Anda di halaman 1dari 43

Tugas Kelompok

HIGIENE INDUSTRI

“RADIASI”

NAMA NIM
NURNA NINGSIH J1A117105
RESKI OKTIVIA ARIS J1A117117
ROSMALADEWI. K J1A117125
WA ODE PUTRI DIANA J1A117155
WIWIK PRATIWI J1A117163
ANDI REZKI J1A117180
DEWI AMINAH J1A117193
EKA PURNAMA SARI J1A117198
NURMILA J1A117325
SITI SARIBIA J1A117334

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak

lupa kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada

Allah SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga dapat

menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini berisikan tentang RADIASI Kami menyadari makalah yang dibuat ini

tidaklah sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun

terhadap makalah ini,kami sangat berterima kasih.

Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita semua.Amin.

Kendari, 30 April 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA
PENGANTAR......................................................................................................................Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR ISI..................................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................Error! Bookmark not defined.
1.1 LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................................................2
1.3.2 Tujuan Khusus........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN
TEORI............................................................................................................Error! Bookmark
not defined.
2.1 Pengertian Radiasi.....................................................................................................................3
2.2 Contoh Kasus Radiasi................................................................................................................9
2.3 Dampak Radiasi.......................................................................................................................11
2.4 Mekanisme Terjadinya Dampak Radiasi.................................................................................16
2.5 Alat ukur Radiasi.....................................................................................................................19
2.6 Cara Menggunakan Alat Ukur Radiasi....................................................................................26
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................37
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................................37
3.2 SARAN....................................................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................40

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang fisika radiasi untuk membantu

dalam proses pengukuran sebuah dosis, pengukuran untuk diagnosis dan seagainya. Begitu

banyak bentuk aplikasi dari bidang ini termasuk dalam bidang kesehatan yaitu kedokteran dan

juga dalam bidang kedokteran nuklir. Hal tersebut tentunya terus berkembanf dengan

disesuaikannya teknologi yang berkembang dengan pesat. Tentunya hal tersebut sangatlah

berkaitan. Radiasi merupakan sebuah proses dimana energy yang bergerak melalui media atau

melalui ruang dan akhirnya diserap oleh benda lain (Ratri, 2019).

Radiasi pada dasanya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke

lingkungannya tanpa membutuhkan medium. Gelombang radio, sinyal televisi, sinar radar,

cahaya tak terlihat, sinar-x dan sinar gamma merupakan contoh-contoh gelombang

elektromagnetik. Tingkat paparan gelombang elektromagnetik dari berbagai frekuensi berubah

secara signifikan sejalan dengan perkembangan teknologi yang menimbulkan kekhawatiran

bahwa paparan dari gelombang elektromagnetik ini dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan

fisik manusia. Banyak kalangan mengklaim bahwa gelombang elektromagnetik yang

dipancarkan oleh alat-alat listrik dapat mengganggu kesehatan pengguna dan orang-orang yang

berdiri di sekitarnya. Anggapan ini dibenarkan oleh para ahli bidang telekomunikasi, namun

1
2

tidak sedikit pula bantahan-bantahan oleh beberapa pihak yang menyangkal sebaliknya

(Swamardika, 2012).

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Jelaskan pengertaian Radiasi?

1.2.2 Berikan contoh kasus Radiasi?

1.2.3 Apa dampak dari Radiasi?

1.2.4 Jelaskan Mekanise terjadinya Dampak Radiasi?

1.2.5 Apa saja Alat Ukur yang dipakai untuk mengukur Radiasi?

1.2.6 Bagaimana cara menggunakan Alat Ukur Radiasi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui materi tentang

radiasi dalam mata kuliah Higiene Industri

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui pengertian Radiasi

2. Mengetahui contoh kasus dari Radiasi

3. Mengetahui dampak dari Radiasi

4. Mengetahui mekanisme terjadinya dampak Radiasi

5. Mengetahui alat ukur yang digunakan untuk mengukur Radiasi

6. Mengetahui cara menggunakan alat ukur Radiasi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Radiasi

Radiasi dalam istilah fisika pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi

dari suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau perantara.

Beberapa contohnya adalah perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan

gelombang radio. Selain radiasi, energi juga dapat dipindahkan dengan cara konduksi,

kohesi dan konveksi. Berdasarkan efek radiasi yang ditimbulkannya, maka radiasi dapat

dikelompokan menjadi radiasi pengion dan radiasi non‐pengion. Adapun yang temasuk

ke dalam kelompok radiasi pengion adalah cahaya matahari, sinar‐x dan radiasi dari

bahan radioaktif, sedangkan radiasi yang termasuk radiasi non‐pengion adalah seperti

sinar ultraviolet, radiasi panas, gelombang radio dan microwave (Supriyono, S., Rahim,

& Murni, 2017).

Radiasi Pengion menurut Pasal 1 Angka (6) PP Nomor 33 Tahun 2007 tentang

Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (yang untuk selanjutnya

akan disebut PP Keselamatan Radiasi) didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik

dan partikel bermuatan yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media

yang dilaluinya (Supriyono, S., Rahim, & Murni, 2017).

Sinar radiasi pengion adalah sinar yang mempunyai sifat tidak dapat dilihat, tidak

berwarna, tidak dapat dirasakan, namun mempunyai sifat yang dapat merusak sel‐sel

3
4

tubuh manusia dengan jalan bila mengenai dan menembus tubuh manusia, dalam besar

dosis tertentu serta periode jangka waktu tertentu dapat mengakibatkan terjadinya proses

ionisasi sel‐sel tubuh manusia, dengan cara energi penyinaran yang diabsorpsi di dalam

tubuh akan membebaskan elektronelektron dari atom, dan atom yang telah mengalami

ionisasi akan menjadi unsur radikal bebas yang akan merusak materi genetik DNA.

Proses ini seiring dengan berjalannya waktu dapat mengakibatkan perubahan atau mutasi

sel atau gen yang kemudian dapat mempengaruhi sistem kerja biokimia enzim tubuh atau

pun sistem tubuh lainnya. Sedangkan radiasi sinar non pengion tidak mempunyai

kemampuan melakukan proses ionisasi seperti sinar pengion (Supriyono, S., Rahim, &

Murni, 2017).

1. Jenis‐jenis sinar pengion tersebut antara lain (Supriyono, S., Rahim, & Murni, 2017) :

a. Sinar Alfa, yang mempunyai radiasi daya tembus yang sangat pendek, namun

masih tetap mempunyai potensi yang membahayakan apabila tertelan masuk ke

sistem perncernaan atau terhirup masuk sistem pernafasan dalam jumlah yang

cukup besar.

b. Sinar Beta mempunyai gelombang partikel yang lebih kecil daripada sinar Alfa,

yang dalam jumlah besar dapat menyebabkan kulit terbakar dan sangat berbahaya

apabila terhirup atau tertelan.

c. Sinar Gamma mempunyai sifat gelombang elektromagnetik seperti cahaya atau

gelombang radio dengan daya tembus yang kuat, yang dapat menembus materi

dan hanya bisa tertahan oleh bahan yang sangat padat dan tebal, dan karena itu

dapat mencapai organorgan tubuh tanpa harus menghirup atau menelannya.


5

Menurut Pasal 1 Angka (7) PP Keselamatan Radiasi, yang dimaksud dengan Sumber

Radiasi adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan paparan Radiasi, meliputi zat

radioaktif dan peralatan yang mengandung zat radioaktif atau memroduksi Radiasi, dan

fasilitas atau instalasi yang di dalamnya terdapat zat radioaktif atau peralatan yang

menghasilkan Radiasi (Supriyono, S., Rahim, & Murni, 2017).

