Oleh :
KELOMPOK I
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan Makalah Epidemiologi Penyakit
Menular yang berjudul “Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi(PD3I)”
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB 2. PEMBAHASAN
2.2.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis pada tubuh. Bakteri ini menyerang berbagai bagian.
Misalnya saja kelenjar getah bening dan organ-organ sistem peredaran darah.
Kasus TBC terbanyak ada pada organ paru-paru.
a. Penyebab
Penyebab penyakit TBC memang infeksi bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Akan tetapi kemampuan laten bakteri ini dalam membentuk fase
inaktif di dalam tubuh membuat banyak faktor saling berhubungan, sehingga
akhirnya menimbulkan penyakit seperti yang kita kenal. Faktor-faktor yang
menjadi penyebab penyakit TBC di antaranya adalah sebagai berikut.
5
b. Gejala
Bila seseorang sudah terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis dan
bakteri sudah tidak dalam kondisi laten alias sudah aktif, tubuh orang itu akan
memberikan gejala-gelaja penyakit TBC yang bisa dilihat. Berikut ini gejala-
gejala TBC tersebut.
c. Cara Penularan
Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang terdapat dalam paru-paru penderita, pesebaran kuman
tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB-Paru yang
mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat lansung dengan mikroskop pada
pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular. Penderita TB
Paru BTA positif mengeluarkan kuman - kuman keudara dalam bentuk droplet
yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini
mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman
tuberkulosis. Dan dapat bertahan diudara selama beberapa jam. Droplet yang
6
mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah
menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai
membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang keorang
lain.
d. Pencegahan
Agar orang yang sehat tidak tertular penyakit TBC, ada dua jalan, yaitu
tindakan dari orang yang sehat dan tindakan dari penderita TBC itu sendiri.
Usahakanlah penderita TBC tidak membuang ludah, batuk dan bersin di
sembarang tempat. Ada baiknya dilakukan di tempat yang terkena sinar matahari
langsung. Jadi, seperti yang dikatakan di atas, kamar penderita TBC harus
mendapatkan sinar matahari langsung. Sinar matahari akan membunuh bakteri-
bakteri TBC yang tersebar.
Ada baiknya bagi seorang yang sehat menghindari kontak bicara pada
jarak yang dekat dengan penderita TBC. Atau Anda bisa menggunakan masker,
namun hal ini masih tetap rentan. Bila penderita TBC batuk atau bersin, sebaiknya
orang yang sehat menutup mulut. Satu hal yang perlu diperhatikan, yaitu arah
angin. Jangan sampai angin berhembus mengarah ke orang yang sehat setelah
sebelumnya melalui orang yang menderita TBC. Bukan mencegah arah anginnya,
namun kita yang harus menghindari angin tersebut yang bisa merupakan angin
karena alam atau angin karena kipas angin dll. Ingat, bakteri TBC bisa terbawa
oleh angin.
Jemur tempat tidur penderita TBC di panas matahari langsung, ini untuk
menghindari hidupnya bakteri di tempat tidur tersebut. Pada bayi, jangan pernah
melewatkan imunisasi BCG, ini penting untuk mencegah dari terserangnya
penyakit TBC di kemudian hari.
Dari semua hal-hal diatas, daya tahan tubuh orang yang sehat sangat
berperan dalam mencegah penularan TBC. Karena rasanya sulit untuk
menghindari terhirupnya bakteri TBC di saat tinggal serumah dengan penderita
TBC. Bila seseorang itu memiliki daya tahan tubuh yang kuat, walaupun bakteri
TBC masuk, sistem pertahanan tubuhnya akan memusnahkannya. Apa saja yang
7
harus dilakukan untuk memiliki daya tahan tubuh yang kuat ini? Tidak lain adalah
rajin berolahraga, konsumsi cukup makanan yang seimbang, terapkan pola hidup
sehat seperti tidur yang cukup dan tidak merokok.
1). Strategi DOTS
Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan badan
Kesehatan Dunia (WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama ("WHO-
Indonesia Joint Evaluation") yang menghasilkan rekomendasi Perlunya
segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di
Indonesia, yang kemudian disebut sebagai"STRATEGI DOTS" Sejak itu
dimulailah era baru pemberantasan TB di Indonesia (Depkes, 1999 dalam
Permatasari, 2005).
