Anda di halaman 1dari 27

Laporan Kasus

SEORANG LAKI-LAKI 40 TAHUN DENGAN HEMIPARESIS DEXTRA


EC STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh:
dr. Ananda Chaerunnisa P.

Dokter
Pendamping: dr.
Aprizal, MARS

Dokter Penanggung Jawab Pasien:


dr. Ike Febrilina Sindise, Sp.N

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RSUD CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR
2021

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. STATUS PASIEN......................................................................................2
A. Identitas Pasien.............................................................................................2
B. Anamnesis.....................................................................................................2
C. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................3
D. Pemeriksaan Penunjang................................................................................6
E. Diagnosis Kerja.............................................................................................9
F. Penatalaksanaan............................................................................................9
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
A. STROKE NON HEMORAGIK..................................................................10
1. Definisi........................................................................................................10
2. Etiologi.......................................................................................................10

3. Faktor Risiko...............................................................................................11
4. Patofisiologi................................................................................................14
5. Manifestasi Klinis.......................................................................................16
6. Diagnosis.....................................................................................................17
7. Penatalaksanaan..........................................................................................20
BAB IV. PEMBAHASAN.....................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard


dan kanker serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke
tidak hanya dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat
disekitarnya. Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai
negara berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk.,
2013).

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke
tahun 2011. Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia.
Diperkirakan jumlah stroke iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada.
Penyakit darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia. Di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke mencapai 8,3 per 1000 penduduk,
60,7 persennya disebabkan oleh stroke non hemoragik. Sebanyak 28,5 %
penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami kelumpuhan total atau
sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke atau
kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013).

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus
dan sering kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah
penyakit vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas,
kolesterol, merokok, dan stres. Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke
rumah sakit dalam keadaan kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke
merupakan penyakit yang memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup
lama.

1
BAB II
STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. N

Usia : 40 tahun

Tanggal Lahir : 1 Juli 1980

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Kampung Cihaur, Gunungsari

No RM 137001

Tanggal Masuk : 26 Januari 2021

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kanan

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan
sejak pukul 22.30 (2 jam SMRS). Awalnya pasien hendak ke kamar
mandi, lalu tiba-tiba merasa lemas. Bicara menjadi pelo. Mual (-), muntah
(-), batuk (-), pilek (-), sesak (-), nyeri tenggorokan (-), gangguan penghidu
(-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Keluhan wajah mencong/merot
disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Pasien tidak pernah
memeriksakan kesehatannya. Pasien tidak memiliki riwayat HT dan DM
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa dalam keluarga disangkal. Riwayat tekanan darah tinggi
dan gula darah tinggi disangkal. Riwayat stroke disangkal.

5. Riwayat Personal Sosial


Merokok (+) 3 batang per hari, Minum-minuman beralkohol dan obat-
obatan warung disangkal.

C. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Vital
Tekanan Darah : 109/60 mmHg
Denyut Nadi : 84 x/menit, regular, isi dan tegangan
cukup Pernafasan : 22 x/menit
Suhu : 36.3 ºC
SpO2 : 97%
b). KU : Compos Mentis
c). GCS : E4V5M6
d). Pemeriksaan Nervus Cranialis
1. Pemeriksaan Neurologis
a. Nervus Cranialis kanan kiri
1) N.I ( Olfaktorius)
Daya penghidu : Tidak dilakukan
2) N II (Opticus)
Ketajaman penglihatan : Tidak dilakukan
Pengenalan warna : Tidak dilakukan
Lapang pandang : Tidak dilakukan
3) N III,IV,VI (Oculamotorius, Trochlearis, Abducens)
Ptosis : (-) (-)
Gerakan bola mata:
Lateral : Tidak dilakukan
Medial : Tidak dilakukan
Atas : Tidak dilakukan
Bawah : Tidak dilakukan
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor : isokor Isokor
RC : (+) (+)
RCTL : (+) (+)
4) N V (Trigeminus)
Menggigit : (+) (+)

