PENGOLAHAN LIMBAH B3
OLEH :
Masalah limbah menjadi perhatian serius dari masyarakat dan pemerintah Indonesia akibat
perkembangan industri yang merupakan tulang punggung peningkatan perekonomian Indonesia.
Keanekaragaman jenis limbah akan tergantung pada aktivitas industri serta penghasil limbah
lainnya.
Limbah industri terbagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Hazardous Waste
- Aktivitas pertanian (penggunaan pestisida)
- Kegiatan enersi (seperti limbah radioaktif PLTN)
- Kegiatan kesehatan (limbah infectious & rumah sakit)
- Kegiatan rumah tangga (penggunnaan baterai merkuri)
Pada permulaan tahun 1970-an, lebih dari 85% hasil industri indonesia berasal dari kegiatan
industri yang berlokasi di pulau Jawa. Sekitar 55% dari pusat-pusat industri di pulau Jawa berlokasi
didaerah perkotaan, yang kemudian naik menjadi 60% pada tahun 1990-an.
Menurut World Bank, ada 3 pola pertumbuhan industri yang perlu diperhatikan, yaitu :
Kecepatan pertumbuhan sektor industri
Distribusi spasial yang belum merata
Pergeseran jenis industri
PENCEMARAN
Bank Dunia melaporkan bahwa intensitas penemaran dari limbah berbahaya ternyata cenderung
meningkat sejak 1970, yang ditandai dengan meningkatnya cemaran-cemaran toksik dan logam-logam
bioakumulatif.
Dari karakteristik limbah B3, terlihat bahwa pengaruhnya pada kesehatan dan keselamatan
manusia dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Dapat mencelakakan manusia secara langsung dan bersifat segera bila terpapar : sifat
mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaksi dan korosif.
Dapat beracun (toksik) bagi manusia, baik dalam jangka pendek (akut) maupun dalam
jangka panjang (kronis).
Dapat menimbulkan penyakit (menyebabkan infeksi), berasal dari kegiatan medis (rumah
sakit).
Dari penggolongan tersebut, maka kelompok yang bersifat toksik, khususnya yang bersifat
kronis yang perlu mendapatkan perhatian, karena pengaruhnya tidak langsung atau tidak
nampak setelah terpapar.
EKSPORT LIMBAH BERBAHAYA DARI NEGARA INDUSTRI
Dalam hal masalah lintas batas limbah ini, indonesia telah meratifikasi Konversi
Basel, yang akan berupaya mengatur eksporr dan impor serta pembuangan limbah B3
secara tidak sah melalui Keputusan Presiden RI No.61/1993 tentang pegesahan Convension
on The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal.
BAB II
PERATURAN PENGOLAHAN LIMBAH B3
PENDAHULUAN
Pada dasarnya pengelolaan limbah B3 di Indonesia mengacu pada prinsip-prinsip dan pedoman
pembangunan berkelanjutan yang telah dituangkan dalam peraturan perundang-undangan,
khusunya Undang-Undang No.23 tahun 1997 tentang ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Secara spesifik pengelolaan limbah B3 diatur dalam :
Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
Peraturan Pemerintah No.85 Tahun 1999 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah No.18 tahun
1999, sebagai pengganti PP 19/1994 juncto PP 12/1995.
Beberapa baku mutu yang mengatur besaran limbah B3 terdapat dalam peraturan tersebut, yaitu :
Lampiran II PP 85/1999
Tabel 2 Kep-03/Bapedal/09/95
Tabel 3 Kep-03/Bapedal/09/95
Tabel 4 Kep-03/Bapedal/09/95
Tabel 2 Kep-04/Bapedal/09/95
PERATURAN IMPOR-EKSPOR LIMBAH B3
Sebagai negara kepulauan dengan perairannya yang terbuka, Indonesia sangat potensial
sebagai tempat pembuangan limbah berbahaya, baik antar pulau di Indonesia, maupun limbah
yang datang dari luar negeri.
perjalan limbah dalam rantai pengelolaan wajib disertai dokumen. Dokumen limbah akan
memegang peranan penting dalam pemantauan perjalanan limbah B3 dari penghasil sampai ke
pengolah limbah, dokumen dibuat dalam 7 rangkap :
Lembar 1, disimpan pengangkut dan ditandatangani oleh penghasil (pengirim)
Lembar 2, dikirimkan kepada Bapedal setelah ditandatangani oleh pengangkut
Lembar 3, disimpan oleh penghasil atau pengumpul setelah ditandatangani oleh pengangkut
Lembar 4, diserahkan pengangkut kepada pengumpul atau pengolah
Lembar 5, dikirimkan kepada bapedal oleh pengumpul atau pengolah
Lembar 6, dikirimkan kepada Bupati/Walikota setelah ditandatangani oleh penerima
Lembar 7, dikirimkan kembali oleh pengolah limbah kepada penghasil.
PENGHASIL LIMBAH B3
Membuat dan menyimpan catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu yang dihasilkan
serta waktu penyerahan limbah tersebut, berikut nama pengangkutnya. Catatan tersebut wajib
disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada instansi yang bertanggung jawab
dengan tembusan kepada pimpinan instansi terkait Bupati/Walikota.
Memberi label pada kemasan limbah B3 yang menunjukkan karakter dan jenis limbah, sesuai
dengan yang telah dditetapkan oleh Bapedal.
Memiliki sistem tanggap darurat dan melaksanakannya bila terjadi keadaan darurat.
