Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Kaitannya dengan Masyarakat Lahan Rawa
KELOMPOK 4
BANJARBARU
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat taufiq
dan hidayah-Nya lah penulisan makalah ini dapat disesuaikan. Kami selaku
penulis sadar bahwa penulisan makalah yang berjudul “Penyakit Demam
Berdarah Dengue Kaitannya dengan Masyarakat Lahan Rawa” ini masih jauh
dari kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran
dari para pemerhati demi perbaikan selanjutnya.
Terlepas dari semua kekurangan penulisan makalah ini, baik dalam
susunan dan penulisannya yang salah, penulis memohon maaf dan berharap
semoga penulisan makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan kepada
pembaca pada umumnya.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua
pihak yang telah membantu terselesaikannya pembuatan makalah ini terutama
kepada Dosen yang telah banyak memberikan bimbingan kepada kami.
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
BAB II. PEMBAHASAN 3
A. Pengertian Demam Berdarah Dengue 2
B. Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Kaitannya dengan 5
Masyarakat Lahan Rawa
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit yang sudah menyebar luas dibeberapa daerah didunia dengan jumlah
penderita yang terus meningkat setiap tahunnya merupakan DBD. Menurut World Health
Organization (WHO) tahun 2016 menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah kasus
DBD dari 2,2 juta pada tahun 2010 menjadi 3,2 juta pada tahun 2015. Daerah yang jumlah
penderita DBD paling tinggi terkena dampak DBD yaitu Amerika, Asia Tenggara dan
Pasifik Barat (Lumingas, Kaunang dan Asrifuddin. 2016). Pada tahun 2016 wilayah
Amerika melaporkan lebih dari 2,38 juta kasus DBD dan wilayah Pasifik Barat
melaporkan lebih dari 375.000 kasus DBD. Pada tahun 2017 terjadi penurunan signifikan
di laporkan dalam jumlah kasus DBD di Amerika yaitu 548.263 kasus, ini mewakili
penurunan 73%. Kesimpulannya, Jumlah persentase Demam Berdarah Dengue didunia
setiap tahunnya meningkat.
1
Di Indonesia kejadian DBD merupakan salah satu penyakit yang tertinggi.
Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukan bahwa kasus DBD
berjumlah 68.407 dengan jumlah kematian sebanyak 0,72%. Jumlah tersebut
menurun cukup drastis dari tahun sebelumnya, yaitu 204.171 kasus dengan
jumlah kematian sebanyak 0,78%. Angka kesakitan DBD tahun 2017 menurun
dibandingkan tahun 2016 yaitu dari 78,85 menjadi 26,10 per
100.000 penduduk dengan angka kematian atau nilai Case Fatality Rate
(CFR) tahun 2016 0,78% menjadi 0,72% pada tahun 2017 (Kemenkes RI,
2017). Dapat disimpulkan bahwa angka kejadian DBD terjadi peningkatan pada
tahun 2016 dan menurun pada tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Setelah melihat paparan latar belakang serta batasan masalah yang tertera
diatas, maka dapat ditarik suatu rumusan permasalahan yang timbul dari
pembahasan ini adalah:
1. Bagaimana hubungan kondisi lingkungan terhadap kejadian Demam
Berdarah Dengue?
2. Bagaimana upaya mengatasi perkembanganbiakan nyamuk Aedes Aegepty
yang tak terkendali di lingkungan rawa-rawa?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2) Teori infeksi sekunder yaitu manifestasi berat bila terjadi infeksi ulangan oleh
virus dengue yang serotipenya berbeda dengan infeksi sebelumnya (Suroso
dan Umar, 2002). Berbagai kemungkinan akibat seseorang digigit oleh
nyamuk yang mengandung virus dengue: 1) Asymtomatis, yaitu tidak
menimbulkan gejala (sakit) hal ini disebabkan karena orang telah mempunyai
kekebalan terhadap virus tersebut. 2) Demam dengue (dengue fever), gejala-
gejalanya berupa demam tinggi tiruan pada kulit, nyeri kepala, nyeri belakang
bola mata, otot, punggung, sendi, yang akan sembuh dengan sendirinya dalam
waktu 5 hari.
