah kesehatan pada orang yang
akan dijadikan sasaran intervensi dan perilaku tersebut tidak dapat diubah.
Tabel 3.4 Faktor Perilaku dan Non-Perilaku
Faktor Perilaku Faktor Non Perilaku
Melakukan deteksi dini atau Tingkat pendapatan keluarga
memeriksakan tes VCT
Penggunaan kondom saat Terjangkaunya fasilitas kesehatan
berhubungan seksual
Tidak melakukan seks bebas Dukungan dari tenaga kesehatan.

Dari tabel di atas kemudian dilakukan berdasarkan faktor perilaku yang


lebih kearah preventif ini dianalisa dalam hal “importance” dan “changeability”
sehingga muncul empat kuadran sebagai berikut :
Aspek Importance dan Changeability HIV/AIDS pada remaja di Kabupaten
Semarang.
Tabel 3.5 Aspek Importance dan Changeability
Importance
Changeability
+ -
Penting Tidak Penting

+ - Melakukan deteksi dini


Tidak Ada
Dapat Diubah atau tes VCT

- Penggunaan kondom saat


-
berhubungan seksual
Tidak Dapat Tidak Ada
- Tidak melakukan seks
Diubah
bebas

17
Maka untuk mengatasi adanya peningkatan kejadian HIV/AIDS di
Kabupaten Semarang perlu diadakannya penyuluhan tentang HIV/AIDS dan
cara penularannya untuk meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat
tentang HIV/AIDS, cara penularan dan pencegahan.
Langkah selanjutnya dalam diagnosa perilaku adalah pengembangan
obejective goal dan prioritas perilaku yang sudah ditetapkan dan
memperhatikan 4W 1H (Who, What, Where, When, and How) dan unsur
SMART (specific, measurable, achievabel, reansonable, and tangible) yaitu
sebagai berikut :
a Who : Remaja usia 18-21 tahun

b What : Melakukan tes VCT

c When : Desember 2019

d Where : Kabupaten Semarang

e How : 90%
much

Jadi objective goal dalam program ini adalah pada Desember 2019
sebanyak 90% remaja usia 18-21 tahun di Kabupaten Semarang telah
melakukan tes VCT.

5. Diagnosis Pendidikan
Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku individu di masyarakat. Tingkat pengetahuan
individu dapat dikaitan dengan pencapaian akses informasi yang terkait dalam
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pendidikan berkaitan dengan
tingkat pengetahuan individu terkait kebersihan sanitasi, pencegahan dan
penularan penyakit sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu seperti
kebiasaan merokoh, pola hidup bersih dan sehat, dan pola konsumsi. Tingkat
pendidikan juga dapat mempengaruhi jenis pekerjaan dan besarnya
pendapatan yang akan diperoleh.
Ada 3 kelompok masalah yang dapat berpengaruh dalam diagnosis pendidikan
yaitu:

18
1) Faktor predisporsing yaitu faktor yang mempermudah dan mendasari
untuk terjadinya perilaku tertentu antara lain :
a) Pengetahuan tentang HIV/AIDS
b) Persepsi masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS
c) Nilai budaya di masyarakat
2) Faktor Enabling yaitu faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku
tertentu antara lain :
a) Fasilitas pelayanan tes VCT
b) Sosialisasi dari petugas kesehatan
3) Faktor Reinforsing yaitu adalah faktor yang memperkuat atau kadang –
kadang dapat memperlunak perilaku tersebut :
a) Dukungan keluarga
b) Dukungan tenaga kesehatan

a. Bagan Diagnosis Pendidikan

Predisporsing factor :
1. Pengetahuan tentang
HIV/AIDS
2. Persepsi masyarakat
terhadap penyakit
HIV/AIDS
3. Nilai budaya di
masyarakat
Melakukan tes VCT

Enabling factor :
1. Fasilitas pelayanan tes
VCT
2. Sosialisasi dari petugas
kesehatan

Reinforsing factor :
1. Dukungan keluarga
2. Dukungan tenaga
kesehatan

19
b. Penetapan Priority Among Categories

Tabel 3.6 Priority Among Categories


Nama Kelompok Faktor
Predisporsing Reinforsing Enabling
Anggriani 5 4 3
Aulia 4 4 4
Hinda 5 3 3
Jumlah 14 11 10

Kriteria nilai untuk faktor penentu diatas adalah :


1 = Sangat tidak berperan
2 = Tidak berperan
3 = Kurang berperan
4 = Berperan
5 = Sangat berperan
Dari penentuan priority among categories didapatkan faktor paling
dominan dan perlu dibenahi terlebih dahulu yaitu faktor predisporsing :
a) Tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS
b) Persepsi masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS
c. Priority within Categories

Tabel 3.7 Aspek Importance dan Changeability Faktor Perilaku Masyarakat


Changeability Importance

+ -
Penting Tidak Penting
+ Tingkat pengetahuan -
Dapat Diubah tentang HIV/AIDS

- - Persepsi masyarakat -
Tidak Dapat Diubah terhadap penyakit
HIV/AIDS
- Nilai budaya di
masyarakat

20
Berdasarkan kriteria diatas didapatkan faktor predisposisi yang
akan diintervensi adalah tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS.
Objective goal dari diagnosa pendidikan dengan memperhatikan 4W 1H
(Who, What, Where, When, and How) dan unsur SMART (specific,
measurable, achievabel, reansonable,and tangible) yaitu sebagai berikut:
a Who : Remaja usia 18-21 tahun

b What : Pengetahuan tentang HIV/AIDS

c When : Agustus 2019

d Where : Kabupaten Semarang

e How : 90%
much

Jadi objective goal dalam program ini adalah pada tahun 2019
sebanyak 90% remaja usia 18-21 tahun di Kabupaten Semarang telah
mengalami peningkatan pengetahuan tentang HIV/AIDS.
6. Penetapan Strategi Pendidikan
Tahap dimana metode - metode yang akan digunakan dipilih. Perubahan
perilaku sebagai tujuan akhir dari pada pendidikan kesehatan dapat dicapai
dengan berbagai jalan. Salah satunya melalui proses belajar mengajar. Dalam
proses belajar mengajar atau proses penyampaian materi pendidikan kepada
sasaran pendidikan, disamping pendidik, maka alat dan metode pendidikan
turut memegang peranan penting. Pertimbangan pemilihan strategi atau
metode pendidikan :
1) Sesuaikan tujuan pendidikan
2) Sesuaikan dengan kemampuan pengajar dan pihak yang belajar
3) Tergantung besar kelompok sasaran
4) Sesuaikan waktu dan fasilitas yang ada
Program yang akan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai penyakit HIV/AIDS dengan metode ceramah dan
diskusi.

21
Tabel 3.8 Penetapan Strategi Pelaksanaan Program
No Metode Sasaran Materi Pelaksana Media/Alat Indikator
1 Ceramah Remaja a. Informasi Panitia a. Wireless 90% remaja
dan usia 18- mengenai Microfon mengetahui
Diskusi 21 HIV/AIDS b. Proyektor tentang
tahun b. Penularan c. Laptop informasi
HIV/AIDS d. Alat mengenai
c. Pencegahan peraga penularan,
HIV/AIDS pencegahan,
d. Pengobatan pengobatan,
HIV/AIDS dan
e. Pentingnya pentingnya
pemeriksaan pemeriksaan
VCT HIV/AIDS

2 Pemutaran Remaja a. Gejala Panitia a. Sound 90% remaja


Video usia 18- HIV/AIDS Sistem mengetahui
21 b. Pengalaman b. Proyektor tentang
tahun ODHA c. Laptop gejala dan
pengalaman
ODHA
3 Tanya Remaja Tanya jawab Panitia a. Wireless 90% remaja
Jawab usia 18- dengan remaja Microfon sudah faham
21 seputar masalah seputar
tahun HIV/AIDS masalah
HIV/AIDS

7. Diagnosis Administrasi
Tahap ini dilaksanakan untuk mengetahui kegiatan yang telah
direncanakan dapat dikaitkan atau di padukan dengan beberapa kegiatan dan
program lain, sehingga tidak ada kegiatan yang terputus atau berulang, dengan
pertimbangan biaya, tenaga, dan kemudahan didalam menerapkan program
pada masyarakat. Tujuan akhirnya adalah mengurangi seminimum mungkin
faktor yang mungkin menghambat program yang sangat tertata untuk
menghasilkan dampak penuh dan positif.
Kegiatan dalam menganalisa program ini meliputi :
1) Within Program Analisis (analisa di dalam program)