Membuka mulut : (+) (+)


5) N VII (Facialis)
Mengerutkan dahi: (+) (+)
Mengerutkan alis : (+) (+)
Menutup mata : dbn dbn
Meringis : dbn dbn
Menggembungkan pipi: (+) (+)
6) N. IX ( Glossopharyngeus)
Arcus pharynk : simetris
7) N.X ( Vagus )
Denyut nadi : teraba,reguler
Bersuara : pelo
Menelan :+
8) N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : dbn
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : dbn
9) N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : normal miring
Atrofi lidah : eutrofi
Artikulasi : disartria
Tremor lidah : (-) (-)

b. Motorik
Kekuatan : 2 5
3 5
c. Sensorik : dbn dbn
dbn dbn
c. Reflek Fisiologis
Refleks Biseps : (++) normal (++) normal
Refleks Triseps : (++) normal (++) normal
Refleks Patella : (++) normal (++) normal
Refleks Achilles : (++) normal (++) normal
d. Refleks Patologis : kanan kiri
Hoffmann-Tromner : (-) (-)
Babinzki : (-) (-)

e). Pemeriksaan Sistemik

a. Kepala
1) Bentuk : Mesocephal
2) Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-)
3) Hidung : Sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
4) Telinga : Simetris (+), Discharge (-)
5) Mulut : Simetris (+), Lidah (miring ke kiri), Wajah merot
(-)
b. Leher
Trachea letak tengah, tidak ada peningkatan, tidak ada pembesaran
KGB, kaku kuduk (-), meningeal sign (-)
c. Thorax dan Pulmo
1) Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dinding dada
kanan dan kiri simetris, tidak ada ketinggalan gerak, tidak ada
retraksi dinding dada.
2) Palpasi : vokal fremitus paru kanan sama dengan paru kiri,
tidak ada krepitasi, tidak terdapat nyeri tekan pada dada.
3) Perkusi : suara sonor pada seluruh lapang paru.
4) Auskultasi : suara dasar vesikuler pada paru-paru kanan dan
kiri, tidak ditemukan wheezing.
d. Cor
1) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
2) Palpasi : Ictus cordis teraba
3) Perkusi : batas jantung melebar ke caudolateral
4) Auskultasi : Bunyi jantung I > II murni , irama regular, murmur
(-), gallop (-).
e. Abdomen
1) Inspeksi : Datar, tidak tampak distensi, tidak ada jejas
2) Auskultasi : Bising usus normal
3) Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa,
hepar tidak teraba, lien tidak teraba, tidak ada ballotement, tidak
terdapat nyeri ketok ginjal
4) Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
f. Genitalia
Pasien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada kelainan.
g. Ekstremitas : akral hangat, tidak ditemukan edema, tidak
ditemukan tanda sianosis.

D. Pemeriksaan Penunjang
a). Laboratorium:
Tanggal 26 Januari 2021

Nama Test Hasil Unit Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 16.3 g/dL 13.0 – 16.0
Hematokrit 46 % 40 – 48
Leukosit 13100 /uL 5000 – 10000
Eritrosit 5.3 juta/uL 4.5 – 5.5
Trombosit 290000 /uL 150000 – 450000
LED 16 mm/jam <15
KIMIA KLINIK
Gula Darah
Gula Darah Sewaktu 142 mg/dL <200
Fungsi Ginjal
Ureum 19 mg/dL <50
Kreatinin 0.7 mg/dL 0.5 – 1.5
Fungsi Liver
SGOT 13 U/L 37’C <37
SGPT 16 U/L 37’C <42
Elektrolit
Natrium 143 mmol/L 135 – 155
Kalium 3.0 mmol/L 3.5 – 5.5
Klorida 110 mmol/L 95 – 108
RAPID TEST
IgG Non Reaktif Non Reaktif
IgM Non Reaktif Non Reaktif

b). EKG:

