Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN

“TYPOID”
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
Dosen Pengampuh
Ns. Gusti Pandi Liputo M.Kep

Disusun oleh :
KELOMPOK 1
KELAS B & C (SEMESTER 4)
Abdul Rahman Ahmad 841420071 Ulfa Yusuf 841420127
Mohamad Zulfiqri Lamuda 841420129 Reynaldi Niode 841420099
Moh. Elson Asim 841420138 Sitti Nur Fauziyah R. Mohamad 841420081
Dhilfa Alamri 841420117 Mahdalia Salsabila Yusuf 841420083
Maryam Fadilah Saleh 841420137 Karmila Baks 841420082
Mutiara Chyntia Daud 841420104 Nurjannah Y Kalasi 841420085
Nadhiya Huwaidah Mointi 841420116 Nining Pratiwi Ibrahim 841420105
Siti Nurain Luma 841420113 Queen Amdani Syahrir 841420132
Maryam Putri Ismail 841420098 Karmila Maarusa 841420122
Mersilan Juna 841420047 Nur Astri Djamal 841419111

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-NYA sehingga
Asuhan Keperawatan dengan judul “Typoid” ini dapat selesai tepat pada waktunya.

Penyusunan Asuhan Keperawatan ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan
tugas dari Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam penyusunan ASKEP ini penulis
banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ASKEP ini masih jauh dari sempurna, maka
dengan segala kerendahan hati penulis mengharap saran dan kritik yangmembangun demi
kesempurnaan ASKEP ini. Akhirnya, mudah-mudahan ASKEP ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Amin.

Gorontalo, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................2
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Definisi..................................................................................................................3
2.2 Etiologi..................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis..................................................................................................4
2.4 Patofisiologi...........................................................................................................6
2.5 Klasifikasi..............................................................................................................7
2.6 Prognosis...............................................................................................................7
2.7 Pemeriksaaan Penunjang.......................................................................................8
2.8 Penatalaksanaan...................................................................................................10
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian.....................................................................................................12
3.2 Pathway.........................................................................................................14
3.3 Analisa Data..................................................................................................15
3.4 Diagnosa Keperawatan..................................................................................18
3.5 Intervensi Keperawatan.................................................................................19
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran.....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Typoid berasal dari bahasa Yunani “typhos” yaitu penderita demam dengan gangguan
kesadaran. Typoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan
oleh makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypi (Widoyono,
2011).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala pada pencernaan dan gangguan kesadaran, penyakit demam tipoid ini disebabkan
infeksi Salmonella typhi (Lestari, 2016). Gejala biasanya muncul 1-3 minggu setelah terkena,
dan gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sembelit
atau diare, bintikbintik merah muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati
(Inawati, 2017). Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang muncul di berbagai
negara berkembang.

Menurut data World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kejadian di seluruh
dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal dunia karena penyakit
ini dan 70% kematian terjadi di Asia. WHO menyatakan angka kejadian dari 150/100.000 per
tahun di Amerika Serikat dan 900/100.000 pertahun di Asia (WHO, 2016). Keluhan utama yang
ditemukan pada anak yaitu panas. Demam pada anak dibutuhkan perlakuan dan penanganan
tersendiri yang berbeda dibanding dengan orang dewasa.

Hal ini dikarenakan, apabila tindakan dalam mengatasi demam tidak tepat dan lambat maka
akan mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan anak terganggu. Demam dapat
membahayakan keselamatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat akan menimbulkan
komplikasi lain seperti, hipertermia, kejang demam dan penurunan kesadaran (Maharani, 2014).

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Typoid ?
2. Apa penyebab penyakit Typoid ?
3. Bagaimana manifestasi klinis Typoid ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Typoid ?
5. Bagaimana klasifikasi Typoid ?
6. Bagaimana pronogsis Typoid ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang Typoid?
8. Bagaimana penataksanaan dari Typoid?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Typoid
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit Typoid
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Typoid
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari Typoid
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Typoid
6. Untuk mengetahui pronogsis Typoid
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Typoid
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan Typoid

2
BAB II

KONSEP MEDIS
2.1 Definisi

Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica serovar
typhi (Styphi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan
infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam
enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid (Amaliyyah
2021)

Penyakit sistemik yang bersifat akut atau dapat disebut demam tifoid, mempunyai gejala
dengan spektrum klinis yang bervariasi dari ringan berupa demam, lemas serta batuk yang ringan
sampai dengan gejala berat seperti gangguan gastrointestinal sampai dengan gejala komplikasi
(Amaliyyah 2021)

Demam Typhoid adalah penyakit yag biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 1 minggu,gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang
ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonela typhi
(Amaliyyah 2021)

2.2 Etiologi
Demam tifoid (tifus abdominalis) atau lebih populer dengan nama tifus di kalangan
masyarakat adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonela typhi yang
menyerang saluran pencernaan. Kuman ini masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau
minuman yang tercemar, baik saat memasak ataupun melalui tangan dan alat masak yang kurang
bersih. Selanjutnya, kuman itu diserap oleh usus halus yang masuk bersama makanan, lantas
menyebar ke semua organ 25 tubuh, terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya
pembengkakan dan nyeri. Setalah berada di dalam usus, kuman tersebut terus menyebar ke
dalam peredaran darah dan kelenjar limfe, terutama usus halus. Dalam dinding usus inilah,
kuman itu membuat luka atau tukak berbentuk lonjong. Tukak tersebut bisa menimbulkan
pendarahan atau robekan yang mengakibatkan penyebaran infeksi ke dalam rongga perut. Jika
kondisinya sangat parah, maka harus dilakukan operasi untuk mengobatinya. Bahkan, tidak
sedikit yang berakibat fatal hingga berujung kematian. Selain itu, kuman Salmonela Typhi yang

3
masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang dapat menimbulkan gejala demam
pada anak. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut juga demam tifoid (Amaliyyah 2021)

Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:

1. Antigen O (Antigen Somatik), terletak pada lapisan Juar dari tubuh kuman. Mempunyai
struktur kimia lipopolisakarida/endotoksin, tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
2. Antigen H (Antigen Flagella) yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman.
Mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak
tahan terhadap panas alkohol.
3. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis (Pemula 2017). Selain itu, Salmonella typhi juga dapat
menghambat proses aglutinasi antigen O oleh anti O serum. Antigen Vi berhubungan
dengan daya invasif bakteri dan efektivitas vaksin(Pemula 2017). Ketiga macam antigen
tersebut di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin (Pemula 2017).

