OSTEOARTHRITIS
Pembimbing :
dr. Alwinsyah Abidin, Sp. PD-KP
Disusun Oleh :
Ghina Salsabillla (20360188)
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang
berjudul “Osteoarthritis“. Laporan kasus ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum
Haji Medan Sumatera Utara.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Ilmu Penyakit Dalam, khususnya dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP atas
bimbingannya selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Penyakit Dalam
ini sehingga kami dapat menyelesaikan tugas “Laporan Kasus” ini. Kami menyadari
bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki laporan kasus
ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalah untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan Laporan Kasus ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Osteoartritis (OA) berasal dari beberapa kata yaitu osteo berarti tulang, artr berarti
sendi, dan itis berarti ada peradangan. Jadi osteoartritis berarti adanya peradangan pada
sendi dan tulang di sekitarnya. OA disebut juga penyakit sendi degeneratif atau artritis
hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan satu atau lebih sendi
yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut (Mansjoer, 2008). OA
terjadi akibat ausnya sendi, yang merusak tulang rawan pada lapisan terluar sendi karena
penggunaan sendi yang berulang-ulang. Tulang yang berdekatan akan saling bergeser
sehingga menimbulkan rasa nyeri. (Juliana, 2016)
Menurut keputusan konferensi yang diselenggarakan oleh American Academy of
Orthopedic Surgeons dan The National Institute of Health mengusulkan bahwa OA
adalah kelainan rawan sendi dengan adanya perubahan morfologi, biokimia, molekuler
dan biomekanik pada sel dan substansi dasarnya, fibrilasi peradangan dan penurunan
susunan rawan sendi, sklerosis dan kerusakan tulang subkondral, munculnya osteofit
serta kista subkondral. OA biasanya terjadi pada interfalank distal dan proximal, lutut,
tulang belakang dan sendi paha. (Juliana, 2016)
B. ETIOLOGI
Berdasarkan etiopatogenesisnya OA dibedakan menjadi dua yaitu OA Primer dan
OA sekunder, Osteoarthritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yag kausanya
tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan
endokrin, inflamasi, metabolic, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta
imobilisasi yang terlalu lama. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan disbanding
OA sekunder. (Soeroso et al, 2001).
C. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan pathogenesis
Berdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder.
3
Osteoarthritis Primer
OA primer disebut juga OA idiopatik adalah OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. (Pratiwi, 2015)
Meski demikian, osteoartritis primer banyak dihubungkan pada penuaan.
Pada orang tua, volume air dari tulang muda meningkat dan susunan protein
tulang mengalami degenerasi. Akhirnya, kartilago mulai degenerasi dengan
mengelupas atau membentuk tulang muda yang kecil. Pada kasus-kasus lanjut,
ada kehilangan total dari bantal kartilago antara tulang-tulang dan sendi-sendi.
Penggunaan berulang dari sendi-sendi yang terpakai dari tahun ke tahun dapat
membuat bantalan tulang mengalami iritasi dan meradang, menyebabkan nyeri
dan pembengkakan sendi. Kehilangan bantalan tulang ini menyebabkan gesekan
antar tulang, menjurus pada nyeri dan keterbatasan mobilitas sendi. Peradangan
dari kartilago dapat juga menstimulasi pertumbuhan-pertumbuhan tulang baru
yang terbentuk di sekitar sendi-sendi. (Nazihah, 2017)
Osteoarthritis sekunder
OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan dan imobilisasi yang lama. OA primer lebih
sering ditemukan dari pada OA sekunder. (Pratiwi, 2015)
4
2. Berdasarkan lokasi sendi
b. OA sendi Lutut
Mengenai kompartemen: medial tibiofemoral, lateral tibiofemoral dan bagian
femoropatellar. Diagnosis banding: - misalignment dari tungkai bawah harus
disingkirkan (menyebabkan OA lutut kompartemental misalnya, bentuk kelainan
varus/kerusakan medial tibiofemoral, atau valgus/kerusakan lateral tibiofemoral). -
Genu valgum misalignment: melibatkan kompartemen lateral tibiofemoral. Kelainan
varus atau valgus dapat mempengaruhi lingkup gerak sendi (range of motion) dan
percepatan penyempitan celah sendi = disebut instabiliti pada sendi lutut (ligamentum
laxity).
