Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KESEHATAN MASYARAKAT KAT

Gizi pada Anak Usia Sekolah di Komunitas Adat Terpencil (KAT)

Kelompok 3/C:

1. Aufa Zakiyah N1A118026

2. Alfi Fadhila Sukmawati N1A118058

3. Nutriani Rahma Baitilla N1A118071

4. Nursifa Hafizah N1A118086

5. Balqis Kansa Ravida N1A118117

Peminatan: Epidemiologi 2018

Dosen Pengampu: Ismi Nurwaqiah Ibnu, S.Gz., M.Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT,


Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kenikmatan yang sangat
besar. Di dalam kesempatan ini, kami akan membahas tentang mata kuliah
“Kesehatan Masyarakat KAT”.

Dengan adanya makalah yang kami susun ini semoga bisa menambah
pengetahuan bagi kami dan teman mahasiswa lainnya sehingga kita dapat memahami
dan mengerti lebih tentang materi “Kesehatan Kasyarakat KAT”. Saran dan kritik
masih kami perlukan dalam menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, 30 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................5
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6
3.1 Komunitas Adat Terpencil (KAT)...................................................................6
3.1.1 Pengertian Komunitas Adat Terpencil.........................................................6
3.1.2 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil..................................................8
3.2 Gizi pada Anak Usia Sekolah........................................................................10
3.2.1 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 6-9 Tahun..............................................10
3.2.2 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 10-19 Tahun..........................................11
3.3 Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di KAT................................................12
BAB III PENUTUP......................................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................14
3.2 Saran..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan periode rentang usia dimana 4-6 tahun
sebagai taman kanak-kanak dan usia 6-12 sebagai anak usia sekolah. Anak usia
sekolah juga merupakan aset investasi yang akan menjadi generasi penerus bagi
bangsa dimasa mendatang. Karena itu, kebutuhan gizi bagi anak usia sekolah
sangat harus diperhatikan.

Menurut Hikmawati (2016), kebutuhan gizi pada anak usia sekolah perlu
mendapatkan perhatian lebih karena ketika status gizi anak buruk dapat
menghambat pertumbuhan mental, fisik, maupun kemampuan berfikir yang akan
menurunkan produktivitas kerja di masa yang akan datang. Untuk mencapai
status gizi yang balks pada anak sekolah diperlukan perilaku makan yang balk
sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu gizi modern.

Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan
masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang umumnya disebabkan oleh kemiskinan,
kurangnya persediaan pangan, kurang baiknya kualitas lingkungan, kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Masalah
gizi lebih disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu
disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang dan
kesehatan (Titi Rahmawati, 2016).

Berdasarkan hasil Riskesdas (2018) didapatkan status gizi anak 5- 12


tahun menurut indeks massa tubuh/umur di Indonesia, yaitu prevalensi kurus
adalah 9,3, terdiri dari 2,5% sangat kurus dan 6,8% kurus. Masalah gemuk pada
anak di Indonesia juga masih tinggi dengan prevalensi 20,6% terdiri dari gemuk
11,1% dan sangat gemuk (obesitas) 9,5%. Sedangkan prevalensi pendek yaitu
23,6% terdiri dari 6,7 sangat pendek dan 16,9% pendek (Riskesdas, 2018).

Salah satu kondisi keadaan gizi pada anak usia sekolah yang patut disoroti
adalah keaadaan gizi di daerah komunitas adat terpencil (KAT). Belum
terjangkaunya akses pelayanan kesehatan yang optimal mengakibatkan keadaan
gizi di daerah KAT juga terhambat, terurtama pada anak usia sekolah.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan yang terdapat dalam makalah in adalah:

1. Mengetahui komunitas adat terpencil (KAT)

2. Mengetahui kondisi pada anak usia sekolah

3. Mengetahui keadaan status gizi

4. Mengetahui status gizi anak usia sekolah di KAT

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat yang terdapat dalam makalah ini adalah:

1. Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini, diharapkan bisa memberikan informasi
mengenai keadaan status gizi pada anak usia sekolah di KAT.

2. Manfaat Teoritis
Dengan adanya makalah ini, diharapkan bermanfaat dalam ilmu
pengetahuan terutama mengenai gambaran keadaan status gizi anak usia
sekolah di KAT.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Komunitas Adat Terpencil (KAT)


1.1.1 Pengertian Komunitas Adat Terpencil

Lokasi para tempat tinggal penduduk yang terasing atau terpencil dapat
mengakibatkan banyak sekali permasalahan yang muncul salah satunya
minimnya akses terhadap pelayanan publik dan kesehatan menjadi
terhambat dan menjadi rendah. Komunitas adat terpencil yang sering
berkeliaran di pinggir jalan, kehidupannya kurang layak dan minimnya
kemampuan dalam melakukan sesuatu hal harus perlu dibina kesejahteraan
sosialnya dengan cara memberdayakan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupannya agar sebuah komunitas adat terpencil dapat hidup secara
wajar baik jasmani, rohani maupun sosial sehingga dapat berperan aktif
didalam masyarakat dan pembangunannya.

Pengertian komunitas adat terpencil menurut keputusan Presiden No.


111 tahun 1999 adalah Komunitas adat terpencil atau yang selama ini lebih
dikenal dengan sebutan masyarakat terasing adalah kelompok sosial budaya
yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlihat dalam
jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Adapun ciri-
ciri dari komunitas adat terpencil sendiri yaitu,
a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen;
b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan;
c. Pada umumnya terpencil secara geografi dan relatif sulit dijangkau;
d. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem;
e. Peralatan dan teknologinya sederhana;
f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat
relatif tinggi;
g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik.

Dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 12 Tahun 2015 dalam Pasal 6,


7 dan 8 dijabarkan 3 kategori Komunitas Adat Terpencil yaitu:
a. Kategori 1
1) Hidup berpencar dan berpindah dalam komunitas kecil, tertutup,
dan homogen ditandai oleh hidup berpindah-pindah, dalam
orbitasinya, interaksi sosial yang masih terbatas dengan masyarakat
lainnya, dan hidup dalam kesatuan suku yang relatif sama.
2) Bermata pencaharian tergantung pada lingkungan hidup dan sumber
daya alam setempat yang relatif tinggi meliputi:
 Berburu dan meramu dari berbagai potensi sumber daya alam
setempat;
 Menangkap ikan secara sederhana
 Berladang berpindah di wilayah orbitasinya.
3) Hidup dengan sistem ekonomi subsistem ditandai oleh hasil mata
pencaharian hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
sendiri.
4) Sangat sederhana ditandai dengan menggunakan teknologi dan/atau
peralatan yang masih sederhana dan/atau tradisional.
5) Marjinal di pedesaan ditandai oleh keterbatasan akses pemenuhan
kebutuhan dasar dan pelayanan administrasi pemerintahan.
6) Mengalami berbagai kerentanan ditandai oleh rentan terhadap
kesehatan, ketahanan pangan dan kecukupan gizi, serta
permasalahan kesejahteraan sosial.
b. Kategori 2
1) Hidup menetap sementara, pada umumnya masih homogen, namun
sudah lebih terbuka ditandai oleh tempat tinggal yang tetap
walaupun sering ditinggal dikarenakan mengikuti mata
pencahariannya sebagai peladang berpindah, masih hidup dengan
suku yang relatif sama, namun sudah berinteraksi dengan
masyarakat di luar komunitasnya.
2) Peladang berpindah berupa mata pencaharian sebagai peladang
berpindah-pindah namun masih dalam wilayah orbitasinya.
3) Hidup dengan sistem ekonomi mengarah pada sistem pasar ditandai
oleh adanya aktivitas pasar sederhana.
4) Kehidupannya sedikit lebih maju dari KAT kategori I ditandai
dengan penggunaan teknologi dan peralatan yang lebih bervariasi.
5) Marjinal di pedesaan ditandai oleh keterbatasan akses pemenuhan
kebutuhan dasar dan pelayanan administrasi pemerintahan.
6) Mengalami kerentanan ditandai oleh masih rentannya terhadap
kesehatan, ketahanan pangan, kecukupan gizi, permasalahan
kesejahteraan sosial, dan keterbatasan akses pelayanan dasar.
c. Kategori 3
1) Hidup menetap, sudah heterogen, dan lebih terbuka ditandai oleh
hidup yang sudah tinggal menetap, sudah hidup dengan suku
dan/atau warga masyarakat lain, interaksi dengan masyarakat lain
lebih intensif.
2) Bermata pencaharian bertani, berkebun, nelayan, kerajinan dan/atau
berdagang ditandai oleh kegiatan bertani dan berkebun menetap
atau menangkap ikan bagi KAT yang tinggal di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, membuat kerajinan, serta berdagang bagi KAT
yang tinggal di perkotaan.
3) Hidup dengan sistem ekonomi pasar ditandai oleh aktivitas pasar
yang lebih intensif.
4) Pada umumnya hidup lebih maju dari KAT kategori II ditandai
dengan cara penghidupan yang lebih bervariasi, sudah mengenal
teknologi yang modern, serta interaksi dengan masyarakat di luar
komunitasnya sudah intensif.
5) Marjinal di pedesaan dan perkotaan ditandai oleh keterbatasan akses
untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan administrasi
pemerintahan.
6) Masih mengalami kerentanan ditandai oleh masih dialaminya
kerentanan terhadap berbagai keterbatasan mengakses pemenuhan
kebutuhan dasar.

1.1.2 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil


Pemberdayaan KAT merupakan sebuah proses pembelajaran sosial
dengan menghargai inisiatif dan kreativitas KAT terhadap kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi sehingga masyarakat secara mandiri dapat
mengaktualisasikan dirinya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mampu
memecahkan permasalahannya.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 186 Tahun 2014 Tentang
Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil dan
ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2015 Tentang Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun
2014 Tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil.
Berdasarkan regulasi tersebut, Pemerintah Provinsi Jambi melalui dinas
kesehatan, dinas sosial dan tenaga kerja melaksanakan kegiatan
pemberdayaan masyarakat di berbagai kabupaten yang memiliki komunitas
adat terpencil.
Program pemberdayaan komunitas adat terpencil diharapkan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan membuka akses perekonomian
bagi masyarakat sehingga masyarakat di komunitas adat terpencil di provinsi
jambi lebih mandiri dan mampu bisa bersaing dengan daerah-daerah lainnya.
namun hingga saat ini belum adanya terlihat perubahan yang signifikan
dalam kehidupan masyarakat komunitas adat terpencil di provinsi Jambi.
Dalam akses kesehatan, pendidikan, akses perekoomian masih menjadi
permasalahan utama masyarakat komunitas adat terpencil di provinsi jambi
sebelum dan sesudahnya melaksanakan program KAT.
Adapun contoh penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan
pemberdayaan komunitas adat terpencil yaitu, penelitian yang dilakukan
oleh Rd Siti Sofro Sidiq pada tahun 2020 dengan judul Model
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dalam Mengentaskan
Kemiskinan. Dengan hasil penelitian yaitu Model pemberdayaan sosial bagi
komunitas adat terpencil untuk Kabupaten Meranti dalam mengentaskan
kemiskinan melalui proses identifikasi yang cukup panjang, pertama, proses
tahapan awal adalah pemetaan sosial bertujuan untuk menggali
permasalahan serta potensi yang ada di daerah calon pemberdayaan, tahapan
kedua yaitu penjajagan awal, melihat secara langsung kondisi daerah
bersama para stakeholder terkait dan yang terakhir tahapan studi kelayakan
memberikan solusi serta model yang tepat bagi masyarakat untuk ikut serta
dalam program pemberdayaan sosial ini.
1.2 Gizi pada Anak Usia Sekolah
Nutritional status (status gizi) merupakan suatu kondisi yang disebabkan
oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari makanan dengan kebutuhan zat gizi
yang dibutuhkan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu memerlukan asupan
zat gizi yang berbeda, hal ini sesuai pada usia orang tersebut, berat badan jenis
kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, dan lainnya (Harjatmo et al., 2017).
1.2.1 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 6-9 Tahun
Pada usia 6-9 tahun, seorang anak mulai memasuki kehidupan sekolah
yaitu sekolah dasar. Dalam masa ini anak lebih sering bermain diluar
sehingga kegiatan yang dilakukan anak tidak sepenuhnya diawasi oleh orang
tua terutama perihal makanan yang dikonsumsi oleh anak. Anak-anak dalam
usia ini cenderung lebih suka jajan dan mudah terpengaruh oleh ajakan
teman. Hal tersebut dapat meningkatkan kerentanan seorang anak karena
adanya aktivitas yang tinggi dan paparan terhadap penyakit infeksi juga
semakin meningkat. Anak usia 6-9 tahun ini memiliki kebutuhan akan zat
gizi yang cukup tinggi karena pada usia ini seorang anak memasuki tahap
pertumbuhan cepat sebelum memasuki tahapan pubertas.(KEMENKES,
2014)
Pesan gizi seimbang untuk anak 6-9 tahun terdiri dari 7 poin utama
(KEMENKES, 2014), yaitu sebagai berikut:
a. Selalu biasakan makan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam
bersama keluarga, hal tersebut dilakukan untuk menghindari atau
mengurangi konsumsi makanan yang kurang sehat dan tidak bergizi. Pada
anak usia sekolah dianjurkan untuk selalu melakukan sarapan sehingga pada