22
Upaya peningkatan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dan
melakukan pemeriksaan VCT serta persepsi negatif masyarakat terhadap
HIV/AIDS merupakan program pendidikan kesehatan masyarakat
(program promosi kesehatan)
2) Within Organization Analysis (analisa antar organisasi/lintas program)
yaitu bekerja sama dengan kegiatan PKPR dan program penyakit
menular.
3) Interorganizational Analysis (analisis lintas sektor), yaitu kerja sama
dengan puskesmas cakupan wilayah Kabupaten Semarang, kemudian
bekerja sama dengan dinas kesehatan Kabupaten Semarang,
Pemerintah Desa di wilayah Kabupaten Semarang serta kelompok
remaja di Desa.
Rencana Intervensi
1) Jenis dan Urutan Kegiatan (Pert Analysis)
a) Alokasi Dana
Tabel 3.9 Alokasi Dana Kegiatan
No Rincian Anggaran Jumlah
Pemasukan
1 Sponsor 500.000,-
2 Swadaya Mahasiswa 325.000,-
Total 825.000,-
Pengeluaran
1 Kegiatan Administrasi
a. Print Laporan 2xRp.20.000,- 40.000,-
b. Surat Perizinan 5xRp.5.000,- 25.000,-
2 Kegiatan Operasional
a. Leaflet 30xRp.5.000,- 150.000,-
b. Sewa aula 300.000,-
c. Sewa Proyektor 50.000,-
d. Snack 30xRp.8.000,- 240.000,-
e. Transportasi 2xRp.10.000,- 20.000,-
Total 825.000,-

23
b) Alokasi Waktu
Tabel 3.10 Alokasi Waktu Kegiatan
Juni Juli Agustus
1. Rapat Koordinasi Pelaksanaan meliputi : Evaluasi
2. Pembentukan Panitia 1. Penyebaran Leaflet seluruh
Kegiatan 2. Ceramah materi pelaksanaan
3. Perijinan tentang HIV/AIDS kegiatan
4. Persiapan 3. Pemutaran Video
4. Monitoring Kegiatan

2) Jadwal Kegiatan
Tabel 3.11 Jadwal Kegiatan
No Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Indikator
Keberhasilan
1 Rapat Lintas Juni Pemerintah 100% yang
Koordinasi Program 2019 daerah diundang
dan dan setempat hadir
Persiapan Lintas
Sektor

2 Ceramah dan Remaja Juli 2019 Balai desa 90% remaja


Tanya Jawab usia 18- daerah hadir
21 tahun setempat
3 Pemutaran Remaja Juli 2019 Balai desa 90% remaja
video usia 18- daerah usia 18-21
21 tahun setempat tahun
berpartisipasi
aktif dalam
kegiatan dan
memahami isi
dari tayangan

4 Evaluasi Remaja Agustus Balai desa 90% remaja


usia 18- 2019 daerah mengetahui
21 tahum setempat informasi
tentang
HIV/AIDS dan
mau
melakukan tes
VCT

24
8. Evaluasi
Evaluasi program digunakan untuk membandingkan antara hasil yang
dicapai dengan target yang diharapkan. Manfaat dari evaluasi antara lain:
1) Memberi masukan kepada perencanaan untuk membuat program yang
lebih baik.
2) Memperbaiki metode pengawasan dan pelaksanaan.
3) Sebagai acuan dalam pembuatan program.
Ada tiga tingkat evaluasi :
a. Evaluasi proses ialah evaluasi kegiatan intervensi puskesmas yang
dilaksanakan.
Tabel 3.12 Evaluasi Proses
No Pelaksanaan Metode Waktu Indikator
Kegiatan

1 Kehadiran sasaran Mengisi daftar Sebelum 90%


hadir pelaksanaan kehadiran
kegiatan

2 Ketepatan Membandingkan Saat Sesuai


pelaksanaan kegiatan rencana awal pelaksanaan rencana
dengan realisasi
kegiatan

3 Ketersediaan sasaran Mengisi daftar Sebelum Ketersediaan


sasaran pelaksanaan

b. Evaluasi dampak ialah evaluasi untuk tercapainya objective goal yang telah
dibuat dalam program kesehatan.