5
c. OA panggul/koksa
OA panggul lebih sering ditemukan pada pria dibandingkan wanita, dan dapat
terjadi unilateral atau bilateral. Gejala klinis: nyeri panggul secara klasik timbul saat
berdiri (weight bearing) dan terkait dengan antalgic gait; nyeri terlokalisir pada
buttock, regio groin dan menjalar kebawah menuju bagian anterior. Kadang-kadang
keluhan nyeri dirasakan pada lutut. Nyeri pada malam hari dan kekakuan pada malam
hari, terkait adanya efusi pada sendi. OA panggul sering bersifat destruktif, ditandai
dengan penilaian Lequesne: adanya penyempitan celah sendi > 2mm/ tahun (contoh:
kehilangan lebih dari 50% pada celah sendi dalam 1 tahun). Jarang ditemukan
sklerosis tulang dan osteofit. Diagnosis banding: OA sekunder pada panggul meliputi:
displasia kongenital, osteonekrosis avaskular dan adanya trauma sebelumnya.
d. OA vertebra
Umumnya mengenai vertebra servikal dan lumbal. Osteofit pada vertebra dapat
menyebabkan penyempitan foramen vertebra dan menekan serabut syaraf, dapat
nyebabkan nyeri punggung-pinggang (back pain) disertai gejala radikular. Pada kasus
yang berat dapat terjadi hiperostosis (Penyakit Forestier’s, dapat mengenai sisi
ekstraspinal: DISH/diffuse idiophatic skeletal hyperostosis).
f. OA bahu
OA bahu lebih jarang ditemukan. Nyeri sulit dilokalisasi dan terjadi saat
pergerakan, keluhan nyeri pada malam hari saat pergerakan sering ditemukan. Pada
pemeriksaan fisik: terdapat keterbatasan gerak pada pergerakan pasif.
6
g. OA siku
OA siku jarang ditemukan, umumnya terjadi sebagai akibat dari paparan getaran
berulang (repeated vibration exposure), trauma atau metabolik artropati.
h. OA temporomandibular
Ditandai dengan krepitus, kekakuan dan nyeri saat chewing, gejala serupa diatas
ditemukan pada sindroma disfungsi temporomandibular. Radiografi: gambaran OA
sering ditemukan. Diagnosis banding: Nyeri orofasial yang tidak berkesesuaian
dengan gambaran radiografi. (Kalim,2014)
D. GAMBARAN KLINIS
Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama,
tetapi berkembang secara perlahan – lahan.
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter
(meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan tertentu kadang – kadng menimbulkan rasa nyeri yang lebih
disbanding gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa berupa penjalaran
atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang
menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri betis, yang biasa
disebut claudication intermitten.
2. Hambatan gerak sendi
Gangguan ini biasnya semakin bertambah berat dengan pelan – pelan sejalan denga
bertambahnya rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti
duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun
tidur.
4. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang – kadang dapa terdengar) pada sedi yang sakit
5. Pembesaran sendi (deformitas)
7
Pasien mungkin menunjukkan bahwawa salah satu sendinya (seringkali terlihat di
lutut atau tangan) secara pelan – pelan membesr.
6. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien. Hampir semua pasien OA
pergelangan kai, tumit, lutut,atau panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan
berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien OA yang umumnya tua. (Soeroso et al, 2001)
E. PATOGENESIS
OA merupakan penyakit gangguan homeostatis dari metabolisme kartilago
dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang disebabkan oleh banyak faktor.
Tulang rawan berfungsi untuk melindungi tulang dari gesekan dan meredam getar antar
tulang.
Kondrosit merupakan sel rawan sendi yang terbenam didalam matriks rawan
sendi. Kondrosit sangat berperan penting untuk mempertahankan keseimbangan rawan
sendi. Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada
rawan sendi yang akan meningkat tajam pada OA. OA terjadi akibat kondrosit gagal
mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi
dan sintesis matriks ekstraselular. Perubahan kualitas matriks tersebut termasuk produksi
kolagen tipe I, III, VI, dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek.