PENYIMPANAN LIMBAH B3
Dokumen pengangkutan tersebut pada intinya berisi informasi antara lain tentang:
Nama bahan yang dikirim (shipping name)
Kelas bahaya dari bahan tersebut (Hazard class)
Nomor identifikasi (Identification number)
Kelompok kemasan (packing group)
Kuantitas (berat, volume dan sebagainya)
Kep-05/Bapedal/009/1995 mengatur tentang simbol dan label, yaitu mengacu pada pengaturan
bahan berbahaya yang diatur secara internasional, kemudian diterapkan untuk limbah berbahaya,
sehingga memudahkan dalam pemahamannya, misalnya dalam bentuk, warna, lambang dan
penomoran.
Simbol berbentuk busur sangkar diputar 45 sehingga membentuk belah ketupat, dengan
gambar spesifik. Menurut Bapedal terdapat 8 jenis simbol yaitu :
Limbah mudah meledak
Limbah cair mudah terbakar
Limbah padat mudah terbakar
Limbah reaktif
Limbah beracun
Limbah korosif
Limbah penimbul infeksi
Limbah klasifikasi campuran
PENGUMPULAN & PENGANGKUTAN LIMBAH
Rantai berikutnya dalam pengelolaan ini adalah pengumpulan limbah. Menurut PP No.18 tahun
1999, Badan Usaha yang melakukan pengumpulan diwajibkan membuat catatan/laporan tentang jenis,
karakteristik dan waktu diterimanya limbah dari penghasil, serta waktu diserahkannya limbah kerantai
berikutnya. Nama Badan Usaha pengangkut juga perlu dilaporkan. Pengumpul wajib melaporkan catatan
tersebut setiap 6 bulan kepada instasi yang berwenang, dengan tembusan ke Walikota/Bupati.
Pengangkutan limbah B3 dapat dilakukan oleh Badan Usaha dan dapat pula dilakukan oleh
penghasil sendiri. Setiap pengangkutan limbah harus disertai dokumen limbah B3. Alat angkut yang
digunakan harus sesuai dengan peraturan tentang angkutan yang ada, yaitu :
--Perkereta-apian (UU No.13 tahun 1992)
-- Penerbangan (UU No.15 tahun 1992)
--Angkutan darat (UU no.14 tahun 1992)
-- Pelayaran (UU No.21 tahun 1992)
PENGOLAHAN & PENGURUG
Seperti halnya pemanfaatan limbah, maka pengolah dan pengurug limbah B3 adalah
Badan Usaha yang mengoperasikan sarana pengolahan, termasuk penimbunan akhir hasil
pengolahannya. Kewajiban pengolah limbah antara lain :
Membuat/melakukan Amdal
Mempunyai dan menjalankan fasilitas pengolahan dan penimbunan sesuai dengan
ketentuan
Memiliki sistem tanggap darurat bila terjadi kecelakaan
Kep-03/Bapedal/09/1995 mengatur persyaratan teknis pengolahan limbah B3, antara lain
tentang lokasi pengolahan, fasilitas pengolahan, penanganan limbah sebelum diolah dan
setelah diolah (residu)
Persyaratan teknis lain yang meliputi pengolahan secara fisika dan kimia,
stabilisasi/solidifikasi dan insinerasi.
Pemanfaatan limbah B3 dilakukan oleh penghasil atau badan usaha yang melakukan
pemanfaatan limbah B3 :
Badan usaha yang melaksanakan pemanfaatan limbah B3 dapat berupa pemanfaatan limbah
B3 sebagai kegiatan utama dan bukan sebagai kegiatan utama
Sebagai kegiatan utama dapat menerima limbah B3 langsung dari penghasil atau pengumpul
Bukan sebagai kegiatan utama hanya dapat menerima langsung dari penghasil limbah B3
yang komponennya konsisten
Limbah B3 diluar point ke-3 dapat diterima oleh pemanfaat bukan sebagai kegiatan utama
wajib melalui pengumpul untuk memastikan pemenuhan persyaratan teknis
Beberapa hal yang penting dalam pemanfaatan limbah B3 :
Pemanfaatan limbah sebagai substitusi bahan, salah satu total komponennya berfungsi
sebagai bahan dan memenuhi persyaratan teknis untuk dilakukan recycle atau recovery
Jenis limbah B3 dan kadar pencemar dalam limbah B3 yang dimanfaatkan ditentukan
dalam persyaratan izin
Produk pemanfaatan limbah B3 sebagai produk akhir harus memenuhi SNI atau
standar lain yang setara
Produk pemanfaatan limbah B3 sebagai produk harus memenuhi standar industri
pengolah atau pemaanfaatan berikutnya
Sisa limbah hasil pemanfaatan limbah B3 (residu) yang tidak dapat dimanfaatkan dan
dikelola sesuai dengan peraturan pengelolaan limbah B3.
Tabel II :daftar limbah dari sumber spesifik, merupakan daftar kegiatan industri yang terbagi 6 kolom, yaitu:
Kolom Keterangan
jenis industri, seperti industri pupuk, pestisida, petrokimia,cat, eksplorasi & produksi gas dan panas bumi, kilang
kolom 2 migas,pertambangan,rumah sakit,dsb
kolom 5 asal uraian limbah, misal sludge minyak, katalis bekas, dsb
kolom 6 pencemar utama, misal bahan organik, logam berat,dsb
Tabel III : daftar limbah bahan kimiakadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, buangan produk non spesifikasi.
Terdapat 178 jenis (D3001 s/d D3178).