2
Demam berdarah dengue (dengue hemorrhagic fever), gejala-gejala pada
umumnya seperti pada demam dengue, tetapi disertai dengan pendarahan pada
kulit dan organ-organ tubuh lainnya sehingga dapat menimbulkan pendarahan
di hidung, pendarahan gusi, dan pendarahan saluran pencernaan. Komplikasi
berat yang dapat terjadi ialah syok, pendarahan hebat (hematemesis-melena)
dan encefalopati yang dapat menyebabkan kematian (Soedarmo, dkk., 2008). b.
Vektor Nyamuk Aedes aegyti maupun Aedes albopictus merupakan vektor
penular virus dengue dari penderita kepada orang lainnya dengan melalui
gigitannya (Soedarto, 1995). 18 1) Aedes aegypti Aedes aegypti adalah spesies
nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi, biasanya antara garis
lintang 350 U dan 350 S kira-kira berhubungan dengan musim dingin, isoterm
100 C. Meski Aedes aegypti telah ditemukan sampai sejauh lintang 450 U,
invasi ini telah terjadi selama musin hangat, dan nyamuk tidak hidup pada
musim dingin (WHO, 1999). Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan
air bersih yang terdapat pada bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah
(Aedes aegypti) maupun yang terdapat diluar rumah, di lubanglubang pohon, di
dalam potongan batu, di lipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya
(Aedes albopictus).
a. Kepadatan vektor
b. Mobilitas penduduk
c. Kepadatan penduduk
Diagnosis
3
dan kaki. Ditanyakan pula apakah sebelum di rawat mendapat atau 20 tidak
mendapat pengobatan sendiri dari petugas kesehatan atau mendapat
pengobatan sendiri dengan disebut juga jenis dan nama obat
(Soedarmo,dkk.,2008).
b) Pemeriksaan fisik Meliputi berat dan tinggi badan pada waktu masuk
rumah sakit, keadaan gizi, pembesaran hati dan tekanan darah (Soedarmo,
1988). Pembesaran hati pada umumnya pada permulaan penyakit,
bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba sampai 2-4 cm di bawah
lengkung iga kanan (Hadinegoro, dkk., 2002).
WHO (1986) membagi menjadi empat kategori penderita menurut derajat berat
penderita sebagai berikut :
3. Derajat III : Adanya kegagalan sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah,
penyempitan tekanan nadi (<20 mmHg), atau hipotensi, dengan disertai akral
yang dingin dan gelisah.
4
4. Derajat IV : Adanya syok yang berat dengan nadi tak teraba dan tekanan
darah tidak terukur (Soegijanto, 200).
Indonesia sebagai salah satu negara memiliki kawasan lahan basah yang
sangat luas dan berkepentingan dalam pengelolaan kawasan lahan basah secara
lestari dan berkelanjutan, berbagai strategi dan kebijakan pengelolaan lahan
basah secara nasional telah diterbitkan untuk memandu dan mengarahkan
kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan lahan basah secara bijaksana bagi
seluruh pemangku kepentingan.
5
terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016). Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Munculnya
penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat
(Kemenkes RI, 2016).
Menurut data WHO (2015) Penyakit demam berdarah dengue pertama kali
dilaporkan di Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya
menyebar ke berbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang
mengalami wabah DBD, namun sekarang DBD menjadi penyakit endemik pada
lebih dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur,
Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus
DBD. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah
melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010. Pada
tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika, dimana
37.687 kasus merupakan DBD berat. Perkembangan kasus DBD di tingkat
global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959 menjadi
1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009 (WHO, 2015).
6
di tahun 2015 pada bulan Oktober ada 3.219 kasus DBD dengan kematian
mencapai 32 jiwa, sementara November ada 2.921 kasus dengan 37 angka
kematian, dan Desember 1.104 kasus dengan 31 kematian. Dibandingkan
dengan tahun 2014 pada Oktober tercatat 8.149 kasus dengan 81 kematian,
November 7.877 kasus dengan 66 kematian, dan Desember 7.856 kasus dengan
50 kematian.