Walaupun OA digolongkan sebagai penyakit non-inflamasi, tetapi didapatkan
bahwa berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit menghasilkan enzim
perusak rawan sendi. Diproduksinya mediator inflamasi yaitu prostaglandin, sitokin (IL-
1 beta) radikal bebas nitris oxide (NO) dan enzim proteolitik yang kesemuanya akan
menyebabkan kerusakan struktus rawan sendi. NO dan IL-1 beta akan menghambat
pembentukan kolagen dan proteoglikan. Efek negatif lainnya IL-1 beta adalah dapat
mengaktivasi ensim proteolitik sehingga terjadi gradasi rawan sendi terutama jaringan
kolagen dan menyebabkan kematian kondrosit.
Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah
terjadi sinovitis. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan matrix
metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga
sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya
tulang subkondral juga ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan
8
menghasilkan enzim proteolitik. Pada OA degradasi rawan sendi lebih besar
dibandingkan pembentukan. Kartilago menjadi erosi, menipis dan tidak rata yang
menimbulkan nyeri, kaku, bengkak dan gangguan pada gerakan sendi.
Kartilago yang aus menyebabkan tulang di sekitar sendi tersebut beradu satu
sama lain dan terjadi patahan-patahan berukuran kecil pada tulang, sebagai akibatnya
tubuh akan bereaksi membentuk tulang yang baru dan timbullah potongan tulang yang
baru (osteofit) yang dikenal dengan pengapuran. Selanjutnya tulang disekitar sendi
tersebut mengalami perubahan bentuk (deformitas) dan menjadi lebih besar. Sehingga
akan menambah kerusakan rawan sendi. (Octavia, 2018)
F. DIAGNOSA
1. Anamnesa
Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai
inflamasi, umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak
disertai kemerahan pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal
interfalang (PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang
(MTP) pertama. Sendi lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.
Faktor risiko penyakit :
- Bertambahnya usia
- Riwayat keluarga dengan OA generalisata
- Aktivitas fisik yang berat
- Obesitas
- Trauma sebelumnya atau adanya deformitas pada sendi yang bersangkutan.
Penyakit yang menyertai, sebagai pertimbangan dalam pilihan terapi:
- Ulkus peptikum, perdarahan saluran pencernaan, penyakit liver.
- Penyakit kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke, gagal
jantung).
- Penyakit ginjal
- Asthma bronkhiale (terkait penggunaan aspirin atau OAINs).
9
- Depresi yang menyertai. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keluhan nyeri
dan fungsi sendi.
- Nyeri saat malam hari (night pain).
- Gangguan pada aktivitas sehari-hari.
- Kemampuan berjalan
- Lain-lain: risiko jatuh, isolasi social, depresi
- Gambaran nyeri dan derajat nyeri (skala nyeri yang dirasakan pasien). (Wijaya,
2018)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Hambatan gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara
radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit.
Sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan
gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu
arah gerak saja).
b. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti pada pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat
terdengar sampai jarak tertentu.
c. Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris
Pembengkakakn sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang
biasanya tak banyak (< 100cc). Sebab lain adalah karena adanya osteofit, yang
dapat mengubah permukaan sendi.
d. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA
karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tak menonjoldan timbul
belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki, dan sendi – sendi
kecil tangan dan kaki.
e. Perubahan bentuk (deformitas sendi yang permanen)
Perubahan ini dpat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
10
permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada
tulang dan permukaan sendi.
f. Perubahan gaya berjalan
Keadaan ini hampir sealu berhubungandengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat bdan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang
belakangdengan stenosis spinal. (Soeroso et al, 2001)
3. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan darah
membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi. Pemeriksaan radiologi
dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk ke ortopaedi.
(Kalim,2014).
Gambaran radiografi sendi yang mendukung diagnosis OA adalah :
1) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian
yang menanggung beban).
2) Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkhondrial
3) Kista tulang
4) Osteofit pada pinggir sendi
5) Perubahan struktur anatomi sendi
11
Gambar 3. Grade Osteoarthritis
12
Kriteria diagnosis OA lutut ICD-10 kode: M17
Klinik dan Laboratorik Klinik dan Radiografik Klinik
Nyeri lutut + minimal 5 dari Nyeri lutut + minimal 1 dari Nyeri lutut + minimal 3 dari
9 kriteria berikut : 3 kriteria berikut : 6 kriteria berikut:
- Umur > 50 tahun - Umur >50 tahun - Umur > 50 tahun
- Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit - Kaku pagi < 30 menit
- Krepitus - Krepitus - Krepitus
- Nyeri tekan Ditambah : - Nyeri tekan
- Pembesaran tulang Osteofit - Pembesaran tulang
- Tidak panas pada perabaan - Tidak panas pada perabaan
- LED < 40 mm/jam
- RF < 1 : 40
- Analisis cairan sendi
normal
13
G. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi
1. Physical exercise.
Banyak jenis latihan fisik yang dikembangkan untuk pasien osteoarthritis. Dalam
penelitiannya mengatakan bahwa strengthening dan aerobic exercise efektif
mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi fisik pada pasien osteoarthritis derajat
ringan sampai sedang. Dengan melakukan exercise ini juga mencegah progresifitas
osteoarthritis.
Diindikasikan ketika terdapat malaligmen dan rasa nyeri yang tidak responsif
terhadap pengobatan. Hati-hati dalam penggunaan braces and patellar taping ini
karena dapat menyebabkan iritasi kulit dan terhambatnya aliran darah ke bagian
distal kaki.
Farmakologi
Penggunaan obat dilakukan jika dengan terapi non farmakologi tidak dapat mengatasi
gejala yang ada. Obat-obatan yang sering digunakan dokter antara lain :
Asam hyaluronic diproduksi alami oleh tubuh, terdapat dalam cairan sendi yang
membantu melumasi sendi dan mempermudah pergerakan sendi, dan melindungi
tulang dari beban yang didapatkan ketika berjalan. Suntikan asam hyaluronic ke
dalam sendi lutut telah disetujui oleh Food and Drug Administration untuk
pengobatan osteoarthritis.
Glukosamin adalah gula alami yang dibentuk tubuh yang membungkus tulang
rawan. Kondroitin adalah zat alami dalam tubuh yang berfungsi untuk membantu
mengambil air dan nutrisi ke tulang rawan, menjaganya agar tetap kenyal dan
14
sehat. Glucosamine dan chondroitin sulfat merupakan suplemen nutrisi yang
berfungsi untuk membantu mencegah kerusakan tulang rawan/degenerasi sendi
sehingga dapat mengurangi nyeri lutut.
15
BAB III
LAPORAN KASUS
No RM : 00364015
Ruangan : Jabal Rahmah
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Samsul Azwar Gally
Umur : 65 tahun
Status kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiun
Alamat : Dusun II Perum Graha Muslim Bandar Setia Deli Serdang Percut Sei Tuan
Sumatra Utara 20371
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Nyeri sendi kedua lutut
Telaah
Pasien datang ke IGD RSU Haji Medan dengan keluhan nyeri pada persendian lutut
hingga jari – jari pada kedua kaki. Keluhan ini pasien rasakan sudah selama 5 minggu namun
memberat sejak 4 hari yang lalu. Nyeri lebih dirasakan saat pasien menekuk lutut nya dan
merasa lebih ringan nyerinya saat dibawa istirahat. Selain nyeri pasien juga mengeluh lutut
hingga kaki terasa kaku dan sulit digerakkan. Pasien juga mengalami pembengkakan pada
kedua punggung kaki meskipun lebih mengeluhkan kaki sebelah kanan.
Batuk juga dirasakan pasien sejak 2-3 hari yang lalu. Selain itu pasien mengeluhkan
meriang dan demam yang hilang timbul sejak 3 hari yang lalu. Terdapat nyeri pada ulu hati.
Pasien juga merasakan keluhan lainnya seperti Nafsu makan dan berat badan yang menurun
serta tidur yang terganggu.
BAB : 2x/hari, Kuning kecoklatan
BAK : 5x/hari, warna kuning jernih
RPT : Asam urat
RPK : Tidak ada
RPO : Pasien lupa nama obat
R. Alergi : Tidak ada
R. Kebiasaan : Jarang makan nasi, suka makan roti, telur, tomat, pisang, dan pepaya,
perokok aktif tetapi sejak 4 tahun lalu berhenti.
