Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

* Pendidikan Profesi Dokter / G1A219009 / Maret 2021


** Preseptor dr. Nuriyah, M. Biomed

TENSION TYPE HEADACHE


*Deby Tri Lestari, ** dr. Nuriyah, M. Biomed

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS OLAK KEMANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

TENSION TYPE HEADACHE

Oleh:
Deby Tri Lestari
G1A219009

Sebagai salah satu tugas program pendidikan profesi dokter


Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi
2021

Jambi, Maret 2021


Preseptor,

dr. Nuriyah, M. Biomed


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Tension Type Headache” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Nuriyah, M. Biomed yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya sebagai pembimbing sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Selanjutnya,
penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi para
pembaca.

Jambi, Maret 2021

Penulis
BAB 1
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. N
b. Umur : 41 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Pedagang
e. Alamat : RT 05 Tanjung Pasir

2. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah anak : 2 orang
c. Status ekonomi keluarga : Menengah
d. Kondisi rumah

Pasien tinggal di rumah permanen, atap terbuat dari genteng. Terdapat 2


kamar tidur, 1 ruang tamu dan ruang keluarga, 1 dapur dan satu kamar
mandi. Terdapat banyak jendela pada depan rumah yang sering dibuka
sehingga pencahayaan disiang hari cukup baik. Sumber air mengunakan
sumur yang terletak di belakang rumah.
e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah :
Kondisi lingkungan pasien cukup padat dengan sekitarnya. Lingkungan
rumah jauh dari jalan raya dan masuk ke dalam gang. Lingkungan rumah
pasien cukup bersih

3. Aspek Perilaku dan Psikologis dalam Keluarga :


a. Keharmonisan keluarga pasien baik, tidak ada masalah dalam
hubungan satu sama lain
b. Pasien tinggal bersama suami dan anaknya

4. Keluhan Utama :
Sakit kepala sejak 3 hari sebelum datang ke Puskesmas.

5. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan kepala sejak 3 hari
yang lalu. Sakit dirasakan seperti diikat di sekeliling kepala dari dahi
hingga kepala bagian tengah dan terasa berat di daerah kepala bagian
belakang dan tengkuk pasien. Sakit dirasa selama 30 menit hingga 1
jam, dan hilang timbul. Mual dan muntah disangkal. Pandangan ganda
dan fotofobia disangkal. Tidak ada keluhan telinga. Sakit kepala terasa
memberat saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat. Mata berair
disangkal, hidung tersumbat disangkal. Keluhan ini pertama kali
dirasakan oleh pasien.

Os bekerja menjual jajanan pasar. Os membuat sendiri makanan yang


akan dijualnya. Akhir-akhir ini dagangan pasien banyak tidak terjual habis
karena warung banyak yang tutup dan sepi pembeli.
6. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan serupa (-)
b. Riwayat hipertensi (-)
c. Riwayat diabetes melitus (-)

7. Riwayat Penyakit Keluarga :


a. Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
b. Riwayat keluhan serupa (-)
c. Riwayat diabetes melitus dalam keluarga (-)

8. Pemeriksaan Fisik :
Status Generalisata
1. Keadaan Umum : tampak sakit ringan
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tekanan darah : 115/82 mmHg
4. Nadi : 82 x/ menit
5. Pernafasan : 21 x/ menit
6. Suhu : 36,7 °C
7. Berat Badan : 51 kg
8. Tinggi Badan : 155 cm

Pemeriksaan Organ

Kepala : normocephal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, pupil
isokor, reflex cahaya +/+
Telinga : Serumen -/-, nyeri tekan tragus -/-
Hidung : Sekret -/-, Epistaksis -/-
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), atropi papil (-)
Thoraks

Paru :
 Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
 Palpasi : Fremitus kiri dan kanan normal
 Perkusi : Sonor
 Auskustasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba, tidak kuat angkat
 Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : BJ I-II regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen

Inspeksi :Datar, venektasi (-), jaringanparut (-)


Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas :

Superior : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2 detik

Inferior : Akral hangat +/+, edema -/-, CRT<2 detik

Status Neurologis :
o Refleks Fisiologis : +/+
o Refleks Patologis : -/-
o Tanda meningeal : -

10. Pemeriksaan Penunjang


Darah Rutin ( 10 Maret 2021)
- WBC: 6.1 x103/uL
- RBC: 4.5 x106/uL
- HGB: 15.0 g/dl
- HCT: 44.5 %
- MCV: 80.5 fL
- MCH: 28 pg
- MCHC: 33 g/dL
- PLT: 316 x103/uL
11. Usulan Pemeriksaan
- Ct scan
- MRI
12. Diagnosis Kerja
Tension Type Headache (G44.2)

13. Diagnosis Banding :


- Migrain tanpa aura (G43.0)
- Cluster headache (G44.0)

14. Manajemen

1. Promotif
a. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya,
pencegahan, dan pengobatannya
b. Memberikan informasi kepada pasien mengenai faktor- faktor yang
menjadi faktor risiko keluhan yang dialami pasien.