2.3 Manifestasi klinis


Dewi dan Meira (2016) mengungkapkan gejala klinis penyakit typhoid pada anak biasanya
lebih ringan dibandingkan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas
tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, jika infeksi
melalui minuman mana tunas terlama berlangsung 30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala – gejala klinis sebagai berikut:
1. Demam
Demam khas (membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat febris remitten dan
suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu meningkat setiap hari, menurun pada
pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua pasien terus
berada dalam keadaan demam. Minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal
pada akhir minggu ketiga.

4
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Napas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup selaput putih
kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, anoreksia, mual, dan perasaan
tidak enak di perut. Abdomen kembung, hepatomegali, dan splenomegli, kadang normal,
dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi spoor, koma, atau
gelisah. (Ardiansyah, 2012) Menurut pendapat Padila dari buku yang di tulis Dewi dan
Meira (2016) masa tunas typhoid adalah sekitar 10-14 hari dengan rincian sebagai
berikut:
a. Minggu 1
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama pada sore hari dan malam hari.
Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri 10 kepala, anoreksia, dan mual,
batuk, epistaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu ke – 2
Pada minggu ke-2 gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan
kesadaran. (Dewi dan Meira, 2016)

5
2.4 Patofisiologi
Virulensi Salmonella ditentukan oleh toksin tifoid yaitu, antigen Vi (kapsul polisakarida),
antigen li posakarida O, dan antigen flagela H.
 Antigen Vi bertindak sebagai agen antifagositik yang mencegah aksi makrofag,
sehingga melindungi antigen O dari antibodi yang memberikan resistensi serum.
 Antigen flagela H memberikan mobilitas bakteri dan invasi mukosa dinding usus.

Proses terjadinya demam tifoid diawali dari invasi bakteri ke usus halus, kemudian
menginduksi Payer patches untuk melakukan perekrutan limfosit dan sel mononuklear yang
menyebabkan proses inflamasi pada usus bahkan hingga perforasi. Patogen mencapai sistem
retikuloendotelial melalui sistem limfatik dan aliran darah. Penyebarannya melalui sistem
limfatik sekitar sehingga dapat mempengaruhi organ lainnya salah satunya kandung kemih.
Ketika bakteri difagosit oleh makrofag maupun monosit di retikuloendotelial maka
perjalanan penyakit memasuki fase bakteremia awal atau bacteremia primer dimana pada
fase ini gejala klinis masih belum muncul. Setelah itu bakteri akan bereplikasi di dalam sel
fagosit mononuklear yang disebut sebagai periode inkubasi. Perjalanan periode ini ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penjamu. Apabila faktor virulensi
mampu mengungguli sistem imun penjamumaka bakteri akan akan masuk ke dalam sirkulasi
sistemik melalui duktus torasikus yang disebut sebagai fase bakteremia sekunder. Fase
tersebut sudah dapat menimbulkan gejala yang bermanifestasi pada pasien(Jenish Bhandari,
2020)(Jenish Bhandari, 2020)(Jenish Bhandari, 2020)(Jenish Bhandari, 2020)(Jenish
Bhandari, 2020) (Jenish Bhandari, 2020)(Gibani et al., 2018). Seperti pada bakteri gram
negatif lainnya, endotoksin memiliki peran penting dalam patogenesis. Lipopolisakarida
menginduksi reaksi seperti syok, dan endotoksemia yang menyebabkan hiperaktivitas
vaskular dan pelepasan katekolamin, kemudian menyebabkan nekrosis fokal dan
perdarahan(Jenish Bhandari, 2020)(Gibani et al., 2018).

6
2.5 Klasifikasi
Menurut WHO dalam Hasta, (2020) terdapat 3 macam klasifikasi pada demam thypoid
dengan perbedaan gejala klinik :

a. Demam thypoid akut non komplikasi Adanya demam yang berkepanjangan pada
demam thypoid akut terjadi konstipasi pada penderita dewasa, diare pada anak-anak.
Anoreksia, Malaise, serta nyeri kepala atau sakit kepala.

b. Demam thypoid dengan komplikasi Demam thypoid akan menjadi komplikasi yang
parah tergantung pada kualitas dalam pengobatan yang diberikan kepada penderita,
komplikasi yang terjadi biasanya seperti perforasi, usus, melena dan peningkatan
ketidaknyamanan abdomen.

c. Keadaan karier Penderita demam thypoid dengan keadaan karier terjadi pada 1- 5 %
tergantung pada umur pasien, yang bersifat kronis dalam hal sekresi salmonella typhi di
feses.

2.6 Prognosis
Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komlikasi. Misalnya di negara maju dengan terapi antibiotik
yang adekuat, angka mortalitas 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan,
dan pengobatan.Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan
hebat, meningitis, endokarotis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortilitas yang
tinggi.Relaps dapat timbul beberapan kali. Individu yang mengeluarkan Salmonella typhi ≥ 3
bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis Resiko menjadi karier pada anak-anak
rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari seluruh pasien demam
tifoid.Insiden penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan
populasi umum, walaupun karier urin kronis juga dapat terjadi, hal ini jarang dan dijumpai
terutama pada individu dengan skistosomiasi (Soedarmo, 2015).

7
2.7 Pemeriksaan penunjang
a. Kultur darah
Kultur darah dilakukan untuk masing- masing kelompok pasien dengan klinis dicurigai
demam tifoid. Sampel dari kultur darah dapat diambil dari:
1) Tinja dan urin
Kultur sampel tinja dan urine dimulai pada minggu ke-2 demam dan dilaksanakan setiap
minggu.Bila pada minggu ke-4 biakan tinja masih positif maka pasien sudah tergolong
carrier.Kultur memerlukan waktu kurang lebih 5-7 hari.Sampel ditanam dalam biakan
empedu (goal culture).
2) Darah
Sampel darah diambil saat demam tinggi pada minggu ke-1.
3) Sumsum tulang
Kultur sumsum tulang belakang merupakan tes yang paling sensitive untuk salmonella
typhi(Pudiastuti, 2011).
b. Pemeriksaan tes widal
Tes widal merupakan tes aglutinasi yang digunakan dalam diagnosis serologi penyakit
demam tifoid. Tes widal mengukur level aglutinasi antibodi terhadap antigen O(somatic)
dan antigen H (flagellar). Level tersebut diukur dengan menggunakan dilusi ganda serum
pada tabung tes.Biasanya, antibodi O terlihat pada hari ke 6-8 dan antibodi H terlihat pada
hari ke 10-12 setelah munculnya gejala penyakit demam tifoid.Tes biasanya dilakukan
pada serum akut (serum yang pertama kali diambil saat pertama kali kontak dengan
pasien).Minimal harus didapatkan 1ml darah untuk mendapatkan jumlah serum yang
cukup(Wardana, 2014). Tes widal memiliki sensitifitas spesifisitas rendah. Tes ini dapat
memberikan hasil negatif sampai 30% dari pembuktian tes kultur yang positif demam
tifoid, hal ini disebabkan karena pemberian terapi antibiotik sebelum pemeriksaan dapat
menumpulkan respon antibodi. Prinsip tes widal adalah pasien dengan demam tifoid atau
demam enterik akan memiliki antibodi di dalam serumnya yang dapat bereaksi dan
beraglutinasi dilusi ganda(IDAI,2016).
c.Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam tifoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya tifoid.