Sinus ritmis, HR 86x/menit, normoaxis


c). CT Scan:

Kesan:

• Lesi hipodens di hemisfer sinistra kesan infark cerebri

d) Rontgen Thorax

Kesan: cardiomegaly
E. Diagnosis Kerja
 Stroke Non Hemoragik
(Acute Cerebro Vascular Accident ec Infark)

F. Penatalaksanaan di IGD

• IVFD RL 20tpm

• Injeksi Citicolin 500mg IV

• Injeksi Ranitidine 50mg IV

G. Advis dr Ike, SpN


 Aspilet 4 tab  lanjut Aspilet 1x1 tab
 Injeksi Citicolin 2x1 gr IV
 Injeksi Omeprazole 2x40 mg IV
 Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr IV
 Asam Folat 3x1 tab po
 KSR 3x1 tab po
 Cek elektrolit / 3 hari
 Cek profil lipid dan asam urat
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. STROKE NON HEMORAGIK


1. Definisi
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Stroke iskemik merupakan tanda
klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di jaringan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh oklusi fokal
pembuluh darah otak yang mengalami oklusi.Oklusi dapat berupa trombus,
emboli, atau tromboemboli, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada
salah satu pembuluh daerah percabangan pembuluh darah otak tersebut.

2. Etiologi
Penyebab utama stroke non hemoragik dpat dibagi menjadi dua sebagai
berikut:
1. Trombotik Serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemia. Trombosis serebri
adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi satu
atau lebih pembuluh darah lokal.
2. Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari
lesi ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal.
Gumpalan- gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih
besar dan dibawa ke tempat- tempat lain dalam aliran darah. Bila
embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan
oksigen. Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik
3. Faktor Risiko

Faktor risiko stroke adalah berbagai faktor yang meningkatkan


seseorang untuk mengalami stroke dan dapat memberikan keuntungan
untuk pencegahan terjadinya stroke apabila mengurangi faktor risiko
tersebut. Berbagai faktor risiko terjadinya stroke iskemik adalah :

a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi


1) Usia
Resiko untuk terjadinya stroke iskemik lebih rendah pada
kelompok usia 25-44 tahun dan meningkat 2 kali untuk tiap
dekade setelah usia 55 tahun. Efek kumulatif dari aging pada
sistem kardiovaskular dan perjalanan alamiah berbagai faktor
risiko stroke secara progresif akibat usia meningkatkan risiko
stroke iskemik.
2) Jenis kelamin
Prevalensi stroke iskemik lebih sering pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan untuk semua kelompok usia
kecuali pada kelompok usia 35-44 tahun dan > 85 tahun.
Penggunaan kontrasepsi oral dan kehamilan berkontribusi dalam
meningkatkan kejadian stroke pada wanita usia muda.
3) Ras
Blacks dan beberapa Hispanic/Latino Americans mempunyai
insidensi yang lebih tinggi untuk semua tipe stroke dan angka
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan whites. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh lebih tingginya prevalensi
hipertensi, diabetes dan obesitas pada blacks.
4) Faktor genetik
Peningkatan risiko dari stroke dengan riwayat keluarga stroke
dapat disebabkan oleh warisan secara genetik berbagai faktor
risiko stroke, kerentanan efek dari berbagai faktor risiko stroke,
kebiasaan keluarga dalam hal kultur/lingkungan hidup dan pola
hidup dan interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.

