Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

DEMAM TIFOID

Makalah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan klinis senior
bagian Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara

Pembimbing :

dr. Lita Septina Chaniago, Sp. PD. KEDM

Disusun Oleh :

Yohana Aprilia (102121020)


Fienda Oktavia (21360002)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

SUMATERA UTARA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Demam Tifoid “. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan
Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di
SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Lita Septina Chaniago., Sp.PD.KEDM atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam ini
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, 20 Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan .............................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi..........................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.................................................................................................2
2.3 Etiologi..........................................................................................................3
2.4 Patofisiologi..................................................................................................3
2.5 Diagnosis.......................................................................................................5
2.6 Tatalaksana....................................................................................................6
BAB III. LAPORAN KASUS
3.1 Laporan Kasus...............................................................................................9

BAB IV. DISKUSI


4.1 Diskusi...........................................................................................................17

BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. Demam tifoid
merupakan penyakit infeksi global, terutama di negara-negara berkembang.1

Data tahun 2012 menunjukkan angka mortalitas dunia akibat demam enterik pada
wanita 1,1% dan pria 0,9%. Demam tifoid jika tidak diterapi memiliki case fatality rate
sebesar 10-30%, dapat turun menjadi 1 – 4% dengan terapi yang tepat.
Gejala umumnya adalah demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Di Indonesia, demam
tifoid banyak dijumpai pada usia 3 – 19 tahun.1

Demam tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid. Dengan kata lain
hygiene sanitasi adalah faktor utama penularannya. Kejadian demam tifoid di Indonesia
berhubungan dengan lingkungan rumah tangga misalnya seperti,riwayat keluarga
dengan demam tifoid, tidak cuci tangan menggunakan sabun, penggunaan piring
bersama untuk makan, tidak tersedia tempat buang air besar di dalam rumah.1

Manifestasi klinis demam tifoid yang timbul dapat bervariasi dari gejala ringan
hingga berat. Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam,
malaise, nyeri perut dan konstipasi. Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold
standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Namun harganya yang mahal dan
waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan kultur ini jarang dilakukan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi. 2,3

2.2 Epidemiologi

Demam tifoid banyak dijumpai di negara-negara berkembang dan pada daerah

tropis dengan angka kejadian sekitar 21 juta dan berakhir kematian sekitar 700 kasus.

Hal ini menyebabkan demam tifoid masih menjadi masalah serius. 2,3

Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di lima negara Asia, insidensi

kasus demam tifoid di Indonesia sekitar 81,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun.

Angka tersebut masih dibawah Pakistan 451,7 kasus per 100.000 penduduk per tahun

dan India 493,5 kasus per 100.000 per tahun.

Prevalensi angka kejadian demam tifoid di Indonesia menurut data Kementerian

Kesehatan RI menyebutkan sekitar 350-810 per 100.000 penduduk. Itu artinya tiap

tahun ada sebesar 600.000-1.500.000 kasus demam tifoid. 2,3

2.3 Etiologi

Bakteri penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi dan parathyphi dari

genus Salmonella yang berbentuk basil. Bakteri ini merupakan gram negatif yang

bergerak, tidak berkapsul, tidak membentuk spora tetapi memiliki fimbria, bersifat

anaerob dan anaerob fakultatif. Bakteri ini berukuran antara (2-4) x 0,6µm, serta mampu

hidup dalam suhu optimum 37°C dengan PH antara 6-8. Perlu diketahui bahwa bakteri

ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti air, es, sampah dan debu.

Sedangkan satusatunya reservoir yaitu manusia. 2,3

2
3

Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 60°C selama 15-20 menit.,

pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Masa inkubasi demam tifoid yaitu sekitar 10-

14 hari dan pada anak-anak akan lebih bervariasi sekitar 5-40 hari, dengan perjalanan

penyakit yang terkadang tidak teratur. 2,3

2.4 Patofisiologi

Saat S typhi dan S paratyphi masuk melalui mulut, sebagian dari mereka akan

dimusnahkan dalam lambung, namun sebagian lagi dapat lolos ke usus dan berkembang

biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka setiba di usus

halus, kuman akan menembus sel-sel epitelnya (terutama sel-M) dan selanjutnya ke

lamina propria usus. Di lamina propria, kuman akan berkembang biak dan kemudian

difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. 2

Di dalam makrofag ini, kuman dapat terus hidup dan berkembang biak sampai

terbawa bersama makrofag itu ke plague Peyeri di Ileum distal lalu masuk lagi ke

kelenjar getah bening mesenterika, lanjut ke duktus torasikus, dan akhirnya sampai ke

sirkulasi darah (Bakteremia I, asimptomatik). Makrofag yang berisi kuman ini

kemudian menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa.

