TENTANG
KERACUNAN MAKANAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Laporan
KLB tentang “Keracunan Makanan”.
Kami sangat berharap Laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai faktor apa saja yang menjadi penyebab
keracunan makanan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga Laporan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masadepan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PEN DAHULUAN
A. Latar Belakang .........................................................................................
B. Tujuan .........................................................................................
A. Diagnosa Kasus
B. Deskripsi KLB
C. Karakteristik Responden
D. Lama pemaparan
E. Identifikasi Etiologi Keracunan Kasus
F. Hasil Identifikasi Makanan dan Minuman Yang Diduga Menjadi Penyebab
KLB
BAB V PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keracunan makanan adalah suatu keadaan sakit yang disebabkan memakan
makanan yang terkontaminasi oleh bakteri, jamur, virus atau toksin yang dihasilkan
oleh bakteri atau jamur tersebut (hrnc.psu, 2002). Ada empat kategori umum
keracunan makanan berdasarkan patogenesisnya menurut mikrobiologi yaitu: 1)
keracunan makanan akibat menelan toksin yang diproduksi bakteri selama di dalam
makanan, 2) keracunan makanan karena menelan bakteri non- invasive yang
mensekresikan toksin dalam usus, 3) keracunan makanan mengikuti invasi bakteri
intraseluler dari sel epitel usus, 4) penyakit disebabkan oleh bakteri yang masuk
aliran darah melalui usus (Volk and Brown, 1997). Salah satu toksin penyebab
keracunan makanan adalah toksin botulinum. Keracunan makanan yang disebabkan
oleh toksin ini disebut foodborne botulism. Toksin botulinum dihasilkan oleh
Clostridium botulinum selama tumbuh di dalam makanan. Bahan-bahan makanan
yang terkontaminasi oleh spora organisme ini dapat menjadi sumber keracunan
makanan. Foodborne botulism terjadi apabila spora mempunyai kesempatan untuk
bergerminasi di dalam makanan menj adi bentuk vegetatif dari Clostridium botulinum
dan menghasilkan toksin. Toksin botulinum yang tertelan bersama makanan akan
diabsorbsi melalui usus, kemudian mengikuti aliran darah. Akibat kerja toksin ini,
penderita dapat mengalami flaccid paralysis dan kematian terjadi karena paralisis otot
pernafasan (Salyers and Whitt, 2002). Sebenarnya insidensi dari foodborne botulism
adalah rendah, tetapi angka kematian rata-ratanya tinggi antara 30-65% jika tidak
segera ditangani dan diobati (Jay, 1992).
Di Amerika Serikat, kebanyakan dari penjangkitan foodborne botulism
dihubungkan dengan proses pengolahan yang inadekuat terhadap makanan kaleng
hasil perumahan, tetapi adakalanya makanan kaleng komersial ikut terlibat dalam
penjangkitan tersebut seperti ikan tuna kalengan dan sayuran
kalengan (FDA, 1992). Selama periode 1950-1996 di Amerika Serikat terjadi 444
penjangkitanfoodborne botulism yang berasal dari makanan kaleng komersial dan
non komersial dan selama periode itu juga dilaporkan 1087 kasus foodborne
botulism, sehingga angka rata-rata kasus foodborne botulism per penjangkitan adalah
2,5 kasus/penjangkitan (CDC, 1998).
Angka kematian yang tinggi pada penyakit ini, menyebabkan perlunya
kewaspadaan konsumen dalam memilih dan mengkonsumsi makanan-makanan
kaleng komersial seperti ikan tuna kalengan. Penyimpanan bahan makanan yang telah
diolah di dalam kemasan kedap udara seperti kaleng dan botol tertutup, tidak
menjamin makanan tersebut layak untuk dikonsumsi. Suasana anaerob dan beberapa
kondisi lain di dalam makanan mungkin merugikan untuk bakteri lain tetapi
menguntungkan untuk germinasi dan pertumbuhan Clostridium botulinum serta
produksi toksinnya. Dengan pengolahan makanan kaleng komersial atau non
komersial yang baik diharapkanfoodborne botulism dapat dicegah.
B. Tujuan
1. Umum : Melakukan penyelidikan dan penanggulangan keracunan makanan
2. Khusus :
a. Memastikan diagnosa
b. Mendekatkan kepastian terjadinya KLB keracuan makanan
c. Mengidentifikasi makanan yang diduga memnyebabkan KLB
d. Mengetahui karakteristik penderita kasus korban keracunan makanan mengenai
orang, tempat dan waktu
e. Mengetahui penyebab keracunan dan sumber dari penyakit
f. Menentukan faktor-faktor yang mendukung terjadinya keracuanan makanan
g. Menetapkam saran untuk mencegah terjadinya kejadian serupa dikemudian hari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Patofisiologi
Pada tanggal 31 Agustus 1986 telah terjadi KLB keracuanan makanan di sebuah
Rumah Sakit. Jumlah penderita sebesar 75 orang tanpa disertai dengan kematian
dengan gejala nyeri perut, diare, pusing, sakit kepala, mual, muntah.
