Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

DEMAM THYPOID

OLEH :

KELOMPOK 1

ANDI SULFIANI SYARIF LPT.12201801


AFIFAH NURUL IZZAH LPT.12201802
AYU ARTIKA SARI LPT.12201804
MIRNAWATI LPT.12201811
PIRDA LPT.12201816
RINA APRIANDINI LPT.12201817
SRI WAHYUNI LPT.12201819
WINDA YUNIAR. R LPT.12201823

AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU BONE


WATAMPONE
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas nikmat nya dan karunia-

Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, dan shalawat serta

salam yang senantiasa kami curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

perawatan luka, serta meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan kami

mengenai Demam Thypoid. Kami menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, masukan pendapat yang sifatnya membangun,

sangat kami butuhkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelangsungan

belajar mengajar.

Akhir kata, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika ada kesalahan

maupun kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Terima kasih.

Watampone, 14 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Sampul .................................................................................................................... 1

Kata Pengantar ....................................................................................................... 2

Daftar Isi ............................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

I. Latar Belakang .......................................................................................... 4

II. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4

III. Tujuan ........................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian demam thypoid …….…………………….............................. 6

B. Penyebab Demam Thypoid…………..…………………………………... 6

C. Patofisiologi Demam Thypoid ……………………………………..……. 8

D. Manifestasi Klinis ………………………...……………………………... 8

E. Pemeriksaan diagnostik ………………………..………………………. 11

F. Komplikasi ……………………………………………………………… 12

G. Pencegahan dan penatalaksanaan ………………………………………. 13

BAB III PENUTUP

I. Kesimpulan............................................................................................... 18

II. Saran ........................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA 19

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam thypoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemis di Asia,

Afrika, Amerika latin, Karibia, Oceania dan jarang terjadi di Amerika Serikat

dan Eropa. Menurut data WHO, terdapat 16 juta hingga 30 juta kasus thypoid

di seluruh dunia dan diperkirakan sekitar 500,000 orang meninggal setiap

tahunnya akibat penyakit ini. Asia menempati urutan tertinggi pada kasus

thypoid ini, dan terdapat 13 juta kasus dengan 400,000 kematian setiap

tahunnya.

Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui

kontak dengan seseorang yang menderita penyakit typhus, kurangnya

kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan tempat susu yang kurang

kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella,

pembuangan kotoran yang tak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak

sehat menjadi faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.

Dalam masyarakat, penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi didalam

dunia kedokteran disebut dengan Tyfoid fever atau thypus abdominalis, karena

pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa jadi luka dan

menyebabkan pendarahan serta bisa mengakibatkan kebocoran usus.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Demam Typhoid?

2. Apa saja penyebab Demam Typhoid?

4
3. Bagaimana Patofisiologi Demam Typhoid?

4. Bagaimana manifestasi klinis dari Demam Typhoid?

5. Bagaimana Pemeriksaan Diagnostik Demam Typhoid?

6. Komplikasi apa saja yang terjadi pada penderita Demam Typhoid?

7. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan Demam Typhoid?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian demam thypoid

2. Untuk mengetahui penyebab demam thypoid

3. Untuk mengetahui patofisiologi demam thypoid

4. Untuk mengetahui manifestasi klinis demam thypoid

5. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic demam thypoid

6. Untuk mengetahui komplikasi dari demam thypoid

7. Untuk mengetahui pencegahan dan penatalaksanaan dari demam thypoid

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Typus abdominalis atau demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7

hari, gangguan pencernaan dan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).

Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan

bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,

pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng,

2002).

Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit

kepala, kelesuan, anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari

limpa/hati/kedua-duanya (Djauzi & Sundaru; 2003). Typhus Abdominalis

adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan

dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran

(Suryadi, 2001).

B. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah salmonella typhosa yang mempunyai ciri- ciri

sebagai berikut :

1. Basil gram negatif yang begerak dengan bulu getar dan tidak berspora.

2. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu, antigen O

(somatiik yang terdiri zat kompleks lipopolisakarida), antigen

6
H (flagella), dan antigen VI dalam serum pasien terdapat zat

anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. (Nursalam, 2005 ;

152-153).

Pola penyebaran penyakit ini adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus,

lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Salmonella typhi , Salmonella

paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C masuk ke

tubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.

Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhi,

melalui kontak langsung maupun tidak langsung penderita demam tifoid atau

karier. Karier adalah orang yang telah sembuh dari demam tifoid dan masih

menginfeksi bakteri Salmonella typhi dalam tinja atau urin selama lebih dari

satu tahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal

(intestinal type), kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid. Pada

karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya yang tidak

jelas.