8
d. Uji typhoid
Deteksi IgM dan IgG pada protein membran luar Salmonella Thypi.Hasil positif diperoleh
2-3 hari setelah infeksi dan spesifik mengidentifikasi IgM dan IgG terhadap Salmonella
Thypi.
e.Uji TUBEX
Uji tubex atau pemeriksaan IgM Salmonella merupakan salah satu dari uji serologis
tersebut yang memiliki sensitivitas dan spesifikasi yang lebih baik dari uji widal. Uji ini
dapat menjadi pemeriksaan yang ideal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan secara
rutin karena cepat (kurang lebih 5 menit) lebih akurat, mudah dan sederhana dalam infeksi
akut demam tifoid karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM Anti Salmonella dan
tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit(Tam FCH, 2008).
Uji TUBEX yang diproduksi oleh IDL Biotech, Sallentuna, Sweden mengeksploitasi
kemudahan dan kepraktisan seperti uji widal tetapi tes ini menggunakan partikel yang
berwarna untuk meningkatkan sensitivitas spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan
antigen O9 yang benar- benar spesifik yang hanya ditemukan pada salmonella serogrup D.
Sensivitas 75-80% dan spesifisitas 75-90% (Tam FCH, 2008).
f. Uji IgM Dipstick
Deteksi khusus IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau darah dengan
menggunakan strip yang mengandung anti lipopolisakarida S. typhi dan anti IgM sebagai
kontrol.Sensitivitas 65-77% dan spesifitas 95-100%.Akurasi diperoleh bila pemeriksaan
dilakukan 1 minggu setelah timbul gejala(Tanto Chris, et.al, 2014).

9
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaanpenyakit demam tifoid pada anak merurut Erawati (2016) adalah :

a.Istirahat atau bedrest


Sebagian besar pasien yang mengalami demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah
baring atau istirahat total, isolasi sosial yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi
serta pemberian antibiotik, sedangkan untuk kasus yang berat harus di rawat di rumah sakit
agar pemenuhan cairan elektrolit serta nutrisi disamping observasi kenungkinan timul
komplikasi dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan pengobatan
utama karena pada dasarnya pathogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan
keadaan bakteriemia (Soedarmo, 2015).Tirah baring bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring atau bedrestsepenuhnya di tempat tidur selama 1 minggu setelah bebas dari
demam, kemudian pasien boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di
ruangan (Ngastiyah, 2012).
b. Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan.Penderita demam tifoid perlu dijaga kebersihan perorangan karena
ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar atau air kecil.
c.Diet dan terapi penunjang
Diet merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid,
karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan
semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Dimasa lampau penderita demam
tifoid diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan akhirnya diberi
nasi, perubahan diet tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien.Pemberian bubur
saring tersebut ditunjukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau
peforasi usus.Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usus harus diistirahatkan.Beberapa
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk pauk
rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat diberikan dengan aman
pada penderita demam tifoid
d. Obat- obatan
Pemberian antibiotik untuk penyakit demam tifoid: antimikroba: kloramfenikol 4x500mg
sehari/IV, tiamfenikol 4x500mg sehari oral, kortimoksazol 2x2 tablet sehari oral (1

10
tabletsulfametoksazol 400mg + trimetoprin 80mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan dalam
250ml cairan infus). Ampisilin atau bebas demam.Pemberian antipiretik seperlunya dan
vitamin B kompleks dan vitamin C. amoksilin 100mg/kg BB sehari oral/ IV, dibagi dalam 3
atau 4 dosis.Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam.Pemberian
antipiretik seperlunya dan vitamin B kompleks dan vitamin C.
e.Menjaga kebersihan
Kebersihan mencuci tangan sebelum makan cukup berpengaruh pada kejadian demam tifoid,
untuk itu diperlukan kesadaran diri untuk meningkatkan praktik cuci tangan sebelum makan
untuk mencegah penularan bakteri salmonella typhi ke dalam makanan yang tersentuh tangan
yang kotor dan mencuci tangan setelah buang air besar agar kotoran atau feses yang
mengandung mikroorganisme pathogen tidak ditularkan melalui tangan ke makanan (Andayani
& Fibriana, 2018).

11
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

A. Identitas klien
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Suku Bangsa :
Tanggal masuk :
Tanggal Keluar :
No. Registrasi :
Diagnosa Medis :

B. Identitas penanggung jawab

Nama :
Umur :
Pendidikan :
Agama :
Alamat :
Hubungan dengan klien :

C. Keluhan Utama
D. Riwayat Keperawatan
A. Riwayat kesehatan sekarang
B. Riwayat kesehatan terdahulu
C. Riwayat kesehatan keluarga

12
E. Pola Kebutuhan Dasar
A. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
B. Pola nutrisi metabolic
a. Sebelum sakit :Tidak Terkaji
b. Sesudah sakit :Tidak Terkaji
C. Pola eliminasi
 BAB
- Sebelum sakit :Tidak Terkaji
- Sesudah sakit :Tidak Terkaji

 BAK
- Sebelum sakit :Tidak Terkaji
- Sesudahsakit :Tidak Terkaji

F. Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan Umum : Tidak Terkaji
B. Kesadaran :
C. TTV :
a. Suhu tubuh :
b. Nadi :
c. RR :
d. TD :
e. SpO2 :
D. Keadaan Fisik :
1) Kepala : Tidak Terkaji
2) Leher : Tidak Terkaji
3) Dada : Tidak Terkaji
4) Abdomen : Tidak Terkaji
5) Integument : Tidak Terkaji
6) Genetalia : Tidak Terkaji
7) Ekstremitas : Tidak Terkaji
E. Pola Persepsi dan Konsep Diri : Tidak Terkaji
F. Pola Tidur dan Konsep Diri
Sebelum Sakit : Tidak Terkaji
Sesudah Sakit : Sulit tidur di malam hari