Berbagai jenis radiasi dapat ditemukan di alam dalam berbagai bentuk yang

dihasilkan dengan cara yang berbeda, namun jenis radiasi yang paling banyak ditemukan

adalah radiasi yang berasal dari bahan radioaktif. Berdasarkan asalnya sumber radiasi

pengion dapat dibedakan menjadi dua yaitu sumber radiasi alam yang sudah ada di alam

ini sejak terbentuknya, dan sumber radiasi buatan yang sengaja dibuat oleh manusia

untuk berbagai tujuan (Supriyono, S., Rahim, & Murni, 2017).

Adapun penjelasan dari masing‐masing sumber tersebut di atas, yakni sebagai

berikut: Pertama, Sumber Radiasi Alam. Radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi

alam disebut juga sebagai radiasi latar belakang (background radiation). Radiasi ini

merupakan radiasi terbesar yang diterima oleh manusia yang tidak bekerja di tempat yang

menggunakan radioaktif atau yang tidak menerima radiasi berkaitan dengan kedokteran

atau kesehatan. Radiasi latar belakang yang diterima oleh seseorang dapat berasal dari

tiga sumber utama yaitu (Supriyono, S., Rahim, & Murni, 2017) :

a. Sumber radiasi kosmis. Radiasi kosmis berasal dari angkasa luar, sebagian berasal

dari ruang antar bintang dan matahari. Radiasi ini terdiri dari partikel dan sinar yang

berenergi tinggi dan berinteraksi dengan inti atom stabil di atmosfir, membentuk inti

atom radioaktif seperti Carbon‐14, Helium‐3, Natrium‐22, dan Be‐7. Atmosfir bumi

dapat mengurangi radiasi kosmik yang diterima oleh manusia. Tingkat radiasi dari
6

sumber kosmik ini bergantung kepada ketinggian, yaitu radiasi yang diterima akan

semakin besar apabila posisinya juga semakin tinggi.

b. Sumber radiasi terestrial. Radiasi terestrial secara alami dipancarkan oleh

radionuklida (sumber radiasi yang bersenyawa dengan unsur tanah bumi) didalam

kerak bumi. Radiasi ini dipancarkan oleh radionuklida yang disebut primordial yang

ada sejak terbentuknya bumi. Radionuklida yang ada dalam kerak bumi terutama

adalah deret Uranium, yaitu peluruhan berantai mulai dari Uranium‐238,

Plumbum‐206, deret Actinum (U‐235, Pb‐207) dan deret Thorium (Th‐232, Pb‐208).

Radiasi terestrial terbesar yang diterima manusia berasal dari Radon (R‐222) dan

Thoron (Ra‐220) karena dua radionuklida ini berbentuk gas sehingga dapat menyebar

kemana‐mana. Tingkat radiasi yang diterima seseorang dari radiasi terestrial ini

berbeda‐beda dari satu tempat ke tempat yang lain, bergantung kepada konsentrasi

sumber radiasi di dalam kerak bumi.

c. Sumber radiasi Internal. Sumber radiasi ini juga ada didalam tubuh manusia sejak

dilahirkan, dan bisa juga masuk kedalam tubuh manusai melalui makanan, minuman,

pernafasan, atau luka. Radiasi internal ini terutama diterima dari radionuklida C‐14,

H‐3, K‐40, Radon, selain itu masih ada lagi sumber lainnya seperti Pb‐210, Po‐210

yang banyak berasal ikan dan kerangkerangan. Buah‐buahan biasanya mengandung

unsur K‐40. Kedua, Sumber Radiasi Buatan. Sumber radiasi buatan telah diproduksi

sejak awal abad 20, dengan ditemukannya sinar X oleh Wilhelm Conrad Roentgen.

Saat ini sudah banyak sekali jenis dari sumber radiasi buatan baik yang berupa zat

radioaktif dan sumber pembangkit radiasi (pesawat sinar X dan Linear akselerator

atau LINAC).
7

2.2 Contoh Kasus Radiasi

1. Pemerintah Jepang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya seorang pekerja di

pembangkit listrik tenaga nuklir, Fukushima Daiichi, mengalami kanker yang

kemungkinan disebabkan dari paparan radiasi. Hal tersebut diumumkan pada Selasa

(20/10) sore WIB menurut situs Wall Street Journal, dikutip Rabu (21/10/2015).

Seorang pria berusia 30-an tahun, yang identitasnya dirahasiakan, telah didiagnosis

mengalami leukemia setelah bekerja di pabrik selama 18 bulan, antara tahun 2011

dan 2013, tutur kementerian kesehatan dan tenaga kerja Jepang. Dia melakukan

pekerjaan konstruksi di pembangkit listrik, lokasi kecelakaan terburuk yang pernah

terjadi dalam sejarah penggunaan nuklir di Jepang, menyusul krisis pada 2011, kata

kementerian tersebut. PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Fukushima

mengalami kebocoran setelah dilanda tsunami pada 2011. Kebocoran itu

menyebabkan tersebarnya radiasi yang membahayakan warga sekitar. Selama

periode 2011-2013, pria tersebut terkena dosis total 15,7 millisieverts radiasi.

Menurut PBB, rata-rata pada keadaan normal orang bisa terkena dosis radiasi dalam

2,4 millisieverts per tahun selama kehidupan sehari-hari, karena radiasi alam dan

buatan. Dan saat ini pekerja di Fukushima itu sedang mendapatkan pengobatan rawat

jalan. Sebanyak 44.537 orang bekerja di PLTN sejak kecelakaan itu. Menurut

operator Tokyo Electric Power Co, 15.408 orang dari mereka telah terkena radiasi

melebihi 10 millisieverts.

2. Louis Slotin adalah fisikawan dan ahli kimia Kanada yang ambil bagian dalam

Proyek Manhattan yang menciptakan bom atom untuk pertama kalinya. Pada 21 Mei
8

1946 Slotin dan tujuh rekannya melakukan percobaan nuklir dengan menempatkan

dua setengah bola ber-illium di sekitar inti plutonium. Slotin mencoba menstabilkan

bola berilium dengan tangan kiri menggunakan pisau dan obeng. Jam 3:20 obeng

tergelincir menyebabkan bola berilium jatuh dan menciptakan ledakan radiasi. Saat

itu juga Slotin berusaha mengakhiri reaksi. Namun, Slotin sudah terkena dosis

mematikan radiasi. Meski sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi 9 hari kemudian

dirinya meninggal.

3. Kecelakaan radiasi nuklir terburuk di Jepang berlangsung di Fasilitas Pemrosesan

Daur Ulang Uranium di Tokaimura, sebelah timur laut Tokyo, pada 30 September

1999. Tiga pekerja terkena radiasi dosis mematikan. Salah satu pekerja, Hiroshi

Couchi, dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Tokyo dan tiga hari setelah

kecelakaan ia bisa bicara dan hanya tangan kanannya sedikit bengkak dan

kemerahan. Namun, kondisi berangsur-angsur melemah karena radioaktivitas

menghancurkan kromosom di sel-selnya.

4. Marie Sklodowska Curie adalah seorang ahli fisika dan kimia dan perintis di bidang

radioaktivitas. Curie meneliti sifat-sifat yang berbeda dari dua bijih uranium,satu

bijih uranium, dan chalcolite. Curie melakukan tugas berat memisahkan radium dari

bijih-bijih uranium. Dari satu ton bijih-bijih uranium, sepersepuluh gram radium

klorida dipisahkan. Sayangnya, Curie tidak menyadari efek kerusakan akibat paparan

radiasi. Marie Curie meninggal pada 4 Juli 1934 karena anemia aplastik akibat

paparan radiasi.

2.3 Dampak Radiasi


9

1. Dampak Ringan

a. Vertigo

Vertigo adalah gejala yang dialami oleh individu yang merasa sekelilingnya

berputar. Ada yang menyebutnya sebagai “halusinasi gerakan” atau “ilusi bergerak”.

Individu yang bersangkutan merasakan adanya sensasi berputar-putar yang disertai

dengan rasa mual, muntah, telinga berdenging, sakit kepala, dan kelelahan. Kondisi

yang terkadang menimbulkan vertigo diantaranya pengerasan pembuluh darah

(arteriosclerosis), gangguan pada pembuluh otak, kafein, nikotin, dan alkohol. Namun,

menurut teori terbaru tentang melatonin, melatonin yang rendah dapat menimbulkan

gejala ini. Salah satu penghambat produksi hormon melatonin adalah radiasi elektro

magnetik, termasuk berasal dari ponsel.

b. Keletihan Menahun (Chronic Fatigue Syndrome)

Tanda awal gangguan ini berupa keletihan yang kuat, terjadi secara tiba-tiba dan

selalu berulang. Pada umumnya penderita mula-mula menderita bronkhitis, pilik,

hepatitis, atau stress emosional. Namun, sebagian orang yang hipersensitif terhadap

radiasi elektromagnetik akan mengalaminya. Radiasi medan elektromagnetik akan

menimbulkan penurunan produksi hormone mela.tonin. Secara umum, keluhan pada

keletihan menahun dapat berupa rasa lemah pada otot yang menetap atau hilang timbul,

rasa saki tpada otot yang menetap atau hilang timbul, rasa lemah atau sakit pada otot

dan persendian secara bersamaan yang menetap atau hilang timbul.

2. Dampak Berat

a. Insomnia
10

Insomnia adalah persepsi tentang kurangnya kualitas dan kuantitas tidur, dengan

akibat yang terkait pada siang hari. Keluhan yang dikemukakan, yaitu sulit

memulai tidur, sering terbangun dari tidur, sulit tidur lagi setelah terbangun malam

hari, dan cepat bangun di pagi hari. Sesuai definisinya, gejala tersebut berhubungan

dengan gangguan di siang hari, misalnya keletihan, konsentrasi maupun memori

terganggu, dan sebagainya. Namun, hormon melatonin yang turun, antara lain

karena rangsangans inar yang terang serta radiasi elektromagnetik ponsel, juga

dapat menimbulkan gangguan ini. Diagnosis lain tentang penyebab insomnia

mencakup gangguan neuropsikiatri seperti depresi, ansietas, demensia, juga

penyalahgunaan obat, maupun gangguan irama sirkadian. Salah satu penyebab

gangguan irama sirkadian yang menyebabkan orang sukar tidur adalah radiasi

elektromagnetik ‟.Itulah yang diucapkan oleh Anies (2009:65). Irama sirkadian

yang terganggu menyebabkan terganggunya irama bangun dan tidurnya seseorang.

Jika hal tersebut terjadi, maka orang yang bersangkutan akan mengantuk dan tidur

siang hari, sedangkan di malam hari ia justru akan terbangun dan suli tuntu ktidur.

b. Leukimia

Leukemia dapat menyerang pria dan wanita, tetapi angka kejadian leukemia pada

umumnya menyerang lebih banyak pria dari pada wanita. Faktor keturunan dan

lingkungan berperan dalam terjadinya leukemia.Faktor-faktor lingkungan berupa

kontak dengan radiasi. Faktor-faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi.

Radiasi di sini terutama berupa radiasi pegion, meskipun untuk kondisi tertentu

juga berasal dari radiasi non pegion. Tanda dan gejala leukemia akutadalahin feksi

berat disertai timbulnya luka pada selaput lendir, demam, napas cepat, mimisan,
11

dan perdarahan saluran cerna dan system saluran kemih.Dapat pula timbul gejala

kurang darah seperti pusing, cepat lelah, susah bernapas sewaktu bekerja fisik, dan

pucat yang nyata. Sedangkan tanda dan gejala leukemia kronik dapat berupa

kelelahan, kehilangan berat badan, produksi keringat yang meningkat, tidak tahan

panas, cepat kenyang, dan buang air besar tidak teratur.Semua tanda dan gejala

pada leukemia, baik akut maupun kronik, dapat merupakan gejala dan tanda khas

dari tiap-tiap leukemia atau pun merupakan gejala dan tanda gabungan dari kedua

jenis leukemia.

3. Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh perempuan.

Penyakit ini tidak dapat disembuhkan dan angka kematiannya cukup tinggi. Penyebab

pasti penyakit ini belum diketahui, meskipun banyak dugaan-dugaan yang disimpulkan

oleh para peneliti.Ternyata lingkungan berhubungan berat dengan kanker payudara,

dalam hal ini sebagai pemicu timbulnya kanker tersebut. Paparan bahan-bahan

radioaktif, sinar-X serta bahan lain yang termasuk radiasi pegion, beresiko

menimbulkan kanker payudara.

4. Kanker Tiroid ( iodium 131)

Jika pangan yang terkontaminasi zat radioaktif dikonsumsi manusia, jumlah

paparan zat radioaktif dalam tubuh manusia akan semakin bertambah. Sebenarnya,

secara alami tubuh manusia mengandung zat radioaktif dan terpapar banyak radiasi,

baik dar ialam maupun makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari. (3)

Semakin besar paparan zat radioaktif, semakin besar peluang munculnya radikal bebas
12

yang memicu kanker. Iodium 131 menyerang kelenjar tiroid, dan memicu kanker

tiroid.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dosis kontaminasi internal tiroid yang

disebabkan akibat mengkonsumsi produk susu adalah :

a. Waktu antara produksi dan konsumsi

Karena memiliki waktu paruh yang singkat, penundaan waktu komsumsi yang

disebabkan oleh pengolahan dan transportasi susu dapat menurunkan radio aktivitas

Iodium didalam susu Faktor ini memainkan peran penting dalam penelitian terakhir

dan tergantung dari apakah populasi yang mengkonsumsi terletak diperkotaan atau

dipedesaan. Pada umumnya, populasi perkotaan menggunakan olahan susu pabrik

sedangkan penduduk desa mengkonsumsi susu segar yang belum diproses

b. Tingkat konsumsi susu segara tau produk susu seperti keju

Susu kambing dan domba memiliki konsentrasi tertinggi kontaminasi I131

c. Umur dan jenis kelamin kelompok terpapar

Umur pada saat terpapar merupakan terpenting yang mempengaruhi konsentrasi

terkontaminasinya I131 dalam tubuh. Anak anak membutuhkan lebih banyak tiroid

dibandingkan dewasa sehingga kemungkinan terkontaminasi radiasi lebih besar.