Saat kuman masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati

oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus

kuman beraksi sehingga bisa menginfeksi usus halus. Setelah berhasil

melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh

darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain).

Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman Salmonella typhi,

Salmonella paratyphi A,salmonella paratyphi B dan Salmonella paratyphi C

yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang

7
tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier kuman Salmonella bisa ada

terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun.

C. Patofisiologi

Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam

lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk usus halus, ke jaringan

limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman

masuk ke peredaran darah (bakteremia primer) dan mencapai sel

retikuloendotelial, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam

masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikuloendotelial melepaskan kuman

ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua kalinya.

Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa,

usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia

plaks peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu ke dua terjadi

nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggu ke

empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus

dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain hepar,

kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan

oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh

kelainan pada usus halus (Suriadi, 2006 ; 254).

D. Manifestasi Klinik

Menurut Suriadi (2006 ; 255-256), Manifestasi klinis tifus abdomalis adalah

sebagai berikut :

8
1. Nyeri kepala, lemah dan lesu.

2. Demam tidak terlalu tinggi berlangsung selama 3 minggu, minggu pertama

peningkatan suhu tubuh berpluktuasi biasanya suhu meningkat pada malam

hari dan turun pada pagi hari. Minggu kedua suhu tubuh terus meningkat.

Minggu ketiga suhu mulai turun dan dapat kembali normal.

3. Gangguan pada saluran cerna ; holitosis, bibir kering dan pecah, lidah kotor

(coated tongue), meteorismus, mual, tidak nafsu makan,

hepatomegali, splenomegali disertai dengan nyeri perabaan.

4. Penurunan kesadaran ; apatis atau somnolen.

5. Bintik kemerahan pada kulit (roseola) akibat emboli bakteri pada

kapiler kulit.

6. Epistaksis

Menurut Mansjoer (432; 2000) masa tunas 7-14 (rata-rata 3-30) hari.

Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal berupa rasa tidak

enak badan. Pada kasus khas terdapat demam retimen pada minggu pertama,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.

Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun

secara berangsur-angsur pada minggu ketiga. Lidah kotor yaitu ditutupi selaput

kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan

limpa membesar yang nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, tetapi

mungkin normal bahkan dapat diare.

Sedangkan gambaran klinik demam tifoid pada anak menurut Ngastiyah

(237; 2005).biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas : 10 – 20

9
hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika

melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin

ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri

kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul

gambaran klinik yang biasa ditemukan ialah :

1. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris

remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien

terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur

turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

2. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),

ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat

ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa

membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi

tetapi juga dapat diare atau normal.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam,

yaitu apatis sampai somnolen. Di samping itu gejala tersebut mungkin

10
terdapat gejala lain yaitu pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli basil dalam

kapiler kulit, yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang

ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar.

E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Muttaqin (2011;492), pengkajian diagnostik yang diperlukan

adalah pemeriksaan laboratorium dan radiografi meliputi hal-hal berikut ini:

1. Pemeriksaan darah

Untuk mengidentifikasi adanya anemia karena asupan makanan

yang terbatas malabsobsi, hambatan pembentukan darah dalam sumsum dan

penghancuran seldarah merah dalam peredaran darah. Leukopenia dengan

jumlah leukosit antara 3000-4000 mm3 ditemukan pada fase demam. Hal

ini diakibatkan oleh penghancuran leukosit oleh endotoksin. Aneosinofilia

yaitu hilangnya eosinofil dari tepi. Trombositopenia terjadi pada stadium

panas yaitu pada minggu pertama.

2. Pemeriksaan urine

Didapatkan proteinuria ringan (< 2 gr/liter) juga didapatkan

peningkatan leukosit dalam urine.

3. Pemeriksaan feses

Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya

peredaran darah usus dan perforasi.

11
4. Pemeriksaan bakteriologis

Untuk identifikasi adanya kuman Salmonella pada biakan darah

tinja, urine, cairan empedu, atau sumsum tulang.

5. Pemeriksaan serologis

Untuk mengevaluasi reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Respons antibodi yang dihasilakan tubuh akibat infeksi kuman

Salmonella adalah antibodi O dan H. Apabila titer antibodi yang progresif

(lebih dari 4 kali). Pada pemeriksaan ulangan 1/2 minggu kemudian

menunjukkan diagnosis positif dari infeksi salmonella typhi .

6. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau

komplikasi akibat Demam Typhoid.