Berdasarkan The Indonesian Association of Pulmonologists (1998)
dalam Permatasari (2005) Istilah DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek. setiap hari oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Tujuannya
mencapai angka kesembuhan yang tinggi, mencegah putus berobat,
mengatasi efek samping obat jika timbul dan mencegah resistensi. Sebelum
pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus dijelaskan kepada pasien
tentang cara dan manfaatnya. Seorang PMO harus ditentukan dan
dihadirkan di poliklinik untuk diberi penerangan tentang DOTS dan tugas-
tugasnya. PMO haruslah seseorang yang mampu mernbantu pasien sampai
sembuh selama 6 bulan dan sebaiknya merupakan anggota keluarga pasien
yang diseganinya.
Ada 5 kunci utama dalam strategi DOTS yaitu (Depkes, 1999
dalam Permatasari, 2005):
a). Komitmen
b). Diagnosa yang benar dan baik
c). Ketersediaan dan lancarnya distribusi obat
d). Pengawasan penderita menelan obat
e). Pencatatan dan pelaporan penderita dengan sistem kohort
8
e. Pengobatan
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu
obat primer dan sekunder. Obat primer untuk TBC adalah isoniazid (INH),
Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, dan Pirazinamid. Sebagian besar
penderita TBC sembuh dengan obat-obat ini. Selain itu ada juga obat sekunder
untuk TBC yaitu Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin. Penggunaan obat-obat primer dan sekunder
tergantung dari tingkat keparahan TBC yang diderita.
Biasanya penderita TBC dapat sembuh total selama kurang lebih enam
bulan dengan mengonsumsi obat-obatan primer setiap hari. Butuh biaya besar
untuk mengonsumsi obat-obatan ini setiap hari selama enam bulan ? betul. Namun
pemerintah Indonesia sudah menyediakan obat-obatan ini di tiap-tiap Puskesmas
dalam kemasan yang eksklusif dan GRATIS.
2.2.2 Poliomyelitis
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah
menular dan menyerang sistem saraf, khususnya pada balita yang belum
melakukan vaksinasi polio. Pada kasus yang parah, penyakit ini bisa
menyebabkan kesulitan bernapas, kelumpuhan, atau dan kematian.
Sejak awal tahun 2014, WHO (World Health Organization) telah
menyatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang bebas dari penyakit ini
berkat program vaksinasi polio yang luas, bersama dengan negara lainnya di Asia
Tenggara, Pasifik Barat, Eropa, dan Amerika. Namun, penyakit ini masih rentan
di negara seperti Afganistan dan Pakistan, dan Nigeria.
a. Penyebab
Penyakit polio disebabkan oleh polio virus yang umumnya masuk
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan tinja yang
mengandung virus tersebut. Sama halnya seperti cacar, polio hanya menjangkiti
manusia. Dalam tubuh manusia, virus polio menjangkiti tenggorokan dan usus.
Selain melalui kotoran, virus polio juga bisa menyebar melalui tetesan cairan yang
9
keluar saat penderitanya batuk atau bersin. Dalam beberapa kondisi, infeksi virus
ini dapat menyebar ke aliran darah dan menyerang sistem saraf.
b. Gejala
Kebanyakan penderita polio tidak menyadari bahwa diri mereka
terinfeksi karena virus polio pada awalnya hanya menimbulkan sedikit gejala atau
bahkan tidak sama sekali. Penderita polio dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
polio non-paralisis, polio paralisis, dan sindrom pasca-polio.
a). Muntah
b). Lemah otot
c). Demam
d). Meningitis
e). Merasa letih
f). Sakit tenggorokan
g). Sakit kepala
h). Kaki, tangan, leher, dan punggung terasa kaku dan sakit
c. Cara Penularan
Penyebaran utamanya melalui kontak dengan manusia. Pejamu (host)
virus ini memang hanya manusia. Di luar tubuh manusia, virus ini hanya mampu
bertahan hidup sebentar. Virus ini disebarkan melalui rute orofecal (melalui
makanan dan minuman) dan melalui percikan ludah. Kemudian virus berkembang
biak di tenggorokan dan usus dan kemudian menyebar ke kelenjar getah bening,
masuk ke dalam darah, serta menyebar ke seluruh tubuh. Sasaran virus polio
terutama adalah sistem saraf yaitu ke otak, sumsum tulang belakang dan simpul -
simpul saraf. Orang-orang yang belum divaksinasi akan memiliki tingkat risiko
terjangkit polio yang tinggi jika melakukan atau mengalami hal-hal seperti berikut
ini.
