Disusun Oleh:
1. Bunga Farchaty : 020118A012
2. Tri Widyaningsih : 020118A067
3. Nurul Ulfa Rizki : 020118A041
4. Marietha Nahomi : 020118A028
5. Afiatul Khoiriyah : 020118A002
2019
Materi RCA (Root Cause Analysis)
Root Cause Analysis (RCA) adalah salah satu tool continuous improvement dan
metode problem solving yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar dari masalah tertentu
yang muncul pada sistem atau proses.
Root Cause Analysis (RCA) adalah sebuah pendekatan terstruktur untuk mengidentifikasi
berbagai faktor diantaranya alam, situasi dan kondisi, magnitude, lokasi, manusia, waktu
terjadinya masalah dari kejadian-kejadian di masa lalu untuk mengidentifikasi penyebab
masalah yang bisa diperbaiki untuk mencegah masalah yang sama terjadi kembali. RCA juga
berguna untuk mengidentifikasi pelajaran yang dapat dipetik untuk mencegah kerugian
kembali terjadi dalam proses.
RCA dapat diarahkan kepada banyak tujuan yang spesifik. Para praktisi continuous
improvement merumuskan lima pendekatan dasar yang dapat dilakukan dengan RCA.
Mereka adalah:
A. RCA Satefy-Based:
Merupakan usaha identifikasi permasalahan yang berkaitan dengan keselamatan. Rca
dilakukan dengan analisa kecelakaan yang pernah terjadi dan penyebab-penyebabnya,
untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja.
B. RCA Production-Based
Berasal dari konsep quality control untuk manufaktur, RCA produksi fokus kepada
analisa penyebab cacat dan masalah yang terjadi pada proses produksi mencakup
mesin, operator, dan peralatan.
C. RCA Process-Based
Pada dasarnya merupakan perluasan dari konsep RCA production-based, namun
dengan ruang lingkup yang lebih luas, termasuk analisa penyebab masalah yang
terjadi pada business process.
D. RCA Failure-Based
Berasal dari praktek failure analysis yang dilakukan pada proses engineering dan
maintenance, bertujuan untuk mengetahui akar masalah yang menjadi penyebab
masalah pada kedua proses tersebut.
E. RCA Systems-Based
Pendekatan gabungan yang merangkul pendekatan-pendekatan RCA yang lain,
dengan konsep-konsep yang diadaptasi dari berbagai sudut pandang, seperti change
management, risk management dan systems analysis.
Walaupun RCA memiliki banyak variasi pendekatan, namun pada dasarnya prinsipnya
tetap sama, yaitu menelaah sedalam-dalamnya hingga ditemukan akar dari suatu masalah
yang terjadi. RCA dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai tools, seperti analisa 5
Whys, Fishbone (Ishikawa) diagram, diagram sebab-akibat, Pareto chart, dan sebagainya.
Langkah-langkah Melakukan Root Cause Analysis
Contoh RCA (Root Cause Analysis) di Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran
A. Rumusan Masalah
a. Bagaimana epidemiologi penyakit tidak menular obesitas?
B. Manfaat
a. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit tidak menular obesitas .
TINJAUAN PUSTAKA
b. Epidemiologi Obesitas
Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada tahun 2005
mencapai 400 juta jiwa (WHO, 2011). Prevalensi penduduk laki-laki dewasa
obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7%, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%)
dan tahun 2010 (7,8%). Pada tahun 2013, prevalensi obesitas perempuan dewasa
(>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5 % dari tahun
2010 (15,5%) (Riskesdas, 2013).
Prevalensi nasional obesitas tipe pear shaped (usia >15 tahun) di Indonesia
sebesar 19,1% (8,8% overweight dan 10,3% obesitas) dan prevalensi obesitas tipe
apple shaped sebesar 26,6%, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007
(18,8%). Kelompok dengan karakteristik obesitas tipe apple shaped tertinggi di
Indonesia berada dalam rentang umur 40-54 tahun sebanyak 27,4% (Riskesdas,
2013).
Menurut penelitian yang dilakukan Moehji (2003) tiga jenis pekerjaan
yang memiliki prevalensi obesitas tertinggi yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS),
yang menempati urutan pertama karakteristik penderita obesitas dengan
prevalensi sebesar 27,3%, ABRI 26,4% dan wiraswasta sebesar 26,5%. Menurut
Arambepola (2006) dalam penelitiannya menemukan bahwa obesitas abdominal
33% lebih banyak pada laki-laki yang memiliki pekerjaan sedentarian
(profesional, manager, tata usaha) dan hanya 6% pada mereka yang memiliki
pekerjaan aktif yang tinggi (petani, nelayan, tukang kayu).