Nah, di kedua organ inilah kuman akan keluar meninggalkan makrofag sel-sel fagosit

lainnya itu lalu berkembang biak di jaringan ekstraseluler atau ruang sinusoid. Pada

akhirnya, kuman ini masuk lagi ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya (Bakteremia II,

simptomatik). Karena makrofag sudah teraktivasi sebelumnya, ketika memfagosit

kuman-kuman Salmonella ini, maka akan terjadi pelepasan mediator inflamasi,

sehingga menimbulkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia, sakit kepala,

sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi. 2

Tidak hanya di sirkulasi sistemik, Salmonella yang tinggal di dalam hati


4

pun dapat masuk ke kandung empedu lalu berkembang biak di sana. Kuman ini akan

ikut ketika empedu dieksresikan ke lumen usus secara intermitten. Sebagian kuman

akan ikut dikeluarkan melalui feses, tapi sebagian masuk lagi ke sirkulasi limfe dan

darah setelah menembus usus. Berhubung ketika itu makrofag sudah teraktivasi dan

hiperaktif, maka saat fagositosis kuman Salmonella tentu akan kemabli mencetuskan

pelepasan mediator inflamasi dan menimbulkan reaksi sistemik. 2

Di dalam plague Peyeri, S typhi intra makrofag dapat menginduksi reaksi

hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ sehingga

makrofag kini menjadi hiperaktif. Akibatnya, sel-sel makrofag ini melepaskan sitokin

reaksi inflamasi sistemik, lalu mengudang sel-sel mononukelar di dinding usus yang

dapat mengakibatkan terjadinya erosi pembuluh darah di sekitar plague Peyeri dan

dinding usus itu sendiri, sehingga terjadilah perdarahan pada saluran cerna. Proses

patologis ini dapat terus berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat

menyebabkan perforasi. 2

Endotoksin dapat menempel pula di reseptor sel endotel kapiler dan pada

akhirnya berujung ke komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular,

pernapasan, dan gangguan organ lainnya. 2

2.5 Diagnosis
5

a. Gejala dan Tanda Penegakan diagnosis sedini mungkin akan

bermanfaat untuk pemberian terapi yang tepat dan atau mengurangi risiko

komplikasi. Gejala klinis demam tifoid yang pasti dijumpai adalah demam.

Gejala demam meningkat perlahan ketika menjelang sore hingga malam hari

dan akan turun ketika siang hari. Demam akan semakin tinggi (39 – 40 derajat

Celsius) dan menetap pada minggu kedua. Masa inkubasi demam tifoid sekitar 7

sampai 14 hari (dengan rentang 3 sampai 60 hari) . Gejala demam tifoid

umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah demam, sakit kepala, anoreksia,

myalgia, athralgia, nausea, nyeri perut dan konstipasi. Pada pemeriksaan fisik

dapat ditemukan demam tinggi, bradikardi relatif, lidah kotor, hepatomegali,

nyeri tekan abdomen, splenomegali atau rose spot . Rose spot merupakan

kumpulan lesi makulopapular eritematus dengan diameter 2 sampai 4 mm yang

sering ditemukan pada perut dan dada. Tanda rose spot ini terdapat pada 5

sampai 30% kasus dan tidak terlihat pada pasien kulit gelap. Gejala klinis yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella paratyphi umumnya lebih ringan daripada

gejala yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. 4,5

b. Laboratorium

• Pemeriksaan darah lengkap : Pemeriksaan darah lengkap seperti jumlah

eritrosit, leukosit dan trombosit umumnya tidak spesifik untuk

mendiagnosis demam tifoid. Leukopenia sering ditemukan pada kasus

demam tifoid, tetapi jumlah leukosit jarang kurang dari 2.500/mm3.

