DEMAM TIFOID
Makalah ini dibuat sebagai salah satu persyaratan kelulusan kepaniteraan klinis senior
bagian Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan Provinsi Sumatera Utara
Pembimbing :
Disusun Oleh :
SUMATERA UTARA
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
“Demam Tifoid “. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Haji Medan
Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar di
SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Lita Septina Chaniago., Sp.PD.KEDM atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam ini
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari bahwa
laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus ini dan untuk melatih
kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan .............................................................................................. 1
BAB V KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Data tahun 2012 menunjukkan angka mortalitas dunia akibat demam enterik pada
wanita 1,1% dan pria 0,9%. Demam tifoid jika tidak diterapi memiliki case fatality rate
sebesar 10-30%, dapat turun menjadi 1 – 4% dengan terapi yang tepat.
Gejala umumnya adalah demam, menggigil, dan nyeri abdomen. Di Indonesia, demam
tifoid banyak dijumpai pada usia 3 – 19 tahun.1
Demam tifoid ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri Salmonella typhi, selain itu penyakit ini dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan feses, urin atau sekret penderita demam tifoid. Dengan kata lain
hygiene sanitasi adalah faktor utama penularannya. Kejadian demam tifoid di Indonesia
berhubungan dengan lingkungan rumah tangga misalnya seperti,riwayat keluarga
dengan demam tifoid, tidak cuci tangan menggunakan sabun, penggunaan piring
bersama untuk makan, tidak tersedia tempat buang air besar di dalam rumah.1
Manifestasi klinis demam tifoid yang timbul dapat bervariasi dari gejala ringan
hingga berat. Gejala klinis yang klasik dari demam tifoid diantaranya adalah demam,
malaise, nyeri perut dan konstipasi. Pemeriksaan kultur merupakan pemeriksaan gold
standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid. Namun harganya yang mahal dan
waktu pemeriksaan yang lama membuat pemeriksaan kultur ini jarang dilakukan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi, timbulnya
peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.1,2
2.2 Epidemiologi
Osteoartritis merupakan sebagian besar bentuk arthritis dan penyebab utama
disabilitas pada lansia. OA merupakan penyebab beban utama untuk pasien, pemberi
pelayanan kesehatan, dan masyarakat. WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang
lansia akan menderita OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak
sendi. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun. Bisa terjadi pada pria dan
wanita, tetapi pria bisa terkena pada usia yang lebih muda. Prevalensi Osteoartritis di
Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan
65% pada usia > 61 tahun.7 Berdasarkan studi yang dilakukan di pedesaan Jawa Tengah
menemukan prevalensi untuk OA mencapai 52% pada pria dan wanita antara usia 40-60
tahun dimana 15,5% pada pria dan 12,7% pada Wanita.1,2
Sebesar 32,6% penduduk Provinsi Bali mengalami gangguan persendian, dan
angka ini lebih tinggi dari prevalensi Nasional yaitu 22,6% dengan 60 < 4% kasus
terjadi pada kelompok umur 55-74 tahun yang umumnya dikeluhkan pada sendi lutut
dan pergelangan kaki. Berdasarkan data kunjungan di poliklinik Reumatologi RSUP
Sanglah Denpasar pada tahun 2001-2003, osteoartritis merupakan kasus tertinggi (37%)
diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain. Kelainan pada lutut merupakan kelainan
terbanyak dari OA diikuti sendi panggul dan tulang belakang.1,2
2
3
2.3 Patogenesis
Pada tulang rawan yang sehat, aktivitas degradasi enzim diseimbangkan dan
diregulasi oleh faktor pertumbuhan dan inhibitor degradasi enzim. Faktor pertumbuhan
ini menginduksi khondrosit untuk mensistesis DNA dan protein seperti kolagen dan
proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor
(IGF-1), growth hormone, transforming growth factor b (TGF-b) dan coloni stimulating
factors (CSFs). Tetapi pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap
perempuan. Tetapi setelah usia lebih dari 50 tahun prevalensi perempuan lebih
tinggi menderita OA dibandingkan laki-laki. Perbedaan tersebut menjadi
semakin berkurang setelah menginjak usia 50- 80 tahun. Hal trsebut
diperkirakan karena pada masa usia 50-80 tahun wanita mengalami
pengurangan hormone estrogen yang signifikan.3,4
c. Ras/Etnis
Prevalensi OA lutut pada pasien di Negara Eropa dan Amerika tidak berbeda,
sedangkan suatu penelitian membuktikan bahwa ras Afrika- Amerika memiliki
risiko menderita OA lutut 2 kali lebih besar dibandingkan ras Kaukasia.3,4
d. Faktor genetik
Faktor genetik diduga juga berperan pada kejadian OA lutut, hal tersebut
berhubungan dengan abnormalitas kode genetik untuk sintesis kolagen yang
bersifat diturunkan.3,4
e. Faktor Gaya hidup Kebiasaan merokok
Banyaknya penelitian telah membuktikan bahwa ada hubungan positif
antara merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan mematikan
jaringan akibat kekurangan oksigen, yang memungkinkan terjadinya kerusakan
tulang rawan.3,4 Rokok juga dapat merusak sel tulang rawan sendi. Hubungan
anatara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada OA dapat dijelaskan
sebgai berikut:
1) Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi sel tulang rawan
sendi.
2) Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang mempengaruhi
hilangnya tulang rawan.
3) Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon monoksida dalam darah,
menyebabkan jaringan kekurangan oksigen dan dapat menghambat
pembentukan tulang rawan.
Perokok aktif mempunyai pengertian orang yang melakukan
langsung aktivitas merokok dalam arti mengisap batang rokok yang telah di
bakar. Sedang perokok pasif adalah seorang yang tidak melakukan aktivitas
merokok secara langsung, akan tetapi ia ikut menghirup asap yang dikeluarkan
oleh perokok aktif.4 Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
6
1) Riwayat merokok
a) Perokok aktif
b) Perokok pasif
c) Bekas perokok
2) Derajat berat merokok dalam Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah
rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun:
a) Ringan : <10 batang perhari
b) Sedang : 10-20 batang per hari
c) Berat : > 20 batang perhari
f. Penyakit lain
OA lutut terbukti berhubungan dengan diabetes mellitus, hipertensi dan
hiperurikemia, dengan catatan pasien tidk mengalami obesitas
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terkuat yang dapat di modifikasi. Selama
berjalan, setengah berat badan bertumpu pada sendi. Peningkatan berat badan
akan melipat gandakan beban sendi saat berjalan terutama sendi lutut. Obesitas
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:
1) Obesitas berat adalah indeks masa tubuh (IMT) > 27 kg/m2
2) Obesitas ringan adalah IMT 25-27 kg/m2 Tidak obesitas adalah IMT ≤ 25
kg/m2
h. Osteoporosis
Osteoporosi merupakan salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan
osteoartritis. Salah satu faktor resiko osteopororsis adalah minum-minum
alkohol. Sehingga semakin banyak orang mengkonsumsi alkohol sehingga
akan mudah menjadi osteoporosis dan osteoporosis akan menyebabkan
osteoartritis.2,3,4
2. Faktor Biomekanis
a. Riwayat trauma lutut
Trauma lutut yang aut termasuk robekan pada ligament krusiatum dan
meniscus merupakan faktor risiko timbulnya OA lutut. Studi Framingham
menemukan bahwa ornga dengan riwayat trauma lutut memiliki risiko 5-6 kali
lipat lebih tinggi untuk menderita OA lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada
7
kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan kecacatan yang lama
dan pengangguran.4
b. Kelainan Anatomis
Faktor risiko timbulnya OA lutu anatara lain kelainan local pada sendi lutut
seperti genu varum, genu valgus, legg-calve Perthes disease dan dysplasia
asetubulum. Kelemahan otot quadrisep dan laksiti ligamentum pada sendi lutut
termasuk kelainan local yang juga menjadi faktor risiko OA lutut.4
c. Pekerjaan
Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik berat terutama yang banyak
menggunakan kekuatan bertumpu pada lutut dan pinggang. Prevalensi lebih
tinggi menderita OA lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan
penambang dibandingkan pekerja yang tidak menggunakan kekuatan lutut
seperti pekerja administrasi. Terdapat hubungan signifikan anatara pekerjaan
yang menggunakan kekuatan lutut dan kejadian OA lutut.4
d. Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau lebih setiap hari), berjalan
jauh (2 jam atau lebih setiap hari), mengangkat barang berat (10kg-20 kg)
selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun tangga setia hari
merupakan faktor risiko OA lutut.4
e. Atlit Olah Raga
Benturan keras dan membebani lutut seperti sepak bola, lari marathon dan
kung fu memiliki risiko meningkatkan untuk menderita OA lutut. Kelemahan
otot quadrisep primer merupakan faktor risiko bagi terjadinya OA dengan
proses menurunkan stabilitas sendi dan mengurangi shock yang menyerap
materi otot. Tetapi, disisi lain seseorang yang memliki aktivitas minim sehari-
hari juga berisiko mengalami OA. Ketika seseorang tidak mengalami gerakan,
aliran cairan sendi akan berkurang dan berakibat aliran makanan yang masuk
ke sendi juga berkurang. Hal tersebut akan menyebabkan proses degeneratif
berlebihan.3,4
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi OA dapat berdasarkan etiologi dan lokasi sendi yang kena,
8
femoropatellar.