B. Penyebab Obesitas
Obesitas terjadi jika dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori
yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang
kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai
trigliserida di jaringan lemak (Sherwood, 2012). Menurut Fauci, et al., (2009),
obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan
pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya. Obesitas disebabkan oleh banyak
faktor, antara lain genetik, lingkungan, psikis, kesehatan, obat-obatan,
perkembangan dan aktivitas fisik (Sherwood, 2012).
a. Faktor Genetik
Obesitas cenderung diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Selain faktor genetik pada keluarga, gaya hidup dan kebiasaan
mengkonsumsi makanan tertentu dapat mendorong terjadinya obesitas. Penelitian
menunjukkan bahwa rerata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33%
terhadap berat badan seseorang (Farida, 2009).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan, termasuk perilaku atau gaya hidup juga memegang peranan
yang cukup berarti terhadap kejadian obesitas (Farida, 2009).
c. Faktor Psikis
Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.
Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif (Farida,
2009). Ada dua pola makan abnormal yang dapat menjadi penyebab obesitas,
yaitu makan dalam jumlah sangat banyak dan makan di malam hari (Shils, 2006).
d. Faktor Kesehatan
Terdapat beberapa kelainan kongenital dan kelainan neuroendokrin yang
dapat menyebabkan obesitas, diantaranya adalah Down Syndrome, Cushing
Syndrome, kelainan hipotalamus, hipotiroid, dan polycystic ovary syndrome
(Shils, 2006).
e. Faktor Obat-Obatan
Obat-obatan merupakan sumber penyebab signifikan dari terjadinya
overweight dan obesitas. Obat-obat tersebut diantaranya adalah golongan steroid,
antidiabetik, antihistamin, antihipertensi, protease inhibitor (Shils, 2006).
Penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines),
glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan
(tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) dapat
menimbulkan penambahan berat badan. Selain itu, Insulin- secreting tumors juga
dapat menimbulkan keinginan makan berlebihan sehingga menimbulkan obesitas
(Fauci, et al., 2009).
f. Faktor Perkembangan
Penambahan ukuran, jumlah sel-sel lemak, atau keduanya, terutama yang
terjadi pada pada penderita di masa kanak-kanaknya dapat memiliki sel lemak
sampai lima kali lebih banyak dibandingkan orang yang berat badannya normal
(Farida, 2009).
g. Aktivitas Fisik
Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab
utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada masyarakat. Orang yang
tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung
mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang
seimbang akan mengalami obesitas (Farida, 2009).
C. Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi obesitas dapat dibedakan berdasarkan distribusi jaringan lemak, yaitu:
a. Apple-Shapedd Body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian dada dan
pinggang).
b. Pear-Shapedd Body (distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian panggul dan
paha) (Sugondo, 2009).
Terdapat klasifikasi obesitas berdasarkan kriteria obesitas untuk kawasan Asia
Pasifik. Kriteria ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda,
dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnis
Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnis
kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-
masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnis Kaukasia. Hal ini
memperlihatkan adanya nilai ambang batas IMT untuk obesitas yang spesifik untuk
populasi tertentu (Sugondo, 2009).
Tabel Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut
Menurut Kriteria Asia Pasifik
Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
Klasifikasi IMT (kg/m2)
< 90 cm (laki-laki) ≥ 90 cm (laki-laki)
<80cm (perempuan) ≥80 cm (perempuan)
Rendah (risiko meningkat
< 18,5 sedang
Berat badan kurang pada masalah klinis lain)
18,5 – 22,9 sedang meningkat
Kisaran Normal
≥ 23,0
Berat Badan Lebih
23,0 – 24,9 meningkat moderat
Berisiko
25,0 – 29,9 moderat berat
Obes I
≥ 30,0 berat sangat berat
Obes II
Sumber: WHO WPR/ IASO/ IOTF dalam The Asia Pacific Perspective:
Redefening Obesity and its Treatment dalam Sudoyo, 2009.
Manifestasi klinis obesitas secara umum, antara lain :
Obesitas tipe apple shaped atau yang lebih dikenal sebagai “android
obesity” merupakan obesitas dengan distribusi jaringan lemak lebih banyak
dibagian atas (upper body obesity) yaitu pinggang dan rongga perut, sehingga
tubuh cenderung menyerupai buah apel. Obesitas tubuh bagian atas merupakan
dominasi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen
jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan
kompartemen paling umum, intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal.
Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe
obesitas ini disebut sebagai android obesity. Tipe obesitas ini berhubungan lebih
kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas
tubuh bagian bawah (Sugianti, 2009).
Pada obesitas tipe ini, distribusi jaringan lemak lebih banyak dibagian
panggul dan paha, sehingga tubuh menyerupai buah pir (Boivin, 2007). Obesitas
tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh
pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita
sehingga sering disebut “gynoid obesity” (David, 2004). Resiko terhadap penyakit
pada tipe ini umumnya kecil. Pada obesitas tipe apple shaped, lemak banyak di
simpan pada bagian pinggang dan rongga perut. Resiko kesehatan pada tipe ini
lebih tinggi dibandingkan dengan tipe menyerupai buah pear karena sel-sel lemak
di sekitar perut lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam pembuluh darah
dibandingkan dengan sel-sel lemak ditempat lain atau perifer (Adam, 2009).
Gambar 4. Obesitas Apple Shapedd dan Obesitas Pear Shapedd (Diakses dari:
http://img.medscape.com/fullsize/migrated/editorial/clinupdates/2001/608/cu02.fig09.gif)
Karakteristik subjek
Berdasarkan Tabel 1, nilai p pada variabel umur, jenis kelamin, dan asal
sekolah adalah sama yaitu 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut
bersifat homogen karena pada penelitian ini dilakukan matching
Status obesitas
Obesitas Non-
Karakteristik (Kasus) obesitas P
(Kontrol)
n % n %
Pekerjaan ayah
PNS 12 16, 9 12,5
7
TNI/POLRI 1 1,4 1 1,4
Pegawai swasta 27 37, 35 48,6
5 0,36
Pedagang/wirausaha 21 29, 22 30,6 8
2
Buruh/Serabutan 1 1,4 2 2,8
Pensiunan 7 9,7 1 1,4
Tidak bekerja 3 4,2 2 2,8
Pekerjaan Ibu
PNS 14 19, 14 19,4
4
TNI/POLRI 1 1,4 0 0
Pegawai swasta 15 20, 7 9,7 0,2
8 90
Pedagang/wirausaha 12 16, 17 23,6
7
Pensiunan 1 1,4 0 0
Tidak bekerja 29 40, 34 47,2
3
Pendidikan terakhir ayah
Tidak sekolah/ tidak 1 1,4 0 0,0
tamat SD
Tamat SLTP/ sederajat 1 1,4 3 4,2
Tamat SLTA/sederajat 19 26, 19 26,8 0,57
4 0
Tamat PT 51 70, 50 69,4
8
Pendidikan Terakhir Ibu
Tidak sekolah/ tidak 0 0,0 2 2,8
tamat SD
Tamat SLTP/ sederajat 2 2,8 2 2,8 0,5
20
Tamat SLTA/sederajat 19 26, 21 29,2
4
Tamat PT 51 70, 47 65,3
8
pada ketiga variabel tersebut sehingga jumlah subjek penelitian antara kelompok obesitas
dan non-obesitas sama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur, jenis
kelamin, peer group, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pendidikan terakhir ayah, dan
pendidikan terakhir ibu antara kelompok obesitas dengan kelompok non-obesitas (p>0,05).
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa persentase subjek penelitian menurut umur antara
kelompok obesitas dan non-obesitas sebanding yaitu 56,9% pada umur 16 tahun dan
43,1% pada umur 17 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar
subjek penelitian yang mengalami obesitas berusia 16 tahun. Rerata IMT/U pada subjek
penelitian kelompok obesitas sebesar 32,33 kg/ m2 (SD±3,486) sedangkan kelompok non-
obesitas 20,15 kg/m2 (SD±2,65). Nilai IMT/U pada subjek kelompok obesitas berkisar
antara 26,69-45,37 kg/m2 sedangkan pada kelompok non-obesitas berkisar antara 15,02-
25,64 kg/m2.
E. Upaya Pencegahan
b. Terapi Diet
c. Aktivitas Fisik
d. Terapi Perilaku
f. Pembedahan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Remaja yang memiliki asupan energi, lemak, dan karbohidrat berlebih,
frekuensi konsumsi fast food, aktivitas fisik tidak aktif, memiliki ibu dan ayah dengan
status obesitas, serta tidak sarapan, berisiko lebih terhadap terjadinya obesitas. Remaja
rentan akan risiko obesitas sebaiknya diberi edukasi dengan media yaitu untuk
memperbaiki asupan makanan khususnya asupan energi dengan memperhatikan
keseimbangan asupan zat gizi protein, lemak dan karbohidrat.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J.M.F. 2009. Dislipidemia. Dalam: Sudoyono, W.A., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., & Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 1926 - 1932.
Fauci,A. S., et al., 2009. Obesity. Dalam : Harisson’s Manual Of Medicine 17th Edition .
USA : The McGraw-Hill Companies: 939.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC. h. 708-
710.
Shils, Maurice E. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease, 10th Edition.
New York: Lippicontt Williams & Wilkins.
Sugianti, E., et al. 2009. Faktor Risiko terhadap Obesitas Sentral pada Orang Dewasa Di
DKI Jakarta. Indonesian Journal of Clinical Nutrition.