saat belajar di sekolah otak mendapatkan sumber energi yang tercukupi.
b. Membiasakan konsumsi sumper protein seperti ikan dan lainnya.
Sumber protein bisa didapat dari sumber hewani seperti ayam, ikan, telur
dan juga dari sumber nabati seperti kacang-kacangan dan olahannya.
Konsumsi protein untuk anak usia 6-9 tahun akan sangat membantu dalam
pertumbuhan, perkembangan, dan meningkatkan memori dan kognitif di
sekolah.
c. Memperbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan.
Anjuran untuk mengonsumsi sayuran lebih banyak porsinya dari pada buah
karena buah lebih banyak mengandung gula dibandingkan sayuran, maka
dari itu disarankan untuk mengonsumsi buah dalam porsi yang cukup.
d. Selalu membiasakan membawa bekal makanan serta air minum dari
rumah. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kebiasaan jajan yang tidak
terjamin kualitas gizi nya.
e. Membatasi konsumsi makanan cepat saji, jajanan serta cemilan yang
manis, asin dan berlemak. Jika hal tersebut tidak dibatasi akan berdampak
pada meningkatnya risiko terkena penyakit kronis seperti diabetes melitus,
penyakit jantung dan tekanan darah tinggi.
f. Membiasakan untuk menyikat gigi dua kali dalam sehari pada pagi
dan malam hari. Hal ini dianjurkan karena setelah makan terdapat sis- sisa
makanan yang dapat berubah menjadi bakteri dan metabolit berupa asam
sehingga rentan untuk mengalami pengeroposan gigi jika tidak dibersihkan
secara teratur pada pagi dan malam sebelum tidur.
g. Menghindari rokok. Kebiasaan merokok memiliki dampak buruk
bagi kesehatan. Tidak hanya oleh sang perokok, asap rokok yang terhirup
oleh orang lain (perokok pasif) memiliki dampak yang lebih serius.
1.2.2 Gizi Seimbang untuk Anak Usia 10-19 Tahun
Pada kelompok usia 10-19 tahun merupakan masa peralihan dari masa
anak-anak menuju masa remaja dan nantinya akan beralih menjadi dewasa
muda. Pada masa ini kebutuhan gizi harus menjadi perhatian lebih karena
dipengaruhi oleh perubahan kondisi tubuh yang mulai memasuki usia
pubertas. Terutama pada remaja putri, adanya perubahan seperti menstruasi,
pola makan, dan perhatian terhadap penampilan fisik menjadi hal yang
mempengaruhi kebutuhan gizi pada remaja putri tersebut. Maka dari itu
penting untuk tetap memperhatikan hal tersebut dalam menilai kebutuhan
gizi pada kelompok usia 10-19 tahun. Sama seperti pesan gizi seimbang
pada usia 6-9 tahun, kelompok usia 10-19 tahun juga dianjurkan untuk
melakukan hal tersebut dengan catatan porsi yang lebih banyak sesuai usia.
Pada remaja laki-laki memiliki kebutuhan energi, protein, lemak, air,
kalsium, magnesium, vitamin D dan vitamin A untuk mendukung
pertumbuhan. Khusus pada remaja putri dianjurkan untuk membiasakan
mengonsumsi beraneka ragam jenis makanan, banyak mengonsumsi sayuran
dan buah-buahan berwarna,(KEMENKES, 2014)
1.3 Status Gizi pada Anak Usia Sekolah di KAT
Penelitian yang dilakukan oleh Hermanto dan Anton Komaini pada anak
suku dalam Mentawai, Desa Simatalu yang berada di Seberut Barat Kabupaten
Kepulauan Mentawai. Desa ini merupakan sebuah desa yang terletak jauh di
pedalaman pulau Siberut Barat. Penelitian terebut dilaksanakan dengan populasi
penelitian tersebut adalah seluruh anak suku dalam Mentawai Siberut Barat Desa
Simatalu yang berjumlah 58 orang anak yang berusia 10 - 12 tahun. Dari 35
orang anak yang berjenis kelamin laki-laki di suku dalam Mentawai, 34 anak
(97,14%) mempunyai status gizi kurus, 1 anak (2,86%) mempunyai status gizi
normal, dan untuk status gizi obesitas serta rata-rata tidak terdapat pada anak-
anak suku dalam Mentawai tersebut. Artinya, secara keseluruhan status gizi anak
putra atau yang berjenis kelamin laki-laki di suku tersebut adalah 16,34, yakni
kategori kurus. Kemudian, dari 23 anak putri atau yang berjenis kelamin
perempuan di suku dalam Mentawai, 14 anak (60,87%) anak mempunyai
kategori gizi kurus, 9 anak (39,13%) anak dikategori status gizi normal, dan
untuk status gizi obesitas serta rata-rata tidak terdapat pada anak-anak suku
dalam Mentawai tersebut. Secara total status gizi anak putri suku dalam
Mentawai adalah 17,77, yaitu kategori kurus (Hermanto & Komaini, 2019).