Kondisi leukopenia dapat menetap 1 sampai 2 minggu setelah infeksi.

Pada kondisi tertentu, jumlah leukosit dapat ditemukan meningkat

(20.000-25.000/mm3). 4,5
6

• Uji widal ini memiliki sensitivitas dan sensitivitas rendah. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan melihat aglutinasi dalam serum penderita aglunitin

yang dideteksi yaitu aglutinin O, aglutinin H dan aglutinin Vi. Namun

interpretasinya hanya dari aglutinin O dan H saja. pemeriksaan widal

sebaiknya mulai dilakukan pada minggu pertama demam. Hal ini

dikarenakan aglutinin baru meningkat pada minggu pertama dan akan

semakin tinggi hingga minggu keempat. Pembentukan aglutinin dimulai

dari aglutinin O dan diikuti dengan aglutinin H. Pada penderita demam

tifoid yang telah bebas demam, aglutinin O akan tetap ditemukan hingga

4-6 bulan sedangkan aglutinin H 9-12 bulan. Oleh karena itu, uji widal

tidak dapat dijadikan acuan kesembuhan pasien demam tifoid. 4,5

• Uji tubex : uji ini mendeteksi antibody s. typhi O9 pada serum pasien,

hasil dari pemeriksaan uji tubex

Skor Interprestasi

<2 Negative Tidak menunjukkan infeksi

tifoid aktif.

3 Borderline Pengukuran tidak dapat

disimpulkan.

4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid

aktif.

>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid.

• Uji typhidot : Uji typhidot dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG

yang terdapat pada protein membran bakteri Salmonella typhi. Uji ini dapat
7

dilakukan dengan hasil positif 2-3 hari pasca terinfeksi dengan sensitivitas 98%,

spesifisitas sebesar 76,6%. Uji ini hampir sama dengan uji tubex. 2

• Kultur darah : hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan

tetapi hasil negative tidak menyingkirkan demam tifoid.2

2.6 Tatalaksana

• Istirahat dan perawatan : tirah baring dan perawatan professional bertujuan

untuk mencegah komplikasi.

• Diet dan terapi penunjang : diberikan diet bubur saring, kemudian ditingkatkan

menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, pemberian diet disesuaikan

dengan keadaan penyakit pasien. pemberian bubur saring bertujuan untuk

menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Beberapa

peneliti menunjukkan bahwa pemberian makan padat dini yaitu nasi dengan lauk

pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang berserat) dapat

diberikan aman pada pasien demam tifoid.

• Pemberian antimikroba : di Indonesia kloramfenikol masih pilihan utama

untuk mengobati demam tifoid, dosis yang diberkan 4x500 mg perhari diberikan

secara oral dan intravena diberikan sampai dengan 7 hari bebas demam. Namun

pada tahun 1990an, terjadi resistensi bakteri Salmonella typhi terhadap antibiotic

kloramfenikol. Saat ini, antibiotikgolongan fluoroquinolon dianggap merupakan

pilihan utama dalam mengatasi demam tifoid. Pada sebuah studi, ditemukan

bahwa antibiotik golongan fluoroquinolon memiliki lama waktu terapi yang

relatif pendek (3 – 7 hari) dan memiliki tingkat kesembuhan sebesar 96%.

Antibiotik golongan fluoroquinolon menunjukkan lebih cepat dan lebih efektif


8

menurunkan jumlah bakteri Salmonella typhi di feses bila dibandingkan terapi

lini pertama seperti kloramfenikol.

• Kombinasi obat antimikroba : kombinasi 2 antibiotik atau lebih hanya pada

keadaan tertentu saja antara lain toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta

syok septic, yang pernah terbuktiditemukan 2 macam organism dalam kultur

darah selain kuman salmonella.