16
ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :
Asam urat
ANAMNESA INTOKSIKASI :
Tidak ada
ANAMNESA MAKANAN :
Nasi : Ya Freq : 1x/hari
Ikan : Ya
Sayuran : Ya
Daging : Ya
ANAMNESA FAMILY :
Penyakit-penyakit Family :-
Penyakit seperti orang sakit :-
Anak-anak 6, Hidup 5, Mati 1
17
STATUS PRAESENS :
KEADAAN UMUM
Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Temperatur : 36,0°𝐶
Pernafasan : 22x/menit, Reguler, Tipe Pernafasan Abdominal - Thorakal
Nadi : 80x/menit
KEADAAN PENYAKIT :
Anemi : Tidak
Ikterus : Tidak
Sianosis : Tidak
Dispnoe : Tidak
Edema : Ya
Eritema : Tidak
Turgor : Baik
Gerakan aktif : Menurun
Sikap Tidur paksa : Tidak
KEADAAN GIZI :
BB : 65 KG
TB : 165 CM
RBW = 100% Kesan : Normoweight
IMT = 24,07 kg/cm² Kesan : Resiko Obesitas
PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Muka Pucat : Ya
Konjungtiva Anemis : Ya
LEHER : Dalam batas normal
ABDOMEN
• Nyeri Tekan epigastrium : Ya
EKSTREMITAS
Bawah Dextra Sinistra
• Bengkak : Ya Ya
• Oedema : Ya Ya
• Gangguan Fungsi : Ya Ya
18
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN: PEMERIKSAAN FOTO ARTICULATIO GENU:
DARAH
Darah Rutin
Hemoglobin 9,80 g/dl
Index Eritrosit
MCV 88,4 Fl
MCH 30,3 Pg
OA Genu grade 1 kanan
MCHC 34,2 g/dL
Kedudukan dan cela sendi baik
Jenis Leukosit
Eosinofil 0 %
Basofil 0 %
Limfosit 6,8 %
Monosit 6 %
N.Seg 87,1 %
Fungsi Ginjal
DIAGNOSA KERJA
Osteoarthritis + Hiperurisemia + Dispepsia
TERAPI :
19
BAB IV
DISKUSI
TEORI KASUS
Anamnesis
Sakit / nyeri (+) (+)
Kaku (+) (+)
Sakit digerakan (+) (+)
Bengkak (+) (+)
Stand abnormal (+) (+)
Deformitas (+/-) (-)
Pemeriksaan Fisik
20
Pengobatan
1. Medikamentosa
21
BAB V
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
Nazihah, Nurul Aifaa. 2017. Studi Osteoarthritis Genu Menurut Grading Kellgren
Lawrence Dan American College Of Rheumatology Criteria (Acrc) Pada Pasien
Lansia Di Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo. Skripsi. Universitas Hasanuddin
Pratama, A.D. 2019. Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Osteoartritis Genu Di Rspad
Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan Vol 1(2), pp 21-34
Pratiwi, Anisa Ika. 2015. Diagnosis and Threatment Osteoarthritis. J Majority, 4(4),
pp 10-17
23
Resume :
ANAMNESA UMUM
• Badan Merasa Kurang Enak : Ya
• Merasa Capek / Lemas : Ya
• Merasa Kurang Sehat : Ya
• Nafsu makan : Menurun
• Tidur :Terganggu
• Berat Badan :Menurun
• Malas : Ya
• Demam : Ya
ANAMNESA ORGAN
LAMBUNG
• Sakit di Epigastrium sebelum / sesudah makan : Ya
USUS
• Sakit di abdomen : Ya
• Obstupasi : Tidak
• Defekasi (freq, warna, konsistensi ) : 2x/hari, Kuning kecoklatan
SENDI
• Sakit : Ya
• Sendi Kaku : Ya
• Sakit digerakan : Ya
• Bengkak : Ya