c. OA Panggul/Koksa
OA panggul lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita, dan dapat
terjadi unilateral atau bilateral. Gejala klinis: nyeri panggul secara klasik timbul
saat berdiri (weight bearing) dan terkait dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir
pada buttock, regio groin dan menjalar kebawah menuju bagian anterior.
d. OA vertebra
Umumnya mengenai vertebra servikal dan lumbal. Osteofit pada vertebra
dapatmenyebabkan penyempitan foramen vertebra dan menekan serabut syaraf,
dapat nyebabkan nyeri punggung-pinggang (back pain) disertai gejala
radikular.
e. OA Kaki dan Pergelangan Kaki
OA umumnya mengenai sendi I metatarsofalang. Gejala klinis: sulit berjalan
dan kulit diatasnya dapat meradang, terutama bila menggunakan sepatu ketat.
f. OA Bahu
OA bahu lebih jarang ditemukan. Nyeri sulit dilokalisasi dan terjadi saat
pergerakan, keluhan nyeri pada malam hari saat pergerakan sering ditemukan.
g. OA Siku
OA siku jarang ditemukan, umumnya terjadi sebagai akibat dari paparan
getaran berulang (repeated vibration exposure), trauma atau metabolik
artropati.
h. OA Temporomandibular
Ditandai dengan krepitus, kekakuan dan nyeri saat chewing, gejala serupa
diatas ditemukan pada sindroma disfungsi temporomandibular.
10
Gambar 2. Gambaran Radiologi sendi lutut normal dan sendi yang mengalami
OA4
Gambar 4. Gambaran Radiologi sendi jari tangan normal dan sendi yang
mengalami OA4
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Dari anamnesis, pasien biasanya akan mengeluhkan gejala sebagai berikut
sebagai tanda dari serangan osteoartritis:2,3,4
a. Persendiaan terasa kaku dan nyeri apabila digerakkan. Pada mulanya hanya
terjadi pagi hari, tetapi apabila dibiarkan akan bertambah buruk dan
menimbulkan rasa sakit setiap melakuka gerakan tertentu, terutama pada waktu
menopang berat badan, namun bisa membaik bila diistirahatkan. Pada beberapa
pasien, nyeri sendi dapat timbul setelah istirahat lama, misalnya duduk dikursi
atau di jok mobil dalam perjalanan jauh. Kaku sendi pada OA tidak lebih dari
15-30 menit dan timbul istirahat beberapa saat misalnya setelah bangun tidur.
b. Adanya pembengkakan/peradangan pada persendiaan. Pembengkakan bisa
11
pada salah satu tulang sendi atau lebih. Hal ini disebabkan karena reaksi radang
yang menyebabkan pengumpulan cairan dalam ruang sendi, biasanya teraba
panas tanpa ada kemerahan.
c. Nyeri sendi terus-menerus atau hilang timbul, terutama apabila bergerak atau
menanggung beban.
d. Persendian yang sakit berwarna kemerah-merahan.
e. Kelelahan yang menyertai rasa sakit pada persendiaan
f. Kesulitan menggunakan persendiaan
g. Bunyi pada setiap persendiaan (krepitus). Gejala ini tidak menimbulkan rasa
nyeri, hanya rasa tidak nyaman pada setiap persendiaan (umumnya tulang
lutut)
h. Perubahan bentuk tulang. Ini akibat jaringan tulang rawan yang semakin
rusak, tulang mulai berubah bentuk dan meradang, menimbulakan rasa sait
yang amat sangat.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dari osteoartritis dapat ditemukan ketegangan lokal dan
pembengkakan jaringan tulang atau jaringan lunak. Krepitus tulang (sensasi
tulang bergesekan dengan tulang, yang ditimbulkan gerakan sendi) merupakan
karakteristik osteoartritis. Pada perabaan dapat dirasakan peningkatan suhu pada
sendi. Otot-otot sekitar sendi yang atrofi dapat terjadi karena tidak digunakan atau
karena hambatan reflek dari kontraksi otot. Pada tingkat lanjut osteoartritis, dapat
terjadi deformitas berat (misal pada osteoartritis lutut, kaki menjadi berbentuk O
atau X), hipertrofi (pembesaran) tulang, subluksasi, dan kehilangan pergerakan
sendi (Range of Motion, ROM). Pada saat melakukan gerakan aktif atau
digerakkan secara pasif. Adapun predileksi osteoartritis adalah pada sendi-sendi
tertentu seperti carpometacarpal I, matatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang
belakang, lutut (tersering) dan paha.2,3,4 Beberapa pemeriksaan fisik yang dapat
dilakukan di antaranya adalah:
1. Tes Ballotement
Ballotement test merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
mengetahui adanya cairan di dalam lutut. Caranya, yaitu dengan
mengosongkan resessus patelaris dengan menekan menggunakan satu tangan,
12
disamping itu dengan jari-jari tangan yang lainnya patela ditekan ke bawah.
Bila normal patella tidak bisa ditekan ke bawah, namun apabila patela tidak
bisa ditekan ke bawah, maka terdapat penumpukan cairan yang membuat
patella terangkat.5
13
2. Tes Mc Murray
Mc murray merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mendeteksi
robekan di segmen meniskus bagian belakang. Caranya, yaitu dengan
menempatkan lutut melebihhi 900 dari fleksi dankemudian memutar tibia di
atas tulang femur menjadi rotasi internal secara penuh untuk menguji meniskus
bagian lateral, atau rotasi eksternal penuh untuk memeriksa meniskus medial.
Manuver sama dilakukan dalam tingkatan yang bertahap untuk
meningkatkan derajat fleksi lutut dapat memuat lebih banyak segmen meniskus
posterior. Selama pemeriksaan, garis persendian bagian lateral maupun medial
di palpasi. Hasil dianggap positif apabila terdapat suara klik. Suara klik kadang
bisa didengar dan kadang hanya bisa dirasakan.6
3. Tes Valgus dan Varus
Gerakan valgus merupakan geakan ke sisi luar/samping (lateral),
sedangkan varus adalah gerakan ke sisi dalam/tengah (medial), Tes ini
dilakukan dengan cara 300 fleksi knee, kemudian terapis memegang sisi lateral
sendi lutut untuk mengidentifikasi ligamen MCL, dan smemegang sisi medial
sendi lutut untuk mengidentifikasi ligamen LCL, kemudian terapis
meregangkan persendian lutut ke arah lateral untuk mengecek ligamen MCL,
dan meregangkan ke arah medial untuk mengecek ligamen LCL, kemudian
setelah itu terapis meraba garis sendi untuk menentukan jumlah nilai
pembukaan sendi.7
4. Tes Anterior Drawer
Anterior dan posterior drawer test merupakan tes yang digunakan untuk
mengidentifikasi ligamen ACL dan PCL (Rossi et al., 2011). Tatacaranya yaitu
dengan posisi pasien tidur terlentang kemudian salah satu kaki pasien yang
akan di periksa difleksikan atau ditekuk 45 derajat, sedangkan kaki yang lain
tetap dala posisi lurus, pergelangan kaki pasien yang akan diperiksa di duduki
terapis supaya dapat terfiksasi, kedua tang terapis memegang os. Tibialis
sembari memberi tarikan ke arah anterior untuk mengetahui adanya ruptur
ACL dan ke arah posterior untuk mengetahui adanya ruptur PCL.8
5. Tes kualitas dan kuantitas ROM knee
14
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dari persendian lutut dan
kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut. Cara mengetesnya yaitu dengan
meminta pasien untuk menggerakkan persendian lutut secara aktif dan terapis
memperhatikan keadaan persendian tersebut mulai dari adakah krepitasi pada
persendian sampai bagaiman kuantitas dari lingkup gerak sendi pada lutut
pasien.8
3. Kriteria Diagnosis
Untuk diagnosis OA lutut, tangan dan pinggul menngunakan criteria
American College Rheumatology 1986.2,3,4
a. Kriteria Diagnosis Osteoartritis Panggul
Nyeri Panggul
dan
Kemungkinan adanya
1 Doubtful osteofit, ragu penyempitan
celah sendi
Osteofit sedang,
3 Moderate penyempitan celah sendi,
sedikit sclerosis
Osteofit besar,
4 Severe penyempitan celah sendi
parah, sklerosis yang parah
sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik. Gambaran Radiografi sendi
yang menyokong diagnosis OA adalah :
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang
menanggung beban seperti lutut).
2. Peningkatan densitas tulang subkondral (sklerosis).
3. Kista pada tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan suatu
derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria Kellgren
dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat berat. Perlu
diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih terlihat normal.4,10
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan yaitu darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju
endap darah) dalam batas-batas normal. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
rheumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin
didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan sel
peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.4,10
Sementara itu menurut literatur lain:
1. Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan darah
membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
2. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk
ke ortopaedi.
2.8 Penatalaksanaan
Pengelolaan pasien dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan,
mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas
hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non
farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan), farmakologis
(analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan
pembedahan. 3,4,10
1. Edukasi
Sangat penting bagi semua pasien OA diberikan edukasi yang tepat. Dua hal yang
menjadi tujuan edukasi adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas.
18
Pemberian edukasi (KIE) pada pasien ini sangat penting karena dengan edukasi
diharapkan pengetahuan pasien mengenai penyakit OA menjadi meningkat dan
pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk
mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut. Edukasi yang diberikan pada pasien
ini yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik,
sehingga perlu dipahami bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada
rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak serta fungsi. Selain itu juga diberikan
pemahaman bahwa hal tersebut perlu dipahami dan disadari sebagai bagian dari
realitas kehidupannya. Agar rasa nyeri dapat berkurang, maka pasien sedianya
mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu banyak menggunakan
sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga disarankan untuk kontrol
kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau
ternyata ada efek samping akibat obat yang diberikan.4,10
2. Terapi fisik
Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit. Pada pasien OA
dianjurkan untuk berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya
dihindari seperti lari atau joging. Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi,
meningkatkan tekanan intraartikular bila ada efusi sendi dan bahkan bisa dapat
menyebabkan robekan kapsul sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan
pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m. Quadrisep
femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam peningkatan fungsi sendi
secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada pasien OA disarankan untuk
senam aerobic low impact/intensitas rendah tanpa membebani tubuh selama 30
menit sehari tiga kali seminggu. Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga naik
sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana
pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara
mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.4,10
3. Diet
Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA yang gemuk. Hal
ini sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi keluhan dan peradangan. Selain itu obesitas juga
19
Dapat diberikan pada OA lutut, jika mengenai satu atau dua sendi dengan
keluhan nyeri sedang hingga berat yang kurang responsif terhadap
pemberian OAINS, atau tidak dapat mentolerir OAINS atau terdapat
penyakit komorbid yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian
OAINS. Diberikan juga pada OA lutut dengan efusi sendi atau secara
pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda inflamasi lainnya.
2) Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan low
molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular
viskosuplemen ini dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari
penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya lambat, namun berefek jangka
panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila
dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular.