• Kortikosteroid : penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik tifoid

atau demam tifoid yang mengalami syok septik diberikan dengan dosis 3x5

mg.2,4,5
BAB III
LAPORAN KASUS

I. ANAMNESA PRIBADI
No RM : 00372475
Ruangan : Al-Ihsan
Nama : Fachrurozy
Umur : 18 tahun
Status kawin : Belum Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Letda Sujono GG.kurnia
II. ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
Telaah :
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan diantar oleh keluarganya
dengan Keluhan Demam. Demam yang dirasakan oleh pasien sejak 3 hari
yang lalu. Demam yang dirasakan oleh pasien naik turun dan memberat pada
saat malam hari, pasien sudah meminum obat yang dibeli oleh keluarga
pasien di warung, tetapi tidak ada perubahan.

Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah.Setiap ingin makan


pasien merasa mual dan akhirnya memuntahkan isi makananya.Pasien
merasa kesulitan untuk menerima makanan sehingga pasien merasa lemas
dan lemah. Pasien juga mengatakan bahwa mengalami penurunan berat
badan. Hasil pemeriksaan darah lengkap leukosit 8,90 ribu/mm3, trombosit
33 ribu/mm3g, uji tubex +6.

Pasien juga mengeluhkan mengalami mencret dengan frekuensi 4x/hari


dengan konsistensi cair dan berwarna kecoklatan.Pasien juga mengatakn nyeri
pada seluruh badannya,dan merasa seperti berat sekali untuk bergerak.

BAK : >6-7 kali/hari, berwarna Kuning dan tuntas


BAB : 4 kali/ hari, konsistensi Cair, berwarna kecoklatan

9
10

RPT : Tidak ada


RPK : Tidak ada
RPO : Paracetamol
R. Alergi : Tidak ada
R. Kebiasaan : Pola makan tidak teratur,pasien sering jajan diluar.
Riwayat Ekonomi, Lingkungan dan Sosial :
1. Riwayat ekonomi pasien cukup.
2. Pasien bertempat tinggal di lingkungan yang ramai dan padat penduduk.
3. Pasien Belum menikah
ANAMNESA UMUM  Sakit epigastrium
 Badan Merasa Kurang Enak : Ya sebelum/sesudah makan
 Merasa Capek / Lemas : Ya : Tidak
 Merasa Kurang Sehat : Ya  Muntah :Ya
 Nafsu makan : Menurun  Mual-mual : Ya
 Tidur : Terngangu
 Berat Badan : Menurun
 Demam : Ya B. USUS

 Mengigil : Tidak  Sakit di abdomen :Tidak

 Malaise : Ya  Defekasi : Ya,


5x/hari, konsistensi Cair, kuning
 Pening : Tidak
kecoklatan
C. HATI DAN SALURAN
ANAMNESA ORGAN
EMPEDU
1. COR
 Dalam batas normal
 Dalam batas normal
5. GINJAL DAN SALURAN
KENCING
2. SIRKULASI PERIFER
 Miksi
 Dalam batas normal
(freq,warna,sebelum/sesudah
miksi, mengedan) : >6-7x/ hari,
3. TRACTUS RESPIRATORUS
warna jernih, tuntas
 Batuk :Tidak
6. SENDI
 Suara Perkusi : Sonor pada
 Sakit : Tidak
kedua lapang paru
 Kaku : Tidak
 Suara Pernapasan : Vesikuler
 Sakit di gerakan :Tidak
pada kedua lapang paru
 Bengkak : Tidak
 Suara Tambahan : Tidak ada
 Fremitus suara : Normal pada
7. TULANG
kedua lapang paru
 Dalam batas normal
4. TRACTUS DIGESTIVUS
A. LAMBUNG
8. OTOT
 Dalam batas normal

11
12

9. DARAH 12. SUSUNAN SYARAF


 Dalam batas normal  Dalam batas normal

10. ENDOKRIN
a.Pankreas 13. PANCA INDRA
 Polidifsi :Ya  Dalam batas normal
 Poliuri :Ya
b.Tiroid 14. PSIKIS
 Dalam batas normal  Dalam batas normal
c.Hipofisis
 Dalam batas normal 15. KEADAAN SOSIAL
 Pekerjaan : Pelajar
11. FUNGSI GENITALIA  Hygiene : Kurang Baik
 Tidak di lakukan

ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :


Tidak ada

ANAMNESA PEMAKAIAN OBAT :


Paracetamol

ANAMNESA PENYAKIT VENERIS :

 Bengkak kelenjar regional : Tidak


 Luka-luka dikemaluan : Tidak
 Pyuria : Tidak
 Bisul-bisul : Tidak
13

ANAMNESA INTOKSIKASI :
Tidak ada

ANAMNESA MAKANAN :
 Nasi : Ya Freq : 3x/hari
 Ikan : Ya
 Sayuran : Ya
 Daging : Ya

ANAMNESA FAMILY
 Penyakit-penyakit Family : Tidak Ada
 Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
14

STATUS PRESENT :
KEADAAN UMUM
 Sensorium : Compos mentis
 Tekanan Darah : 121/72 mmHg
 Temperatur : 38,5° C
 Pernafasan : 20 x/menit, Reg, Tipe pernafasan (Thoraxal
Abdominal)
 Nadi : 88 x/menit, Equal , Teg / Vol (Sedang)

KEADAAN PENYAKIT
 Anemi : Tidak
 Ikterus : Tidak
 Sianosis : Tidak
 Dispnoe : Tidak
 Edema : Tidak
 Eritema : Tidak
 Turgor : Baik, CRT<2 detik
 Gerakan aktif : Menurun
 Sikap Tidur paksa : Tidak

KEADAAN GIZI
BB : 47 KG
TB : 160 CM
RBW = BB/TB : 47/(160-100)x100 % = 78,3% Kesan :
Underweight
IMT = kg/cm² = 47/(1,60)2 =18,3 Kg/cm2 Kesan : Underweight

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Mata konjungtiva anemis (+/+)
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Dalam batas normal
15

Abdomen : Nyeri perut sebelah kanan


Ektremitas : Dalam Batas Normal

PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
DARAH
Darah Rutin
Hemoglobin 12,8↓ g/dl
Eritrosit 4,67 Juta/Ul
Leukosit 3,30↓ /Ul
Hematokrit 38,2 ↓ %
Trombosit 55↓ /Ul
PDW 15,9 fL
Index Eritrosit
MCV 82 fL
MCH 27 Pg
MCHC 34 g/dL
Jenis Leukosit
Eosinofil 0↓ %
Basofil 0 %
N. Segmen 58 %
Limfosit 75↑ %
Monosit 3↓ %
LED 21 mm/jam
Fungsi Hati
AST (SGOT) - u/L
ALT (SGPT) - u/L
Albumin - g/Dl
Bilirubin total - mEg/L
Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL
Kreatinin mg/Dl
Glukosa Darah mg/Dl
16

DIAGNOSA BANDING :
1.Demam Tifoid
2.Dengue Hemorrhagic Fever
3.Malaria
4.Chikungunya
5.Leptospirosis

DIAGNOSA SEMENTARA :
- Demam Tifoid
Terapi :
 Aktivitas : Tirah Baring
 Diet : MB
Medikamentosa :
1. IVFD Rl 20gtt/i
2. Inj Ceftriaxone 1g /12 jam
3. Inj ranitidine 1amp /12 jam
4. Inj ketorolac 30mg /8 jam
5. Loperamide 2 x 1

PEMERIKSAAN ANJURAN :

• Cek Darah rutin


• Cek Tubex
• Cek IgG dan Cek Igm
• Cek Igm Chikungunya
Teori Kasus

Kaku sendi + +

Krepitasi + -

Nyeri + +

Bengkak + +

Deformitas Sendi + -

Poliuria - +

Polidifsi - +

Riwayat penggunaan obat + +

BAB IV
DISKUSI

1. ANAMNESIS
18

2. STATUS PRAESENT
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaaan Gizi

Sensorium: Composmentis Anemia : Ya TB: 168cm


Tekanan Darah: 120/60 mmHg Ikterus : Tidak BB: 88kg
Temperatur: 37,5⁰C Sianosis : Tidak RBW = 88 x 100% = 129%
Pernafasan:20x/Menit Dyspnoe : Tidak 168-100
Nadi : 88x/menit Edema : Ya Kesan : Overweight
Eritema : Tidak IMT = 88 = 27,1 kg/cm²
Turgor : < 2 detik (168)²
Gerakan Aktif : Menurun 100
Sikap tidur paksa : Tidak Kesan : Overweight
19