• Stand Abnormal : Ya
DARAH
• Muka Pucat : Ya
PEMERIKSAAN FISIK
MUKA
Pucat : Ya
MATA
• Anemia : Ya
ABDOMEN
• Nyeri Tekan epigastrium: Ya
EKSTREMITAS
Bawah Dextra Sinistra
• Bengkak : Ya Ya
• Oedema : Ya Ya
• Gangguan Fungsi : Ya Ya
24
25
26
ANAMNESA UMUM Sendawa : Tidak
Badan Merasa Kurang Enak : Ya Anoreksia : Tidak
Merasa Capek / Lemas : Ya Mual-mual : Tidak
Merasa Kurang Sehat : Ya Dysphagia : Tidak
Menggigil : Tidak Foetor ex ore : Tidak
Nafsu makan : Menurun Pyrosis : Tidak
Tidur :Terganggu
Berat Badan :Menurun B. USUS
Malas : Ya Sakit di abdomen : Ya
Demam : Ya Borborygmi : Tidak
Pening : Tidak Obstupasi : Tidak
Defekasi (freq, warna, konsistensi )
ANAMNESA ORGAN : 2x/hari, Kuning kecoklatan
Diare(freq,warna, konsistensi): Tidak
1. COR
Melena : Tidak
Dyspnoe d’effort : Tidak
Tenesmi : Tidak
Dyspnoe d’repos : Tidak
Flatulensi : Tidak
Oedema : Tidak
Haemorhoid : Tidak
Nocturia : Tidak
Cyanosis : Tidak C. HATI DAN SALURAN EMPEDU
Angina Pectoris : Tidak Sakit perut kanan : Tidak
Palpitasi Cordis : Tidak Memancar ke
Asma Cardial : Tidak Kolik : Tidak
Ikterus : Tidak
2. SIRKULASI PERIFER
Gatal dikulit : Tidak
Claudio Intermitten : Tidak
Asites : Tidak
Sakit waktu istirahat : Tidak
Oedema : Tidak
Rasa mati diujung jari : Tidak
Berak dempul : Tidak
Gangguan Tropis : Tidak
Kebas-kebas : Tidak 5. GINJAL DAN SALURAN KENCING
Muka Sembab : Tidak
3. TRACTUS RESPIRATORUS
Kolik : Tidak
Batuk : Tidak
Miksi (freq,warna,sebelum/sesudah
Berdahak : Tidak miksi, mengedan) : 5x/hari, Kuning
Haemaptoe : Tidak jernih
Sakit dada waktu bernafas : Tidak Polyuria : Tidak
Stridor : Tidak Sakit pinggang : Tidak
Sesak nafas : Tidak memancar ke
Pernafasan cuping hidung : Tidak Oliguria : Tidak
Suara Parau : Tidak Anuria : Tidak
Polakisuria : Tidak
4. TRACTUS DIGESTIVUS
A. LAMBUNG 6. SENDI
Sakit di Epigastrium sebelum / sesudah Sakit : Ya
makan : Ya Sendi Kaku : Ya
Rasa panas di Epigastrium : Tidak Merah : Tidak
Muntah(freq, warna, isi, dll) : Tidak Sakit digerakan : Ya
Hematemesis : Tidak Bengkak : Ya
Ructus : Tidak Stand Abnormal : Ya
27
7. TULANG Libido Seksual : Tidak
Sakit : Tidak ditanyakan
Bengkak : Tidak Coitus : Tidak
Fraktur Spontan : Tidak ditanyakan
Deformitas : Tidak
12. SUSUNAN SYARAF
8. OTOT Hipoastesia : Tidak
Sakit : Tidak Paraestesia : Tidak
Kebas-kebas : Tidak Paralisis : Tidak
Kejang-kejang : Tidak Sakit Kepala : Tidak
Atrofi : Tidak Gerakan Tics : Tidak
b. Tiroid
Nervositas : Tidak
Exoftalmus : Tidak
Struma : Tidak
Miksodem : Tidak
c. Hipofisis
Akromegali : Tidak
Distrifi adipos : Tidak
kongenital
28
ANAMNESA PENYAKIT TERDAHULU :
Asam urat
ANAMNESA INTOKSIKASI :
Tidak ada
ANAMNESA MAKANAN :
ANAMNESA FAMILY :
Penyakit-penyakit Family :-
Penyakit seperti orang sakit :-