b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi


1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk infark serebral,
semakin tinggi tekanan darah, semakin tinggi risiko mengalami
stroke. Hipertensi akan mempercepat progresi dari aterosklerosis
dan penyakit pembuluh darah otak kecil. Setiap peningkatan 10
mmHg pada tekanan darah sistolik, risiko relatif untuk mengalami
stroke 1,7-1,9 kali. Pasien hipertensi yang mengurangi tekanan
darah sistolik kurang dari 140 mmHg akan mengurangi serangan
stroke pertama sekitar 40%. Pasien hipertensi direkomendasikan
agar dapat mengendalikan tekanan daarahnya < 140/90 mmHg
atau < 130/80 mmHg pada pasien diabetes mellitus.
2) Merokok
Merokok juga merupakan faktor risiko utama stroke iskemik.
Berbagai studi seperti Framingham, Cardiovascular Health Study,
Honolulu Heart Study menunjukkan bahwa merokok
dihubungkan dengan peningkatan risiko sekitar 2 kali untuk
mengalami stroke iskemik. Current smokers dihubungkan dengan
peningkatan risiko 1,8 kali untuk mengalami stroke dibandingkan
dengan bukan perokok.Prior smoking dihubungkan dengan
peningkatan kejadian stroke 1,3 kali.Risiko dari stroke menurun
seiring dengan waktu berhenti merokok. Studi Framingham
menunjukkan pengurangan risiko stroke 50% sesudah berhenti
merokok dan risiko yang hampir sama dengan bukan perokok
setelah 5 tahun berhenti merokok. Merokok berkontribusi dalam
peningkatan risiko stroke melalui efek akut dalam peningkatan
risiko pembentukan trombus pada arteri aterosklerotik dan efek
kronik yang dihubungkan dengan peningkatan
aterosklerosis.Merokok juga dapat mempotensiasi efek faktor
risiko lainnya seperti tekanan darah sistolik, kelelahan vital
(kelemahan yang tidak umum, iritabilitas, perasaan demoralisasi)
dan kontrasepsi oral.
3) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan risiko stroke
sekitar 1,5-6,0 kali tergantung dari desain studi dan tipe serta
keparahan diabetes. Pasien dengan diabetes mempunyai
peningkatan kerentanan pada aterosklerosis dan peningkatan
prevalensi faktor risiko proaterogenik yaitu hipertensi dan kadar
lipid darah abnormal. Hipertensi ditemukan pada sekitar 40-60%
pasien dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2 dan beberapa uji
klinis telah membuktikan pengurangan yang nyata dalam
komplikasi kardiovaskular dan stroke dengan pengendalian
tekanan darah yang agresif.
4) Hiperlipidemia
Sebagian besar tetapi tidak semua dari penelitian menunjukkan
hubungan yang positif diantara kadar kolesterol 25 dan kejadian
stroke iskemik, sebagai contoh pada studi Alpha- Tocopherol,
Beta-Carotene Cancer Prevention (ATBC) menunjukkan bahwa
risiko infark serebral meningkat pada kadar kolesterol total ≥ 7
mmol/L (≥ 271 mg/dL). Sebagian besar studi menunjukkan
hubungan negatif antara kadar HDL (high-density lipoprotein)
dengan kejadian stroke iskemik, sebagai contoh pada studi
Copenhagen City Heart Study, Oyabe Study, Israeli Ischemic
Heart Disease Study. Setiap peningkatan 10 mg/dL dihubungkan
dengan pengurangan risiko stroke 11-15%. Hiperlipidemia
memacu terjadinya proses aterosklerosis.
5) Inaktivitas fisik
Inaktivitas fisik dihubungkan dengan berbagai efek kesehatan
yang buruk, termasuk peningkatan risiko kejadian stroke. Laki-
laki dan perempuan yang aktif secara fisik dihubungkan dengan
pengurangan risiko kejadian stroke 25%- 30% dibandingkan
dengan mereka yang kurang aktif secara fisik. Efek protektif dari
aktivitas fisik yang baik kaitannya dengan kejadian stroke adalah
mengurangi/mengendalikan tekanan darah, diabates serta
kelebihan berat badan. Mekanisme lain yang dipertimbangkan
adalah adanya pengurangan fibrinogen plasma dan aktivitas
platelet serta peningkatan aktivitas tissue plasminogen activator
dan konsentrasi HDL.