Untuk terapi, sampai saat ini belum ada terapi yang dapat menyembuhkan OA.
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada pengendalian/menghilangkan nyeri,
memperbaiki gerak dan fungsi sendi serta meningkatkan kualitas hidup. Teknologi
Intervensi Fisioterapi:
1. Infra Red
Infra Red merupakan radiasi elektromagnetik dengan Panjang gelombang
dengan panjang berkisar antara 760 nm hingga 100.000 nm yang terbagi menjadi
dua jenis mesin, yaitu luminous dan no-luminous.11
Efek dari pancaran sinar Infra Red ini sendiri yaitu memberikan pemanasan
superfisial pada daerah kulit yang akan menghasilkan efek fisiologis, seperti
aktifnya reseptor panas superfisial pada kulit untuk mengubah transmisi atau
konduksi saraf sensoris dalam menghantarkan nyeri, sehingga dapat mengurangi
nyeri, memberikan rasa nyaman dan rileks pada otot.12
2. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation
Transkutaneus Electrical Nerve Stimulation adalah intervensi untuk
mengurangi nyeri dengan menggunakan aliran listrik bertegangan rendah dalam
mengaktifkan jaringan saraf yang komplek. Hal ini terjadi oleh karena aktifnya
saraf descenden dalam saraf pusat untuk mengurangi hiperalgesia.13
23
Gejala Ya, terbatas pada sendi yang Tidak Ya, terbatas pada sendi Ya, terbatas pada sendi Tidak
Terlokalisir terkena yang terkena yang terkena
Nyeri Memburuk dengan aktivitas / Memburuk setelah tidak Ya Ya Tidak
setelah penggunaan lama beraktivitas lama; biasanya
(khususnya aktivitas beban membaik dengan aktivitas
berat)
Tanda Perabaan dapat hangat, nyeri Hangat, nyeri sendi hebat dengan Hangat, nyeri sendi Kekakuan pada tulang Tulang mudah patah
sendi, deformitas tidak deformitas progresif (deviasi jari- hebat belakang
progresif jari ulnar)
Simetris Kadang-kadang Sering Tidak Tidak Tidak
Inflamasi Tidak biasa Sering Ya Ya Tidak
Instabilitas Kadang-kadang; Tidak sering Ya Ya Ya
menekuk/instabilitas sendi
berakibat menurunnya ROM
dan jatuh.
Penyakit Tidak Sering fatique, demam, Ya Tidak Tidak
Multisistem kedinginan, turun berat badan,
mulut dan mata kering
Radiologi Kallgren Lawrance Grading Penyempitan ruang sendi Biasanya sendi Kelainan pada tulang Bisanya terjadi pada
Scale Osteopenia ibu jari kaki belakang sendi panggul, tulang
Erosi tulang/ sendi belakang
24
BAB III
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESA PRIBADI
No RM : 00372475
Ruangan : Al-Ihsan
Nama : Fachrurozy
Umur : 18 tahun
Status kawin : Belum Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Jl. Letda Sujono GG.kurnia
II. ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Demam
Telaah :
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan diantar oleh keluarganya
dengan Keluhan Demam. Demam yang dirasakan oleh pasien sejak 3 hari
yang lalu. Demam yang dirasakan oleh pasien naik turun dan memberat pada
saat malam hari, pasien sudah meminum obat yang dibeli oleh keluarga
pasien di warung, tetapi tidak ada perubahan.