Setelah usia 50, massa tiroid dan kapasitas pengambilan yodium berkurang secara

bertahap.

d. Distribusi geografis dari populasi berkaitan dengan yang mempengaruhi dosis

radiasi

Radiasi menyebabkan efek kesehatan ketika sel-sel yang cukup baik mengalami

kematian cukup cepat sehingga mengganggu fungsi jaringan, atau sel mengalami
13

kerusakan tidak sempuna lalu kemudian bermutasi menjadi karsinogenik. Paparan

terhadap kelenjar tiroid dari dosis sedang sampai dosis tinggi (6,5 hingga 2.000

centigray) dari secara linear meningkatkan resiko untuk kanker tiroid. Penyakit ini

terjadi pada sekitar 20 % orang tapi mungkin tidak terlihat hingga 30 tahuns etelah

paparan awal. Wanita memiliki lebih besar kemungkinan untuk terkena kanker tiroid d+I

bandingkanp ria (2:1) dan anak-anak memiliki resiko lebih besar dibandingkan orang

dewasa.bermutasi menjadi karsinogenik.

(Menurut Anonim (2009) , berikut ini adalah beberapa pengaruh lain yang

ditimbulkan oleh radiasil yang telah diteliti :

1. Memanaskan otak dan kulit

2. Resiko terkena Kanker

3. Kerusakan system pertahanan tubuh dan DNA

4. Bayi cacat

5. Peningkatan tekanan darah

6. Penyakit Alzheimer’s, Multiple sclerosis dan Pakinson’s

7. Jantung danbatu ginjal 8. Sakit kepala, pusing-pusing, dan kehilangan konsentrasi

Selain itu, menurut Anonim (2009), pengaruh radiasi terhadap organ reproduksi

dapat menimbulkan bahaya kesehatan salah satu diantaranya dapat menyebabkan

kemandulan. Penyebabnya dikarenakan testis lebih sensitive dari pada ovum. Radiasi

ponsel akanmerusaksel-selsperma, sehingga sperma tersebut akan rusak dan tidak dapat

membuahi. Jika terus-menerus mengenai tubuh maka akan menyebabkan terjadinya

kemandulan.
14

2.4 Mekanisme Terjadinya Dampak Radiasi

Tubuh manusia menyera piodium dan menyimpannya dalam kelenjar tiroid.

Ketika Iodium131 dilepaskan keatmosfer, tiroid menyimpannya sebagai alami iodium,

non-radioaktif. Iodium 131 menumpuk di kelenjar tiroid, memancarkan semburan radiasi

yang dapat merusak DNA dan materi genetic lainnya. Kerusakan tersebut dapat

menghapus batas-batas normal untuk pertumbuhan sel dan pembelahan. Pertumbuhan

tidak terkendali jaringan tiroid adalah kanker tiroid.

Radiasi menyebabkan efek kesehatan ketika sel-sel yang cukup baik mengalami

kematian cukup cepat sehingga mengganggu fungsi jaringan, atau sel mengalami

kerusakan tidak sempuna lalu kemudian bermutasi menjadi karsinogenik. Paparan

terhadap kelenjar tiroid dari dosis sedang sampai dosis tinggi (6,5 hingga 2.000

centigray) dari I131 secara linear meningkat kan resiko untuk kanker tiroid. Penyakit ini

terjadi pada sekitar 20 % orang tapi mungkin tidak terlihat hingga 30 tahun setelah

paparan awal. Wanita memiliki lebih besar kemungkinan untuk terkena kanker tiroid

dibandingkan pria dan anak-anak memiliki resiko lebih besar dibandingkan orang

dewasa.

Sekitar 1.800 kasus kanker tiroid dilaporkan terjadi dari kecelakaan pembangkit

listrik nuklir Chernobyl. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan yang diharapkan karena

asupan diet rendah yodium pada masyarakat dan daerahnya endemic gondok. Interaksi

radiasi dengan DNA dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur molekul gula atau

basa, putusnya ikatan hydrogen antarbasa, hilangnya basa dan lainnya. Kerusakan yang

lebih parah adalah putusnya salah satuu ntai DNA yang disebut single strand break, atau

putusnya kedua untai DNA yang disebut double strand breaks. Secara alamiah sel
15

mempunyai kemampuan untuk melakukan proses perbaikan terhadap kerusakan yang

timbul dengan menggunakan beberapa jenis enzim yang spesifik. Proses perbaikan dapat

berlangsung terhadap kerusakan yang terjadi tanpa kesalahan sehingg astruktur DNA

kembali seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan struktur pada sel. Tetapi dalam

kondisi tertentu, proses perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga

walaupun kerusakan dapat diperbaiki, tetapi tidak sempurna sehingga menghasilkan

DNA yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi.

Kerusakan yang terjadi pada DNA dan kromosom sel sangat bergantung pada

proses perbaikan yang berlangsung. Bila proses perbaikan berlangsung dengan

baik/sempurna, dan juga tingkat kerusakan sel tidak tererlalu parah, maka sel bisa

kembali normal. Bila perbaikan sel tidak sempurna, sel tetap hidup tetapi mengalami

perubahan. Bila tingkat kerusakan sel sangat parah atau perbaikan tidak berlangsung

dengan baik, maka sel akan mati. Sel yang paling sensitive terhadap pengaruh radiasi

adalah sel yang paling aktif melakukan pembelahan dan tingkat differensiasi

(perkembangan/kematangan sel) rendah. Sedangkan sel yang tidak mudah rusak akibat

pengaruh radiasi adalah sel dengan tingkat differensiasi yang tinggi.

Dosis tinggi radiasi pengion menghasilkan kerusakan pada objek biologi

menginduksi kematian sel. Sebaliknya, dosis rendah menginduksi terutama banyak

istirahat DNA untai ganda, penghapusan, mutasi titik dan / atau ketidakstabilan

kromosom. Pada karsinoma tiroid papiler, mutasi gen coding untuk efek torse panjang

jalur MAPK merupakan pusat untuk transformasi. Mutasititik BRAF paling sering terjadi

pada tumor sporadic, sebaliknya pada tumor akibat radiasi terjadi inverse paracentric

yang mengaktifkan reseptortirosin kinase RET dan NTRK1. Dilaporkan bahwa


16

penyusunan kembali BRAF melalui para centric dari kromosom 7q mengakibatkan

fusidi-frame antara ekson 1-8 dari gen AKAP9 dan ekson9-18 dari BRAF. Protein

fusiberisi domain protein kinase dan tidak memiliki bagian N-terminal dari autoinhibitory

BRAF. Protein ini memiliki aktivitas kinase tinggi dan mengubah NIH3T3 sel.

Perpaduan AKAP9-BRAF itu ditemukan pada perkembangan karsinoma tiroid papiler

setelah pemaparan pendek, sedangkan BRAF mutasi titik tidak hadir dalam kelompok

ini. Data ini menunjukkan bahwa pada kanker tiroid, radiasi mengaktifkan komponen

dari jalur MAPK terutama melalui paracentric kromosom, sedangkan dalam dari

penyakit, efektor sepanjang jalur yang sama di aktifkan secara dominan oleh mutasi titik.

Pada analisis gen ditemukan fusi antara RET yang terletak di kromosom 10q11.2

dan gen lain yang secara spesifik ditemukan pada kanker kelenjar tiroid. Hal ini secara

kolektif disebut penyusunan ulang RET/PTC dan mewakili gen chimeric. Di antara16

jenis RET / PTC, RET/PTC1 dan RET/PTC3 adalah varian yang paling umum dan

terdapat sekitar 90% dari semua gen chimeric (12). Prevalensi penyusunan ulang

RET/PTC3 berkisar dari 11% menjadi 43% pada kanker tiroid papiler dan 50-80% pada

pasien dengan riwayat paparan radiasi. Namun, prevailance tinggi semua RET / PTC

penyusunan ulang adalah karakteristik dari kanker papiler pada pasien muda dan tidak

spesifik untuk iradiasi. Tipe lain dari piñata ulang gen, AKAP9-BRAF fusi, telah

ditemukan di 11% dari kanker tiroid onset awal papiler tetapi 0%dari tumor dengan

latency lagi setelah kecelakaan.