4. Patofisiologi
Stroke Non Hemoragik Akibat Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh
darah besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah
kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan
arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis
interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan
kegiatan neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di
otak dalam bentuk glukosa atau glikogen untuk persediaan
pemakaian selama 1 menit. Bila tidak ada aliran darah lebih dari
30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari 2 menit
aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan
jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat
meninggal.
Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan
glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun,
akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran
potensial akan menurun. K+ berpindah ke ruang ekstraselular,
sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini
menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi
membran depolarisasi.
Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel,tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian
jaringan otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun
dibawah ambang batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah
berkurang hingga dibawah 10 ml / 100 gram /menit. Akibat
kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan
fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis
menimbulkan edema serebral yang ditandai pembengkakan sel,
terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap mikrosirkulasi.
Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi vaskuler dan
kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan
daerah iskemik.

Stroke Non Hemoragik Akibat Infark


Infark dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal.
Gumpalan- gumpalan kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih
besar dan dibawa ke tempat- tempat lain dalam aliran darah. Bila
embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan
oksigen.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri timbul
akibat kegagalan energi dari sel- sel otak akibat perpindahan elektrolit
(Na+, K+) dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi osmotik.
Akibatnya terjadinya pembengkakan sel/edema sitotoksik.
Keadaan ini terjadi pada iskemia berat dan akut seperti hipoksia dan
henti jantung. Selain itu edema serebri dapat juga timbul akibat
kerusakan sawar otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler
rusak, sehingga cairan dan protein bertambah mudah
memasuki ruangan ekstraseluler sehingga menyebabkan edema
vasogenik. Efek edema jelas menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial dan akan memperburuk iskemia otak. Selanjutnya
terjadi efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi otak.

5. Manifestasi Klinis
Gejala neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah
otak bergantung pada berat ringannya gangguan dan lokasi. Gejala
utama stroke non-hemoragik ialah timbulnya defisit neurologis secara
mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau
bangun tidur, dan kesadaran biasanya tidak menurun. Beberapa pasien
dengan stroke iskemik biasanya menunjukkan defisit neurologis yang
akut atau dapat mempengaruhi tingkat kesadaran di level apapun.
Gejala dan tanda umum dari stroke biasa terjadi dengan onset yang
mendadak dan diikuti beberapa gejala berikut, yaitu : hemiparesis,
monoparesis atau tetraparesis, defisit hemisensori, kehilangan visual
moocular dan binocular, defisit lapangan pandang, diplopia, disartria,
kelemahan otot wajah, ataxia, vertigo, afasia dan penurunan kesadaran
secara mendadak.

Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu:


1. Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu kurang dari
24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul akan
menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam hingga ≤ 21 hari.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
6. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang
mengalami defisit neurologis akut (baik fokal maupun global)
atau penurunan tingkat kesadaran. Beberapa gejala umum yang
terjadi pada stroke non hemoragik meliputi hemiparese,
monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak
ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun
negatif. Meskipun gejala- gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu
terjadinya gejala- gejala tersebut juga penting untuk menentukan
perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor
dapat membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk
mengetahui gejala atau onset stroke seperti:
a. stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga
kelainan tidak
b. didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
c. stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk
mencari pertolongan.
d. penderita atau penolong tidak mengetahui gejala- gejala stroke.
e. terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai
stroke seperti kejang, infeksi sistemik, tumor serebral,
perdarahan subdural, ensefalitis dan hiponatremia.
Dapat juga dilakukan proses skoring yaitu sistem yang berdasarkan
gejala klinis yang ada pada saat pasien masuk Rumah Sakit. Sistem
skoring yang sering digunakan adalah “Siriraj Hospital Score”

Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan
darah diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah
diastolik) – (3 x atheroma) – 12.

Kesadaran:
- Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
- Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
- Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
- Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma
= (anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)

Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.

Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:


ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke
iskemik, perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan
hipertensif, hipoglikemia, labirinitis, dan Transient Ischemic Attack
(TIA).
Gambar 5. Algoritma Gadjah Mada

b. Pemeriksaan penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi
diagnosis stroke non hemoragik. Non contrast computed
tomography (CT) scanning adalah pemeriksaan yang paling
umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke akut
yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses). Kasus stroke iskemik
hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya tidak sensitif
mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi
perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi
trombolitik. Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering
digunakan:
a. CT Angiografi
b. CT Scan Perfusion
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
d. Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk
menyingkirkan meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika
CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis tetap menjadi acuan.
6. Tatalaksana
a. Terapi Umum :
Letakkan kepala pasien pada posisi 30 derajat, kepala dan
dada pada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi
dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan nafas, berikan oksigen 1-2 liter/menit sampai
didapatkan hasil analisis gas darah.Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh,
dikosongkan.
Pemberian nutrisi cairan isotonik, kristaloid atau koloid
1500-2000 ml dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan
mengandung glukosa atau saline isotonik. Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan
gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui
selang NGT.
GDS > 150mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaku 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama
2-3 hari pertama. Hipoglikemia (GDS< 60mg% atau <80mg%
dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai
kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera
diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik >=220mmHg, diastolik
>=120mmHg, MAP>=130mmHg, atau didapati infark miokard
akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20% dan obat yang
direkomendasikan ; natrium nitropusid, penyekat ACE atau
antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik <=90mmHg,
diastolik <=70mmHg, diberi NaCl 0,9% 250ml selama 1 jam,
dilanjutkan 500 ml selama 4 jam dan 500 ml selama 8 jam atau
sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu
tekanan darah sistolik masih <90mmHg, dapat diberi dopamin
2-20mikrogram/kg/menit sampai tekanan darah sistolik
>=110mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20mg iv pelan-pelan
selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan
pemberian antikonvulsan per oral. Jika kejang muncul setelah 2
minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi
manitol bolus iv 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25 g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5
hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol);
sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%)
atau furosemid.
b. Terapi Khusus
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet
seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).
Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
BAB IV
PEMBAHASAN

Dari data anamnesis didapatkan keterangan mengenai seorang laki-laki


datang dengan keluhan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kanan sejak
pukul 22.30 (2 jam SMRS). Awalnya pasien hendak ke kamar mandi, lalu tiba-
tiba merasa lemas. Bicara menjadi pelo. Keluhan mual (-), muntah (-), bicara pelo
(+), wajah kesan merot (-). Riwayat trauma disangkal. Makan dan minum masih
bisa. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Keluarga pasien mengatakan belum
pernah mengalami keluhan serupa. Pasien tidak pernah memeriksakan
kesehatannya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi. Keluhan serupa dalam
keluarga disangkal. Merokok (+) sudah selama 20 tahun sebanyak +- 3
batang/hari. Minum-minuman beralkohol dan obat-obatan warung disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umumnya Compos Mentis,


Tekanan Darah 109/60 mmHg, denyut nadi 84 x/menit, pernafasan 22 x/menit,
Suhu 36.3 ºC, saturasi oksigen 97%.
Dilihat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diatas kita sudah dapat
melakukan skoring untuk menentukan jenis dari stroke yang diderita pasien
menggunakan Skor Siriraj dan Algoritma Gajah Mada berikut ini:

 Skor Siriraj= (2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) +


(0.1 x tekanan darah diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12.
= (2.5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0.1 x 60) – (3 x 0) – 12
= 0 + 0 + 0 + 6 – 0 – 12 = -6  Stroke Non Hemoragik
 Algoritma Gajah Mada = Nyeri Kepala (-), Penurunan Kesadaran (-),
Refleks Babinski (-)  Stroke Non Hemoragik
Berdasarkan sistem skor siriraj dan alogaritma gajah mada, gejala klinis pasien
mengarah pada Stroke Non Hemoragik, kemudian dilakukan pemeriksaan
penunjang lebih lanjut dengan CT scan untuk mengkonfirmasi.
Pada pemeriksaan penunjang (CT Scan) tampak Infark cerebri di hemisfer
sinistra. Maka, pasien dapat ditegakkan diagnosis menjadi hemiparesis dextra et
causa Stroke Non Hemoragik

Pada pasien ini tidak pernah memeriksakan kesehatannya sebelumnya.