LIMBAH MUDAH MELEDAK
Limbah mudah meledak adalah limbah yang pada suhu dan tekanan
standar (25C dan 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia
atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang
dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Bahan kimia yang
biasa dijumpai mempunyai sifat mudah meleldak adalah bahan peledak
(explosive), yaitu bahan yang dapat meledak karena adanya kejutan
(shock), panas atau mekanisme lainnya. Contohnya dinamit dan trinitro
toluene (TNT).
Penyakit menular dapat ditularkan dengan berbagai cara, seperti melalui media
air (tifus & diare), melalui udara (flu) dan melalui kulit seperti penyakit kulit umumya.
Yang tampaknya diatur oleh PP adalah limbah medis yang menularkan penyakit serius,
yaitu :
Limbah benda tajam
Limbah infectious
Limbah sitotoksik
LIMBAH KOROSIF
Definisi limbah korosif versi PP 18/99 adalah :
Limbah yang menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
Limbah yang menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja, melalui
coupon test (SAE 1020) dengan laju korosi >6,35 mm/tahun pada temperatur uji
55C
Limbah yang mempunyai pH lebih kecil dari 2 atau > 12,5
Definisi stabilisasi
Merupakan proses penanganan limbah berbahaya yaitu mencampur limbah
dengan bahan atau aditif atau reagen kimia untuk mengurangi sifat bahaya
limbah, sehingga dapat :
Meningkatkan karakteristik fisik dan penanganan limbah
Mengurangi luas permukaan sehingga kontaminan yang lolos menjadi lebih
sedikit
Membatasi kelarutan pencemar
Mereduksi toksisitas
Gabungan kedua proses tersebut dikenal sebagai proses S/S (solidifikasi-stabilisasi) atau yang umum
disederhanakan menjadi proses solidifikasi.
Konsep Penanganan Limbah Secara Umum
Bentuk limbah B3 dan kegiatan industri menurut PP 18/1999 jo PP85/89, antara lain:
Sludge: petrokimia dan lain-lain
Sludge mengandung logam berat: misal dari industri penyempurnaan baja
Sludge pengolahan limbah cair
Tar : industri petrokimia
Slag : peleburan timbal bekas
Debu : industri aki
Debu tungku pembakar : peleburan/pengolahan besi-baja
Abu terbang : dari pltu
Buangan padat tidak terspesifikasi : industri adesif
Tong alat/formulasi : industri pestisida
Pasta campuran : industri baterai kering
Sisa karbon aktif : kilang minyak
Purifikasi garam : industri khloro-alkali
Katalis : seperti dari industri pupuk, polimer
Pelarut bekas : industri cat
Emulsi minyak, lumpur bor : eksplorasi minyak bumi
Konsep Penanganan Limbah
A. Syarat utama :
Sesuai baku mutu TCLP : bila tidak memenuhi maka dibutukan solidifikasi
Lolos uji paint filter test : syarat tidak cair
Kuat Tekan (compressive strenght) minimum : 1kg/cm2
B. Limbah yang dilarang :
Mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, menyebabkan infeksi
Mengandung zat organik lebih besar dari 10%
Mengandung PCB, dioxin, bersifat radioaktif, berfasa cair atau lumpur
UJI PELINDIAN
Limbah dilindikan tanpa harus dihaluskan lebih dahulu (kondisi monolitik)
Dapat dijalankan dengan dua kondisi :
Kondisi statis : kecepatan pelindian rendah, karena dalam kondisi hidrolis yang statis
Kondisi dinamis : pelindian terjadi dalam kondisi non-ekuilibrium, kareana larutan pelindi diganti secara
periodik dengan yang baru
Beberapa jenis :
1. Material Characterization Center static leach test (MCC-IP) (USEPA , 1989)
2. American Nuclear Society (ANS-16.1, 1986)
3. Dynamic leach test (DLT)
KAITANNYA TCLP DENGAN KARAKTERISTIK LIMBAH BERBAHAYA
Dalam kaitannya dengan level baku-mutu yang akan diterapkan, maka uji ini merupakan pendekatan
dalam upaya kontrol terhadap disposal limbah berbahaya. Sasaran prsedur uji ini adalah membatasi
adanya lindi berbahaya yang dihasilkan dari landfilling dengan skenario miss mangement atau
skenario kondisi terburuk.
BAB VIII
PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA-KIMIA
PENDAHULUAN
2. Sasaran lain adalah memperingan beban pengolahan selanjutnya, misalnya melalui pengendapan,
netralisasi,stabilisasi,dsb
3. Khusus untuk pengolahan limbah berbahaya, maka sasaran utamanya adalah detoksifikasi bahan berbahaya agar
menjadi lebih tidak berbahaya,misalnya reduksi Cr (VI) menjadi Cr (III), atau menjadi immobile Beberapa jenis
proses fisika-kimia adalah antara lain : stripping, adsorpsi,proses dengn membrane,oksidasi reduksi,dan
penggunaan sifat-sifat fluida kristis.
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
Secara umum pengolahan lengkap limbah cair adalah sebagai berikut :
1. Storage atau aqualization : menyeimbangkan baban aliran dan beban organic yang akan masuk ke pengolahan
utama
2. Proses pengolahan pendahuluan : misalnya netralisasi,atau pengasaman dalam proses reduksi pada pengolahan
khrom,atau pembasaan seperti pada penolahan sianida
3. Proses pengolahan kimia utama, biasanay mereduksi atau mengoksidasi bahan bahan kimia agra lebih toksi,unit
ini dapat berfungsi sebagai pengola utama, sehinggga tidak di butuhkan pengelolaan biologi
4. Pengendapan, di butukan untuk mengendapkan proses yang terjadi sebelumnya
5. Bila limbah berbahaya mengandung bahan organic,maka pengolahan lanjut adalah degradasi materi organic
memanfaatkan mikroorganisme pengurai suatu jenis limbah yang akan diolah
6. Pengendapan, di butukan untuk mengendapkan sludge dan biomas hasil degradasi.sebagian biomas
mikroorganisme kadangkala diresirkulasi kembali
7. Proses pengolahan spesifik, misalnya penurunan nutrisi untuk mencegah autrifikasi,atau proses netralisasi dsb.
8. Penangana sludge, yang dapat berkatergori B3 atau berkategori non-B3
PENGOLAHAN SECARA FISIKA
Pengolahan secara fisika merupakan proses tanpa adanya prosese kimia atau biologi.