2. Preventif :
a. Menyarankan kepada pasien agar istirahat yang cukup
b. Menghindari faktor pencetus (stress)
c. Olahraga teratur
d. Menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan kontraksi otot
berlebihan

3. Kuratif :
Non Farmakologi
a. Istirahat cukup
b. Peregangan dan relaksasi otot
c. Manajemen stress

Farmakologi
 Ibuprofen 400mg 3x1

Pengobatan Tradisional
 Kafein 8mg/hari
 Daun inggu 5g dihaluskan ditempelkan dikepala hingga kering

4. Rehabilitatif
a. Istirahat yang cukup
b. Manajemen stres
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan


(pressing/ squeezing), mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak
diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai (atau
minimal) mual dan/ atau muntah, serta disertai fotofobia atau fonofobia.1,2

TTH dibedakan menjadi tiga subklasifikasi1


a. TTH episodik yang jarang (infrequent episodic): 1 serangan per bulan
atau kurang dari 12 sakit kepala per tahun.
b. TTH episodik yang sering (frequent episodic): 1-14 serangan per
bulan atau antara 12 dan 180 hari per tahun.
c. TTH menahun (chronic): lebih dari 15 serangan atau sekurangnya
180 hari per tahun

Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri
kepala. TTH dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang
paling sering dijumpai. TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer
yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa
pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya.3

Etiopatologi
Secara umum diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifilis
b. Gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia,
gout, ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang
direfleksikan. Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related
health), tidak mampu relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur
beberapa jam setiap malam, dan usia muda adalah faktor risiko TTH.
Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban yang
terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal, dan
fluktuasi hormonal wanita.
Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering TTH. Gangguan
emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan
mental dan stres adalah faktor-faktor tersering penyebab TTH.
Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres terbukti nyata pada penderita
TTH. Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher
diduga penyebab TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis

Manifestasi Klinis
TTH dirasakan di kedua sisi kepala sebagai nyeri tumpul yang menetap atau
konstan, dengan intensitas bervariasi, juga melibatkan nyeri leher. Nyeri
kepala ini terkadang dideskripsikan sebagai ikatan kuat di sekitar kepala. Nyeri
kepala dengan intensitas ringan–sedang (nonprohibitive) dan kepala terasa
kencang. Kualitas nyerinya khas, yaitu: menekan (pressing), mengikat
(tightening), tidak berdenyut (non-pulsating). Rasa menekan, tidak enak, atau
berat dirasakan di kedua sisi kepala (bilateral), juga di leher, pelipis, dahi. Leher
dapat terasa kaku. TTH tidak dipengaruhi aktivitas fisik rutin. Dapat disertai
anorexia, tanpa mual dan muntah. Dapat disertai photophobia (sensasi nyeri/tidak
nyaman di mata saat terpapar cahaya) atau phonophobia (sensasi tak nyaman
karena rangsang suara). TTH terjadi dalam waktu relatif singkat, dengan durasi
berubah-ubah (TTH episodik) atau terus-menerus (TTH kronis). Disebut TTH
episodik bila nyeri kepala berlangsung selama 30 menit hingga 7 hari, minimal 10
kali, dan kurang dari 180 kali dalam setahun. Disebut TTH kronis bila nyeri
kepala 15 hari dalam sebulan (atau 180 hari dalam satu tahun), selama 6 bulan.
Penderita TTH kronis sangat sensitif terhadap rangsang. Berdasarkan analisis
multivariat karakteristik klinis, kriteria diagnostik TTH yang memiliki nilai
sensitivitas tinggi adalah tidak disertai muntah (99%), tidak disertai mual (96%),
lokasi bilateral (95%), tidak disertai fotofobia (94%). Sedangkan yang memiliki
nilai spesifisitas tinggi adalah intensitas ringan (93%), kualitas menekan atau
mengikat (86%), tidak disertai fonofobia (63%), kualitas tidak berdenyut (57%).
Pengaruh nyeri kepala pada kehidupan penderita dapat diketahui dengan
kuesioner Headache Impact Test-6 (HIT-6). Pada individu dan masyarakat, TTH
berdampak pada penurunan produktivitas, ketidakhadiran dari sekolah dan
pekerjaan, dan penggunaan jasa medis (konsultasi/berobat ke dokter).
Diagnosis

Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan pemeriksaan neurologis


komprehensif adalah kunci evaluasi klinis TTH dan dapat menyediakan petunjuk
potensial terhadap penyebab penyakit (organik, dsb) yang mendasari terjadinya
TTH. Pada palpasi manual gerakan memutar kecil dan tekanan kuat dengan jari
ke dua dan ke tiga di daerah frontal, temporal, masseter, pterygoid,
sternocleidomastoid, splenius, dan otot-otot trapezius, dijumpai pericranial muscle
tenderness, dapat dibantu dengan palpometer.
Pericranial tenderness dicatat dengan Total Tenderness Score. Menurut referensi
lain, prosedurnya sederhana, yaitu: delapan pasang otot dan insersi tendon (yaitu:
otot-otot masseter, temporal, frontal, sternocleidomastoid, trapezius, suboccipital,
processus coronoid dan mastoid) dipalpasi. Palpasi dilakukan dengan gerakan
rotasi kecil jari kedua dan ketiga selama 4-5 detik.
Pada TTH juga dijumpai variasi TrP, yaitu titik pencetus nyeri otot
(muscle trigger points). Baik TrPs aktif maupun laten dijumpai di otot-otot leher
dan bahu penderita TTH. TrPs berlokasi di otot-otot splenius capitis,splenius
cervicis, semispinalis cervicis, semispinalis capitis, levator scapulae, upper
trapezius, atau suboccipital. TrPs di otot-otot superior oblique, upper trapezius,
temporalis, sub occipital, dan sternocleidomastoid secara klinis relevan untuk
diagnosis TTH episodik dan kronis. Diagnostik penunjang TTH adalah pencitraan
(neuroimaging) otak atau cervical spine, analisis CSF, atau pemeriksaan serum
dengan laju endap darah (erythrocyte sedimentation rate), atau uji fungsi tiroid.
Neuroimaging terutama direkomendasikan untuk: nyeri kepala dengan
pola atipikal, riwayat kejang, dijumpai tanda/gejala neurologis, penyakit
simtomatis seperti: AIDS (acquired immunodeficiency syndrome), tumor, atau
neurofi bromatosis. Pemeriksaan funduskopi untuk papilloedemaatau
abnormalitas lainnya penting untuk evaluasi nyeri kepala sekunder.

Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan adalah reduksi frekuensi dan intensitas nyeri kepala
(terutama TTH) dan menyempurnakan respon terhadap terapi abortive. Terapi
dapat dimulai lagi bila nyeri kepala berulang. Masyarakat sering mengobati
sendiri TTH dengan obat analgesik yang dijual bebas, produk berkafein, pijat,
atau
terapi chiropractic.Terapi TTH episodik pada anak: parasetamol, aspirin, dan
kombinasi analgesik. Parasetamol aman untuk anak. Asam asetilsalisilat tidak
direkomendasikan pada anak berusia kurang dari 15 tahun, karena kewaspadaan
terhadap sindrom Reye. Pada dewasa, obat golongan anti-inflamasi non steroid
efektif untuk terapi TTH episodik
Hindari obat analgesik golongan opiat (misal: butorphanol). Pemakaian
analgesik berulang tanpa pengawasan dokter, terutama yang mengandung kafein
atau butalbital, dapat memicu rebound headaches.
Beberapa obat yang terbukti efektif: ibuprofen (400 mg), parasetamol (1000 mg),
ketoprofen (25 mg). Ibuprofen lebih efektif daripada parasetamol. Kafein dapat
meningkatkan efek analgesik. Analgesik sederhana, nonsteroidal anti-infl
ammatory drugs (NSAIDs), dan agen kombinasi adalah yang paling umum
direkomendasikan.

Suntikan botulinum toxin (Botox) diduga efektif untuk nyeri kepala


primer, seperti: tension-type headache, migren kronis, nyeri kepala harian kronis
(chronic daily headache). Botulinum toxin adalah sekelompok protein produksi
bakteri Clostridium botulinum. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
pelepasan asetilkolin di sambungan otot, menyebabkan kelumpuhan flaksid.
Botox
bermanfaat mengatasi kondisi di mana hiperaktivitas otot berperan penting. Riset
tentang Botox masih berlangsung.
Intervensi nonfarmakologis misalnya: latihan relaksasi, relaksasi progresif,
terapi kognitif, biofeedback training, cognitive-behavioural therapy, atau
kombinasinya. Solusi lain adalah modifi kasi perilaku dan gaya hidup. Misalnya:
istirahat di tempat tenang atau ruangan gelap. Peregangan leher dan otot bahu 20-
30 menit, idealnya setiap pagi hari, selama minimal seminggu. Hindari terlalu
lama bekerja di depan komputer, beristirahat 15 menit setiap 1 jam bekerja,
berselang- seling, iringi dengan instrumen musik alam/klasik. Saat tidur,
upayakan dengan posisi benar, hindari suhu dingin. Bekerja, membaca, menonton
TV dengan pencahayaan yang tepat. Menuliskan pengalaman bahagia. Terapi
tawa, salat- berdoa.
Pendekatan multidisiplin adalah strategi efektif mengatasi TTH. Edukasi
baik untuk anak dan dewasa, disertai intervensi nonfarmakologis dan dukungan
psikososial amat diperlukan.