Teori kasus

Keadaan Umum

Sensorium Composmentis composmentis

Tekanan darah 100-130/mmHg 120/60 mmHg

Heart rate 60-100x/menit 88x/menit

Respirasi 16-24x/menit 20x/menit

Temperatur 36,5-37,5oC 37,5oC


20

Keadaan penyakit Teori Kasus

Anemia Tidak Ya

Ikterus Tidak Tidak

Sianosis Tidak Tidak

Dyspnoe Tidak Tidak

Oedem Ya Ya

Turgor Baik Baik

Gerakan aktif Menurun Menurun

Sikap tidur paksa Tidak Tidak


21

Keadaan Gizi

TB 168 Cm

BB 88 Kg

RBW : x 100% 129% -

Kesan Overweight -

IMT 27,1 kg/cm2

Kesan Overweight -
22

Teori Kasus

Kepala Dalam batas normal Mata : Konjungtiva Anemis +/+

Leher Dalam batas normal Dalam batas normal

Thorak Dalam batas normal Dalam batas normal

Abdomen Dalam batas normal Dalam batas normal

Ekstremitas bawah -Terdapat nyeridi daerah Nyeri (+), kaku (+), Pembengkakan (+),
sendi yang terkena Adanya Osteofit moderat (+), spase
-Kaku di daerah sendi yang menyempit (+), Sklerois sedikit (+)
terkena
-Krepitasi di daerah sendi
yang terkena
-Deformitas sendi
-Pembengkakan di daerah
sendi yang kena
-Kemerahan di daerah
sendi yang kena
-adanya ostefit moderat
-Joint spase menyempit
-Sklerosis sedikit

3. PEMERIKSAAN FISIK
23

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Teori Kasus

Darah Rutin

Hb 13.2 g/dl 12,5g/dl

Eritrosit 4.4 juta/Ul 5,33juta/uL

Hematokrit 40% 38,2%

Leukosit 4-11 ribu/mm3 7,70 ribu/mm3

Trombosit 150-440 ribu/mm3 171ribu/mm3


24

5. TERAPI
Teori Kasus

Aktifitas : tirah baring Aktifitas : tirah baring

Diet : Rendah lemak tinggi protein Diet :Rendah lemak tinggi protein

Terapi medikamentosa : Terapi medikamentosa :


• Paracetamol 2x500mg dengan atau tanpa IVFD RL 20gtt/i
Topikal Capsaicin 5mg Inj Ceftriaxone 1g/12 Jam
• Beri NSAID oral dengan moniroting ketat Inj ranitidine 50mg /12 jam
seperti tekanan darah dan fungsi ginjal Inj ketorolac 1amp /8 jam
• viscosuplemen seperti Hyaluronan Untuk 5-13 Amlodipin 1x10 mg
mnggu ( OA Lutut) Metformin 500mg 3x1
• Opoid ringan Glukosamin 500mg 3x1
BAB V

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Diatas maka pasien ini dapat ditegakkan diagnosis demam tifoid. Demam tifoid

merupakan penyakit infeksi akut sistem pencernaan yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi.

Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam, malaise,

nyeri perut dan konstipasi.


DAFTAR PUSTAKA

1. Hartanto. Darius. Diagnosa dan Tatalaksana Demam Tifoid Pada Dewasa. 2021.

CDK-292.Vol. 48. No 1

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009

3. Kemenkes. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid . 2006

4. Levani. Yelvi. Aldo Dwi Prasatya. Demam Tifoid : Manifestasi Klinis, Pilihan

Terapi dan Pandangan Islam. 2020. Jurnal berkala ilmiah kedokteran. Vol 3. No 1

5. Nurmansyah. Dian.Normaidah. 2020. Patogenesis dan Laboratorium Dema

Tifoid. Jurnal analisa kesehatan klinikal sains.

Anda mungkin juga menyukai