17

2.5 Alat ukur Radiasi

Prinsip kerja peralatan alat ukur radiasi pada umumnya didasarkan pada interaksi zarah

radiasi terhadap detektor (sensor) yang sedemikian rupa sehingga tanggap (respon) dari alat akan

sebanding dengan efek radiasi atau sebanding dengan sifat radiasi yang diukur. Dalam

penggunaanya, alat ukur radiasi digunakan sebagai alat proteksi radiasi, yang dibedakan atas :

Surveymeter, Dosimeter personal, dan Monitor kontaminasi(Umbar, 2012)

a. Surveymeter (AlatUkurLajuDosis / Doserate meter)

Surveimeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi pada suatu area

secara langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat memperkirakan jumlah radiasi yang

akan diterimanya bila akan bekerja di suatu lokasi selama waktu tertentu. Dengan

informasi yang ditunjukkan surveimeter ini, setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak

terkena paparan radiasi yang melebihi batas ambang yang diizinkan(Umbar, 2012).

Sebagaimana fungsinya, suatu surveimeter harus bersifat portable meskipun tidak

perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi survaimeter terdiri atas detektor dan

peralatan penunjang seperti terlihat gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan

adalah cara arus (current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai

intensitas radiasi. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala

dosis, misalnya dengan satuan roentgent/jam(Umbar, 2012).

Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti

detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari

segipraktisdanekonomis, detektorisian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan.


18

Detektor sintilasi juga banyak digunakan, khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma,

karena mempunyai efisiensi yang tinggi(Umbar, 2012).

Terdapat beberapa jenis survey meter yang digunakan untuk jenis radiasi yang

sesuai sebagai berikut:

1. Surveymeter Gamma

Surveimeter gamma merupakansurveimeter yang sering digunakan dan pada

prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering

digunakan adalah detektorisian gas proporsional, GM (Geiger Muller) atau detector

sintilasi NaI(Tl)(Umbar, 2012).

2. Surveymeter Beta dan Gamma

Berbeda dengan surveimeter gamma biasa, surveimeter beta dan gamma

mempunyai detektor yang terletak di luar badan survey meter dan mempunyai

“jendela” yang dapat dibuka atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi

beta, maka jendelanya harus dibuka. Sebaliknya untuk radiasi gamma, jendelanya

ditutup. Detektor yang sering digunakan adalah detektorisian gas proporsional atau

GM (Geiger Muller)(Umbar, 2012).

Perlu diketahui bahwa pada Detektor Beta Gamma Analog untuk membedakan

radiasi beta dan gamma perlu perlakuan khusus. Apabila detektor digunakan untuk

mendeteksi radiasi gamma maka penutup (warna merah) tetap digunakan, sedangkan

untuk mendeteksi radiasi beta maka penutup harus dilepas (Umbar, 2012).

3. Surveymeter Alpha

Surveymeter ini sama dengan surveymeter gamma, hanya penggunaan

detektornya harus mempunyai window tipis dan penutup yang dapat dilepas. Bila
19

digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha, maka penutup harus dibuka

sedangkan untuk radiasi beta penutup dipasang sehingga menyaring radiasi alpha

(Irwanto, 2017).

4. Survey meter Netron

Survey meter ini digunakan untuk mengukur radiasi netron. Survey meter ini

menggunakan detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau survey meter

biasa (untuk gamma) yang windownya dilapisi dengan boron. Surveymeter

netron ini juga dilengkapi dengan bahan paraffin sebagai bahan penahan radiasi atau

polietilen sehingga dapat membedakan energy netron(Irwanto, 2017).

5. Surveimeter Multipurpose

Dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana surveimeter

biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu tertentu, dapat

diatur, seperti system pencacah dan bahkan bias menghasilkan spectrum distribusi

energy radiasi seperti system spektroskopi (Umbar, 2012).

Surveymeter ini digunakan untuk mengukur laju dosis/paparan radiasi pada

suatu lokasi secara langsung. Surveymeter ini merupakan jenis surveymeter

digital, sehingga tampilannya secara otomatis muncul hasil berupa angka dan

satuan yang digunakan. Surveymeter digital ini menggunakan detektor

proporsional(Irwanto, 2017).

b. Dosimeter

Dosimeter mengukur kumulatif energi yang diserap sebagai akibat terhadap

paparan radiasi pengion. Dosimeter personal harus dipakai pekerja radiasi untuk

mengukur paparan radiasi. Dosimeter digunakan secara rutin mencatat dosis kumulatif
20

paparan eksterna. Dosimeter menyediakan pembacaan seketika, dan mungkin juga

memberikan alarm bila dosis yang terukur mencapai nilai yang telah diatur (setting) oleh

pemakai atau pekerja. Integrasi doserate meter dan dosimeter digunakan untuk menaksir/

memperkirakan paparan eksterna yang cepat berubah. Personal dosimeter dan integrasi

doserate meter mengukur dosis ekivalen bahaya eksternal yang berubah terhadap waktu.

(1)

Dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis

yang telah mengenai sebelumnya. Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran

kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang

bekerja di medan radiasi.

1. Dosimeter Saku

Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga

prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan

tanggapan secara langsung karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi

akan “disimpan” seperti halnya suatu kapasitor.

Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang

diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components)

sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara

mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung

menampilkan angka hasil pengukurannya. Dosimeter saku digital ini juga tidak

membutuhkan peralatan charger terpisah karena sudah built in di dalamnya.

Setiap kali diaktif-kan, secara otomatis dosimeter ini menampilkan angka nol.

2. Film Badge
21

Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder.

Sebagaimana telah dibahas sebelum ini, bahwa detektor film dapat “menyimpan”

dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum

diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya –atau telah

mengenai orang yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses

akan semakin pekat. Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika

digunakan juga berfungsi sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya

beberapa jenis filter pada holder, maka dosimeter film badge ini dapat

membedakan jenis dan energi radiasi yang telah mengenainya. (1)

3. Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

Sebagaimana film badge, dosimeter ini digunakan selama jangka waktu

tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah

dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan

kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan

cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter

ini adalah TLD reader. Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah

terletak pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan

setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi. (1)

c. Monitor Kontaminasi

Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi kalau

sampai terjadi di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja dengan

sumber radiasi terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk, atau gas. Adapun yang
22

terkontaminasi biasanya adalah peralatan, meja kerja, lantai, tangan, sepatu(Umbar,

2012).

Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah terkontaminasi

sangat rendah, maka alat ukur ini harus mempunyai efisiensi pencacahan yang sangat

tinggi. Detektor yang digunakan untuk monitor kontaminasi ini harus mempunyai

“jendela” (window) yang luas, karena kontaminasi tidak selalu terjadi pada satu daerah

tertentu, melainkan tersebar pada permukaan yang luas. Tampilan dari monitor

kontaminasi ini biasanya menunjukkan kuantitas radiasi (laju cacah) seperti cacah per

menit atau cacah per detik (cpd). Nilai ini harus dikonversikan menjadi satuan aktivitas

radiasi, Currie atau Becquerel, dengan hubungan sebagai berikut(Umbar, 2012).

A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan h adalah efisiensi alat pengukur.

Monitor kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor kontaminasi

permukaan, monitor kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi udara

(airborne)(Umbar, 2012).