11
d. Pencegahan
Meskipun telah dinyatakan sebagai negara bebas polio oleh WHO, tidak
menutup kemungkinan bahwa virus ini masih bisa muncul kembali di Indonesia.
Hal ini dapat terjadi apabila orang yang terjangkit polio dari negara lain memasuki
Indonesia, dan menularkan virus ini kepada orang lainnya. Maka dari itu, langkah
pencegahan melalui vaksinasi masih sangat penting dilakukan. Hal ini bertujuan
untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio seumur hidup, terutama
pada anak-anak.
Anak-anak harus diberikan empat dosis vaksin polio tidak aktif, yaitu
pada saat mereka berusia 2 bulan, 4 bulan, antara 6 – 18 bulan, dan yang terakhir
adalah pada usia antara 4 - 6 tahun. Vaksin polio dengan virus tidak aktif memiliki
kemungkinan mendekati 100 persen untuk secara efektif mencegah polio setelah
tiga kali penyuntikan, dan aman bagi orang yang sistem kekebalan tubuhnya
lemah. Efek samping yang umumnya terjadi setelah pemberian suntikan adalah
rasa sakit dan kemerahan pada titik penyuntikan. Orang dewasa yang harus
mendapatkan serangkaian vaksin polio adalah mereka yang belum pernah
divaksinasi atau status vaksinasinya tidak jelas. Dosis vaksinasi polio pada orang
dewasa adalah dua dosis pertama dengan jarak waktu antara 4-8 bulan, dan dosis
ketiga antara 6-12 bulan setelah pemberian dosis kedua. Selain itu, vaksinasi pada
orang dewasa juga dapat dilakukan jika akan berpergian ke negara dengan kasus
polio aktif atau berinteraksi dengan penderita polio.
Sebagian orang yang diberikan vaksin polio bisa mengalami alergi.
Reaksi alergi yang mungkin terjadi dan biasanya muncul setelah beberapa menit
hingga beberapa jam adalah pusing, lemas, tenggorokan bengkak, sulit bernapas,
pucat, serak, biduran, dan jantung berdetak kencang. Segera temui dokter jika
mengalami gejala alergi setelah suntikan.
12
e. Pengobatan
Belum ada pengobatan yang dapat menyembuhkan polio jika virus polio
sudah menjangkiti seseorang. Namun ada beberapa hal yang bisa dilakukan
sebagai perawatan pendukung untuk mencegah komplikasi dan membuat
penderita merasa lebih nyaman, seperti terapi fisik untuk mencegah hilangnya
fungsi otot, obat pereda nyeri, pola makan yang bernutrisi, istirahat yang cukup,
dan alat bantu pernapasan jika diperlukan. Lamanya pengobatan tergantung dari
tingkat keparahan infeksi virus yang masuk dan menyerang tubuh.
2.2.3 Difteri
Penyakit difteri merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan
bagian atas. Penyakit ini dominan menyerang anak-anak, biasanya bagian tubuh
yang diserang adalah tonsil, faring hingga laring yang merupakan saluran
pernafasan bagian atas. Ciri difteri ialah terbentuknya lapisan yang khas selaput
lendir pada saluran nafas, serta adanya kerusakan otot jantung dan saraf. Hal
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Penyebab
Penyebab penyakit difteri pada dasarnya diakibatkan oleh bakteri yang
diberi nama Corynebacterium diphteriae. Penyebab terjadinya penyakit difteri
juga dipengaruhi oleh :
1). Status imunisasi
2). Status Gizi
3). Lingkungan fisik rumah (pencahayaan alami, ventilasi rumah, kepadatan
hunian, jenis dinding dan lantai rumah)
b. Gejala
Kejadian penyakit difteri dapat dilihat dari gejala yang ditimbulkannya
yaitu :
1). Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38,9° celcius.
2). Batuk dan pilek yang ringan.
3). Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan.
4). Mual, muntah, dan sakit kepala.
5). Adanya pembentukan selaput di tenggorokan berwarna putih ke abu-abuan
kotor.
6). Kaku leher.
14
c. Cara Penularan
Difteri bisa menular dengan cara kontak langsung maupun tidak
langsung. Air ludah yang berterbangan saat penderita berbicara, batuk atau bersin
membawa serta bakteri difteri. Melalui pernafasan bakteri masuk ke dalam tubuh
orang disekitarnya, maka terjadilah penularan penyakit difteri dari seorang
penderita kepada orang-orang sekitarnya.Kemudian bakteri tersebut tumbuh pada
mukosa saluran nafas bagian atas terutama tonsil, kadang-kadang di daerah kulit,
konjungtiva atau genital. Bakteri kemudian memproduksi toksin.
Toksin yang terbentuk diserap melalui membran sel mukosa,
menimbulkan peradangan dan kerusakan epitel diikuti oleh nekrosis. Pada
keadaan lebih lanjut, toksin yang diproduksi bakteri ini semakin banyak,
menyebabkan daerah nekrosis bertambah luas dan bertambah dalam, sehingga
menimbulkan terbentuknya membran palsu pada tonsil, faring, laring dan pada
keadaan berat bahkan bisa meluas sampai ke trakea dan terkadang ke bronkus,
diikuti pembengkakan jaringan lunak di bawah mukosanya.
d. Pencegahan
Pencegahan terhadap difteri dapat dilakukan dengan pemberian
vaksinasi, yang dapat dimulai pada saat bayi berusia 2 bulan dengan pemberian
DPT ataupun DT. Waktu pemberian DPT 5 x sebelum umur 7 tahun, atau DT
kalau anak itu tidak tahan vaksin antipertusis. Selain difteri juga dapat dicegah
dengan pemeliharaan lingkungan fisik rumah. Pencegahan juga dapat dilakukan
kepada orang yang kontak dekat dengan penderita dengan cara sebagai berikut :
1). Melakukan pengontrolan sampai 7 hari untuk timbulnya tanda dan gejala
Diphtheria
2). Pemberian antibiotika seperti Erythromicin atau Penicillin
3). Booster DPT, DT atau Td walaupun sudah diimunasi dulu lengkap, atau
mulai seri imunasi.
15
e. Pengobatan
Pengobatan difteri tidak bisa dilakukan sendiri di rumah, segeralah di
rawat di rumah sakit jangan sampai terlambat, hal ini dikarenakan difteri sangat
menular. Pengobatan difteri membutuhkan antitoksin (ADS) dan antibiotik. ADS
dan antibiotik diberikan secara bersama karena ADS tidak dapat digunakan untuk
eliminasi bakteri penyebab, begitu juga sebaliknya, antibiotik tidak dapat
menggantikan peran ADS untuk menetralisasi toksin difteri.
Dalam hal ini, ADS memiliki keterbatasan karena hanya dapat
menetralisasi toksin yang beredar atau belum berikatan dengan sel/jaringan. Oleh
karena itu, ADS harus segera diberikan ketika diagnosis difteri ditegakkan. ADS
akan efektif bila diberikan pada 3 hari pertama sejak timbul gejala. Penundaan
ADS akan meningkatkan risiko komplikassi dan kematian.
Pemberian antibiotik dibutuhkan untuk eliminasi bakteri penyebab dan
mencegah penularan penyakit. Golongan penisilin dan eritromisin merupakan
antibiotik pilihan utama. Namun demikian, uji kepekaan bakteri terhadap
antibiotik perlu terus dilakukan untuk mengetahui perkembangan resistensi
bakteri karena telah dilaporkan adanya penurunan kepekaan bakteri penyebab
terhadap eritromisin dan antibiotik lainnya.
a. Penyebab
Penyebab penyakit pertusis pada dasarnya diakibatkan oleh bakteri yang
diberi nama Bordettela pertusis. Bakteri ini merupakan Gram-negatif berbentuk
kokobasilus. Organisme ini menghasilkan toksin yang merusak epitel saluran
pernapasan dan memberikan efek sistemik berupa sindrom yang terdiri dari batuk
yang spasmodik dan paroksismal disertai nada mengi karena pasien berupaya
keras untuk menarik napas, sehingga pada akhir batuk disertai bunyi yang khas.
