NAMA ANGGOTA
1. Devina Catur Aprilianti (201401002)
2. Hotlin Maristela Gultom (201401007)
3. Hendrikus Sarimanila (201301013)
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan dan
kekurangan, baik dari segi isi, penulisan maupun kata -kata yang
digunakan. Oleh karena itu, kami memohon maaf apabila ada kesalahan
kata ataupun penulisan dalam makalah ini. Kami meminta saran dan
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peninggkatan
frekuensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di
jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19,596 menjadi 26,606 kasus. (Aru
Abdominalis masih sangat tinggi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai factor
antara lain : pengetahuan tentang kesehatan diri dan lingkungan yang masih
relative rendah, penyediaan air bersih yang tidak memadai keluarga dengan
efektif aman dan murah menurut Pang dalam (Soegeng Soegijanto, 2002; 2).
Typhoid atau dapat juga disebut sebagai Thypus Abdominalis atau demam
enterik (enteric fever) adalah suatu penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan
(terutama usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
upaya promotif dan preventif. Selain itu, penanganan dirumah sakit melalaui
upaya kuratif dan rehabilitative juga sangat diperlukan yaitu dengan cara
perawatan yang baik seperti tirah baring, memberikan makanan yang lunak untuk
abdominalis?
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
saluran pencernaan, dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2002). Demam typoid atau
sering disebut dengan tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran
2.2 Etiologi
Salmonella thypi sama dengan Salmonela yang lain adalah bakteri gram-
anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella
thypi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang ebrkaitan dengan resistensi
2.3 Patogenesis
Salmonella thypi merupakan basil gram (-). Transmisi salmonella thypi ke dalam
thypi
2.3.2 Transmisi dari tangan ke mulut, dimana tangan yang tidak higienis yang
dimakan.
salmonella thypi ke sungai atau dekat dengan sumber air yang digunakan
2.4 Patofisiologi
lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk
- proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel
- pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plak peyer. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan minggu ketiga
terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus
sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa
membesar.
1. gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
3. demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani akan
4. ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
8. epistaksis
9. lidah yang berselaput (kotor ditengah dan ujung merah serta tremor).
Respons antibody yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman salmonella adalah
antibody O dan H.
2. Pemeriksaan darah
darah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan jumlah leukosit antara
3. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan (<2gr/liter) juga didapatkan peningkatan leukosit
dalam urine.
4. Pemeriksaan feses
Didapatkan adanya lender dan darah, dicurigai akan bahaya perdarahan usus dan
perforasi.
5. Pemeriksaan bakteriologis
Untuk identifikasi adanya kuman salmonella pada biakan darah tinja, urine, cairan
6. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau komplikasi akibat
demam tifoid.
a. perdarahan
b. perforasi
c. peritonitis
c) kotrikmosazol: 2x2tablet.
d) sefalostorin generasi 2 dan 3 .
harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam/ kurang lebih selama 14
hari. Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygine perseorangan, kebersihan tempat
tidur,pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Defekasi dan buang air
kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang sering terjadi obstipasi dan retensi
urine
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Juga diperlukan pemberian vitamin dan
mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien. Diharapkan dengan
menjaga keseimbangan dan homeostasis, sitem imun akan tetap berfungsi dengan
optimal.
1. Pengkajian keperawatan
Kaji gejala dan tanda menigkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, nyeri
kepala, lidah kotor, tidak ada nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran.
a. Data biografi: nama, alamat, umur, status perkawinan, tgl MRS, diagnose
b. Riwayat kesehatan sekarang: mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa
d. Riwayat kesehatan keluarga: apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit
seperti pasien.
1. Pola nutrisi dan metabolism; biasanya nafsu makan klien berkurang karena
2. Pola istirahat dan tidur: selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena
f. Pemeriksaan fisik
Survey umum dan Pada fase awal penyakit biasanya tidak didapatkan
tingkat kesadaran
adanya perubahan. Pada fase lanjut, secara umum
(Brusch, 2009).
B5 sistem Inspeksi:
gastrointestina
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis
endotoksin kuman.
Sering muntah
Perut kembung
perforasi
Auskultasi:
Perkusi:
kembung.
Palpasi:
ekstremitas.
(Crumm, 2009).
2. Diagnose keperawatan
(4.) Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah baring
Kriteria evaluasi:
Evaluasi TTV setiap pergantian sift atau setiap ada keluhan dari Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan kesadaran
pasien. umum pasien sehingga dapat dilakukan penanganan dan
perawatan secara tepat dan cepat.
Kaji pengetahuan pasien dan keluarga dengan cara menurunkan Sebagai data dasar untuk memberikan intervensi selanjutnya.
suhu tubuh.
Lakukan tirah baring total. Penurunan aktivitas akan menurunkan laju metabolism yang
tinggi pada fase akut, dengan demikian membantu menurunan
suhu tubuh.
Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruang kamar yang tidak panas, tidak bising, dan sedkit
pengunjung memberikan efektivitas terhadap proses
penyembuhan. Pada suhu ruangan kamar yang tidak panas,
maka akan terjadi perpindahan suhu tubuh dari tubuh pasien ke
lingkungan. Proses pengeluaran ini disebut radiasi dan
konveksi.
Beri kompres air dingin (air biasa) pada daerh aksila, lipat paha dan Secara konduksi dan koveksi panas tubuh akan berpindah dari
temporal bila terjadi panas tubuh ke material yang dingin. Pengeluaran suhu tubuh dengana
cara konduksi berkisar antara 3% dengan objek 15% dengan
suhu kamar secara konveksi. Kompres dingin merupakan teknik
penurunan suhu tubuh dengan meningkatkan efek konduktivitas.
Area yang digunakan adalah tempat dimana pembulu darah
arteri besar berada sehingga meningkatkan efektivitas dari
proses konduksi.
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat Pengeluaran suhu tubuh denga cara evaporasi berkisar 22% dari
menyerap keringat seperti katun pengeluaran suhu tubuh. Pakaian yang mudah menyerap
keringat sangat efektif meningkatkan efek dari evaporasi.
Kolaborasi dengan dokter dengan pemberian obat antipiretik Antipiretik bertujuan untuk memblok respons panas sehingga
suhu tubuh pasien dapat lebih cepat menurun.
Kriteria evaluasi:
- Skala nyeri 0-1 (0-4). Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
nonfarmakologi dan noninvasive lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
Lakukan manajemen nyeri keperawatan: Istirahat secara total fisiologis akan mnurunkan kebutuhan
- Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebtuhan metabolism
basal.
Ketidakseimbangan nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang
adekuat
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
Kriteria evaluasi:
- Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu.
Berikan nutrisi oral secepatnya setelah rehidrasi dilakukan Pemberian sejak awal setelah intervensi rehidrasi dilakukan
dengan memberikan makanan lunak yang mengandung
karbohidrat kompleks seperti nasi lembek, roti, kentang, dan
sedikit daging khususnya ayam (Levine, 2009).
Pemberian bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat toleransi pada masa lalu dengan
tujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus atau
perforasi usus karena ada apendapat bahwa usus perlu di
istirahatkan. Akan tetapi pada kondisi klinik, hal ini tidak
memberikan perbaikan karena sebagian besar pasien tidak
menyukai bubur saring., Karena tidak sesuai dengan selera
mereka. Oleh karena itu mereka hanya makan sedikit, keadaan
umum dan gizi pasien semakin mundur dan masa penyembuhan
semakin lama.
Monitor perkembangan berat badan Penimbangan berat badan dilakukan sebagai evaluasi terhadap
inervensi yang diberikan.
Resiko kerusakan integritas jaringan b.d penekanan setempat, tirah baring lama, kelemahan fisik umum.
Kriteria evaluasi:
- Area yang beresiko tinggi penekanan setempat tidak hiperemi atau tidak ada gejala decubitus
Intervensi Rasional
Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan tiap 2 jam. Mencegah penekanan setempat yang berlanjut pada nekrosis
jarinagn lunak.
Jaga kebersihan dan ganti sprei apabila kotor atau basah Mencegah stimulus kerusakan pada area bokong yang terjadi
resiko decubitus.
Bantu pasien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai Untuk memelihara fleksibelitas sendi sesuai dengan
toleransi. kemampuan dan meningkatkan aliran darah ke ekstremitas.
Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang abru Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
megalami tekana pada waktu berubah posisi.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan, serta palpasi area Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi
sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan komplikasi
mengubah posisi. bedrest total dan imobilisasi. Hangat dan pelunakan adalah
tanda kerusakan jaringan.
Pemenuhan informasi b.d ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan perawatan dan pengobatan, rencana
perawatan rumah.
Tujuan: dalam waktu 1x24 jam pasien mampu melaksanakan apa yang telah diinformasikan
Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu
- Pasien terlihat
Intervensi Rasional
4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sbb:
(1) Terjadi penurunan suhu tubuh
(2) Asupan nutrisi adekuat
(3) Penurunan tingkat nyeri
(4) Tidak terjadi kerusakan integritas jaringan decubitus
(5) Terpenuhnya informasi kesehatan.
BAB 3
3.1 Simpulan
Peyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan
Penyakit ini dapat disebarkan melalui makanan dan minuman yang telah tercemar.
Kuman ini ditemukan di tinja dan urine penderita demam tifoid dan banyak terjadi
di musim panas.
3.2 Saran
Medika
Suriadi, Yulianni Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto