THYPOID FEVER
Kelompok 1
Wahyuni :202001001
Ati :202001002
Safitri :202001009
Penulis menyadari bahwa selama penulisan studi kasus ini penulis banyak
mendapatkan banyak dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, tidak terlepas dari
bantuan tenaga, pikiran, dan dukungan moril.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala
kritik dan saran yang bersifat kostruktif dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
dari karya tulis ilmiah ini. Semoga segala budi baik dari semua pihak diberkati oleh Tuhan
Yang Maha Esa.
Akhirnya, penulis mengharpakan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................3
BAB 1....................................................................................................................................................4
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................4
1. DEFINISI..................................................................................................................................4
2. KLASIFIKASI...........................................................................................................................4
4. ETIOLOGI................................................................................................................................4
5. PATOFISIOLOGI.....................................................................................................................5
6. MANIFESTASI KLINIS...........................................................................................................6
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG...............................................................................................7
8. PENATALAKSANAAN MEDIS..............................................................................................8
9. KOMPLIKASI...........................................................................................................................8
BAB II...................................................................................................................................................9
ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................................................................9
A. PENGKAJIAN..............................................................................................................................9
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................................................................13
C. INTERVENSI KEPERAWATAN...............................................................................................13
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI.........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16
BAB 1
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. DEFINISI
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serovar typhi (S typhi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid
termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam
enterik adalah demam tifoid (Linson, 2012). Penyakit sistemik yang bersifat akut atau
dapat disebut demam tifoid, mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang bervariasi
dari ringan berupa demam, lemas serta batuk yang ringan sampai dengan gejala berat
seperti gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala komplikasi (Sucipta, 2015).
2. KLASIFIKASI
Klasifikasi demam typhoid dengan perbedaan gejala klinis nya :
1. Demam tifoid akun non komplikasi
Demam typoid akut dikarakterisasi dengan adanya deman berkepanjangan abnormalis
fungsi bowel (konstipasi pada pasien dewasa, dan diare pada anak-anak), sakit kepala,
malaise, dan anoreksia. Bentuk bronchitis biasa terjadi pada fase awal penyakit
selama periode demam, sampai 25% penyakit menunjukkan adanya reseptor pada
dada, abdomen dan punggung.
2. Demam tifoid dengan komplikasi
Pada demam typoid akut keadaan mungkin dapat berkembang menjadi komplikasi
parah. Bergantung pada kualitas pengobatan dan keadaan kliniknya, hingga 10%
pasien dapat mengalami komplikasi, mulai dari melena, perforasi, susu dan
peningkatan ketidaknyamanan abdomen.
3. Keadaan carier
Keadaan karier typoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung umur pasien. Karier
typoid bersifat kronis dalam hal sekresi Salmonella thypi di feses.
4. ETIOLOGI
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di
kalangan masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman
Salmonela typhi yang menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam
tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun
melalui tangan dan alat masak yang kurang bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap oleh
usus halus yang masuk bersama makanan, lantas menyebar ke semua organ tubuh,
terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan nyeri. Setalah
berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke dalam peredaran darah dan
kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus inilah, kuman itu membuat
luka atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa menimbulkan pendarahan atau
robekan yang mengakibatkan penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Jika
kondisinya sangat parah, maka harus dilakukan operasi untuk mengobatinya. Bahkan,
tidak sedikit yang berakibat fatal hingga berujung kematian. Selain itu, kuman
Salmonela Typhi yang masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang
dapat menimbulkan gejala demam pada anak. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut
juga demam tifoid (Fida & Maya, 2012).
5. PATOFISIOLOGI
Patogenesis demam tifoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat
bertahan terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus
pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili di usus, kemudian melalui
barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin rearrangement, dan
internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian Salmonella typhi menyebar ke
sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem
limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala
dan kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini
terjadi selama 7-14 hari.
Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan
sumsum tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah
periode replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah
dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode
inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti demam, sakit kepala,
dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama beberapa minggu bila tidak
diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini, bakteri tersebar luas di hati, limpa,
sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di mukosa ileum terminal.
Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses inflamasi yang
mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat
menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-
organ system retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.
Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman
atau carrier (Linson et al., 2012).
6. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak sering kali tidak khas dan sangat
bervariasi yang sesuai dengan patogenesis demam tifoid. Spektrum klinis demam
tifoid tidak khas dan sangat lebar, dari asimtomatik atau yang ringan berupa panas
disertai diare yang mudah disembuhkan sampai dengan bentuk klinis yang berat baik
berupa gejala sistemik panas tinggi, gejala septik yang lain, ensefalopati atau timbul
komplikasi gastrointestinal berupa perforasi usus atau perdarahan. Hal ini mempersulit
penegakan diagnosis berdasarkan gambaran klinisnya saja. Demam merupakan
keluhan dan gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid.
Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan
gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus
daripada S. typhi. Menggigil tidak biasa didapatkan pada demam tifoid tetapi pada
penderita yang hidup di daerah endemis malaria, menggigil lebih mungkin disebabkan
oleh malaria. Namun demikian demam tifoid dan malaria dapat timbul bersamaan pada
satu penderita. Sakit kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai
gejala meningitis, di sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan
menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran
klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat
dibedakan dengan apendisitis. Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis
akibat perforasi usus (Risky Vitria Prasetyo, 2009).
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi
melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodormal, yaitu
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat (Putra et al., 2012).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi bakteri salmonella typhi yang
spesifik dalam darah penderita, sehingga memungkinkan diagnosis dalam
beberapa jam. DNA (asam nukleat) gen flagelin bakteri S,typhi dalam darah
dengan teknik hibridasi asam nukleat dan amplifikasi asam DNA dengan cara
PCR melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S,typhi . metode ini
spesifik dan lebih sensitive untuk mendeteksi bakteri yang terinfeksi dalam darah.
b) Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah parifer lengkap sering ditemukan leukopenia
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositisis dapat terjadi walaupun
tanpa disertai infeksi sekunder. Pada pemeriksaan jenis leukosit demam typoid
dapat meningkat.SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
c) Kultur darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typoid akan tetapi hasil
negative tidak menginginkan demam typoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal berikut :
Telah mendapat terapi antibiotic
Volume darah yang timbul kurang
Riwayat vaksinasi
d) Uji widal
Uji widal digunakan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella typhi.
Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman salmonella
typhi dengan antibody disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita tersangka
typoid yaitu :
a. Agglutinin O (dari tubuh kuman)
b. Agglutinin H (flagella kuman)
c. Agglutinin Vi (sampai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotic
b. Gangguan pembentukan antybodi dan pemberian kortikosteroid
c. Waktu pengambilan darah
d. Darah endemic dan non endemic
e. Riwayat vaksinasi
f. Reaksi anamnestic
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat dan perawatan
Tirah baring dan perawatan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring adalah
perawatan ditempat, termasuk makan, minum, mandi, buang air besar, dan buang
air kecil akan membantu proses penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga
kebersihan perlengkapan yang dipakai.
2. Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid.
Berdasarkan tingkat kesembuhan pasien diberi makan bubur saring, kemudian
bubur kasar, dan ditingkatkan menjadi nasi. Pemberian bubur saring bertujuan
untuk menghindari komplikasi dan perdarahan usus.
3. Pemberian anti mikroba
Pemberian anti mikroba bertujuan untuk menghentikan dan menghambat
penyebaran kuman. Obat-obatan yang sering digunakan adalah kloramfenikol,
tiamfenikol, ampisilin, dan kontrimoksasol ( sufametaksosal 400mg + trimetoprin
80mg)
9. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi didalam :
1. Komplikasi intestinal
Perdarahan usus
Perforasi usus
Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintestinal
A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
- Nama : An. Pi
- Ruang : Mawar
- No.Register :1234567
- Umur : 6 tahun
- Jenis Kelamin : perempuan
- Agama : Islam
- Suku Bangsa : Jawa
- Bahasa : Indonesia
- Alamat : Ds.Bendo, Pare-Kediri
a. Keluhan Utama :
b. Riwayat Keperawatan: orang tua mengatakan anaknya demam.
Riwayat Perawatan Sekarang:
orang tua pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak 7 hari.
Demam dirasakan terutama sore hari, naik perlahan, kadang disertai menggigil.
Demam disertai mual, muntah sebanyak 3x, pusing dan nafsu makan berkurang.
Demam tidak disertai pilek dan batuk. Pasien tidak mengeluh BAB cair. BAB
berwarna merah atau kehitaman. Buang air kecil seperti biasa.
- Riwayat kesehatan dahulu :
1) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan Pertumbuhan BB :
- BB lahir : 3,2 kg
- Usia 1 tahun : 8kg
- Uaisa 3 tahun : 10 kg
- Usia 4 tahun : 12
- Usia saat ini : 15kg
2) Riwayat imunisasi
Jenis Usia Pemberian ke Reaksi setelah
pemberian imunisasi
BCG 2 minggu Pertama Panas
DPT 2,4,6 bulan Pertama, kedua, Panas
dan ketiga
Hepatitis 2bulan Pertama Panas
Polio 2&9 bulan Pertama & kedua -
Campak 9 bulan pertama panas
c. Riwayat penyakit keluarga : Tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
d. Pola aktivitas
aktivitas Sebelum sakit Sesudah sakit
Pola makan dan minum
3x sehari 3x sehari, 6 sendok
- Makan
6-8 gelas/hari air 6-8gelas/ hari
- Minum putih air putih
d. Pemeriksaan fisik
6. Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : S1,S2 tunggal, regular, gallop (-),
murmur(-)
7. Abdomen : bentuk datar, nyeri tekan epigastrium (-), tugor baik(,3detik),
bising usus normal tidak meningkat.
- Inspeksi : datar
- Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan linen tidak teraba,
turgor baik
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus normal (3x/mnt)
8. Eksremitas : akral hangat, petekie (-), CR<2dtk.
e. Data penunjang
Pemeriksaan Labolatorium
f. Pemeriksaan penunjang
- Diet lunak
- Infus RL 20 tetes/mnt
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
- Inj. Ranitidine 2xlamp
- Drip B12 lamp/ 24jam
- Paracetamol 3x 500mg
ANALISA DATA
No Data Diagnosa
Masalah
- Mukosa bibir
kering
- Anak tampak
kurus
- Suhu tubuh
38,6oC
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Hipertermi
- Defisit nutrisi
- Hipovolemia
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
A, Sucipta. Buku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid Pada Anak. Jurnal Skala
Husada. 2015. Poltekkes-denpasar.ac.id
R, Vani & L, Keri. Manajemen Terapi Demam Tifoid : Kajian Terapi Farmakologis dan Non
Farmakologis. Jurnal, 2018. Jurnal.unpad.ac.id
Supartini, Y. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta; EGC, 2004. Suryana.
Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta; EGC, 1996
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi I. Jakarta Selatan ; Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat nasional indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia ; Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi I. Jakarta Selatan ; Penerbit Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat nasional indonesia.