Lalu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Annida dkk yang


dilakukan guna mengetahui gambaran status gizi dan perilaku risiko tinggi
kecacingan pada anak sekolah dasar yang menderita kecacingan di masyarakat
Dayak Meratus Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Sebagian
besar penduduk di daerah tersebut adalah suku Dayak Meratus, yaitu Dayak
Loksado (Dayak Amandit) yang kebanyakan memiliki kebiasaan memakan
daging babi, sehingga berpotensi untuk menimbulkan kecacingan. Dengan
jumlah total sampel sebanyak 179 yang diambil dari murid-murid di sekolah
dasar negeri Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Provinsi
Kalimantan Selatan. Dari penelitian tersebut, diperolah bahwa status gizi pada
anak sekolah di wilayah Kecamatan Loksado yakni kategori kurus sebesar 6,2%
(11/179), normal paling dominan yakni sebesar 87,2 % (156/179), gemuk sebesar
5% (9/179), dan obesitas hanya 1,7% (3/179). Kemudian, hasil pemeriksaan
kecacingan pada anak-anak tersebut ditemukan bahwa terdapat kasus kecacingan
sebesar 6,7% (12/179) yang mana status gizi pada 12 murid penderita kecacingan
tersebut antara lain kategori normal sebesar 5,6% (10/179), kurus dan gemuk
masing-masing hanya 1 anak (0,6%) (Annida et al., 2019).

Di sisi lain, Maria Helena Dua Nita melakukan penelitian di daerah terpencil
yakni di Pulau Semau Kabupaten Kupang. Pulau Semau ini adalah pulau yang
terletak di bagian barat Pulau Timor yaitu sebelah barat Kota Kupang dan secara
administratif pulau ini termasuk daerah terpencil dalam wilayah Kabupaten
Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Suku asli di pulau adalah suku Helong.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan sumbangan energi sarapan
pagi dan sosial budaya gizi (pengetahuan gizi, selera makan, kebiasaan makan,
pantangan makan, suku) dengan status gizi anak sekolah dasar. Penelitian
demikian dilaksanakan di 9 SD di Kecamatan Semau Pulau Semau Kabupaten
Kupang. Semua siswa kelas 5 SD yang terdaftar di 9 SD di Kecamatan Semau
yang berjumlah 189 anak adalah populasi terjangkau. Kemudian, sampel yang
diambil sebanyak 112 anak SD. Dari 112 anak SD di Pulau tersebut, sebanyak 45
anak (40,2%) berstatus gizi baik menurut indeks IMT dan umur, lalu sebanyak 25
anak (22,3%) berstatus gizi sangat kurus, dan untuk status gizi kurus ditemukan
sebanyak 42 anak (37,5%) (Helena Dua Nita et al., 2016).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Komunitas adat terpencil atau disingkat dengan KAT adalah kelompok social
budaya yang bersifat local dan terpencar serta kurang atau belum terlihat dalam
jaringan dan pelayanan baik social, ekonomi, maupun politik.

