“ THYPUS ABDOMINALIS”
DISUSUN OLEH ;
KETUA : FIKRA NUR AIN IBRAHIM 751440121054
SEKRETARIS : JULIANA THALIB 751440121061
ANGGOTA :
1. APRIYANTO YUSUF 751440121049
2. IZHARYANTO SALEH 751440121059
3. FITRIYAH HASAN 751440121055
4. FRISYLLA ETANIA DJAFAR 751440121056
5. GIOK AISYANUL DJARATI 751440121057
6. IQRA MULHAQ KUMAI 751440121058
7. MAHARANI ALVIANTI MAYULU 751440121062
8. NI NENGAH MARIYANI 751440121066
FASILITATOR :
EKA FIRMANSYAH PRATAMA S.Kep,M.Kep
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
Makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
Makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. O leh karena itu dengan tangan terbuka kami dapat memperbaiki makala h ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Proses Imunitas ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. KASUS 3.........................................................................................................................4
B. KATA SULIT.................................................................................................................4
C. DAFTAR PERTANYAAN.............................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
HASIL........................................................................................................................................5
A. KLASIFIKASI ISTILAH................................................................................................5
LAPORAN PENDAHULUAN..................................................................................................6
A. DEFINISI........................................................................................................................6
B. ETIOLOGI......................................................................................................................6
C. PATOFISIOLOGI...........................................................................................................7
E. PENATALAKSANAAN..............................................................................................10
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
A.KASUS 5
Seorang perempuan usia 30 tahun dirawat dengan keluhan nyeri abdomen dirasakan sejak
2 hari yang lalu disertai BAB encer sudah 8x sejak 10 jam yang lalu. Saat pengkajian
perawat mendapatkan nyeri tekan pada epigastrium dan nyeri tekan lepas pada titik Mc
Burney, bibir kering, mata cekung dan lidah kotor, TD : 110/70, S : 38C, P : 24x/i, N :
80x/i, TB : 150cm, BB : 53kg, keluarga mengatakan pasien memiliki riwayat sakit maag,
sering telat makan dan sering jajan dipinggir jalan. Hasil laboratorium : PLT : 210 10/uL,
WBC : 12 10/uL, uji widal Salmonella Thypi O 1/320, Salmonella Parathypi AO 1/320.
Ners akan melakukan tubex dan pengkajian berdasarkan pola gordon, menetapkan
diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA dan menyusun Intervensi berdasarkan NIC
NOC.
B. KATA SULIT
1. Mc Burney
2. PLT, WBC
3. Tubex
4. Uji Widal
5. Salmonella Paratyphi AO
Salmonella Typhi O
C.DAFTAR PERTANYAAN
1. Iqra Mulhak Kumai : Berapa normal PLT dan WBC ?
2. Izharyanto Saleh : Penyebab nyeri abdomen dirasakan oleh klien ?
3. Ni Nengah Mariyani : Penyebab BAB encer ?
4. Giok Aisyanul Djarati : Penyebab nyeri tekan pada epigastrium ?
BAB II
HASIL
A.KLARIFIKASI ISTILAH
1. Mc Burney
Mc Burney : Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari umblikus ke fossa ilaka
kanan.
2. PLT
PLT : Platelet Function Test adalah pemeriksaan yang ditujukan untuk mengukur aktivitas
dari platelet. Platelet merupakan sel darah yang memainkan peranan yang penting dalam
proses hematosis dan trombosit.
WBC
WBC : White Blood Cell Count adalah jumlah total leukosit ( sel darah putih )
3. Tubex
Tubex : pemeriksaan adanya bakteri Salmonella Typhi didalam tubuh.
4. Uji Widal
Uji Widal : salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu mendiagnosis dugaan
demam tifoid atau dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap Salmonella Typhi.
5. Salmonella Paratyphi AO : +
Salmonella Typhi O : +
B. ETIOLOGI
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa, (food and
water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus menandakan
bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri ini.
Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum
Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia
Enterobakteriakceae, Genus Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram
negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora mempunyai sekurang-
kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0 (somatik, terdiri dari zat komplek
lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1 (hyalin, protein membrane).
Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam anigen
tersebut (Zulkhoni, 2011).
C.PATOFISIOLOGI
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru terinfeksi
selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung
dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus bisa terjadi iritasi)
dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung bakteri
(bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid plaque
menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darahsehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong
pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus.
Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian akan
meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap
baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman
typhus akan mati dan penderita berangsur- angsur sembuh (Zulkoni.2011).
PATHWAYS
Mual
Risiko devisit
vulome cairan
Anoreksia
Nyeri raba
Perubahan Nutrisi
D.MANIFESTASI KLINIS
Masa inkubasi dapat berlangsung 721 hari, walaupun pada umumnya masa tunas
demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala
klnis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah
meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari.
1. Minggu pertama (awal terinfeksi), setelah masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit
berupa thypus tinggi berkisar 39ºC hingga 40ºC, sakit kepala dan pusing, pegal pada
otot, mual, muntah, batuk, nadi meningkat, denyut lemah, perut kembung (distensi
abdomen), dapat terjadi diare atau konstipasi, lidah kotor, epistaksis. Pada akhir
minggu pertama lebih sering terjadi diare, namun demikian biasanya diare lebih
sering terjadi pada anak-anak sedangkan konstipasi lebih sering terjadi pada orang
dewasa. Bercak-bercak merah yang berupa makulapapula disebut roseolae karena
adanya trombus emboli basil pada kulit terjadi pada hari ke 7 dan berlangsung 3-5
hari dan kemudian menghilang. Penderita Abdominalis di Indonesia jarang
menunjukkan adanya roseolae dan umumnya dapat terlihat dengan jelas pada
berkulit putih yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul
pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila
ditekan.
2. Minggu kedua, suhu badan tetap tinggi, bradikardi relatif, terjadi gangguan
pendengaran, lidah tampak kering dan merah mengkilat. Diare lebih sering,
perhatikan adanya darah di feses karena perforasi usus, terdapat hepatomegali dan
splenomegali.
3. Minggu ketiga, suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Jika keadaan
semakin memburuk, dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,
otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin, perdarahan dari
usus, meteorismus, timpani dan nyeri abdomen. Jika denyut nadi meningkat disertai
oleh peritonitis lokal maupun umum, pertanda terjadinya perforasi usus. Sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernafas dan nadi menurun menunjukkan terjadinya
perdarahan. Degenerasi miokard merupakan penyebab umum kematian penderita
Thypus Abdominalis pada minggu ketiga.
4. Minggu keempat, merupakan stadium penyembuhan, pada awal minggu keempat
dapat dijumpai adanya pneumonia lobaris atau tromboflebitis vena femoralis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENATALAKSANAAN
1. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti makanan, minuman, mandi,
buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia ortostatik serta hygiene perorangan tetap, perlu diperhatikan
dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit Thypus
Abdominalis, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan
gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama.
Dimasa lampau penderita Thypus Abdominalis diberi bubur sering, kemudian
ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi nasi, yang perubahan diet
disebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubur sering
tersebut ditujukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perporasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.
Beberapa peneliti menunjukan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi
dengan lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat)
dapat diberikan dengan aman pada penderita Thypus Abdominalis.
3. Pemberian Antibiotik
a. Klorampenikol
Di Indonesia Klorampenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan
Thypus Abdominalis. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg perhari dapat diberikan
peroral atau intervena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas thypus.
b. Tiampenikol
Dosis dan efektivitas Tiampenikol pada Thypus Abdominalis hampir sama dengan
Klorampenikol. Akan tetapi kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah dari
Klorampenikol. Dosis 4 x 500 mg diberikan sampai hari ke 5 dan ke 6 bebas thypus.
c. Kotrimoksazol
Dosis untuk orang dewasa 2 x 2 tablet dan diberikan selama 2 minggu
d. Ampicilin dan Amoksisilin
Kemampuan obat ini untuk menurunkan Thypus lebih rendah dibandingkan dengan
Klorampenikol, dosis diberikan 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2 minggu.
e. Seflosporin generasi ke tiga
Hingga saat ini golongan Safelosforin generasi ke tiga yang terbukti efektif untuk
Thypus Abdominalis adalah Sefalosforin, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram
dalam dektrose 100cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari selama 3 hingga
5 hari.
1. Pengkajian
a. Identitas
• Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri abdomen sudah 2 hari disertai BAB encer
sudah 8x sudah sejak 10 jam yang lalu
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) (D.0077) Nyeri Akut b.d proses inflamasi karena perdagan di usus halus
2) (D.0020) Diare b.d proses peradangan pada dinding usus halus
3) (D.0023) Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria
Intervensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi Dukungan Nyeri Akut :
berhubungan keperawatan diharapkan Pemberian Analgesik
dengan proses tingkat nyeri menurun dan
1. Observasi
inflamasi karena kontrol nyeri meningkat
perdangan di usus dengan kriteria hasil : • Identifikasi karakteristik
halus 1. Tidak mengeluh nyeri nyeri (mis. pencetus,
2. Tidak meringis pereda, kualitas, lokasi,
3. Tidak bersikap protektif intensitas, frekuensi,
4. Tidak gelisah durasi)
5. Kesulitan tidur menurun • Identifikasi riwayat alergi
6. Frekuensi nadi membaik obat
7. Melaporkan nyeri • Identifikasi kesesuaian
terkontrol jenis analgesik (mis.
8. Kemampuan mengenali narkotika, nonnarkotika,
onset nyeri meningkat atau NSAID) dengan
Kemampuan mengenali tingkat keparahan nyeri
penyebab nyeri • Monitor tanda-tanda vital
meningkat sebelum dan sesudah
9. Kemampuan menggunakan pemberian analgesic
teknik nonfarmakologis
• Monitor efektifitas
meningkat
analgesic
10. Kemampuan menggunakan
teknik nonfarmakologis
meningkat 2. Terapeutik
3. Edukasi
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
2 Diare b.d proses Setelah dilakukan intevensi
peradangan pada keperawatan selama 1x24 jam Manajemen Diare
dinding usus halus maka Eliminasi fekal
membaik dengan kriteria hasil 1. Observasi
:
Identifikasi penyebab
1. Kontrol pengeluaran diare (mis. Inflamasi
feses meningkat gastrointestinal, iritasi
2. Keluhan defekasi lama gastrointestinal)
dan sulit menurun Identifikasi gejala
3. Mengejan saat defekasi invaginasi
menurun Identifikasi riwayat
4. Distensi abdomen pemberian makanan
menurun Monitor warna,
5. Terabas massa pada volume, frekwensi, dan
rektal menurun konsistensi tinja
6. Urgency menurun Monitor tanda dan
7. Nyeri abdomen gejala hipovolemia
menurun Monitor iritasi dan
8. Kram abdomen ulserasi kulit didaerah
menurun perineal
9. Konsistensi feses Monitor jumlah
membaik pengeluaran diare
10. Frekuensi BAB Monitor keamanan
membaik penyiapan makanan
11. Peristaltik usus
membaik 2. Terapeutik
3. Edukasi
Anjurkan makanan
porsi kecil dan sering
secara bertahap
Anjurkan menghindari
makanan, pembentuk
gas, pedas, dan
mengandung lactose
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
obat antimotilitas
Kolaborasi pemberian
obat antispasmodic/
spasmolitik
Kolaborasi pemberian
obat pengeras feses
3 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
berhubungan intervensi keperawatan
1. Observasi
dengan kekurangan diharapkan status cairan
intake cairan membaik dengan kriteria Periksa tanda dan gejala
hipovolemia (mis.
hasil : frekuensi nadi
1. kekuatan nadi meningkat meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
2. Turgor kulit mrningkat menurun, tekanan nadi
3. Output urine meningkt menyempit,turgor kulit
menurun, membrane
4. Pengisian vena mukosa kering, volume
meningkat urine menurun,
hematokrit meningkat,
5. frekuensi nadi membaik haus dan lemah)
6. Tekanan darah membaik Monitor intake dan
output cairan
7. Tekanan nadi membaik
8. Membran mukosa 2. Terapeutik
membaik
Hitung kebutuhan
9. Berat badan membaik cairan
Berikan posisi
10. Intake cairan membaik
modified trendelenburg
11. Suhu tubuh membaik Berikan asupan cairan
oral
3. Edukasi
Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis.
cairan NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl
0,4%)
Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian
produk darah
Pemantauan Cairan
1. Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
1. Observasi
• Identifikasi lokasi,
karakteristik durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
• Identifikasi skala nyeri
• Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
• Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
• Monitor efek samping
penggunaan analgetik
2. Terapeutik
• Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin,
terapi bermain
3. Edukasi
• Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
• Jelaskan strategi
meredakan nyeri
• Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
• Anjurkan menggunaka
n analgetik secara tepat
• Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
• Kolaborasi pemberia
n analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA