DEMAM TIFOID
Makalah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan klinis senior
bagian Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Pembimbing :
Disusun Oleh :
SUMATERA UTARA
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Demam Tifoid “. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan
Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di
SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Lita Septina Chaniago., Sp.PD.KEDM atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam ini
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan .............................................................................................. 1
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Data tahun 2012 menunjukkan angka mortalitas dunia akibat demam enterik pada
wanita 1,1% dan pria 0,9%. Demam tifoid jika tidak diterapi memiliki case fatality rate
sebesar 10-30%, dapat turun menjadi 1 – 4% dengan terapi yang tepat.
Gejala umumnya adalah demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Di Indonesia, demam
tifoid banyak dijumpai pada usia 3 – 19 tahun.1
Demam tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid. Dengan kata lain
hygiene sanitasi adalah faktor utama penularannya. Kejadian demam tifoid di Indonesia
berhubungan dengan lingkungan rumah tangga misalnya seperti,riwayat keluarga
dengan demam tifoid, tidak cuci tangan menggunakan sabun, penggunaan piring
bersama untuk makan, tidak tersedia tempat buang air besar di dalam rumah.1
Manifestasi klinis demam tifoid yang timbul dapat bervariasi dari gejala ringan
hingga berat. Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam,
malaise, nyeri perut dan konstipasi. Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold
standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Namun harganya yang mahal dan
waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan kultur ini jarang dilakukan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
tropis dengan angka kejadian sekitar 21 juta dan berakhir kematian sekitar 700 kasus.
Hal ini menyebabkan demam tifoid masih menjadi masalah serius. 2,3
kasus demam tifoid di Indonesia sekitar 81,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
Angka tersebut masih dibawah Pakistan 451,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun
Kesehatan RI menyebutkan sekitar 350-810 per 100.000 penduduk. Itu artinya tiap
2.3 Etiologi
Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi dan parathyphi dari
genus Salmonella yang berbentuk basil. Bakteri ini merupakan gram negatif yang
bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora tetapi memiliki fimbria, bersifat
anaerob dan anaerob fakultatif. Bakteri ini berukuran antara (2-4) x 0,6µm, serta mampu
hidup dalam suhu optimum 37°C dengan PH antara 6-8. Perlu diketahui bahwa bakteri
ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti air, es, sampah dan debu.
2
3
Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60°C selama 15-20 menit.,
pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Masa inkubasi demam tifoid yaitu sekitar 10-
14 hari dan pada anak-anak akan lebih bervariasi sekitar 5-40 hari, dengan perjalanan
2.4 Patofisiologi
Saat S typhi dan S paratyphi masuk melalui mulut, sebagian dari mereka akan
dimusnahkan dalam lambung, namun sebagian lagi dapat lolos ke usus dan berkembang
biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka setiba di usus
halus, kuman akan menembus sel-sel epitelnya (terutama sel-M) dan selanjutnya ke
lamina propria usus. Di lamina propria, kuman akan berkembang biak dan kemudian
Di dalam makrofag ini, kuman dapat terus hidup dan berkembang biak sampai
terbawa bersama makrofag itu ke plague Peyeri di Ileum distal lalu masuk lagi ke
kelenjar getah bening mesenterika, lanjut ke duktus torasikus, dan akhirnya sampai ke
kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.
Nah, di kedua organ inilah kuman akan keluar meninggalkan makrofag sel-sel fagosit
lainnya itu lalu berkembang biak di jaringan ekstraseluler atau ruang sinusoid. Pada
akhirnya, kuman ini masuk lagi ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (Bakteremia II,
sehingga menimbulkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala,
pun dapat masuk ke kandung empedu lalu berkembang biak di sana. Kuman ini akan
ikut ketika empedu dieksresikan ke lumen usus secara intermitten. Sebagian kuman
akan ikut dikeluarkan melalui feses, tapi sebagian masuk lagi ke sirkulasi limfe dan
darah setelah menembus usus. Berhubung ketika itu makrofag sudah teraktivasi dan
hiperaktif, maka saat fagositosis kuman Salmonella tentu akan kemabli mencetuskan
makrofag kini menjadi hiperaktif. Akibatnya, sel-sel makrofag ini melepaskan sitokin
reaksi inflamasi sistemik, lalu mengudang sel-sel mononukelar di dinding usus yang
dapat mengakibatkan terjadinya erosi pembuluh darah di sekitar plague Peyeri dan
dinding usus itu sendiri, sehingga terjadilah perdarahan pada saluran cerna. Proses
patologis ini dapat terus berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat
menyebabkan perforasi. 2
Endotoksin dapat menempel pula di reseptor sel endotel kapiler dan pada
2.5 Diagnosis
5
bermanfaat untuk pemberian terapi yang tepat dan atau mengurangi risiko
komplikasi. Gejala klinis demam tifoid yang pasti dijumpai adalah demam.
Gejala demam meningkat perlahan ketika menjelang sore hingga malam hari
dan akan turun ketika siang hari. Demam akan semakin tinggi (39 – 40 derajat
Celsius) dan menetap pada minggu kedua. Masa inkubasi demam tifoid sekitar 7
myalgia, athralgia, nausea, nyeri perut dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik
nyeri tekan abdomen, splenomegali atau rose spot . Rose spot merupakan
sering ditemukan pada perut dan dada. Tanda rose spot ini terdapat pada 5
sampai 30% kasus dan tidak terlihat pada pasien kulit gelap. Gejala klinis yang
b. Laboratorium
(20.000-25.000/mm3). 4,5
6
tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga
4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal
• Uji tubex : uji ini mendeteksi antibody s. typhi O9 pada serum pasien,
Skor Interprestasi
tifoid aktif.
disimpulkan.
aktif.
• Uji typhidot : Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG
yang terdapat pada protein membran bakteri Salmonella typhi. Uji ini dapat
7
dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari pasca terinfeksi dengan sensitivitas 98%,
spesifisitas sebesar 76,6%. Uji ini hampir sama dengan uji tubex. 2
• Kultur darah : hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan
2.6 Tatalaksana
• Diet dan terapi penunjang : diberikan diet bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, pemberian diet disesuaikan
peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk
untuk mengobati demam tifoid, dosis yang diberkan 4x500 mg perhari diberikan
secara oral dan intravena diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam. Namun
pada tahun 1990an, terjadi resistensi bakteri Salmonella typhi terhadap antibiotic
pilihan utama dalam mengatasi demam tifoid. Pada sebuah studi, ditemukan
keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta
atau demam tifoid yang mengalami syok septik diberikan dengan dosis 3x5
mg.2,4,5
BAB III
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESA PRIBADI
No RM : 00372475
Ruangan : Al-Ihsan
Nama : Fachrurozy
Umur : 18 tahun
Status kawin : Belum Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Letda Sujono GG.kurnia
II. ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
Telaah :
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan diantar oleh keluarganya
dengan Keluhan Demam. Demam yang dirasakan oleh pasien sejak 3 hari
yang lalu. Demam yang dirasakan oleh pasien naik turun dan memberat pada
saat malam hari, pasien sudah meminum obat yang dibeli oleh keluarga
pasien di warung, tetapi tidak ada perubahan.