Tabel 3.13 Evaluasi Dampak


No Objective Goal Metode Evaluasi Indikator
1 Meningkat pengetahuan remaja Pretest dan Post 90% remaja
Test sudah
mengetahui
tentang
HIV/AIDS

25
c. Evaluasi out come adalah evaluasi terhadap masalah pokok yang pada awal
perencanaan akan di perbaiki dan dirasakan baik oleh masyarakat maupun
petugas kesehatan seperti pemecahan masalah kesehatan dan peningkatan
kualitas hidup.
Tabel 3.14 Evaluasi Outcome
NO Diagnosa Epidemiologi Indikator Waktu Evaluasi
dan Sosial
1 Kejadian angka Penurunan 2019 Data dari
HIV/AIDS kejadian dinas
HIV/AIDS kesehatan
Kabupaten
Semarang
tahun 2020
2 Kurangnya pengetahuan Peningkatan 2019 Data dari
pengetahuan dinas
remaja kesehatan
mengenai Kabupaten
HIV/AIDS dan Semarang
dampak seks tahun 2020
bebas

26
C. Kerangka Preecede
PREDISPOSING
PERILAKU
- Pengetahuan tentang FAKTOR NON
- Melakukan deteksi
HIV/AIDS KESEHATAN
dini atau
- Persepsi masyarakat pemeriksaan tes - Tingkat sosial
terhadap penyakit VCT
ekonomi keluarga
- Penggunakan
HIV/AIDS - Peran tenaga
kondom saat
- Nilai budaya di berhubungan kesehatan
QUALITY OF LIFE
masyarakat seksual - Budaya yang
HEALTH - Tidak melakukan 1. Penurunan
berkembang di
seks bebas masyarakat angka kejadian
PROMOTION
REINFORCING
- Ceramah dan HIV/AIDS
- Dukungan keluarga
diskusi 2. Peningkatan
- Tanya jawab - Dukungan tenaga
derajat
- Pemutaran video kesehatan
kesehatan
masyarakat
NON PERILAKU
ENABLING FAKTOR KESEHATAN
- Tingkat pendapatan
- Fasilitas pelayanan tes keluarga - Transfusi darah
- Dukungan dari - Penggunaan kondom
VCT
tenaga kesehatan
- Sosialisasi dari - Penularan kongenital
- Terjangkaunya
petugas kesehatan fasilitas kesehatan dari ibu hamil dengan
HIV/AIDS ke janinnya

27
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan kerangka kerja dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan masyarakat


mengenai informasi tentang HIV/AIDS dan dampak dari seks bebas di Kabupaten
Semarang, dapat disimpulkan sebagai berikut:
A. Diagnosa Sosial
Faktor sosial yang dapat mempengaruhi kualitas kesehatan yaitu pekerjaan,
pendidikan, kesejahteraan dan sanitasi lingkungan.
B. Diagnosa Epidemiologi
Faktor kesehatan yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit HIV/AIDS adalah
tranfusi darah, penggunaan kondom, dan penularan kongenital dari ibu hamil dengan
HIV/AIDS ke janinnya. Sedangkan faktor Non-Kesehatan yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit HIV/AIDS adalah tingkat sosial ekonomi keluarga dan peran
tenaga kesehatan.
C. Diagnosa Perilaku
Perilaku yang berpengaruh pada meningkatnya angka kejadian HIV/AIDS, antara
lain : tidak menggunakan kondom saat berhubungan seksual, seks bebas dan
pemeriksaan VCT secara dini.
D. Strategi Pendidikan
Strategi yang digunakan adalah ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Selain itu
menggunakan media seperti power point dan pemutaran film.
E. Diagnosa administrasi
a. Within program analisis
Upaya peningkatan pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS dan dampak dari
seks bebas serta stigma negatif masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS
merupakan program pendidikan kesehatan masyarakat (program promosi
kesehatan)
b. Within organization analysis
Kerja sama lintas oraganisasi program bekerja sama dengan kegiatan program
PKPR atau program pemberantasan penyakit menular.
c. Interoraganization analysis
kerja sama lintas sektor dengan Puskesmas cakupan Wilayah Kabupaten
Semarang , Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, Pemerintah daerah atau
pemerintah desa di wilayah Kabupaten Semarang, dan Organisasi remaja di
desa.

28
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten


Semarang tahun 2016. Kabupaten Semarang : Dinas Kesehatan.
Uzhma Lathifah. 2016. Diagnosis Sosial.
https://prezi.com/0as5t0swmryd/diagnosis-sosial/. Diakses pada tanggal
13 Mei 2019
Liani Tedjo. 2018. Penentuan Akar Penyebab Masalah Dengan Diagram Fishbone
FISHBONE ANALYSIS. https://docplayer.info/73056303-Penentuan-akar-
penyebab-masalah-dengan-diagram-fishbone-fishbone-analysis.html.
Diakses pada tanggal 18 Mei 2019
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Kependudukan Kabupaten Semarang.
Kabupaten Semarang : Badan Pusat Statistik.

29

Anda mungkin juga menyukai