1. Monitor Kontaminasi Permukaan.

Monitor kontaminasi permukaan (surface monitor) digunakan untuk mengukur

tingkat kontaminasi segala permukaan, misalnya meja kerja, lantai, alat ukur ataupun

baju kerja(Umbar, 2012).

2. Monitor Kontaminasi Perorangan.

Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi

pada bagian-bagian tubuh dari pekerja radiasi. Bagian tubuh yang paling sering

terkontaminasi adalah tangan dan kaki, sehingga terdapat monitor kontaminasi khusus
23

untuk tangan dan kaki yaitu hand and foot contamination monitor. Suatu instalasi

yang modern biasanya dilengkapi dengan monitor kontaminasi seluruh tubuh (whole

body monitor). Setiap pekerja yang akan meninggalkan tempat kerja harus diperiksa

terlebih dahulu dengan monitor kontaminasi (Umbar, 2012).

1) Monitor tangan dan kaki (Hand and Foot monitor) yang digunakan

untuk mengukur tingkat kontaminasi pada tangan dan kaki. Setiap pekerja

radiasi yang menggunakan sumber terbuka, seharusnya mengukur tingkat

kontaminasi tangan dan kaki setelah selesai melaksanakan tugas (Irwanto, 2017).

2) Monitor seluruh tubuh (Whole body monitor) digunakan untuk mengukur

tingkat kontaminasi seluruh tubuh. Peralatan ini biasanya ditempatkan di pintu

keluar fasilitas yang mempunyai potensi kontaminasi sangat tinggi, dan setiap

pekerja radiasi harus mengukur tingkat kontaminasi seluruh tubuh (Irwanto,

2017). Monitor seluruh tubuh bentuknya mirip seperti alat pendeteksi logam yang

ada di bandara untuk manusia.Alarm akan berbunyi jika ada zat radioaktif yang

melewatinya (Nikmah, 2017).

3. Monitor Kontaminasi Udara.

Alat ini digunakan untuk mengetahui keberadaan radioaktif di ruangan atau

diatmosfer. Tiga hal yang menjadi parameter mengapa alat proteksi radiasi perlu

dikalibrasi(Nikmah, 2017):

1. Kalibrasi rutin sesui tanggal kalibrasi

2. Alat proteksi radiasi tersebut baru

3. Alat proteksi radiasi tersebut setelah diperbaiki karena terjadi kerusakan.


24

2.6 Cara Menggunakan Alat Ukur Radiasi

a. Surveymeter (Alat Ukur Laju Dosis / Doserate meter)

a) Surveymeter Gamma

Langkah dalam menggunakan alat ini, yaitu(Irwanto, 2017) :

 Terlebih dahulu mengecek tanggal kalibrasi dan juga factor kalibrasi.

 Memeriksa baterai. Untuk mengecek apakah baterai masih layak untuk

digunakan, caranya dengan menekan tombol bat yang ada pada posisi

berdekatan dengan tombol reset. Apabila jarum bergerak dan berhenti pada

tulisan ”baterai OK”, berarti baterai masih layak untuk digunakan. Sedangkan

apabila jarum bergerak dan berhenti tidak pada tulisan ”baterai OK”, berarti

baterai harus diganti. Dalam memeriksa baterai, survey meter harus dalam

keadaan ON agar jarum dapat bergerak.

 Memeriksa satuan dan skala yang digunakan. Kita dapat menggunakan skala

x0,1 ; x1 ; x10 ; ataupun x100. Dalam menentukan skala yang

digunakan, kita menggunakan ukuran skala yang paling besar, jika tidak

terbaca barulah diturunkan nilai skalanya. Sedangkan untuk satuan, perlu

diperhatikan skala apa yang ingin digunakan, apakah mikro Sievert per jam

ataukah mR per Jam.

 Dalam penggunaanya sumber radiasi didekatkan dengan cerobong window

pada surveymeter .

 Sedangkan untuk pembacaan Surveymeter sendiri, harus dikalikan antara hasil

yang terbaca pada surveymeter dengan factor kalibrasinya.

b) Surveymeter Beta dan Gamma


25

Langkah awal sebelum menggunakan Surveymeter ini ialah(Irwanto, 2017):

 Terlebih dahulu mengecek tanggal kalibrasi dan juga faktor kalibrasi.

Jika tanggal kalibrasi telah melewati tanggal saat ini, maka alat tersebut tidak

boleh digunakan lagi dan harus dikalibrasi ulang. Sedangkan untuk

faktor kalibrasinya, harus berada direntang angka 0,8 hingga 1,2. Jika

faktor kalibrasi berada dibawah 0,8 ataupun diatas 1,2 maka alat tersebut

seharusnya tidak digunakan lagi.

 Memeriksa baterai. Untuk mengecek apakah baterai masih layak untuk

digunakan, caranya dengan menekan tombol bat yang ada pada posisi

berdekatan dengan tombol reset. Apabila jarum bergerak dan berhenti pada

tulisan ”baterai OK”, berarti baterai masih layak untuk digunakan.

Sedangkan apabila jarum bergerak dan berhenti tidak pada tulisan

”baterai OK”, berarti baterai harus diganti. Dalam memeriksa baterai,

surveymeter harus dalam keadaan ON agar jarum dapat bergerak. Adapun

baterai yang digunakan ialah baterai berukuran D berjumlah 2 buah.

Untuk menghemat baterai biasanya setelah selesai digunakan, baterai akan

dilepas.

 Memeriksa satuan dan skala yang digunakan. Kita dapat menggunakan skala

x0,1 ; x1 ; x10 ; ataupun x100. Dalam menentukan skala yang

digunakan, kita menggunakan ukuran skala yang paling besar, jika tidak

terbaca barulah diturunkan nilai skalanya. Sedangkan untuk satuan, perlu

diperhatikan skala apa yang ingin digunakan, apakah mikro Sievert per jam

ataukah mR per Jam.


26

 Dalam penggunaanya sumber radiasi didekatkan dengan cerobong

window pada surveymeter .

 Sedangkan untukpembacaan Surveymeter sendiri, harus dikalikan antara hasil

yang terbaca pada surveymeter dengan faktor kalibrasinya. Sebagai

contoh, jika hasil pada surveymeter menunjukan 2 mikro Sievert per

Jam, harus dikalikan dengan faklor kalibrasinya sebesar semisal 0,987.

Sehingga diperoleh hasil pengukuran sebenarnya ialah 0,493 mikro Sievert

per Jam.

c) Surveymeter Alpha.

Surveymeter ini sama dengan surveymeter gamma, hanya penggunaan

detektornya harus mempunyai window tipis dan penutup yang dapat dilepas. Bila

digunakan untuk mendeteksi radiasi alpha, maka penutup harus dibuka

sedangkan untuk radiasi beta penutup dipasang sehingga menyaring radiasi

alpha (Irwanto, 2017).

Surveimeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan surveimeter

dan terdapat satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat

tipis, biasanya terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau

tergores benda tajam. Detektor yang digunakan adalah detektorisian gas

proporsional atau detector sintilasi ZnS(Ag)(Umbar, 2012).

d) Survey meter Netron

Langkah awal sebelum menggunakan Surveymeter Netron ini ialah(Irwanto,

2017):
27

 Terlebih dahulu mengecek tanggal kalibrasi dan juga faktor kalibrasi.

Jika tanggal kalibrasi telah melewati tanggal saat ini, maka alat tersebut tidak

boleh digunakan lagi dan harus dikalibrasi ulang. Sedangkan untuk

faktor kalibrasinya, harus berada direntang angka 0,8 hingga 1,2. Jika

faktor kalibrasi berada dibawah 0,8 ataupun diatas 1,2 maka alat tersebut

seharusnya tidak digunakan lagi.