Anak-anak 6, Hidup 5, Mati 1
29
STATUS PRAESENS :
KEADAAN UMUM
Sensorium : Composmentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Temperatur : 36,0°𝐶
Pernafasan : 22x/menit, Reg,Tipe Pernafasan Thorakal- Abdominal
Nadi : 80x/menit
KEADAAN PENYAKIT :
Anemi : Tidak
Ikterus : Tidak
Sianosis : Tidak
Dispnoe : Tidak
Edema : Ya
Eritema : Tidak
Turgor : Baik
Gerakan aktif : Menurun
Sikap Tidur paksa : Tidak
KEADAAN GIZI :
BB : 65 KG
TB : 165 CM
RBW = 100% Kesan : Normoweight
IMT = 24,07 kg/cm² Kesan : Resiko Obesitas
30
PEMERIKSAAN FISIK
g. Lidah
1. KEPALA
Kering : Tidak
Pertumbuhan rambut :
Pucat : Tidak
Normal
Beslag : Tidak
Sakit kalau dipegang : Tidak
Tremor : Tidak
Perubahan Lokal : Tidak
h. Tonsil
a. Muka
Merah : Tidak
Sembab : Tidak
Bengkak : Tidak
Pucat : Ya
Beslag : Tidak
Kuning : Tidak
Membran : Tidak
Parase : Tidak
Agina Lacunaris : Tidak
Gangguan local : Tidak
2. LEHER
Inspeksi
b. Mata
Struma : Tidak
Stand Mata :
Kelenjar Bengkak : Tidak
Normal
Pulsasi Vena : Tidak
Gerakan :
Normal Torticolis : Tidak
Venektasi : Tidak
Exoftalmus : Tidak
Ptosis : Tidak
Palpasi
Ikterus : Tidak
Posisi Trachea :
Anemia : Ya
Normal
Reaksi Pupil : Isokor
Sakit / Nyeri Tekan : Tidak
Gangguan local : Tidak
TVJ : R-
2CM H20
c. Telinga
Kosta Servikalis : Tidak
Sekret : Tidak
Radang : Tidak
3. THORAX DEPAN
Bentuk :Normal Inspeksi
Atrofi : Tidak Bentuk :
Pyrroe Alveolaeris : Tidak Fusiformis
d. Hidung Simetris/asimetris :
Sekret : Tidak Simetris
Bentuk : Tidak Bendungan Vena : Tidak
Benjolan-benjolan : Tidak Ketinggalan bernafas : Tidak
Venektasi : Tidak
e. Bibir Pembengkakan : Tidak
Sianosis : Tidak Pylsasi Verbal : Tidak
Pucat : Tidak Mammae : Tidak
Kering : Tidak
Radang : Tidak Palpasi
Nyeri Tekan : Tidak
f. Gigi Fremitus Suara :
Karies : Tidak Sama, Ka = Ki
Pertumbuhan : Tidak Fremissement : Tidak
Jumlah : Tidak Iktus :-
dihitung a. Lokalisasi :-
31
b. Kuat Angkat :- Palpasi
c. Melebar :- Nyeri Tekan : Tidak
d. Iktus Negatif :- Fremitus Suara : Tidak
Penonjolan-penonjolan : Tidak
Perkusi Perkusi
Suara Perkusi Paru : Sonor Suara perkusi paru : Sonor
kedua lapang paru kedua lapang paru
Batas Paru Hati : Gerakan bebas : 2 cm
a. Relatif : ICS V Batas bawah paru :
linea midclavicularis dextra a. Kanan :
b. Absolut : ICS VI IX Proc.Spin. Vert. Thoracal
linea midclavicularis dextra b. Kiri :
Gerakan Bebas : 2 cm X Proc.Spin.Vert. Thoracal
Batas Jantung Auskultasi
a. Atas : ICS III Suara Pernafasan : Vesikuler
linea parasternalis sinistra Suara Tambahan : -
b. Kanan : ICS IV
linea parasternalis dextra
c. Kiri : ICS V
linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
Paru-Paru
Suara Pernafasan :
Vesikuler
Suara Tambahan : Tidak
a. Ronki Basah :-
b. Ronki Kering :-
c. Krepitasi :-
d. Gesek Pleura :-
Cor
Heart Rate :
80x/menit 5. ABDOMEN
Suara Katup : Inspeksi
M1 > M2 A2 > A1 Bengkak : Tidak
P2 > P1 A2 > P2 Venektasi : Tidak
Suara Tambahan Gembung : Tidak
Desah Jantung Fungsionil : Tidak Sirkulasi Collateral : Tidak
Gesek Percardia : Tidak Pulsasi : Tidak
Palpasi
4. THORAX BELAKANG Defens Muscular : Tidak
Inspeksi Nyeri Tekan : Ya
Bentuk Lien : Normal
:Fusiformis Ren : Normal
Simetris / Asimetris : Hepar Teraba : Tidak
Simetris Perkusi
Benjolan-benjolan : Tidak Pekak Hati : Ya
Scapulae alta : Tidak Pekak Beralih : Tidak
Ketinggalan bernafas : Tidak Auskultasi
Venektasi : Tidak Peristaltik usus : 10x/menit
32
6. GENITALIA PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN :
Luka : Tidak
DARAH
Sikatrik : Tidak
Nanah : Tidak Darah Rutin
Hernia : Tidak
Hemoglobin 9,80 g/dl
7. EKSTREMITAS Eritrosit 3,22 Juta/uL
Atas Dexra Sinistra
Bengkak : Tidak Tidak Leukosit 11.600 /uL
Merah : Tidak Tidak
Hematokrit 28,5 %
Stand Abnormal : Tidak Tidak
Gangguan Fungsi : Tidak Tidak Trombosit 226.000 /uL
Tes Rumpelit : Tidak Tidak
Index Eritrosit
Refleks
Biceps : ++ ++ MCV 88,4 Fl
Triceps : ++ ++
MCH 30,3 Pg
Radio Periost : + +
MCHC 34,2 g/dL
Bawah Dextra Sinistra
Bengkak : Ya Ya Jenis Leukosit
Merah : Tidak Tidak Eosinofil 0 %
Oedema : Ya Ya
Pucat : Tidak Tidak Basofil 0 %
Gangguan Fungsi : Ya Ya
Limfosit 6,8 %
Luka / Gangren : Tidak Tidak
Varises : Tidak Tidak Monosit 6 %
Refleks
N.Seg 87,1 %
KPR : ++ ++
APR : ++ ++ Fungsi Ginjal
Struple :+ +
Asam Urat 8,1 mEg/L
33
RESUME
Anamnesa Utama :
Telaah
STATUS PASIEN
Keadaan Umum Keadaan Penyakit Keadaaan Gizi
Sensorium : Compos Mentis Anemia : Ya TB : 165 CM
Tekanan Darah : 120/70 mmHg Ikterus : Tidak BB : 65 KG
Nadi : 80x/ menit Sianosis : Tidak
Nafas : 22x/menit Dysponoe : Tidak RBW = 100%
Suhu : 36,0 °𝐶 Edema : Ya Kesan : Normoweight
Eritema : Tidak
Turgor : Baik IMT : 24,07 kg/cm²
Gerakan Aktif : Tidak Kesan : Resiko Obesitas
Sikap paksa : Tidak
PEMERIKSAAN FISIK
Ektremitas : Bengkak (+), Edema (+), gangguan fungsi (+) dikedua tungkai
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
Darah :
- Hemoglobin : 9,80 g/dl (), hematocrit : 28,5 % (), leukosit : 11.600 / µL (),
eritrosit : 3,2 juta/µL (), eosinophil : 0 % (), limfosit : 6,8 % (), Neutrofil seg. :
87,1 %(), Asam Urat : 8,1 mEg/L ()
Urin :-
Tinja :-
Foto Articulatio Genu :
- OA genu grade 1 kanan
- Kedudukan dan cela sendi baik.
Foto Thoraks :
- Sinus Costophrenicus normal. Diafragma normal.
- Jantung : Besar dan bentuk normal
- Paru : Corakan broncho vascular normal dan tak tampak kelainan aktif spesifik dan
pathologic
- Kesan : cor/pulmo dalam batas normal.
DIAGNOSA KERJA :
Pemeriksaan Fisik
1. Sendi