Diagnosis Banding
Sebagian besar nyeri kepala dalam konteks gangguan medis, antara lain:
hipotiroidisme, gangguan tidur, dan krisis hipertensif memiliki potret klinis yang
tumpang-tindih dengan TTH. TTH primer sulit dibedakan dari nyeri kepala
servikogenik sekunder jika hanya didasarkan pada kriteria klinis. Selain itu,
penderita cervical spine discogenic dan gangguan spondilotik juga sering disertai
TTH. Pada kondisi tertentu, koneksi mekanistik TTH juga perlu dibedakan dari
disfungsi sendi temporomandibular atau cervical spine disease.
Beberapa penyakit/kondisi yang mirip TTH: cervical spondylosis, nyeri kepala
akibat overuse obat, nyeri kepala pascacedera yang kronis. Juga nyeri kepala yang
berkaitan dengan: penyakit mata/rongga sinus di hidung, gangguan sendi
temporomandibular, kondisi kejiwaan, tumor otak.

Prognosis
Pada penderita TTH dewasa berobat jalan yang diikuti selama lebih dari 10
tahun, 44%. TTH kronis mengalami perbaikan signifikan, sedangkan 29% TTH
episodik berubah menjadi TTH kronis. Secara umum, dapat dikatakan prognosis
TTH baik.
BAB III

ANALISIS KASUS

1. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar

Pada kasus ini tidak ada hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

2. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan dalam


keluarga:

Di dalam hubungan diagnosis dan aspek psikologis di keluarga tidak ada


hubungannya dengan penyakit pasien, karena didalam keluarga pasien
hubungan pasien dengan keluarga baik.

3. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga


Derajat kesehatan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
perilaku kesehatan dan lingkungan di sekitar tempat tinggal kita. Diantara faktor
faktor tersebut pengaruh perilaku terhadap status kesehatan, baik kesehatan
individu maupun keluarga sangatlah besar. Lingkungan rumah dan lingkungan
disekitar rumah pasien tidak memberikan pengaruh terhadap terjadinya penyakit
pada pasien. Hal tersebut menunjukkan lingkungan rumah dan sekitarnya tidak
memiliki peranan terhadap perkembangan penyakit yang di derita oleh pasien.

4. Analisis kemungkinan berbagai faktor risiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini:
Beberapa etiologi dan faktor predisposisi tension type headache adalah,
bekerja tak kenal waktu, anemia, gout, ketidaknormalan endokrin, obesitas,
intoksikasi, dan nyeri yang direfleksikan. Buruknya upaya kesehatan diri
sendiri (poor self-related health), tidak mampu relaks setelah bekerja,
gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam, dan usia
muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain: kelaparan,
dehidrasi, pekerjaan/beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan
pola tidur, caffeine withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stres dan
konflik emosional adalah pemicu tersering TTH. Pada pasien ini didapatkan
faktor pencetus stress yang memungkinkan menyebabkan TTH.
5. Analisis untuk mengurangi paparan atau memutus rantai penularan
dengan faktor resiko atau etilogi pada pasien ini:
Untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien perlu dilakukan
manajemen stress yang baik. Dengan mengekslusi faktor penyebab stress dan
agar pasien tidak terlalu memikirkan faktor penyebab stress. Diikut dengan
istirahat yang cukup dan melakukan relaksasi otot-otot kepala dan leher.

6. Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga :


a. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyakitnya, penyebab
dan juga tatalaksana yang akan diberikan
b. Istirahat yang cukup
c. Relaksasi otot leher dan kepala
d. Manajemen stress
DAFTAR PUSTAKA

1.Sidharta, Priguna. Neurologi klinis dalam praktek umum. Dian Rakyat :


Jakarta. 2009
2.Price S A. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi 4. EGC :
Jakarta. 2014
3.Bendtsen, L. Centtal sensitization in tension type headache -Possible
phatologycal mechanism chepalgia. 2009
4.Bolay H, Moskowitz MA. Mechanism of pain modulation on chronic
syndrom neurology. 2012
5.Wibowo S, Gofir A. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika.
Jakarta.2001

Anda mungkin juga menyukai