 Memeriksa baterai. Untuk mengecek apakah baterai masih layak untuk

digunakan, caranya dengan menekan tombol bat yang ada pada posisi

berdekatan dengan tombol reset. Apabila jarum bergerak dan berhenti pada

tulisan ”batrai OK”, berarti baterai masih layak untuk digunakan.

Sedangkan apabila jarum bergerak dan berhenti tidak pada tlisan ”baterai

OK”, berarti baterai harus diganti. Dalam memeriksa baterai, surveymeter

harus dalam keadaan ON agar jarum dapat bergerak. Adapun baterai yang

digunakan ialah baterai berukuran D berjumlah 2 buah. Untuk

menghemat baterai biasanya setelah selesai digunakan, baterai akan dilepas.

 Memeriksa satuan dan skala yang digunakan. Kita dapat menggunakan skala

x0,1 ; x1 ; x10 ; ataupun x100. Dalam menentukan skala yang

digunakan, kita menggunakan ukuran skala yang paling besar, jika tidak

terbaca barulah diturunkan nilai skalanya. Sedangkan untuk satuan, perlu

diperhatikan skala apa yang ingin digunakan, apakah mikro Sievert per

jam ataukah mR per Jam.

 Dalam penggunaanya sumber radiasi didekatkan dengan

surveymeter.
28

 Sedangkan untuk pembacaan Surveymeter sendiri, harus dikalikan antara

hasil yang terbaca pada surveymeter dengan faktor kalibrasinya. Sebagai

contoh, jika hasil pada surveymeter menunjukan 2 mikro Sievert per Jam,

harus dikalikan dengan faklor kalibrasinya sebesar semisal 0,987.

Sehingga diperoleh hasil pengukuran sebenarnya ialah 0,493 mikro Sievert

per Jam

e) Surveimeter Multipurpose

Langkah awal sebelum menggunakan alat ini ialah(Irwanto, 2017):

 Terlebih dahulu mengecek tanggal kalibrasi dan juga faktor kalibrasi.

Jika tanggal kalibrasi telah melewati tanggal saat ini, maka alat tersebut tidak

boleh digunakan lagi dan harus dikalibrasi ulang. Sedangkan untuk

faktor kalibrasinya, harus berada direntang angka 0,8 hingga 1,2.

 Memeriksa baterai. Pada saat dinyalakan, surveymeter ini akan

menunjukan jumlah baterai yang ada. Surveymeter ini juga akan

mengeluarkan suara alarm sebagai indikasi baterai telah habis. Namun

untuk menghemat baterai biasanya setelah selesai digunakan, baterai akan

dilepas.

 Memeriksa satuan yang digunakan,seperti yang telah tertera pada gambar

menunjukan bahwa satuan yang digunakan ialah mikro Sievert per jam.Cara

penggunaan alat ini adalah dengan mendekatkan Surveymeter pada

sumber radioaktif. Ada catatan tertentu dalam penggunaan Surveymeter

ini, yaitu lubang penyaring detektor pada surveymeter tidak boleh

mengenai sumber radioaktif. Jika sumber radioaktif mengenai lubang


29

penyaring detektor, maka surveymeter akan terkontaminasi radiasi sehingga

pembacaan surveymeter menjadi tidak akurat lagi.

 Dalam pembacaan Surveymeter, harus dikalikan antara hasil yang terbaca

pada surveymeter dengan faktor kalibrasinya. Jika hasil pada surveymeter

menunjukan 0,161 mikro Sievert per Jam sebagaimana pada gambar diatas,

harus dikalikan dengan faklor kalibrasinya sebesar 0,987. Sehingga

diperoleh hasil pengukuran sebenarnya ialah 0,159 mikro Sievert per Jam.

Prosedur Pemakaian Surveimeter terdapat tiga langkah penting yang perlu

diperhatikan sebelum menggunakan surveymeter adalah(Umbar, 2012):

1) Memeriksa baterai

Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegang antinggi detektor. Bila

tegangan tinggi detector tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detector tidak

peka atau tidak sensitive terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya survaimeter

akan menunjukkan nilai yang salah.

2) Memeriksa sertifikat kalibrasi.

Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan

memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter

yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis

sebenarnya.

Dsebenarnya = Dterukur x Faktor Kalibrasi

Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter

tersebut harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.

3) Mempelajari pengoperasian dan pembacaan


30

Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan survaimeter

“baru”. Setiap survaimeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang

berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100

dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala rontgent /

jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau bahkan masih dalam cpm

(counts per minutes).

b. Dosimeter

a) Dosimeter Saku

CARA PENGGUNAAN

a. Mula-mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi muatan

menggunakan charger yaitu suatu catu daya dengan tegangan tertentu.

Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena perbedaan

potensial.

b. Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan 'charging' maka

penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol.

c. Dalam pemakaian di tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki

detektor maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas, sehingga akan

terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan bergerak menuju

anoda atau katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum

dan dinding detektor. Perubahan perbedaan potensial

ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.


31

d. Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detector sebanding dengan

intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga

sebanding dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor.

e. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan menjadi

nilai dosis.

b) Film Badge

CARA PENGGUNAAN

a. Menggunakan detektor emulsi foto (Emulsi AgBr), detektor ini dapat

menyimpan atau merekam dosis radiasi yang mengenainya secara

akumulasi selama film belum diproses.

b. Alat ini hanya boleh digunakan hanya selama 1-3 bulan saja, setelah itu

harus segera diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah

diterimanya. (AKHSANUR, 2010)

c. Pemrosesan dilakukan dengan larutan kimia yang akan memunculkan

bayangan hitam pada film tersebut.

d. Tingkat kehitaman bayangan film sebanding dengan intensitas radiasi

yang mengenainya. Semakin banyak radiasi yang mengenainya, tingkat

kehitaman film akan semakin pekat.

c) Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

CARA PENGGUNAAN

a. Cara penggunaannya hampir sama dengan film badge, tetapi bahan yang

digunakan kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF

(lithium flourida ).
32

b. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses

termoluminisensi (Proses thermo luminescence didefinisikan sebagai

pancaran cahaya dari suatu benda padat sebagai akibat proses eksitasi

yag disebabkan oleh radiasi pengion. (Akhadi, 2000) ). Senyawa lain

yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.

c. Sama halnya dengan film badge, alat ini hanya boleh digunakan selama

1-3 bulan kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang

telah diterimanya.

d. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai

temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya

yang dipancarkannya, dengan menggunakan alat TLD-reader.

e. Terakhir, hasil darii alat TLD-reader tadi dikonversi dalam pembacaan

dosis radiasi.

c. Monitor Kontaminasi

a) Monitor Kontaminasi Permukaan

CARA PENGGUNAAN :

1. Letakkan alat monitor ini pada permukaan yang akan dimonitor.

2. jangan dikontakkan langsung dengan permukaan melainkan diletakkan

sedekat mungkin dengan permukaan untuk menghindari alat terkontaminasi

dengan zat radioaktif (Nikmah, 2017).

3. Hasil atau tampilan dari monitor ini biasanya menunjukkan kuantitas radiasi

(laju cacah) seperti cacah per menit atau cacah per detik (cpd).
33

4. Terakhir, nilai tersebut dikonversi menjadi satuan aktivitas radiasi, Currie atau

Becquerel.

b) Monitor Kontaminasi Perorangan.