b. Gejala
Kejadian penyakit difteri dapat dilihat dari gejala yang ditimbulkannya,
sebagai berikut :
1). Minggu pertama
a). Panas
b). Batuk ringan yang lalu semakin meningkat frekuensinya
c). Pilek atau muncul cairan hidung
2). Minggu kedua
a). Batuk tidak juga sembuh meski talah minum obat
b). Biasanya batuk bertambah parah ketika malam hari
c). Batuk biasanya diakhiri dengan muntah
d). Nafas berat, menimbulkan bunyi “wup” oleh karena itu disebut “wooping
cough”
e). Terjadi perdarahan pada selaput mata
17
c. Cara Penularan
Pertusis merupakan airborne disease, artinya bakteri ini ditularkan
melalui udara. Selain itu juga disebut sebagai droplet infection karena dapat
menular melalui percikan air ludah ketika batuk. Penyakit ini utamanya sangat
menular sekitar dua minggu pertama sebelum terjadi batuk yang khas.
d. Pencegahan
Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini adalah dengan imunisasi.
Banyak laporan mengemukakan bahwa terdapat penurunan angka kejadian
pertusis dengan adanya pelaksanaan program imunisasi. Pencegahan dapat
dilakukan melalui imunisasi aktif dan pasif.
2). Karantina: kasus kontak erat terhadap kasus yang berusia <7 tahun,
tidak diimunisasi, atau imunisasi tidak lengkap, tidak boleh berada di
tempat publik selama 14 hari atau setidaknya mendapat antibiotic selama 5
hari dari 14 hari pemberian secara lengkap.
3). Disinfeksi: direkomendasikan untuk melakukan pada alat atau
ruangan yang terkontaminasi sekret pernapasan dari pasien
pertusis
e. Pengobatan
Segera berobat ke dokter, karena anak yang telah mendapat vaksinasi
DPT masih dapat terkena penyakit pertusis tetapi dengan infeksi yang sangat
ringan. Pemberian eritomisin, klaritromisin, atau azitromisin telah menjadi pilihan
pertama untuk pengobatan dan profilaksis. Eritromisin (40-50 mg/kgbb/hari
dibadi dalam 4 dosis peroral, maksimum 2 gram per hari) dapat mengeleminasi
organisme dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin dapat mengeleminasi
pertusis bila diberikan pada pasien dalam stadium kataral sehingga
memperpendek periode penularan.
Penelitian membuktikan bahwa golongan makrolid terbaru yaitu
azitromisin (10-12 mg/kgbb/hari, sekali sehari selama 5 hari, maksimal 500
mg/hari) atau klaritromisin (15-20 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis peroral,
maksimum 1 gram perhari selama 7 hari) sama efektif dengan eritromisin, namun
memiliki efek samping lebih sedikit. Terapi suportif terutama untuk menghindari
faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi. Oksigen
hendaknya diberikan pada distres pernapasan yang akut dan kronik.
2.2.5 Tetanus
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin
kuman Clostridium tetani yang bermanifestasi dengan kejang otot secara
paroksimal dan diikuti kekauan seluruh badan. Kekauan tonus otot selalu tampak
pada otot masseter dan otot rangka.
Clostridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang, berspora,
golongan gram positif, dan hidup anaerob.Kuman ini mengeluarkan toksin yang
19
a. Penyebab
b. Gejala
Waktu selama 3 hari sampai 4 minggu setelah kuman masuk melalui luka,
racun Clostridium tetani akan merusak sistem saraf dan akan segera muncul gejala
seperti kejang dan kekauan otot rahang (lockjaw), postur badan kaku dan tidak
dapat ditekuk karena kekauan otot leher dan punggung (opistottonus), dinding
perut mengeras seperti papan, gangguan menelan, muka seperti meringai/tertawa
(risus sardonicus). Pasien tetanus mudah sekali mengalami kejang terutama
apabila mendapatkan rangsangan seperti suara berisik, sehinnga perlu di isolasi di
ruang tersendiri. Tetanus pada bayi lahir (tetanus neonatarum), yang
penularannya trejadi saan pemotongan tali pusar
c. Cara Penularan
tubuh manusis) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel
darah meah, merusak leukosit, dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang
neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Infksi selama
neonatal yang terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak
septik. Bentuk spora yang menginfeksi luka akan berubah menjadi bentuk
vegetatif yang kemudian mengeluarkan dua macam racun yaitu tetanolisin dan
tetanospasmin (merusak sel-sel saraf).