1. Didasarkan atas proses yang digunakan , pengelolahan secara fisika dapat dikelompokkan menjadi :
2. Pemisahan yang didasarkan atas kerja suatu gaya pada campuran bahan yang akan diolah
4. Pemisahan jenis lain adalah berdasarkan pada fasa , seperti ekstraksi solven mengunakan soven lain, stripping,atau pemanfaatan
prinsip sorpsi.
ULTRAFILTRASI (UF)
Filtrasi merupakan kelomok proses yang sering digunakan dalam pemisahan fasa padat-cair . Media berpori yang biasa
digunakan adalah pasir. Proses filtrasi yang berkategori molekuler adalah ultrafiltrasi (UF) dan berkategori molekuler seperti
reverse osmosis (RO) dan elektrodialisis (ED).
REVERSE OSMOSIS (RO)
Membran RO akan dapat menahan beraneka ragam organik maupun anorganik. Dengan tekanan
transmembran sampai 500 psi. proses ini dapat diterapkan dalam penjernian air laut. RO terjadi bila tekanan
mekanis yang lebih tinggi dan tekanan osmosis diterapkan pada larutan yang lebih pekat. Perbedaan tekanan (
tekanan ossmosis) yang terapkan pada membran mengakibatkan solven mengalir dari larutan yang lebih kuat
kelarutan yang lebih lemah.
ELEKTRODIALISIS (ED)
Elektrodialisis (ED) merupakan proses pemisahan materi berion dari air dengan menggunakan arus listrik
Secara elektrokimia ion-ion berpindah memlintasi membrane selektif anion dan kation dari larutan yang
lebih ancer menuju larutan yang lebih pekat.dengan adanya aliran listrik , maka kation-kation akan lolos
menuju katode, sedang anion-anion berkumpul menuju anoda. Proses ED teah digunakan didunia industry
electroplating untuk menangkap logam-logam berat.
PEMISAHAN BERDASARKAN BEDA FASE
Stripping udara merupakan cara pengolahan limbah dengan transfer massa melalui volatilisasi senyawa-senyawa
(yang berada dalam air) melalui aliran udara, sehingga transfer massa antara air dan udara dapat terjadi.
SVE merupakan pilihan teknologi remediasi tanah yang baru dikembangkan,untuk menyingkirkan SVE dari
tanah dan dari area zona vadoze.
Prinsip SVE adalah dengan membangun sumur-sumur ekstraksi uap atau pipa-pipa ferporasi pada zona yang
akan diremediasi.
1. Adveksi yaitu gerakan cemaran fase uap dengan aliran udara melalui media tanah yang permiabel
2. difusi yaitu gerakan cemaran melalui media tanah karena adanya gradien konsentrasi
Evaporasi bersasaran mengkonsentrasikan limbah cair berbahaya untuk ditangani lebih lanjut. Sedangkan
didtilasi adalah bersasaran memisahkan organic bervolatil dengan penguapan berdasarkan perbedaan suhu
didinya.
ADSORPSI KARBON AKTIF
Adsorpsi merupakan proses dengan adanya mekanisme adeshi dari melekul-molekul atau partikel-partikel
cemaran terlarut (adsorbat) pada permukaan padat (adsorben) tanpa ada reaksi kimia.
Apsorpsi merupakan penetrasi molekul-molekul atau partikel cemaran kedalam media absorben padat,
seperti layaknya sponge dengan air.
Contoh :
Pengolahan secara kimia untuk menetralisir limbah B-3 ( biasanya korosif) : Asam + basa garam + air.
KOAGULASI-FLOKULASI-SEDIMENTASI
Bentuk endapan sludge yang sering digunakan adalah Hidroksida, misalnya logam berat yang diendapkan
dengan kapur Proses pengendapan logan berat dapat dipercepat dengan menambakan bahan kimia yang larut
dalam air dan penambahan polimer sehingga menjadi kolgulasi dan flokulasi. kolgulasi dan flokulasi
digunakan untuk memisahkan padatan tersuspensi dari cairan bila dengan pengendapan biasa ternyata
kurang memuaskan.
Koagulan yang biasa digunakan adalah Al2 (so4) 3. FeCl3. Atau (SO4)3.
PROSES OKSIDASI-REDUKSI
Proses kimia secara oksidasi-reduksi dpat dugunakan untuk meruba pencemaran yang toksik menjadi tidak
berbahaya.
Contoh okidasi adalah pengolahan limbah sianida dengan khlorinasi adalah suasana alkalin.
Contoh reduksi adalah khrom (Cr) Hexavalen (Vl) yang dikategorikan sangat toksik yang direduksi menjadi
khrom trivalen (lll) dan suasana asam (pH sekitar 2), kemudian dilnjutkan pengendapan khrom Hidroksida.
Khlor adalah oksidator kuat yang banyak digunakan karena relative efektif pada konsentrasi rendah.