Pemberdayaan KAT merupakan sebuah proses pembelajar social dengan


menghargai inisiatif dan kreativitas KAT terhadap kebutuhan dan permasalahan
yang dihadapi sehingga masyarakat secara mandiri dapat mengaktualisasikan
dirinya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mampu memecahkan
permasalahannya.

Usia anak sekolah di bagi menjadi 2 kategori yaitu usia 6-9 tahun atau anak-
anak dan usia 10-19 tahun atau remaja. Pada usia 6-9 tahun, terjadi pertumbuhan
yang cepat sehingga membutuhkan zat besi yang besar. Berdasarkan
KEMENKES, terdapat 7 poin utama agar anak usia 6-9 tahun memiliki gizi yang
seimbang yaitu selalu makan 3 kali sehari di rumah, membiasakan konsumsi
sumber protein, perbanyak konsumsi sayur dan buah, membawa bekal dan air
minum dari rumah, membatasi makanan cepat saji, jajanan manis, asin dan
berlemak, menyikat gigi dua kali sehari dan menghindari rokok.

Pada usia 10-19 tahun, dianjurkan tetap menjalankan 7 poin sebelumnya


dengan porsi yang lebih besar sesuai usia. Untuk menunjang perubahan fisik
karena pubertas, pada remaja laki-laki dibutuhkan energi, protein, lemak, air,
kalsium, magnesium, vitamin D dan A. sedangkan pada remaja putri dianjurkan
untuk membiasakan konsumsi beraneka ragam jenis makanan, banyak
mengonsumsi sayuran dan buah-buahan berwarna.

Berdasarkan penelitian di Mentawai, jumlah anak usia 10-12 tahun yang


memiliki gizi kurus lebih banyak dibandingkan gizi normal kemudian, pada
penelitian suku Dayak Loksado, anak dengan gizi normal yang enjadi dominan
dan kejadian kecacingan terjadi pada 12 dari 179 anak (6,7%). Selanjutnya,
berdasarkan penelitian pada suku Helong, Nusa Tenggara Timur, ddari 112
sampel anak, 45 anak memiliki gizi normal sedangkan sisanya memiliki gizi
kurus dan sangat kurus.

Berdasarkan tiga penelitian di atas, bisa disimpulkan, keadaan anak usia


sekolah di KAT memiliki status gizi yang beragam dan cukup baik, meskipun di
beberapa daerah kekurangan gizi masih mendominasi.

1.2 Saran
Bagai pemerintah setempat, sebaiknya lebih memperhatikan kesehatan dari
Komunitas Adat Terpencil, dengan memberikan fasilitas yang sesuai dengan
kebutuhan mereka. Dan bagi peneliti, terutama di bidang kesehatan, bisa
mengkaji lagi bagian-bagian atau kebiasaan-kebiasaan yang perlu diperbaiki agar
masyarakat Komunitas Adat Terpencil khususnya anak-anak, bisa tumbuh lebih
baik dan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Annida, Fakhrizal, D., Juhairiyah, & Hairani, B. (2019). Gambaran status gizi dan
faktor risiko kecacingan pada anak cacingan di masyarakat Dayak Meratus,
Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Journal of Health
Epidemiology and Communicable Diseases, 4(2), 54–64.
https://doi.org/10.22435/jhecds.v4i2.218

Harjatmo, T. P., Par’i, H. M., & Wiyono, S. (2017). Penilaian Status Gizi. In Bahan
Ajar Gizi.

Helena Dua Nita, M., Hanim, D., Prasodjo, Poncorini, E., & Suminah. (2016). Pulau
Semau Kabupaten Kupang (Relationship Breakfast and Socio-Cultural With
Nutritional Status of Children Elementary School in Semau Island Kupang
Regency). Penelitian Gizi Dan Makanan, 39(2), 119–127.

Hermanto, & Komaini, A. (2019). Jurnal Stamina Jurnal Stamina. Jurnal Stamina,
2(1), 44–52.

KEMENKES. (2014). PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK


INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN GIZI
SEIMBANG.

Anda mungkin juga menyukai