9
10
11
12
10. ENDOKRIN
a.Pankreas 13. PANCA INDRA
Polidifsi :Ya Dalam batas normal
Poliuri :Ya
b.Tiroid 14. PSIKIS
Dalam batas normal Dalam batas normal
c.Hipofisis
Dalam batas normal 15. KEADAAN SOSIAL
Pekerjaan : Pelajar
11. FUNGSI GENITALIA Hygiene : Kurang Baik
Tidak di lakukan
ANAMNESA INTOKSIKASI :
Tidak ada
ANAMNESA MAKANAN :
Nasi : Ya Freq : 3x/hari
Ikan : Ya
Sayuran : Ya
Daging : Ya
ANAMNESA FAMILY
Penyakit-penyakit Family : Tidak Ada
Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
14
STATUS PRESENT :
KEADAAN UMUM
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 121/72 mmHg
Temperatur : 38,5° C
Pernafasan : 20 x/menit, Reg, Tipe pernafasan (Thoraxal
Abdominal)
Nadi : 88 x/menit, Equal , Teg / Vol (Sedang)
KEADAAN PENYAKIT
Anemi : Tidak
Ikterus : Tidak
Sianosis : Tidak
Dispnoe : Tidak
Edema : Tidak
Eritema : Tidak
Turgor : Baik, CRT<2 detik
Gerakan aktif : Menurun
Sikap Tidur paksa : Tidak
KEADAAN GIZI
BB : 47 KG
TB : 160 CM
RBW = BB/TB : 47/(160-100)x100 % = 78,3% Kesan :
Underweight
IMT = kg/cm² = 47/(1,60)2 =18,3 Kg/cm2 Kesan : Underweight
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Mata konjungtiva anemis (+/+)
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Dalam batas normal
15
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
DARAH
Darah Rutin
Hemoglobin 12,8↓ g/dl
Eritrosit 4,67 Juta/Ul
Leukosit 3,30↓ /Ul
Hematokrit 38,2 ↓ %
Trombosit 55↓ /Ul
PDW 15,9 fL
Index Eritrosit
MCV 82 fL
MCH 27 Pg
MCHC 34 g/dL
Jenis Leukosit
Eosinofil 0↓ %
Basofil 0 %
N. Segmen 58 %
Limfosit 75↑ %
Monosit 3↓ %
LED 21 mm/jam
Fungsi Hati
AST (SGOT) - u/L
ALT (SGPT) - u/L
Albumin - g/Dl
Bilirubin total - mEg/L
Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL
Kreatinin mg/Dl
Glukosa Darah mg/Dl
16
DIAGNOSA BANDING :
1.Demam Tifoid
2.Dengue Hemorrhagic Fever
3.Malaria
4.Chikungunya
5.Leptospirosis
DIAGNOSA SEMENTARA :
- Demam Tifoid
Terapi :
Aktivitas : Tirah Baring
Diet : MB
Medikamentosa :
1. IVFD Rl 20gtt/i
2. Inj Ceftriaxone 1g /12 jam
3. Inj ranitidine 1amp /12 jam
4. Inj ketorolac 30mg /8 jam
5. Loperamide 2 x 1
PEMERIKSAAN ANJURAN :
Kaku sendi + +
Krepitasi + -
Nyeri + +
Bengkak + +
Deformitas Sendi + -
Poliuria - +
Polidifsi - +
BAB IV
DISKUSI
1. ANAMNESIS
18
2. STATUS PRAESENT
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaaan Gizi
Teori kasus
Keadaan Umum
Anemia Tidak Ya
Oedem Ya Ya
Keadaan Gizi
TB 168 Cm
BB 88 Kg
Kesan Overweight -
Kesan Overweight -
22
Teori Kasus
Ekstremitas bawah -Terdapat nyeridi daerah Nyeri (+), kaku (+), Pembengkakan (+),
sendi yang terkena Adanya Osteofit moderat (+), spase
-Kaku di daerah sendi yang menyempit (+), Sklerois sedikit (+)
terkena
-Krepitasi di daerah sendi
yang terkena
-Deformitas sendi
-Pembengkakan di daerah
sendi yang kena
-Kemerahan di daerah
sendi yang kena
-adanya ostefit moderat
-Joint spase menyempit
-Sklerosis sedikit
3. PEMERIKSAAN FISIK
23
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Teori Kasus
Darah Rutin
5. TERAPI
Teori Kasus
Diet : Rendah lemak tinggi protein Diet :Rendah lemak tinggi protein
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Diatas maka pasien ini dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh bakteri
Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam, malaise,
1. Hartanto. Darius. Diagnosa dan Tatalaksana Demam Tifoid Pada Dewasa. 2021.
CDK-292.Vol. 48. No 1
4. Levani. Yelvi. Aldo Dwi Prasatya. Demam Tifoid : Manifestasi Klinis, Pilihan
Terapi dan Pandangan Islam. 2020. Jurnal berkala ilmiah kedokteran. Vol 3. No 1