13
Kuman
salmonelathypi

Pathway
Masuk tubuh melalui mulut
bersamamakanan dan
minuman

Masuk ke usus halus

Inflamasi pada hati Organ tubuh limfe, Bakteri mengadakan


Peredaran darah Terjadi ulkus usus
dan limfa hati, empedu multiplikasi di usus

Hati membesar Mengeluarkan Motilitas usus


splenomegali
kembung perut endotoksin terganggu
tegang
Penurunan mobilitas Mengakibatkan
usus komplikasi seperti
Nyeri tekan Peningkatan Peningkatan
neuropsikiartik,
peristaltik usus peristaltik usus
kardiovaskuler,
Penurunan peristaltik meningkat menururn
pernafasan dll
usus NYERI AKUT

Merangsang
Peningkatan asam DIARE KONSTIPASI
melepaskan sel
lambung perogen

Mempengaruhi pusat
Anoreksia, mual dan termoregulator HEPERTERMIA
muntah DEFISIT NUTRISI
dihipotalamus

14
PROBLEM ETIOLOGI SYMPTOM
DS : Tidak terkaji Kuman Salmonella Thypii Nyeri Akut
DO : Tidak terkaji
masuk tubuh melalui mulut
bersama makanan dan
minuman

masuk sampai ke usus halus

bakteri mengadakan
multiplikasi di usus

peredaran darah

organ tubuh,limfe, hati,


empedu

hati membesar kembung


perut tegang

nyeri tekan

Nyeri Akut

DS : Tidak terkaji Hipertermia


DO : Tidak terkaji Kuman Salmonella Thypii

masuk tubuh melalui mulut


bersama makanan dan
minuman

masuk sampai ke usus halus

bakteri mengadakan
multiplikasi di usus

peredaran darah

mengeluarkan endotoksi

mengakibatkan komplikasi
seperti neuropsikiatrik,
kardiovaskuler, pernafasan,dll

merangsang melepas sel \

15
perogen

mempengaruhi pusat
thermoregulator
dihipotalamus

Hipertermia

DS : Tidak terkaji Kuman Salmonella Thypii Defisit Nutrisi


DO : Tidak terkaji
masuk tubuh melalui mulut
bersama makanan dan
minuman

masuk sampai ke usus halus

bakteri mengadakan
multiplikasi di usus

peredaran darah

organ tubuh,limfe, hati,


empedu

inflamasi pada hati dan limfa

spenomegali

penurunan mobilitas usus

penurunan peristaltik usus

peningkatan asam lambung

anoreksia, mual dan muntah

Defisit Nutrisi

DS : Tidak terkaji Kuman Salmonelathypi Konstipasi


DO : Tidak terkaji

masuk tubuh melalui mulut

16
bersama makanan dan
minuman

masuk sampai ke usus halus

bakteri mengadakan
multiplikasi di usus

Terjadi ulkus usus

Motilitas usus terganggu

Peningkatan peristaltik usus


menururn

Konstipasi

DS : Tidak terkaji Kuman Salmonelathypi Diare


DO : Tidak terkaji

masuk tubuh melalui mulut


bersama makanan dan
minuman

masuk sampai ke usus halus

bakteri mengadakan
multiplikasi di usus

Terjadi ulkus usus

Motilitas usus terganggu

Peningkatan peristaltik usus


meningkat

Diare

17
Diagnosa Keperawatan

Nyeri Akut (D.0077)


Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan

Defisit Nutrisi (D.0019)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan cairan

Hipertermia (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi

Diare (D.0020)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutirisi dan Cairan

Konstipasi (D.0049
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Eliminasi

18
Intervensi
NO SDKI SLKI SIKI RASIONAL
1. Hipertermia (D.0130) Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipertermia Tindakan
Definisi : Definisi : (I.03115) Observasi
Suhu tubuh meningkat di atas Pengaturan suhu tubuh agar tetap - mengidentifikasi
rentang normal tubuh. berada pada rentang normal. Definisi : penyebab hipertermia
Setelah di lakukan tindakan Mengidentifikasi dan (mis. dehidrasi,
Penyebab: keperawatan selama 3x24 jam mengelola peningkatan suhu terpapar lingkungan
1. Dehidrasi termoregulasi membaik dengan tubuh akibat disfungsi panas, penggunaan
2. Terpapar lingkungan panas Kriteria hasil : termoregulasi. inkubator)
3. Proses penyakit (mis. infeksi, - memonitor suhu tubuh
kanker) Kriteria Hasil : Tindakan - memonitor kadar
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan - Menggigil menurun Observasi elektrolit
suhu lingkungan - Kulit merah menurun - Identifikasi penyebab - memonitor haluaran
5. Peningkatan laju metabolisme - Akrosianosis menurun hipertermia (mis. urine
6. Respon trauma - Konsumsi oksigen menurun dehidrasi, terpapar - memonitor komplikasi
7. Aktivitas berlebihan - Piloereksi menurun lingkungan panas, akibat hipertermia
8. Penggunaan inkubator - Vasokonstriksi perifer penggunaan inkubator)
menurun - Monitor suhu tubuh Terapeutik
Gejala dan Tanda Mayor - Kutis memorata menurun - Monitor kadar elektrolit - menyediakan
Subjektif - Pucat menurun - Monitor haluaran urine lingkungan yang dingin
(tidak tersedia) - Takikardi menurun - Monitor komplikasi - melonggarkan atau
Objektif - Takipnea menurun akibat hipertermia lepaskan pakaian
1. Suhu tubuh diatas nilai normal - Bradikardi menurun - membasahi dan kipasi
- Dasar kuku sianotik Terapeutik permukaan tubuh
Gejala dan Tanda Minor menurun - Sediakan lingkungan - Berikan cairan oral
Subjektif - Hipoksia menurun yang dingin - mengganti linen setiap
(tidak tersedia) - Longgarkan atau hari atau lebih sering
Objektif - Suhu tubuh membaik lepaskan pakaian jika mengalami
1. Kulit merah - Suhu kulit membaik - Basahi dan kipasi hiperhidrosis (keringat
2. Kejang - Kadar glukosa darah permukaan tubuh berlebih)
3. Takikardi membaik - Berikan cairan oral - melakukan
4. Takipnea - Pengisiaan kapiler membaik - Ganti linen setiap hari pendinginan eksternal

19
5. Kulit terasa hangat - Ventilasi membaik atau lebih sering jika (mis. selimut
- Tekanan darah membaik mengalami hipotermia atau
Kondisi Klinis Terkait hiperhidrosis (keringat kompres dingin pada
1. Proses infeksi berlebih) dahi, leher,
2. Hipertiroid - Lakukan pendinginan dada, abdomen, aksila)
3. Stroke eksternal (mis. selimut - menghindari
4. Dehidrasi hipotermia atau pemberian antipiretik
5. Trauma kompres dingin pada atau aspirin
6. Prematuritas dahi, leher, - memberikan oksigen,
dada, abdomen, aksila) jika perlu
- Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin Edukasi
- Berikan oksigen, jika - Anjurkan tirah baring
perlu
Kolaborasi
Edukasi Kolaborasi pemberian cairan
- Anjurkan tirah baring dan elektrolit intravena, jika
perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238) Tindakan
Definisi : Definisi : Definisi : Observasi
Pengalaman sensorik atau emosional Pengalaman sensorik atau Mengidentifikasi dan - mengidentifikasi
yang berkaitan dengan kerusakan emosional yang berkaitan dengan mengelola pengalaman sensorik lokasi, karakteristik,
jaringan aktual atau fungsional, kerusakan jaringan aktual atau atau emosional yang berkaitan durasi, frekuensi,
dengan onset mendadak atau lambat fungsional, dengan onset mendadak dengan kerusakan jaringan atau kualitas, intensitas
dan berintensitas ringan hingga berat atau lambat dan berintensitas ringan fungsional dengan onset nyeri
yang berlangsung kurang dari 3 hingga berat dan konstan. Setelah di mendadak atau lambat dan - mengidentifikasi skala
bulan. lakukan tindakan keperawatan berintensitas ringan hingga nyeri
selama 3x24 jam tingkat nyeri berat dan konstan. - mengidentifikasi faktor
menurun dengan Kriteria hasil : yang memperberat dan
Tindakan
20
- Kemampuan menuntaskan Observasi memperingan nyeri
Penyebab: aktivitas meningkat - Identifikasi lokasi, - mengidentifikasi
1. Agen pencedera fisiologis karakteristik, durasi, pengetahuan dan
(mis. inflamasi, iskemia, - Keluhan nyeri Meringis frekuensi, kualitas, keyaninan tentang
neoplasma) menurun intensitas nyeri nyeri
2. Agen pencedera kimiawi - Sikap protektif menurun - identifikasi skala nyeri - mengidentifikasi
(mis terbakar, bahan kimia - Gelisah Kesulitan tidur - Identifikasi faktor yang pengaruh budaya
iritan) menurun memperberat dan terhadap respon nyeri
3. Agen pencedera fisik (mis, - Menarik diri menurun memperingan nyeri - mengidentifikasi
abses, amputasi, terbakar, - Berfokus pada diri sendiri - Identifikasi pengetahuan pengaruh nyeri pada
terpotong mengangkat berat, menurun dan keyaninan tentang kualitas hidup
prosedur operasi, trauma, - Diaforesis menurun nyeri - memonitor
latihan fisik berlebihan) - Perasaan depresi - Identifikasi pengaruh keberhasilan terapi
- (tertekan) menurun budaya terhadap respon komplementer yang
Gejala dan Tanda Mayor - Perasaan takut mengalami nyeri sudah diberikan
Subjektif cedera berulang menurun - Identifikasi pengaruh - memonitor efek
1. Mengeluh nyeri - Anoreksia menurun nyeri pada kualitas samping penggunaan
Objektif - Perineum terasa tertekan hidup analgetik
1. Tampak meringis menurun - Monitor keberhasilan
2. Bersikap protektif (mis. - Uterus teraba membulat terapi komplementer Terapeutik
waspada posisi menghindari menurun yang sudah diberikan - memberikan teknik
nyeri) - Ketegangan otot menurun - Monitor efek samping nonfarmakologis untuk
3. Gelisah - Pupil dilatasi menurun penggunaan analgetik mengurangi rasa nyeri
4. Frekuensi nadi meningkat - Muntah menurun (mis. TENS, hipnosis,
5. Sulit tidur - Mual menurun Terapeutik akupresur, terapi
- Berikan teknik musik, biofeedback,
Gejala dan Tanda Minor - Frekuensi nadi membaik nonfarmakologis untuk terapi pijat,
Subjektif - Pola napas membaik mengurangi rasa nyeri aromaterapi, teknik
(tidak tersedia) - Tekanan darah membaik (mis. TENS, hipnosis, imajinasi terbimbing,
Objektif - Proses berpikir membaim akupresur, terapi musik, kompres hangat/dingin,
1. Tekanan darah meningkat - Fokus membaik biofeedback, terapi terapi bermain)
2. Pola napas berubah - Fungsi berkemih membaik pijat, aromaterapi, - mengontrol lingkungan
3. Nafsu makan berubah - Perilaku membaik teknik imajinasi yang memperberat rasa
4. Proses berpikir terganggu - Nafsu makan membaik
21
5. Menarik diri - Pola tidur membaik terbimbing, kompres nyeri (mis. suhu
6. Berfokus pada diri sendiri hangat/dingin, terapi ruangan, pencahayaan,
7. Diaforesis bermain) kebisingan)
- Kontrol lingkungan - mempertimbangkan
Kondisi Klinis Terkait : yang memperberat rasa jenis dan sumber nyeri
1. Kondisi pembedahan nyeri (mis. suhu dalam pemilihan
2. Cedera traumatis ruangan, pencahayaan, strategi meredakan
3. Infeksi kebisingan) nyeri
4. Sindrom koroner akut - Pertimbangkan jenis - memfasilitasi istirahat
5. Glaukoma dan sumber nyeri dalam dan tidur
pemilihan strategi - mempertimbangkan
meredakan nyeri jenis dan sumber nyeri
- Fasilitasi istirahat dan dalam pemilihan
tidur strategi meredakan
- pertimbangkan jenis dan nyeri
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi Edukasi
meredakan nyeri - menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
Edukasi nyeri
- Jelaskan penyebab, - menjelaskan strategi
periode, dan pemicu meredakan nyeri
nyeri - Anjurkan memonitor
- Jelaskan strategi nyeri secara mandiri
meredakan nyeri - menganjurkan
- Anjurkan memonitor menggunakan
nyeri secara mandiri analgetik secara tepat
- Anjurkan menggunakan - mengajarkan teknik
analgetik secara tepat non farmakologis
- Ajarkan teknik untuk mengurangi rasa
nonfarmakologis untuk nyeri
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi - berkolaborasi dalam
22
- Kolaborasi pemberian pemberian analgetik,
analgetik, jika perlu jika perlu
3. Defisit Nutrisi (D.0019) Status nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119) Tindakan
Definisi: Definisi : Definisi : Mengidentifikasi dan Observasi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk Keadekuatan asupan nutrisi untuk mengelola asupan nutrisi yang - mengidentifikasi status
memenuhi kebutuhan metabolisme. memenuhi kebutuhan metabolisme. seimbang. nutrisi
Setelah di lakukan tindakan - mengidentifikasi alergi
Penyebab: keperawatan selama 3x24 jam Tindakan dan intoleransi
1. Ketidakmampuan menelan status nutrisi membaik dengan Observasi makanan
makanan Kriteria hasil : - Identifikasi status - mengidentifikasi
2. Ketidakmampuan mencerna - Porsi makanan yang nutrisi makanan yang disukai
makanan dihabiskan meningkat - Identifikasi alergi dan - mengidentifikasi
3. Ketidakmampuan - Kekuatan otot pengunyah intoleransi makanan kebutuhan kalori dan
mengabsorbsi nutrien meningkat - Identifikasi makanan jenis nutrien
4. Peningkatan kebutuhan - Kekuatan otot menelan yang disukai - mengidentifikasi
metabolisme meningkat - Identifikasi kebutuhan perlunya penggunaan
5. Faktor ekonomi (mis. - Serum albumin meningkat kalori dan jenis nutrien selang nasogastrik
finansial tidak mencukupi) - Verbalisasi keinginan untuk - Identifikasi perlunya - memonitor asupan
6. Faktor psikologis (mis. stres, meningkatkan nutrisi penggunaan selang makanan
keengganan untuk makan) meningkat nasogastrik - memonitor berat badan
- Pengetahuan tentang pilihan - Monitor asupan - memonitor hasil
Gejala dan Tanda Mayor makanan yang sehat makanan pemeriksaan
Subjektif meningkat - Monitor berat badan laboratorium
(tidak tersedia) - Pengetahuan tentang pilihan - Monitor hasil
Objektif minuman yang sehat pemeriksaan Terapeutik
1. Berat badan menurun meningkat laboratorium - melakukan oral
minimal 10% di bawah - Pengetahuan tentang standar hygiene sebelum
rentang ideal asupan nutrisi yang tepat Terapeutik makan, jika perlu
- Penyiapan dan penyimpanan - Lakukan oral hygiene - memfasilitasi
makanan yang aman sebelum makan, jika menentukan pedoman
meningkat perlu diet (mis. piramida
- penyiapan dan penyimpanan - Fasilitasi menentukan makanan)
- minuman yang aman pedoman diet (mis. - menyajikan makanan