PROSES OKSIDASI LANJUT (ADVANCED OXIDATION PROCESS)
proses abiotis ( non biologis) untuk mengolah limbah B3 yang banyak diterapkan adaalah kelompok advanced
Oxidation Processes (AOP).
Perchloroetyhyelen (PCE) terdegradasi melalui proses anaerob namun akan lebih cepat lagi terdegradsi
dengan AOP , karena reaksinya cepat dengan radiakl hidroxil.
Reaktan yang paling banyak digunakan dalam APO adalah hodrogen peroxide, ozone dan cahaya ultra violet
(UV)
OKSIDASI BASAH
Penggunaan proses fotolisis, yaitu radiasi ultra violet (UV) telah juga di terapkan untuk degradasi senyawa
kompleks besi-sianida yang stabil dan sulit di oksidasi dengan khor atau dengan ozon.radiasi ( UV ) di
gunakan sebagai pemutus ikatan besi - sianida menghasilkan sianida bebas dan besi hodroksida : Fe (CN)-3
Fe + 3 + CN-
Sianida bebas selanjutnya di oksidasi oleh khor atau dengan ozon menjadi sianat,sesuai dengan reaksi :
CN - + 2 OCr + 2H- _ CNO- + 2 CL + H2o
Bila oksidasi ini di lanjutkan,sianat akan di rubah menjadi CO2 dan nitrogen
Wet oxidation (WO) adalah proses oksidasi dengan oksigen dilaksanakan pada temperature 150-300 0c ,
sedangkan tekanan dipertahankan antara 2-20 kPa untuk menguntrol penguapan dan reaksi
SUPERCRITITAL FLUIDS (SCF)
Proses dengan konsep supertricital fluids banyak diterapakan untuk limbah kimia organic, tanah
dan sludge yang tercemar dan sangat sulit terdegrdasi.SCF berssaran mengubah karakteristik fisik
larutan menjadi kondisi fasa yang disebut sebagai superkritis yang dapat mempercepat proses
oksidasi.
BAB IX
PENGOLAHAN SECARA BIOLOGI
PENDAHULUAN
3. Kusus untuk pengolahan limba berbahaya,maka sasaran utamanya adalah detoksifikasi bahan berbahaya
agar menjadi lebih tidak berbahaya,misanya redukis Cr (VI ) menjadi Cr ( III),atau menjadi immobile
Pengolahan limbah secara biologi untuk limbah cair misalnya proses activated sludge, sedangkan pengolahan
lahan sludge atau padat misalnya land treatment.
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
Secara umum pengolahan lengkap limba cair adalah sebagai berikut ( lihat nomor pada skema ) :
1. Storage atau equalization : menyeimbangakan baban aliran dan beban organic yang akan masuk ke
pengolahan utama
2. Proses pengoolahan pendahuluan,misalnya netralisasi,atau pengasaman dalam proses reduksi pada
pengolahan khrom, atau pembasaan seperti pda pengolahan sianida
3. Proses pengolahan kimia utama,biasanya mereduksi atau mengoksidasi bahan bahan kimia agar lebih tidak
toksik,unit ini dapat pula berfungsi sebagai pengolah utama,sehingga tidak di butuhkan pengolahan biologi
4. Pengendapan,di butukan unutk mengendapkan proses yang terjadi sebelumnya
5. Bila limbah berbahayan mengandung bahan organic,maka pengolahna lanjut adalah degradasi materi organic
memanfaatkan mikroorganisme pengurai sesuai jenis lumba yang akan diolah.
6. Pengendapan,dibutukan untuk mengendapkan sludge yang biomas hasil degradasi. Sebagai biomas
mikroorganisme kadangkala di resikulasi kembali.
7. Proses pengolahan spesifik,misalnya penurunan nutrisi untuk mencegah untrifikasi,atau proses netralisasi
dsb.
8. Penanganan sludge,yang dapat berkategori B3 atau berkategori non-B3
KLASIFIKASI PENGOLAHAN BIOLOGIS
Pengolahan secara biologis mengendalkan kerja mikrooraganisme, yang dapat digolongkan menjadi
heterotrophic and autotropich tergantung dari sumber nutrisinya. Mikroba heterotroph menggunakan materi
organik, sedangkan autotroph mengunakan materi anorganik.
Parameter beban organic yang paling sering di gunakan, kususnya dalam limba cair,adalah
1. Chemical axigen demand ( COD ) yang menyatakan besarnya ekuivelensi kebutuhnan oksegen untuk
menggoksidasi materi organi seecara kimiawi.
2. Biochemical oxygen demand (BOD) yang menyatakan besarnya kebutuhan oksigen yang di butukan oleh
mikroorganisme untuk mengurangi materi organic
3. Total organic carbon ( TOC) total karrbonik organic yang ada dalam lingbah
BEBAN ORGANIK DAN JENIS PENGOLAH
Pengolahan limbah secara biologi telah banyak diterapkan untuk mengolah limbah yang biodegradable,
artinya yang dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam limbah berbahaya, sebagian besar jenis limbah
yang harus didegradasi adalah materi organik khusus yang umumnya cipataan manusia yang dikenal sebagai
xenobiotic.
Aplikasih pengolahan limbah secara biologi untuk limbah kimia berbahaya, selain diterapkan pada limbah cair
dan padat (sludge) diterapkan pula pada tanah dan air tanah yang tercemar seperti pada bioremediasi site
tercemar.
Pengolahan secara anaerobic biasanya yang diterapkan untuk limbah dengan beban organic tinggi. Aplikasuh
pengolahan limbah yang berbentuk slurry atau sludge misalnya diterapkan dalam proses land treatment pada
limbah oil. Sedangkan composting (pengomposan) banya diterapkan untuk mengolah limbah padat.
BIODEGRADABILITAS SUBSTRAT
Penanganan limbah bahan kimia sintetis yang dihasilkan manusia banyak terkait dengan kemampuannya
terdegradasi dengan mudah.
Senyawa-senyawa yang sulit terdegradasi dikenal sebagai recalcitrant atau refractory sedanakan yang lambat
terdegradasi dikenal sebagai senyawa persistent.
Bahan kimia berbahaya yang sulit terurai antara lain TCDD (dioxin) dan PCD.
FAKTOR-FAKTOR REKAYASA
Laju metabolisme yang menentukan laju biodegradasi substrat (limbah) tergantung pada beberapa factor
rekayasa ingneering), antara lain :
1. Penerima electron: pada respirasi aerobic mikroba menggunakan oksigen sebagai penerima electron final yang
di ambil dari molekul organic limbah ( menjadi CO2) sedang pada respirasi anaerobic di gunakan nitra (
menjadi nitrogen ).sulfat ( menjadi H2S ) dan karbon di oksidan ( menjadi matan )
2. Kandungan air: biodegradasi membutukan air untuk pertumbuhan sel serta untuk media gerak mikroba ke
dalam dari substrak yang menjadi target.
3. Temperature : aktivitas sel akan meningkat pesat dengan peningkatan temperature,sampai mencapai titik
obtimum.
4. PH : aktivitas enIm yang mengkatalis proses degradasi beruba dengan berubanya pH.sebagai besar mikroba
tumbuh baik pada pH netral.
5. Total pedataan terlarut : komponen ini mempengruhi keseimbangann caira pada mikroba biasanya nilainya
tidak boleh melebihi 40.000 mg/l
6. Ketersediyaan nutrisi : di sampinng suuber karbon,maka nutrisi makro/mikro di butuhkan pada
pertumbuhan mikroba.
7. Desain reactor : kinerja proses banyak tergantung pada kinerja reactor yang memungkinkan adanya intraksi
factor factor penentu pertumbuhan
SISTEM PERTUMBUHAN TERSUSPENSI
Dalam system pertumbuhan tersuspensi, biomas mikroba diupayakan tercampur sempurna dalam bioreactor
secara kontinu sehingga mempermudah kontak antara substrat (limbah organic sebagai makanan) dengan
biomas mikroba yang tersuspensi.
Umur lumpur yang terlalu lama menyebabkan flok yang berbentuk sulit mengendap.
Mikroba-mikroba anaerob membutukan oksigen yang terikat misalnya nitrat dan bukan molekul-oksigen yang
seperti yang terdapat diudara agar tumbuh secara baik .
Cemaran yang bermigrasi ke sub surface misalnya dari saran landfill, atau dari kebocoran tangki penyimpanan,
atau tumpahan bahan ketanah akan masuk kedalam tanah akan berada dalam 3 bentuk yaitu :
1. Free product (tidak terlekat kebutiran tanah atau terlarut dalam air tanah )
Konsep bioremediasi in situ dikembangkan sekitar tahun 1970-an oleh Sun Oil Company untuk menanganni
pencemaran akibat minyak bumi. Proses yang digunakan dalam in situ bioremediasi adalah secara aerob.
Aliran air tanah tersebut bergerak diakuifer dan menstimulasi pertumbuhan mikroba setempat
Pengolahan limbah fase padat adalah land treatment. Metode ini memperhitungkan kemampuan asimilasi
tanah untuk mengurangi daya toksik,mendegradasi dan menahan (immobilize).
PENGOMPOSAN DAN PENGOLAHAN TANAH
Pengomposan merupakan metode yagn sudah lama diterapkan pada sampa kota
Factor-faktor yang mempercepat proses dikondisikan pada reactor seperti, mikroorganisme yang sesuai,
temperature, nutrisi,pH, dan kelembaban.
Dalam pengelolahan tanah terdapat terminology lain dalam pengolahan fase padat yaitu soil heaping.
Pengomposan adalah menghasilkan bahan kompos dari limbah organik maka soil heaping bersasaran
mereduksi tanah tercemardengan memanfaatkan mikroba yang sesuai yang merupakan kombinasi prinsip
land treatment dan pengomposan.
Prinsip pengolahan adalah identic dengan pengolahan sitem pertumbuhan tersuspensi dengan perbedaan
tidak dilakukan resirkulasi sludge.
BAB XI
PROSES TERMAL
LATAR BELAKANG
Sebagian besar limbah organik berbahaya terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen dengan campuran
halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat. Struktur molekul umumnya akan menentukan tingkat
bahaya substansi organik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila molekul sebuah limbah
organik dapat dihancurkan atau direduksi menjadi karbondioksida, air dan substansi organik yang
lebih sederhana, maka limbah tersebut bisa dikurangi tingkat bahayanya. Pencemaran udara
insinerator limbah kimia berbahaya perlu ditanggulangi dengan sarana dan kontrol yang sangat
ketat.
Insinerator adalah sebuah proses yang memungkinkan materi combustible (bahan bakar) seperti
halnya limbah organik mengalami pembakaran, kemudian dihasilkan gas/partikulat, residu
noncombustible dan abu. Oleh karenanya peranan temperatur serta waktu tinggal yang sesua akan
memegang peranan penting dalam insinerator limbah B3.
SARANA INSINERASI LIMBAH
o Sarana pertama pengurangan massa/volume. Insinerator pada awalnya digunakan untuk
membakar sampah kota agar berkurang massa dan volumenya, sehingga penanganan berikutnya
menjadi lebih mudah.
o Sarana kedua destruksi komponen berbahaya. Insinerator tidak lagi digunakan untuk membakar
sampah kota, namun diterapkan pula untuk limbah berbahaya.
o Sarana ketiga penghasil energi. Insinerasi identik dengan combustion. Combustion adalah
membakar bahan bakar untuk dihasilkan energi yang dapat dimanfaatkan, seperti energi listrik.
KOMPONEN UTAMA
o Teknologi insinerasi merupakan cara pengolahan yang baik bagi materi combustible yang
mempunyai nilai kalor yang memadai, misalnya limbah hidrokarbon. Limbah berbahaya yang
patogen, seperti dari rumah sakit sangat ampuh ditangani dengan cara ini. Secara umum tahapan
proses dari sebuah insinerator dapat dipisahkan menjadi beberapa langkah, yaitu penyiapan,
pemasokan, pembakaran, pengolahan gas dan partikulat hasil pembakaran dan penanganan residu
abu. Penyiapan dan pemasokan limbah yang sesuai kriteria rancangan menentukan kesempurnaan
pembakaran dan residu yang dikeluarkan.
OKSIDASI MATERI KARBON ORGANIK
o Insinerasi adalah proses oksidasi senyawa organik dengan kontrol temperatur tinggi untuk
dikonversi menjadi CO2 dan air. Proses insinerasi untuk pengolahan limbah berbahaya relatif
sangat kompleks. Komponen nitrogen dalam insinerator akan menghasilkan nitrogen oksida (NOx)
dan masuk ke dalam sistem dalam 2 cara, yaitu melalui udara yang dipasok, dikenal sebagi thermal
NOx serta melalui bahan bakar (limbah) yang dikenal sebagai fuel NOx.
limbah yang sangat volatil, seperti hidrokarbon cair membutuhkan lebih sedikit udara dibanding
lumpur hidrokarbon yang mengandung lebih sedikit volatil. Suplai udara yang berlebihan perlu
dihindari karena akan menaikan kebutuhan bahan bakar untuk sampai pada panas tertentu dan
mengurangi waktu tinggal limbah yang dibutuhkan, serta menaikan volume emisi udara.
TERMINOLOGI PANAS
o Dalam setiap proses insinerasi, output dari sistem harus selalu sama dengan input dari sistem
tersebut. Disamping itu, setiap proses yang hanya terdiri dari transfer panas dari sebuah tempratur
ke temperatur lain akan menghasilkan transfer panas dari daerah temperatur lebih tinggi ke daerah
termperatur lebih rendah. Panas yang dikeluarkan dalam proses pembakaran menghasilkan besaran
sekitar 7,8 Kcal/kg karbon terbakar dan 34 Kcal/kg hidrogen terbakar. Temperatur maksimum dari
pembakaran dicapai pada kondisi stoichiometris.
KINERJA INSINERATOR LIMBAH BERBAHAYA
o Insinerator limbah berbahaya membutuhkan uji bakar (trial bum) terlebih dahulu, dan dilakukan
pengujian terhadap principal organic hazardous (POHC). Konsep POHC ini memegang peranan
penting dalam insinerator limbah kimia berbahaya. Terdapat daftar POHC yang harus dipilih
berdasarkan :
- Konsentrasi tertinggi dalam limbah (% berat)
- Paling sulit terbakar dalam insinerator (nilai kalor kcal/kg atau Btu/lb)
Monitoring emisi pada cerobong yang dilakukan adalah terhadap oksigen(O2), karbon monoksida
(CO), oksida nitrogen (NOx), hidrogen khlorida (HCl), total organik berkhlor. Sebuah insinerator yang
menginsinerasi limbah B3 dan menghasilkan emisi HCl lebih besar dari 1,8 Kg/jam harus melengkapi
pengontrol pencemaran udara sehingga emisinya tidak melebihi (dipilih yang terbesar) 1,8 Kg/jam
atau 1 % HCl.
JENIS INSINERATOR
o Dalam aplikasinya untuk mengolah/mebakar limbah, beraneka insinerator telah kembangkan dan
beraneka cara untuk membedakan satu dengan yang lain, diantaranya berdasarkan perbedaan :
a. Cara pengoperasian : Batch atau kontinu
b. Tungku yang digunakan :
- Statis (untuk insinerator modular atau kecil, termasuk insinerator RS)
- Mechanical stoker : biasanya untuk sampah kota
- Fluiduzed bed : biasanya untuk limbah homogen
- Rotary klin : untuk limbah industri baik padat, lumpur dan cair
- Multiple hearth : untuk limbah industri
c. Cara penyuplaian limbah, biasanya dikaitkan dengan fasa limbah (padat, gas,
sludge, dll)
d. Masing-masing jenis kemudian berkembang lagi sesuai kebutuhannya, misalnya dalam insinerator
modular dikenal pembagian jumlah ruang pembakarnya, misalnya kamar-jamak, yang kemudian
dibedakan lagi menjadi multi chambre, multi cambre dan control-air.
o Penyingkiran dan penusnahan limbah ke dalam tanah (land disposal) merupakan cara yang selalu
disertakan dalam pengelolaan limbah, karena pengelolaan limbah tidak dapat menuntaskan
permasalahan yang ada. Cara ini mempunyai banyak resiko akibat kemungkinan pencemaran air
tanah, terutama bila digunaka untuk limbah B3.