Hipertensi merupakan salah satu dari beberapa faktor resiko penyebab stroke.
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada pembuluh
darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke yang timbul
akibat hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran patologi dan
kliniknya berbeda. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis, a
vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa
aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik.

Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf


simpatis untuk mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan
menyebabkan terjadinya reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand
dapat melekat pada reseptor di pembuluh darah (α1), ginjal(β1), jantung(β1). Pada
pembuluh darah (α1) akan terjadi reaksi vasokonstriksi sehingga endotel-endotel
di pembuluh darah merapat dan menyebabkan resistensi perifer meningkat &
otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut menyebabkan
hipertensi, jika sel endotel ini terus terpapar oleh tekanan darah yang tinggi terus
menerus maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit oxite)
yang biasa diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel endotel
tidak dapat relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan permeabelitasnya
menjadi berkurang sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya
arterosklerosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. AHA/ASA Guideline. 2019. Guidelines for the Early Management of Patients


With Acute Ischemic Stroke: 2019 Update to the 2018 Guidelines for the
Early Management of Acute Ischemic Stroke.
2. Chandril Chugh. 2019. Acute Ischemic Stroke: Management Approach.
Indian Journal of Critical Care Medicine. New Delhi.
3. David Anderson, MD. 2019. Health Care Guideline: Diagnosis and Initial
Treatment of Ischemic Stroke. ICSI.
4. PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular, edisi pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, Jakarta.
5. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).
Guideline Stroke 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
6. Mansjoer A. Stroke. Dalam:. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.
Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2011. h.17-26.
7. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang
gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press; 2005. h
8. Snell RS. Kepala dan leher. Dalam: Anatomi klinik untuk mahasiswa
kedokteran. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.761-2
9. Lisal, JI. Vaskularisasi SSP. Dalam: Kumpulan slide kuliah anatomi sistem
neuropsikiatri. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2007.
10. Thiruma V Arumugam Biswas, M. Sen, S. Simmons, J. Etiology and
Risk Factors ofIschemic Stroke in Indian-American Patients from a Hospital-
based Registry in New Jersey, USA. Neurology Asie. 2009; 14(2): 81-86
11. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/
12. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi
konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2010.h.1105-30.
13. Grise EM, Adeoye O, Lindsell C, et al. 2012. Emergency department
adherence to American Heart Association guidelines for blood pressure
management in acute ischemic stroke, 43:557
14. Sura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary
care, BJMP 2010;3(4):a351
15. Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and
vestibular migraine in Journal Nerology 2009:25:333-338
16. Breu, Anthony dan Axon, Neal. 2018. Acute Treatment of Hypertensive
Urgency. J.Hosp. Med, 13(12):860-862.
17. ManjhvarSK , Thakare S, Gupta H , Indurkar M. 2017. Clinical Study of
Hypertensive Crisis in Medicine. International Journal of Contemporary
Medical Research, 4(11): 2454-7379.
18. Adebayo O, Rogers RL. 2015. Hypertensive Emergencies in the Emergency
Department. Emerg Med Clin North Am,33:539-51.
19. Karnik ND, Padwal NJ. 2017. The Crisis in Hypertension. Journal of The
Association of Physicians of India, 65:11
20. Whelton et al. 2017. Guideline for the Prevention, Detection, Evaluation, and
Management of High Blood Pressure in Adults: Executive Summary.
AHA.Journals.org, 1269-1324.

Anda mungkin juga menyukai