23
Gejala dan Tanda Minor meningkat piramida makanan) secara menarik dan
Subjektif - Sajikan makanan secara suhu yang sesuai
1. Cepat kenyang setelah makan - makanan/minuman sesuai menarik dan suhu yang - memberikan makanan
2. Kram/nyeri abdomen dengan tujuan kesehatan sesuai tinggi serat untuk
3. Nafsu makan menurun meningkat - Berikan makanan tinggi mencegah konstipasi
Objektif serat untuk mencegah - memberikan makanan
1. Bising usus hiperaktif - Perasaan cepat kenyang konstipasi tinggi kalori dan tinggi
2. Otot pengunyah lemah menurun - Berikan makanan tinggi protein
3. Otot menelan lemah - Nyeri abdomen menurun kalori dan tinggi protein - memberikan suplemen
4. Membran mukosa pucat - Sariawan menurun - Berikan suplemen makanan, jika perlu
5. Sariawan - Rambut rontok menurun makanan, jika perlu - menghentikan
6. Serum albumin - Diare menurun - Hentikan pemberian pemberian makan
7. Rambut rontok berlebihan makan melalui selang melalui selang
8. Diare - Berat badan membaik nasogatrik jika asupan nasogatrik jika asupan
- Indeks Massa Tubuh (IMT) oral dapat ditoleransi oral dapat ditoleransi
Kondisi Klinis Terkait membaik Edukasi Edukasi
1. Stroke - Frekuensi makan Nafsu - Anjurkan posisi duduk, - menganjurkan posisi
2. Parkinson makan membaik jika mampu duduk, jika mampu
3. Mobius syndrome - Bising usus membaik - Ajarkan diet yang - mengajarkan diet yang
4. Cerebral palsy - Tebal lipatan kulit trisep diprogramkan diprogramkan
5. cleft lip membaik
6. Cleft palate Kolaborasi Kolaborasi
7. Amyotropic lateral sclerosis - Kolaborasi pemberian - Berkolaborasi dalam
8. Kerusakan neuromuskular medikasi sebelum pemberian medikasi
9. Luka bakar makan (mis pereda sebelum makan (mis
10. Kanker nyeri, antiemetik), jika pereda nyeri,
11. Infeksi perlu antiemetik), jika perlu
12. AIDS - Kolaborasi dengan ahli - berkolaborasi dengan
13. Penyakit Crohn's gizi untuk menentukan ahli gizi untuk
jumlah kalori dan jenis menentukan jumlah
nutrien yang kalori dan jenis nutrien
dibutuhkan, yang dibutuhkan jika
jika perlu perlu