Dari hasil investigasi diketahui bahwa semua kasus mengkonsumsi makanan dan
minuman yang disajikan pada pelayanan di Rumah Sakit tersebut. Sehingga jumlah
kasus yang terjadi sebanyak 75 kasus dari 100 populasi. Makanan dan minuman yang
dikonsumsi seperti sambal goreng, rendang, gado-gado, puding, coca cola dan atau
air jeruk.
Kemudian berdasarkan laporan Rumah Sakit rata-rata waktu pelaporan pasien
setelah terjadinya kasus keracunan makanan.
Tabel 1 Data Sekunder
Waktu Jumlah kasus
1 jam 1
3 jam 1
5 jam 1
7 jam 2
8 jam 4
9 jam 3
10 jam 2
12 jam 14
13 jam 16
14 jam 3
15 jam 4
16 jam 3
17 jam 3
18 jam 3
19 jam 2
21 jam 1
23 jam 1
24 jam 2
25 jam 3
28 jam 1
34 jam 1
35 jam 1
36 jam 1
41 jam 1
48 jam 1
B. Agent
Pada uraian kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, yang menjadi penyebab
kasus keracunan makanan yaitu bakteri salmonella. Salmonellosis
adalahpenyakitakibatinfeksibakteriSalmonella padasaluranusus.Salmonellosis terjadi
karena bakteri Salmonella yang terdapat pada makan makanan dan minuman yang
tercemar masuk kedalam saluran cerna dan menginfeksi usus sehingga menyebabkan
berbagai gejala-gejala terkait pencernaan. Salmonellosis juga dapat ditularkan dari
satu individu ke individu lain yang terkena penyakit salmonellosis. Gejala mulai
timbul 8–72 jam setelah bakteri masuk dan menginfeksi usus. Pada umumnya gejala
biasanya terjadi selama 4–7 hari.
C. Definisi Kasus
Berdasarkan laporan Rumah Sakit rata-rata waktu pelaporan pasien setelah
terjadinya kasus keracunan makanan seperti terlihat pada Tabel 1 didapatkan definisi
kasus sebagai berikut : “ terdapat 75 kasus dari 100 populasi yang menderita akibat
keracunan makanan di suatu Rumah Sakit dengan gejala nyeri perut, diare, pusing,
sakit kepala, mual, muntah.
a. Variabel waktu
Waktu terjadinya penyakit dapat dilihat pada tabel masa inkubasi dan kurva
epidemik.
Grafik 1: Kurva Epidemik KLB Keracunan Makanan pada tanggal
31 Agustus 1986 Berdasarkan Waktu Penemuan
18
16
14
12
10
8
Kasus
6
> 65 Th
46- 65 Th
31-46 TH
16-30 Th
6-15 Th
1-5 Th
0 5 10 15 20 25 30
Proporsi terbesar dari kasus ini adalah pada golongan usia produktif yaitu
umur 16-30 tahun, selanjutnya adalah pada usia balita yaitu 1-5 tahun sebanyak 15
orang. Terdapat delapan orang yang harus mendapatkan pengobatan lebih intensif
dari total penderita yang mengalami dehidrasi.
Grafik 3 : Proporsi Kasus KLB Keracunan Makanan Menurut Jenis Kelamin
Perempuan
46% Laki-Laki
54%
Pada tabel diatas untuk analisis factor risiko dapat dilihat seberapa besar
attack rate yang dihasilkan. Dari hasil analisis didapatkan bahwa air jerus
memiliki factor risiko paling tinggi terhadap keracunan makanan.
2. Analisis Bivariat
No. Gejala Persentasi
1 Nyeri perut 82,7
2 Menggigil 49,3
3 Diare 92,0
4 Pusing 8,0
5 Demam 68,0
6 Sakit kepala 42,7
7 Mual 18,7
8 Tenesmus 24,0
9 Muntah 27,3
Tabel 4
Pada tabel diatas untuk analisis hubungan antara gejala yang diderita dengan
keracunan makanan dapat dilihat seberapa besar persentasi gejala tersebut.
Dari hasil analisis didapatkan bahwa diare merupakan gejala paling tinggi
yang menunjukkan adanya hubungan antara gejala diare dengan keracunan
makanan.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah penjelasan definisi dari variable yang telah dipilih
oleh peneliti. Boleh jadi, antara peneliti yang satu dengan yang lain bisa beda.
Adapun variabel dalam praktikum ini yaitu sumber keracunan makanan, jenis
makanan penyebab keracunan, jenis kelamin dan umur.
1. Sumber keracunan makanan adalah tempat atau lokasi individu mendapatkan
makanan sehingga menyebabkan keracunan makanan dan tercatat dalam
elaporan rumah sakit
2. Jenis makanan penyebab keracunan adalah jenis makanan yang dikonsumsi
oeh individu sehingga menyebabkan keracunan makanan
3. Jenis kelamin adalah jenis kelamin kasus KLB keracunan makanan yang
diperoleh dari pelaporan Rumah Sakit
4. Umur adalah umur kasus KLB keracunan makanan dalam waktu terjadinya
kasus yang tercatat ada laporan Rumah Sakit
BAB IV
HASIL PENYELIDIKAN KLB
A. Diagnosa Kasus