F. Komplikasi

Kompliksi yang sering adalah pada usus halus, namun hal tersebut jarang

terjadi. Apabila komplikasi ini dialami oleh seorang anak, maka dapat berakibat

fatal. Golongan pada usus halus ini dapat berupa:

1. Perdarahan usus, apabila sedikit, maka perdarahan tersebut hanya

ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika

perdarahan banyak maka dapat terjadi melena, yang bisa disertai nyeri perut

dengan tanda-tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu

ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum.

12
2. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila

terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan

terdapat udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang

dibuat dalam keadaan tegak.

3. Peritonitis, biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi

usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu neyeri perut yang hebat,

dinding abdomen tegak (defense musculain) dan nyeri tekan.

4. Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat

sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefelopati, dan lain-

lain, komplikasi di luar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu

bronkopneumonia. (Nursalam, 2005; 153)

G. Pencegahan dan Penatalaksanaan

1. Pencegahan

Pencegahan dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan

perjalanan penyakit, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan

pencegahan tersier.

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan orang

yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi

sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan

vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di

Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu :

13
1) Vaksin oral Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul yang

diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.

Vaksin ini kontraindiksi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,

sedang mengkonsumsi antibiotik. Lama proteksi 5 tahun.

2) Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin

yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in

activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 –

12 tahun 0,25 ml dan anak 1 – 5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis

dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri

kepala, lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan.

Kontraindikasi demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian

pertama.

3) Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin

diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.

Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam

dan anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak

mengunjungi daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita

karier tifoid dan petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara mendiagnosa

penyakit secara dini dan mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat.

Untuk mendiagnosis demam tifoid perlu dilakukan pemeriksaan

14
laboratorium. Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyakit demam

tifoid, yaitu :

1) Diagnosis klinik.

2) Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.

3) Diagnosis serologik.

Pencegahan sekunder dapat berupa :

1) Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan

usaha surveilans demam tifoid.

2) Perawatan umum dan nutrisi yang cukup.

3) Pemberian anti mikroba (antibiotik) Anti mikroba (antibiotik) segera

diberikan bila diagnosa telah dibuat. pada wanita hamil, terutama pada

trimester III karena dapat menyebabkan partus prematur, serta janin

mati dalam kandungan. Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan

pada wanita hamil adalah ampisilin atau amoksilin.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi

keparahan akibat komplikasi. Apabila telah dinyatakan sembuh dari

penyakit demam tifoid sebaiknya tetap menerapkan pola hidup sehat,

sehingga imunitas tubuh tetap terjaga dan dapat terhindar dari infeksi

ulang demam tifoid. Pada penderita demam tifoid yang carier perlu

15
dilakukan pemerikasaan laboratorium pasca penyembuhan untuk

mengetahui kuman masih ada atau tidak.

2. Penatalaksanaan

a. Perawataan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam atau 14 hari untuk

mencegah komplikasi perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya

tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.

b. Diet

1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam

selama 7 hari.

c. Obat-obatan

1) Kloramfenikol.

2) Tiamfenikol.

3) Kortimoksazol.

4) Ampisilin dan amoksilin.

5) Sefalosporin Generasi Ketiga.

6) Golongan Fluorokuinolon

a) Norfloksasin

b) Siprofloksasin

16
c) Ofloksasin

d) Pefloksasin

e) Fleroksasin

7) Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan

tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok

septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam

organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.

(Widiastuti S, 2001).

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan

oleh salmonella tipe A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal,

makanan dan minuman yang terkontaminasi. Demam typhoid timbul akibat

dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yangmemasuki tubuh penderita

melalui saluran pencernaan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama

7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman

yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan

asimtomatis.

Secara garis besar, gejala Tifoid adalah Demam lebih dari seminggu, Lidah

kotor, Mual Berat sampai muntah, Diare atau Mencret, Lemas, pusing, dan

sakit perut, Pingsan, Tak sadarkan diri. Manifestasi klinis demam tifoid pada

anak seringkali tidak khas dan sangat bervariasi yang sesuai dengan

patogenesis demam tifoid. Pencegahan dilakukan secara primer, sekunder dan

tersier.

B. Saran

Pembaca mampu menjadikan makalah ini sebagai refrensi pembelajaran,

namun tak lupa untuk tetat mengimbangi dengan berbagai refrensi yang ada

karena sejatinya makalah ini masih membutuhkan saran maupun kritik yang

sifatnya membangun dari pembaca sekalian.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://nanangsyahputraaddres.blogspot.com/2017/05/makalah-demam-

thypoid.html

http://makalahkesehatanraze.blogspot.com/2016/01/makalah-askep-tifoid.html

https://www.academia.edu/8892603/Makalah_Demam_Typoid

19

Anda mungkin juga menyukai