Dengan pengetapan peraturan-peraturan, maka setiap penghasil limbah harus mengolah limbah
cairnya secara lebih ketat, yang menuntut peningkatan pemisahan materi terlarut dan atau
tersuspensi dari cairannya sehingga efluennya sesuai dengan baku mutu badan air penerima. Bila
pengolahan limbah cair tersebut tidak disertai upaya detoksifikasi, maka upaya tersebut hanya
sekedar memindahkan permasalahan dari limbah cair menjadi limbah padat/lumpur.
Cara penyingkiran limbah ke dalam tanah dengan pengurungan/penimbunan yang dikenal sebagai
landfilling, mula-mula digunakan untuk sampah kota, kemudian diaplikasikan untuk menyingkirkan
limbah padat dari kegiatan non-domestik termasuk limbah industri dan limbah berbahaya.
LANGKAH PENGURANGAN DAMPAK
o Namun ternya banyak fasilitas ini yang mendatangkan masalah pada lingkungan, terutama dari lindi
(leachate) yang mencemari air tanah, karena tidak disiapkan dan dioperasikan dengan baik. Fasilitas
harus tidak membahayakan lingkungan dengan pemilihan lokasi yang tepat, penyiapan prasaran yang
baik dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai dengan pengoperasian yang baik pula. Dapat
dikatakan bahwa landfilling merupakan upaya terakhir. Upaya terkhir yang tak kalah pentingnya
adalah mencari sebuah lahan baik sehingga dampak negatif yang mungkin timbul dapat diperkecil.
PERKEMBANGAN LANDFILL
o Ide awal dari metode ini adalah mengisi cekungan, lembah, bekas pertambangan yang tidak produktif.
Cara penyiapan pada lahan dengan kondisi demikian dikenal sebagai metode pit atau canyon atau
quarry. Dengan terbatasnya site yang sesuai, maka dilakukan pengupasan site sampai kedalaman
tertentu. Cara ini dikenal sebagai metode slope atau ramp. Untuk daerah yang datar, atau muka air
tanah di bawahnya tinggi, sulit untuk melakukan pengupasan site sampai dalam. Kadangkala sampah
bukan lagi diurung (fill) tetapi langsung ditimbun diatasnya. Cara ini dikenal sebagai metode area.
JENIS LANDFILL
o Penangan limbah sebelum di landfilling digunakan sebagai cara untuk membedakan jenis landfill.
Dikenal :
- Landfill dengan sampah yang dipotong (shredding) terlebih dahulu
- Landfill dengan sampah yang dipadatkan terlebih dahulu (baling)
- Landfill dengan kompaksi di tempat dengan menggunakan kompaktor
Landfill sampah kota secara tradisional mengurung sampah apa adanya, kemudian dipadatkan dengan
dozer. Dengan cara ini kepadatan yang dapat dicapai maksimum hanya 0,6 ton/m3. untuk mempercepat
proses degradasi, dikembangkan beragam pengoperasian baru diantaranya :
- Landfill semi aerobik : dengan mengupayakan leachate tidak tergenang,
dan berada di baeah dasar sampai terbawah. Udara diharapkan masuk
melalui dasar timbunan.
- Landfill aerobik : mengupayakan agar timbunan sampah tetap mendapat
oksigen melalui penyedotan bagian bawah dasar timbunan, sehingga gas
yang terperangkap di dalamnya akan keluar, dan udara segar dari luar
akan menggantikannya. Landfill yang akan diperoleh tidak bau.
PELAPIS DASAR
o Sasaran pelapis dasar (liner) adalah agar migrasi lindi ke dalam air tanah diminimalkan. Lindi akan
melalui penyaringan primer, yang dapat berupa lapisan geotekstil atau media kerikil atau pasir yang
tersusun secara baik. Lapisan geogrid dapat ditambahkan untuk menambah kestabilan struktural.
Lapisan penyangga primer terdiri dari lapisan geosintetis seperti geomembran untuk landfill kategori I
dan II, atau lapisan tanah clay yang kedap untuk landfill kategori III.
Landfill kategori III dengan lapisan liner clay alamiah adalah sejenis dengan landfill untuk sampah
kota.
PENANGANAN LEACHATE
o Adanya presipitasi menyebabkan terjadinya perkolasi dalam massa limbah dan melarutkan komponen
cemaran ke dalam air tanah. Pencemaran ini dikenal sebagai lindi. Lindi akan bergerak ke dasa
landfill secara gravitasi membawa cemaran yang tersuspensi maupun terlarut. Pengelolaan lindi yang
terbentuk diatur dengan ketentuan antar lain adalah tidak boleh diencerkan. Bila tempat pengumpul
lindi berupa tangki, maka disekeliling tangki harus dibangun tanggul dan volume area dalam tanggul
dirancang sebesar 110% dari volume tangki. Lindi tersebut harus diolah sehingga sesuai baku mutu
yang berlaku.
PENUTUP AKHIR
o Sumber terbesar dari timbulnya lindi adalah akibat infiltrasi air melalui bagian atas landfill, karenanya
aplikasi penutup akhir memgang peranan penting. Fungsi penutup akhri adalah pengontrol gerakan air
ke dan dari landfill, pengontrol binatang atau vektor-vektor penyakit agar tidk bersarang, pengamatan
terhada adanya kontak langsung limbah dengan manusia, pengontrol gas terbentuk, pencegah
kebakaran, penjamin stabilitas longsor dan erosi, pengontrol agar limbah tidak terbuang ke luar,
pengatur tampilan dari sudut estetika, penjamin tanaman/tumbuhan agar tumbuh secara baik.
Adanya geogrid akan menambah kapasitas tegangan pada penutup sehingga mengurangi settlement
yang bersifat diferensial.