1) Monitor tangan dan kaki (Hand and Foot monitor)

CARA PENGGUNAAN :

1. Alat monitor yang digunakan merupakan alat khusus yang disebut

dengan hand and foot contamination monitor.

2. Setelah pekerja yang bekerja pada radiasi yang menggunakan sumber

terbuka, maka letakkan alat monitor tersebut pada bagian tangan dan

kaki untuk mengetahui tingkat kontaminasi pada bagian tangan dan

kaki

2) Monitor seluruh tubuh (Whole body monitor)

CARA PENGGUNAAN :

1. Para pekerja radiasi yang telah menyelesaikan tugasnyamendeteksi

seluruh tubuhnya menggunakan alat tersebut dengan cara mengarahkan

alat tersebut ke bagian kepala hingga kaki.

2. Alat tersebut akan mendeteksi dan berbunyi ketika ada zat radioaktif yang

melewatinya.

c) Monitor Kontaminasi Udara

CARA PENGGUNAAN :

1. Menyedot udara diruangan sambil disaring udaranya menggunakan kertas

filter khusus.
34

2. Setelah itu kertas filter ini akan dideteksi menggunakan Monitor gas yang

digunakan untuk mendeteksi dan mengukur gas-gas radioaktif di

atmosfer.

3. Zat yang akan terdeteksi adalah alfa dan beta, sedangkan gamma tidak.Sebab

radiasi gamma adalah radiasi non partikel sehingga gamma tidak

akantersaring oleh filter, sedangkan alfa serta beta akan tersaring sebab

keduanyamerupakan partikel(Nikmah, 2017).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Radiasi dalam istilah fisika pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari
suatu sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau perantara.

Beberapa contohnya adalah perambatan panas, perambatan cahaya, dan perambatan

gelombang radio.

2. Kecelakaan radiasi nuklir terburuk di Jepang berlangsung di Fasilitas Pemrosesan

Daur Ulang Uranium di Tokaimura, sebelah timur laut Tokyo, pada 30 September

1999. Tiga pekerja terkena radiasi dosis mematikan. Salah satu pekerja, Hiroshi

Couchi, dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Tokyo dan tiga hari setelah

kecelakaan ia bisa bicara dan hanya tangan kanannya sedikit bengkak dan kemerahan.

Namun, kondisi berangsur-angsur melemah karena radioaktivitas menghancurkan

kromosom di sel-selnya.

3. Dampak radiasi, yaitu :

1) Dampak Ringan

a. Vertigo

b. Keletihan Menahun (Chronic Fatigue Syndrome)

2) Dampak Berat

a. Insomnia

35
36

b. Leukimia

3) Kanker Payudara

4) Kanker Tiroid ( iodium 131)

4. Tubuh manusia menyera piodium dan menyimpannya dalam kelenjar tiroid. Ketika

Iodium131 dilepaskan keatmosfer, tiroid menyimpannya sebagai alami iodium, non-

radioaktif. Iodium 131 menumpuk di kelenjar tiroid, memancarkan semburan radiasi

yang dapat merusak DNA dan materi genetic lainnya. Kerusakan tersebut dapat

menghapus batas-batas normal untuk pertumbuhan sel dan pembelahan. Pertumbuhan

tidak terkendali jaringan tiroid adalah kanker tiroid.

Radiasi menyebabkan efek kesehatan ketika sel-sel yang cukup baik mengalami

kematian cukup cepat sehingga mengganggu fungsi jaringan, atau sel mengalami

kerusakan tidak sempuna lalu kemudian bermutasi menjadi karsinogenik. Paparan

terhadap kelenjar tiroid dari dosis sedang sampai dosis tinggi (6,5 hingga 2.000

centigray) dari I131 secara linear meningkat kan resiko untuk kanker tiroid. Penyakit

ini terjadi pada sekitar 20 % orang tapi mungkin tidak terlihat hingga 30 tahun setelah

paparan awal. Wanita memiliki lebih besar kemungkinan untuk terkena kanker tiroid

dibandingkan pria dan anak-anak memiliki resiko lebih besar dibandingkan orang

dewasa.

5. Alat ukur yang dipakai untuk mengukur Radiasi

a. Surveymeter (AlatUkurLajuDosis / Doserate meter)


b. Dosimeter
c. Monitor Kontaminasi

6. Cara menggunakan alat ukur Radiasi ini berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
37

3.2 Saran

Dengan adanya materi tentang Radiasi ini, dalam mata kuliah Higiene Industri kita sebagai

tenaga kesehatan masyrakat yang memiliki basic ‘mencegah’. Dapat menambah ilmu dalam

pencegahan akibat dari dampak radiasi untuk diri sendiri dan masyarakat. Sehingga dengan ini,

diharapkan kita dapat mempelajari tentang materi ini, dan materi kelompok lainnya dengan baik,

agar dapat berdampak tidak ada diri kita sendiri tetapi untuk banyak orang. Serta, saran dari Ibu

dosen kami harapkan untuk perbaikan makalah/isi dari materi kami. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA

AKHSANUR. (2010, 10). Retrieved 5 1, 2019, from http://dadang-


saksono.blogspot.com/2010/10/film-badge.html

Irwanto, Y. (2017). LAPORAN PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PROTEKSI RADIASI


PENGENALAN ALAT UKUR RADIASI. Retrieved Mei 1, 2019, from DOCPLAYER:
https://docplayer.info/48408804-Laporan-praktikum-alat-deteksi-dan-proteksi-radiasi-
pengenalan-alat-ukur-radiasi.html

Irwanto, Y. (2017). LAPORAN PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PROTEKSI RADIASI


PENGENALAN ALAT UKUR RADIASI. Retrieved Mei 1, 2019, from SCRIBD:
https://docplayer.info/48408804-Laporan-praktikum-alat-deteksi-dan-proteksi-radiasi-
pengenalan-alat-ukur-radiasi.html

Nikmah, K. R. (2017, Mei 2). Laporan Praktikum Alat Deteksi Pengukuran RadiasI. Retrieved
Mei 1, 2019, from SRIBD: https://www.scribd.com/document/357993109/ADPR-Pengenalan-
Alat-Ukur

Putra, P. (n.d.). Pengertian Radiasi. Retrieved Mei 1, 2019, from SCRIBD:


https://www.scribd.com/doc/284319710/Pengertian-Radiasi

Ratri, L. R. (2019, April 3). Radiasi. Retrieved Mei 1, 2019, from Academia.edu:
https://www.academia.edu/7857748/Makalah_Radiasi.

Supriyono, P., S., W. C., Rahim, A. H., & Murni, T. W. (2017). Keamanan Peralatan Radiasi
Pengion Dikaitkan Dngan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kesehatan Di Bidang Radiologi
Diagnostik. SOEPRA Jurnal Hukum Kesehatan , 102-116.

Swamardika, A. (2012, Agustus 7). PENGARUH RADIASI GELOMBANG


ELEKTROMAGNETIK TERHADAP KESEHATAN MANUSIA. Retrieved Mei 1, 2019, from
Majalah Ilmiah Teknologi Elektro: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JTE/article/view/1585

38
39

Umbar, T. (2012, Oktober 9). Alat Ukur Radiasi. Retrieved Mei 1, 2019, from SCRIBD:
https://www.scribd.com/doc/118551645/Alat-Ukur-Radiasi

Umbar, T. (2012, Oktober 9). Alat Ukur Radiasi. Retrieved Mei 1, 2019, from SRIBD:
https://www.scribd.com/doc/118551645/Alat-Ukur-Radiasi

Anda mungkin juga menyukai