25
26
10. ENDOKRIN
a.Pankreas 13. PANCA INDRA
Polidifsi :Ya Dalam batas normal
Poliuri :Ya
b.Tiroid 14. PSIKIS
Dalam batas normal Dalam batas normal
c.Hipofisis
Dalam batas normal 15. KEADAAN SOSIAL
Pekerjaan : Pelajar
11. FUNGSI GENITALIA Hygiene : Kurang Baik
Tidak di lakukan
ANAMNESA INTOKSIKASI :
Tidak ada
ANAMNESA MAKANAN :
Nasi : Ya Freq : 3x/hari
Ikan : Ya
Sayuran : Ya
Daging : Ya
ANAMNESA FAMILY
Penyakit-penyakit Family : Tidak Ada
Penyakit seperti orang sakit : Tidak ada
35
STATUS PRESENT :
KEADAAN UMUM
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 121/72 mmHg
Temperatur : 38,5° C
Pernafasan : 20 x/menit, Reg, Tipe pernafasan (Thoraxal
Abdominal)
Nadi : 88 x/menit, Equal , Teg / Vol (Sedang)
KEADAAN PENYAKIT
Anemi : Tidak
Ikterus : Tidak
Sianosis : Tidak
Dispnoe : Tidak
Edema : Tidak
Eritema : Tidak
Turgor : Baik, CRT<2 detik
Gerakan aktif : Menurun
Sikap Tidur paksa : Tidak
KEADAAN GIZI
BB : 47 KG
TB : 160 CM
RBW = BB/TB : 47/(160-100)x100 % = 78,3% Kesan :
Underweight
IMT = kg/cm² = 47/(1,60)2 =18,3 Kg/cm2 Kesan : Underweight
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala : Mata konjungtiva anemis (+/+)
Leher : Dalam Batas Normal
Thorax : Dalam batas normal
36
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
DARAH
Darah Rutin
Hemoglobin 12,8↓ g/dl
Eritrosit 4,67 Juta/Ul
Leukosit 3,30↓ /Ul
Hematokrit 38,2 ↓ %
Trombosit 55↓ /Ul
PDW 15,9 fL
Index Eritrosit
MCV 82 fL
MCH 27 Pg
MCHC 34 g/dL
Jenis Leukosit
Eosinofil 0↓ %
Basofil 0 %
N. Segmen 58 %
Limfosit 75↑ %
Monosit 3↓ %
LED 21 mm/jam
Fungsi Hati
AST (SGOT) - u/L
ALT (SGPT) - u/L
Albumin - g/Dl
Bilirubin total - mEg/L
Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL
Kreatinin mg/Dl
Glukosa Darah mg/Dl
37
DIAGNOSA BANDING :
1.Demam Tifoid
2.Dengue Hemorrhagic Fever
3.Malaria
4.Chikungunya
5.Leptospirosis
DIAGNOSA SEMENTARA :
- Demam Tifoid
Terapi :
Aktivitas : Tirah Baring
Diet : MB
Medikamentosa :
1. IVFD Rl 20gtt/i
2. Inj Ceftriaxone 1g /12 jam
3. Inj ranitidine 1amp /12 jam
4. Inj ketorolac 30mg /8 jam
5. Loperamide 2 x 1
PEMERIKSAAN ANJURAN :
• Cek Darah rutin
• Cek Tubex
• Cek IgG dan Cek Igm
• Cek Igm Chikungunya
Teori Kasus
Kaku sendi + +
Krepitasi + -
Nyeri + +
Bengkak + +
Deformitas Sendi + -
Poliuria - +
Polidifsi - +
BAB IV
DISKUSI
1. ANAMNESIS
39
2. STATUS PRAESENT
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaaan Gizi
Keadaan Umum
40
Keadaan penyakit Teori Kasus
Anemia Tidak Ya
Oedem Ya Ya
41
Keadaan Gizi
TB 168 cm
BB 88 kg
Kesan Overweight -
Kesan Overweight -
42
Teori Kasus
Ekstremitas bawah -Terdapat nyeridi daerah Nyeri (+), kaku (+), Pembengkakan (+),
sendi yang terkena Adanya Osteofit moderat (+), spase
-Kaku di daerah sendi yang menyempit (+), Sklerois sedikit (+)
terkena
-Krepitasi di daerah sendi
yang terkena
-Deformitas sendi
-Pembengkakan di daerah
sendi yang kena
-Kemerahan di daerah
sendi yang kena
-adanya ostefit moderat
-Joint spase menyempit
-Sklerosis sedikit
3. PEMERIKSAAN FISIK
43
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Teori Kasus
Darah Rutin
44
5. TERAPI
Teori Kasus
Diet : Rendah lemak tinggi protein Diet :Rendah lemak tinggi protein
45
BAB V
KESIMPULAN
46
DAFTAR PUSTAKA