M H L B
A
D B D DBD
A
S
A
A
DBD
A D B
D B
1. Genetik
7
(OR) 0,28 dan 0,13. Di Haiti, pada tahun 1994-1999, tidak ada kasus
DBD/SSD walaupun terdapat sirkulasi intensif 3 serotipe virus dengue. Di
Afrika, walaupun terdapat sirkulasi sporadis virus dengue, belum pernah
dilaporkan terjadi epidemi DBD. Semua data tersebut mendukung hipotesis
bahwa faktor genetik, seperti mutasi dan polimorfisme, ikut memengaruhi
suseptibiltas seseorang terhadap DBD. Jika terjadi musim hujan, dimana
cuaca berubah atau iklim berubah, dapat mengakibatkan daya tahan
seseorang menurun. Hal ini dapat meningkatkan risiko terkena DBD.
2. Lingkungan
a) Lingkungan Biologi
8
b) Lingkungan Sosial Ekonomi
3. Perilaku
9
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi
diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan
mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh
sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi
dua yakni :
a) Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu
perilaku ini disebut perilaku sehat (health behavior) yang mencakup
perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau
menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau
penyebab masalah (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan
meningkatnya kesehatan.
b) Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh
karena itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan
(health seeking behavior). Adapun kejadian Demam Berbarah Dengue yg
terjadi di wilayah lahan basah Kalimantan Selatan menurut kelompok kami
adalah perilaku membiarkan penampungan air yang tidak diberi penutup,
yang memungkinkan menjadi wadah nyamuk untuk berkembang biak.
4. Pelayanan Kesehatan
10
dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama untuk
pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat.
Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti
ditingkatkan.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia, lahan basah utama diklasifikasikan sebagai Rawa, Hutan
mangrove, Terumbu karang, Padang lamun, Danau, Muara, Sungai, Sawah,
Tambak dan Kolam garam. Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen
fisik, kimia, dan biologi, seperti tanah, air, spesies tumbuhan dan hewan, serta
zat hara. Proses yang terjadi antar-komponen dan di dalam tiap komponen
membuat lahan basah dapat mengerjakan fungsi-fungsi tertentu, dapat
membangkitkan hasilan, dan dapat memiliki tanda pengenal khas pada skala
ekosistem (Notohadiprawiro, 2017).
B. Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini tentu banyak kekurangan-kekurangan
yang masih perlu untuk saya tambahkan demi menyempurnakannya, namun
waktu dan terbatasnya referensi yang saya peroleh membuat tak luput dari
segala bentuk baik materi maupun dalil-dalil yang kurang kuat barang kali.
Oleh karena itu kritikan dan saran pembaca sangat saya perlukan untuk
memperbaiki pada waktu-waktu yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bhisma Murti (2017). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Boesri, H. & Boewono, D.T. (2015), Situasi Nyamuk Aedes Aegypti dan
Pengendaliannya di Daerah Endemis Demam Berdarah Dengue di kota
Salatiga, Media Litbang Kesehatan, XVIII, , pp.78-82.
13
Darjito E., Yuniarno S., Wibowo C., Suprasetya,D.L.A., Dwiyanti,H.
(2015), Beberapa Faktor R esiko Y ang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Penyakit Demam B erdarah D engue (DBD) di K
abupaten B anyumas, Media Litbang Kesehatan, VolumeXVIII,
Nomor 3, pp. 126-136.
Depkes RI (2016). Perilaku dan Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti, Buletin
Harian (News Letter), Edisi Rabu 10 Maret 2004, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
14
Hastono SP (2017). Analisa Data Kesehatan. Basic Data Analysis for
Health Research Training. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia.
http://kalsel.prokal.co/read/news/12242-gawat-banjarbaru-selatan-tertinggi-
kasus-dbd.html
15