24
4. Diare (D.0020) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Diare (I.03101) Tindakan
Definisi : Definisi : Definisi : Observasi
Pengeluaran feses yang sering, lunak Proses pengeluaran feses yang Mengidentifikasi dan - mengidentifikasi
dan tidak berbentuk. mudah dengan kosistensi, frekuensi mengelola diare dan penyebab diare (mis.
dan bentuk feses yang normal. dampaknya. Inflamasi
Penyebab : Setelah di lakukan tindakan gastrointestinal, iritasi
Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam Tindakan gastrointertinal, proses
1. Inflamasi gastrointestinal eliminasi fekal membaik dengan Observasi infeksi, malapsorbsi,
2. Iritasi gastrointestinal Kriteria hasil : - identifikasi penyebab ansietas, stres, efek
3. Proses infeksi - Kontrol pengeluaran feses diare (mis. Inflamasi obat-obatan, pemberian
4. Malabsorpsi meningkat gastrointestinal, iritasi botol susu)
gastrointertinal, proses - mengidentifikasi
Psikologis - Keluhan defekasi lama dan infeksi, malapsorbsi, riwayat pemberian
1. Kecemasan sulit menurun ansietas, stres, efek makanan
2. Tingkat stres tinggi - Mengejan saat defekasi obat-obatan, pemberian - mengidentifikasi gejala
menurun botol susu) invaginasi (mis.
Situasional - Distensi abdomen menurun - identifikasi riwayat tangisan keras,
1. Terpapar kontaminan - Teraba massa pada rektal pemberian makanan kepucatan pada bayi)
2. Terpapar toksin menurun - Identifikasi gejala - memonitor warna,
3. Penyalahgunaan laksatif - Urgency menurun invaginasi (mis. volume, frekuensi, dan
4. Penyalahgunaan zat - Nyeri abdomen menurun tangisan keras, konsistensi tinja
5. Program pengobatan (agen - Kram abdomen menurun kepucatan pada bayi) - memonitor tanda dan
tiroid, pelunak feses, - Monitor warna, volume, gejala hypovolemia
ferosulfat, antasida, - Konsistensi feses membaik frekuensi, dan (mis. takikardia, nadi
cimetidine dan antibiotik) - Frekuensi BAB membaik konsistensi tinja teraba lemah, tekanan
6. Perubahan air - Peristaltik usus membaik - Monitor tanda dan da turun, turgor kulit
7. Bakteri pada air gejala hypovolemia turun, mukosa mulut
(mis. takikardia, nadi kering, CRT melambat,
Gejala dan tanda mayor teraba lemah, tekanan BB menurun)
Subjektif da turun, turgor kulit - memonitor iritasi dan
(tidak tersedia) turun, mukosa mulut ulserasi kulit di daerah
Objektif kering, CRT melambat, perianal
1. Defekasi kebih dari tiga kali BB menurun) - memonitor jumlah
dalam 24 jam

25
2. Feses lembek atau cair - Monitor iritasi dan pengeluaran diare
ulserasi kulit di daerah - memonitor keamanan
Gejala dan tanda minor perianal penyiapan makanan
Subjektif - Monitor jumlah
1. Urgency pengeluaran diare Terapeutik
2. Nyeri/kram abdomen - Monitor keamanan - memberikan asupan
Objektif penyiapan makanan cairan oral (mis.
1. Frekuensi oeristaltik larutan garam gula,
meningkat Terapeutik oralit, pedialyte,
2. Bising usus hiperaktif - Berikan asupan cairan renalyte)
oral (mis. larutan garam - memasang jalur
Kondisi klinis terkait : gula, oralit, pedialyte, intravena
1. Kanker kolon renalyte)
2. Diverticulitis - Pasang jalur intravena Edukasi
3. Iritasi usus - menganjurkan
4. Crohn's disease Edukasi makanan porsi kecil
5. Ulkus peptikum - Anjurkan makanan dan sering secara
6. Gastritis porsi kecil dan sering bertahap
7. Spasme kolon secara bertahap - menganjurkan
8. Kolitis ulseratif - Anjurkan menghindari menghindari makanan
9. Hipertiroidisme makanan pembentuk pembentuk gas, pedas
10. Demam typoid gas, pedas dan dan mengandung
11. Malaria mengandung laktosa laktosa
12. Sigelosis - Anjurkan melanjutkan - menganjurkan
13. Kolera pemberian ASI melanjutkan pemberian
14. Disentri ASI
15. Hepatitis Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian Kolaborasi
obat antimotilitas (mis. - berkolaborasi dalam
loperamide, pemberian obat
difenoksilat) antimotilitas (mis.
- Kolaborasi pemberian loperamide,
obat difenoksilat)
antispasmodic/spasmolit - berkolaborasi dalam

26
ik (mis. papaverin, pemberian obat
ekstrak belladom antispasmodic/spasmol
mebeverine) itik (mis. papaverin,
- Kolaborasi pemberian ekstrak belladom
obat pengeras feses mebeverine)
(mis. atapulgit, smektit, - berkolaborasi dalam
kaolin-pektin) pemberian obat
pengeras feses (mis.
atapulgit, smektit,
kaolin-pektin)
5. Konstipasi (D.0049) Eliminasi Fekal (L.04033) Manajemen Eliminasi Fekal Tindakan
Definisi : Definisi : (I.04151) Observasi
Penurunan defekasi normal yang Proses pengeluaran feses yang Definisi : - mengidentifikasi
disertai pengeluaran feses sulit dan mudah dengan kosistensi, frekuensi Mengidentifikasi dan masalah usus dan
tidak tuntas serta feses kering dan dan bentuk feses yang normal. mengelola gangguan pola penggunaan obat
banyak. Setelah di lakukan tindakan eliminasi fekal. pencahar
keperawatan selama 3x24 jam - mengidentifikasi
Penyebab : eliminasi fekal membaik dengan Tindakan pengobatan yang
Fisiologis Kriteria hasil : Observasi berefek pada kondisi
1. Penurunan motilitas - Kontrol pengeluaran feses - Identifikasi masalah gastrointestinal
gastrointestinal meningkat usus dan penggunaan - memonitor buang air
2. Ketidakadekuatan obat pencahar besar (mis, warna,
pertumbuhan gigi - Keluhan defekasi lama dan - Identifikasi pengobatan frekuensi, konsistensi,
3. Ketidakcukupan diet sulit menurun yang berefek pada volume)
4. Ketidakcukupan asupan serat - Mengejan saat defekasi kondisi gastrointestinal - memonitor tanda dan
5. Ketidakcukupan asupan menurun - Monitor buang air besar gejala diare, konstipasi,
cairan - Distensi abdomen menurun (mis, warna, frekuensi, atau impaksi
6. Aganglionik (mis. penyakit - Teraba massa pada rektal konsistensi, volume)
Hircsprung) menurun - Monitor tanda dan Terapeutik
7. Kelemahan otot abdomen - Urgency menurun gejala diare, konstipasi, - memberikan air hangat
- Nyeri abdomen menurun atau impaksi setelah makan
Psikologis - Kram abdomen menurun - untuk menjadwalkan
8. Konfusi Terapeutik waktu defekasi