2.2.6 Campak
Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola
(bahasa Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama
masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam
bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang
disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang
kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti
23
erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari
kulit.
a. Penyebab
b. Gejala
c. Cara Penularan
Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui
sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan
berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal
biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah
timbulnya ruam.
d. Pencegahan
2.2.7 Hepatitis B
Penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang merusak hati.
Penyebaran penyakit terutama melalui suntikan yang tidak aman, dari ibu ke bayi
selama proses persalinan, melalui hubungan seksual. Infeksi pada anak biasanya
tidak menimbulkan gejala. Gejala yang ada adalah lemah, gangguan perut dan
gejala lain seperti flu, urine menjadi kuning, kotoran menjadi pucat. Warna
kuning bisa terlihat pula mata ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan
menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan menimbulkan kematian.
a. Penyebab
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil
berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42
nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata
60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope
lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Hardjoeno,
2007).
b. Gejala
Gejala dari penyakit Hepatitis B ini sangat bervariasi terkadang mirip
dengan Hepatitis A dan mirip flu. Namun pada stadium prodromal sering
ditemukan kemerahan kulit dan nyeri sendi, hilangnya nafsu makan, mual kadang
disertai dengan muntah, lemah, pusing, sakit perut terutama disekeliling atau
disekitar hati, urine berwarna gelap, kulit dan mata berwarna kuning (jaundice)
nyeri sendi dan disertai dengan demam dan akan sembuh dalam 2 minggu namun
dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para dokter ternyata hanya sedikit
penderita penyakit Hepatitis B yang menjadi ikterik (Naga, 2012).Secara khusus
tanda dan gejala terserangnya hepatitis B yang akut adalah demam, sakit perut dan
kuning (terutama pada area mata yang putih/sklera). Namun bagi penderita
hepatitis B kronik akan cenderung tidak tampak tanda-tanda tersebut, sehingga
penularan kepada orang lain menjadi lebih beresiko.
27
Tanda gejala hepatitis B biasanya muncul setelah dua sampai tiga bulan
setelah anda terinfeksi dan gejalanya dapat berfariasi dari yang ringan sampai
prarah. Tanda dan gejala hepatitis B antara lain :
1). Nyeri pada area perut
2). Urin yang berwarna gelap
3). Nyeri sendi
4). Hilang nafsu makan
5). Mual dan muntah
6). Lemah dan kelelahan
7). Kulit dan area putih pada mata menjadi kuning
c. Cara Penularan
1). Penularan Horizontal
Cara penularan horizontal yang dikenal ialah: tranfusi darah yang
terkontaminasi oleh HBV, mereka yang sering mendapat hemodialisa.
Selain itu HBV dapat masuk kedalam tubuh kita melalui luka atau lecet
pada kulit dan selaput lendir misalnya tertusuk jarum (penularan parenteral)
atau luka benda tajam, menindik telinga, pembuatan tato, pengobatan tusuk
jarum (akupuntur), penggunaan alat cukur bersama, kebiasaan menyuntik
diri sendiri, menggunakan jarum suntik yang kotor/kurang steril.
Penggunaan alat-alat kedokteran dan perawatan gigi yang sterilisasinya
kurang sempurna / kurang memenuhi syarat akan dapat menularkan HBV.
Di daerah endemis berat diduga nyamuk, kutu busuk, parasit, dan
lain-lain dapat juga menularkan HBV, walaupun belum ada laporan. Cara
penularan tersebut disebut penularan perkutan. Sedangkan cara penularan
non-kutan diantaranya ialah melalui semen, cairan vagina, yaitu kontak
seksual (baik homoseks maupun heteroseks) dengan pengidap/penderita
HVB, atau melalui saliva yang bercium ciuman dengan penderita/pengidap,
dapat juga dengan jalan tukar pakai sikat gigi, dan lainnya. Hal ini
dimungkinkan disebabkan karena selaput lendir tubuh yang melapisinya
terjadi diskontinuitas, sehingga virus hepatitis B mudah menembusnya.
28
d. Pencegahan
Pengendalian penyakit ini lebih dimungkinkan melalui pencegahan
dibandingkan pengobatan yang masih dalam penelitian. Pencegahan dilakukan
meliputi pencegahan penularan penyakit dengan kegiatan Health Promotion
dan Spesifik Protection, maupun pencegahan penyakit dengan imunisasi aktif dan
pasif (Hadi, 2000).
Ada 3 (tiga) kegiatan utama yang dapat dilakukan sebagai upaya
pencegahan penyakit Hepatitis, yakni melalui pencegahan primer, sekunder dan
tersier. Pencegahan primer yakni dengan cara promosi Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS), imunisasi pada bayi, imunisasi pada remaja dan dewasa (catch up
immunization). Pencegahan sekunder melalui, deteksi dini dengan skrining
(penapisan), penegakan diagnosa dan pengobatan. Sedangkan pencegahan tersier
lebih kepada untuk mencegah keparahan dan rehabilitasi, monitoring pengobatan
untuk mengetahui efektifitas dan resistensi terhadap obat pilihan (Depkes RI,
2009).
Timbulnya Hepatitis B dalam barak-barak atau panti perawatan sering
merupakan petunjuk sanitasi dan higiene perorangan yang buruk.
Pengendaliannya langsung ditunjukkan pada pencegahan terkontaminasinya
makanan, air, atau sumber-sumber lainnya oleh tinja. Kebersihan seperti mencuci
tangan setelah buang air besar atau sebelum makan, penggunaan piring dan alat
makan sekali pakai, dan menjaga kebersihan perorangan. Pemakaian disinfektan
natrium hipoklorit 0,5%- sangat penting dalam mencegah penyebaran (Jawetz,
1995). Orang yang dekat dengan penderita mungkin memerlukan terapi
imunoglobulin. Imunisasi Hepatitis A bisa dilakukan dalam bentuk sendiri
(Havrix) atau bentuk kombinasi dengan vaksin Hepatitis B (Twinrix). imunisasi
Hepatitis B dilakukan tiga kali, yaitu dasar, satu bulan dan 6 bulan kemudian.
e. Pengobatan
Tujuan pengobatan VHB adalah untuk mencegah atau menghentikan
radang hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menghilangkan
injeksi. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering dipakai adalah
hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap.
30
BAB 3. PENUTUP
1.5 Kesimpulan
PD3I merupakan singkatan atau kependekan dari Penyakit yang Dapat
Dicegah dengan Imunisasi. Dengan imunisasi, sebenarnya tubuh akan membuat
antibody yang membuat anak kebal terhadap penyakit. Bahan yang dipakai untuk
merangsang pembentukan zat antibody disebut vaksin.
Ada 7 macam penyakit menular yang dapat diupayakan pencegahan
dengan imunisasi, yaitu:
1. Tuberkulosis
2. Poliomyelitis
3. Difteri
4. Pertusis
5. Tetanus
6. Campak
7. Hepatitis B
1.6 Saran
a. Bagi Pemerintah dan petugas kesehatan
Memudahkan akses pelayanan imunisasi bagi seluruh masyarakat
Indonesia dalam semua usia, baik yang berada di daerah perkotaan maupun di
daerah pelosok. Dan meningkatkan lagi mutu pelayanan terutama pelayanan
pada masyarakat yang kurang mampu.
b. Bagi masyarakat
Memperhatikan kesehatan keluarganya dengan memberikan imunisasi
lengkap sedini mungkin terutama saat bayi baru lahir di tempat pelayanan
kesehatan di daerah setempat untuk mengurangi resiko terkena penyakit
menular.
32
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesian-publichealth.com/penyakit-yang-dapat-dicegah-dengan
imunisasi/ (di akses Tanggal 19 April 2017)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20831/Chapter%20II.pdf?
sequence=4 (di akses Tanggal 19 April 2017)