27
9. Depresi - Konsistensi feses membaik - Berikan air hangat bersama pasien
10. Gangguan emosional - Frekuensi BAB membaik setelah makan - menyediakan makanan
- Peristaltik usus membaik - Jadwalkan waktu tinggi serat
Situasional defekasi bersama pasien
11. Perubahan kebiasaan makan - Sediakan makanan Edukasi
(mis, jenis makanan, jadwal tinggi serat - menjelaskan jenis
makan) makanan yang
12. Ketidakadekuatan toileting Edukasi membantu
13. Aktivitas fisik harian kurang - Jelaskan jenis makanan meningkatkan
dari yang dianjurkan yang membantu keteraturan peristaltik
14. Penyalahgunaan laksatif meningkatkan usus
15. Efek agen farmakologis keteraturan peristaltik - menganjurkan
16. Kendakaraturan kebiasaan usus mencatat warna,
defekasi - Anjurkan mencatat frekuensi, konsistensi,
17. Katasan menahan dorongan warna, frekuensi, volume feses
defekasi konsistensi, volume - menganjurkan
18. Perubahan lingkungan feses meningkatkan aktifitas
- Anjurkan meningkatkan fisik, sesuai toleransi
Gejala dan Tanda Mayor Subjektif aktifitas fisik, sesuai Anjurkan pengurangan
19. Defekasi kurang dari toleransi Anjurkan asupan makanan yang
2 kaliseminggu pengurangan asupan meningkatkan
20. Pengeluaran feses lama dan makanan yang pembentukan gas
sulit meningkatkan - menganjurkan
Objektif pembentukan gas mengkonsumsi
21. Feses keras - Anjurkan makanan yang
22. Peristaltik usus menurun mengkonsumsi mengandung tinggi
makanan yang serat
Gejala dan Tanda Minor mengandung tinggi - menganjurkan
subjektif serat meningkatkan asupan
23. Mengejan saat defekasi - Anjurkan meningkatkan cairan, jika tidak ada
Objektif asupan cairan, jika tidak kontraindikasi
1. Distensi abdomen ada kontraindikasi
2. Kelemahan umum Kolaborasi
3. Teraba massa pada rektal

28
Kolaborasi - berkolaborasi dalam
Kondisi Klinis Terkait : - Kolaborasi pemberian pemberian obat
1. Lesi/cedera pada medula obat supositoria anal, supositoria anal, jika
spinalis jika perlu perlu
2. Spina bifida
3. Stroke
4. Sklerosis multipel
5. Penyakit Parkinson
6. Demensia
7. Hiperparatiroidisme
8. Hipoparatiroidisme
9. Ketidakseimbangan elektrolit
10. Hemoroid
11. Obesitas
12. Pasca operasi obstruksi
bowel
13. Kehamilan
14. Pembesaran prostat
15. Abses rektal
16. Fisura anorektal
17. Striktura anorektal
18. Prolaps rektal
19. Ulkus rektal
20. Rektokel
21. Tumor
22. Penyakit Hircsprung
23. Impaksi feses

29
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enterica
serovar typhi (Styphi). Salmonella enterica serovar paratyphi A, B, dan C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid. Demam tifoid dan paratifoid
termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam
enterik adalah demam tifoid.
2. Penyebab terjadinya demam tifoid yaitu ditularkan melalui makanan atau minuman
yang terkontaminasi oleh kuman salmonela typhi.
3. Manifestasi klinis demam tifoid yaitu mengungkapkan gejala klinis penyakit typhoid
pada anak biasanya lebih ringan dibandingkan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata
10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui
makanan. Sedangkan, jika infeksi melalui minuman mana tunas terlama berlangsung
30 hari. Selama masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan
tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat.
4. Patofisiologi demam tifoid yaitu Proses terjadinya demam tifoid diawali dari invasi
bakteri ke usus halus, kemudian menginduksi Payer patches untuk melakukan
perekrutan limfosit dan sel mononuklear yang menyebabkan proses inflamasi pada
usus bahkan hingga perforasi.
5. Terdapat 3 macam klasifikasi pada demam thypoid yaitu demam thypoid akut non
komplikasi, demam thypoid dengan komplikasi, dan keadaan karier Penderita demam
thypoid.
6. Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komlikasi.
7. Pemeriksaan penunjang antara lain kultur darah, Pemeriksaan tes widal, Pemeriksaan
SGOT dan SGPT, Uji typhoid, uji TUBEX, Uji IgM Dipstick.
8. Penatalaksanaan penyakit demam tifoid pada anak merurut Erawati (2016), Istirahat
atau bedrest, perawatan, diet dan terapi penunjang, obat-obatan, menjaga kebersihan
B. Saran
Semoga makalah ini dapat menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca pada umumnya dan
bagi kelompok pembuat makalah pada khususnya. Namun, kami juga membutuhkan
kritik yang membangun untuk menjadikan tambahan bagi penyusunnya.

30
DAFTAR PUSTAKA

ARFIANSYAH, M. R. I. ASUHAN KEPERAWATAN PADA TYPHOID DENGAN FOKUS


STUDIPENGELOLAAN KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG
DARIKEBUTUHAN TUBUH DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG.NINGSIH, W. Y.
(2017).
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thypoid Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi:
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Ruang Seruni Rsud Jombang (Doctoral dissertation, STIKes
Insan Cendekia Medika Jombang).Fadillah, S. (2019).
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA PENDERITA THYPOID FEVER
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN HIPERTERMI Di Ruang Mas mansyur RSU
Muhammadiyah Ponorogo (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).Suria,
Y. A. (2022).
Evaluasi Pemberian Antibiotik Pada Pengobatan Demam Tifoid Pada Anak Di RSUP Wahidin
Sudirohusodo Periode Januari-Desember 2019= Evaluation of Antibiotics Given for the
Treatment of Typhoid Fever in Children at RSUP Wahidin Sudirohusodo for the Period January-
December 2019 (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).Triwinarti, A., Murniati, M., &
Wahyuningrum, E. (2021, November).
Relaksasi Napas Dalam dan Kompres Hangat Sebagai Bentuk Intervensi Nyeri Akut pada Anak
(Studi Kasus pada Anak dengan Demam Thypoid di Ruang Cempaka RSUD Dr. R. Goeteng
Taroenadibrata Purbalingga). In Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat (pp. 1163-1169).
Triana, D. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DEMAM TYPHOID DENGAN
MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN TERMOREGULASI DI RSUD
PRINGSEWU TAHUN 2021 (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Pringsewu).

31

Anda mungkin juga menyukai