Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Anestesi umum atau general anestesi biasanya dimanfaatkan untuk


tindakan operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan pengerjaan lebih
Panjang seperti kasus bedah jantung, pengangkatan batu empedu, bedah
rekonsktruksi tulang, dan lain-lain. Anestesi umum yang seimbang merupakan
strategi manajemen yang paling umum digunakan dalam perawatan anestesi,
memerlukan pemberian obat yang berbeda atau suatu kombinasi obat-obatan
bersama-sama untuk menciptakan keadaan anestesi. Idealnya memberikan efek
analgesia (hilangnya rasa nyeri), amnesia (hilangnya memori), dan hypnosis
secara bersamaan dengan refleks inhibisi dan hilangnya tonus otot skeletal
4
sehingga aman untuk melakukan prosedur pembedahan.
Anestesi merupakan bagian penting dalam tindakan pembedahan. Anestesi
terdiri dari beberapa jenis, salah satunya yaitu anestesi inhalasi yang saat ini sudah
banyak dipakai. Untuk menjaga keamanan dan keselamatan pasien, selama
pemberian anestesi keadaan pasien perlu dimonitor. Hal yang perlu di monitoring
5
adalah perubahan hemodinamik salah satunya yaitu perubahan frekuensi nadi.
Leukosit merupakan bagian dari imunitas bawaan. Penurunan nilai
neutrofil dapat dipakai sebagai parameter yang sederhana untuk mengukur berat
ringannya stres dan inflamasi sistemik pada pasien. Beberapa penelitian
mengemukakan pengaruh obat-obat anestesi terhadap leukosit dan penelitian yang
lain melihat dari pengaruh obat-obat anestesi terhadap fungsi dari subset leukosit
6
terutama neutrofil.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi General Anestesi

Anestesi umum adalah keadaan reversibel yang diinduksi obat yang terdiri
dari amnesia, tidak sadar, antinosiseptif, dan imobilitas, dengan pemeliharaan
stabilitas fisiologis. Anestesi umum yang seimbang, merupakan strategi
manajemen yang paling umum digunakan dalam perawatan anestesi, memerlukan
pemberian kombinasi agen yang berbeda untuk menciptakan keadaan anestesi.
Ahli anestesi mengembangkan pendekatan ini untuk menghindari ketergantungan
tunggal pada eter untuk pemeliharaan anestesi umum. Sebuah bukti menunjukkan
bahwa anestesi umum seimbang menggunakan lebih sedikit dari masing-masing
obat dari pada jika obat itu diberikan sendiri secara terdaftar. Pendekatan ini
diyakini dapat meningkatkan kemungkinan efek obat yang diinginkan dan
4
mengurangi kemungkinan efek sampingnya.
Secara klinis, tujuan pemberian anestesi ialah untuk mencapai tekanan parsial
yang adekuat dari obat anestesi tersebut di dalam otak, sehingga didapatkan efek
yang diinginkan. Efek ini bervariasi tergantung dari daya kelarutan dan tekanan
parsial obat anestesi tersebut dalam jaringan, sedangkan daya kelarutan untuk obat
5
anestesi tertentu dianggap konstan.
Perbedaan antara nosiseptif dan nyeri yaitu Nosisepsi adalah propagasi
melalui sistem sensorik dari rangsangan yang berpotensi berbahaya, sedangkan
nyeri adalah persepsi sadar informasi nosiseptif. Misalnya, jika pasien tidak sadar
setelah hanya menerima propofol dan mengalami peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah sebagai respons terhadap sayatan bedah, maka ini adalah contoh
nosiseptif. Jika seorang ahli bedah membuat sayatan untuk membuat fistula
dialisis setelah pemberian anestesi lokal yang tidak memadai untuk blok lapangan
dan pasien berkata, "Aduh," maka ini adalah rasa sakit. Denyut jantung dan
tekanan darah pasti akan naik sebagai respons fisiologis. Seseorang yang

2
memantau tanda-tanda vital tetapi tidak dapat mendengar pasien akan menghargai
4
respons nosiseptif pasien.
Nosisepsi yang diinduksi oleh pembedahan karena robekan jaringan dan
inflamasi adalah alasan utama untuk menempatkan pasien dalam keadaan anestesi
umum. Jika tidak dikendalikan, gangguan nosiseptif juga merupakan sumber
utama dari respon hemodinamik dan stres intraoperatif dan sindrom nyeri kronis
pasca operasi. Sementara opioid adalah agen antinosiseptif yang paling efektif,
mereka memiliki efek samping yang tidak diinginkan, termasuk depresi
4
pernapasan, mual, muntah, retensi urin, sembelit, ileus, dan pruritus.

A. strategi rasional untuk anestesi umum multimodal harus:


1) Memberikan kombinasi agen antinosiseptif yang dipilih sehingga
masing-masing menargetkan sirkuit yang berbeda dalam sistem
nosiseptif
2) Memantau tingkat antinosiseptif dan ketidaksadaran secara terus
menerus
3) Menggunakan secara eksplisit efek sedatif dari agen antinosiseptif
untuk mengurangi dosis agen hipnotis dan anestesi inhalasi yang
diberikan untuk mempertahankan ketidaksadaran
4) melanjutkan kontrol nyeri multimodal selama periode pascaoperasi di
rumah sakit dan setelah pulang.
Anatomi dan fisiologi bagian-bagian dari sistem nosiseptif dan arousal, dan
mekanisme dimana obat anestesi dan nonanestetik yang umum digunakan bekerja
dalam sistem ini. Pemahaman sistem ini dapat digunakan untuk merumuskan
4
strategi rasional untuk manajemen anestesi umum multimodal.
Tehnik anestesi umum dapat dilakukan dengan anestesi inhalasi, anestesi
intravena, ataupun kombinasi keduanya. Saat memilih tehnik dan obat yang akan
digunakan dalam anestesi umum perlu di pertimbangkan berbagai hal, antara lain
adalah keamanan, dan kemudahan dalam melakukan tehnik tersebut, kecepatan

3
induksi dan pemulihan, stabilitas hemodinamik, efek samping yang ditimbulkan,
6
serta biaya yang di perlukan.

I.2 Obat Anestesi Umum6

I.3 Agen Induksi Intravena


1. Barbiturat. Barbiturat yang biasa digunakan adalah methohexital,
thiopental, dan thiamylal. Obat lain yang dapat digunakan adalah
diazepam, midazolam, lorazepam, etomidate, ketamine, dan propofol.
2. Methohexital memiliki onset yang cepat dan merupakan short acting
barbiturate. Digunakan untuk anestesi umum pada prosedur yang
singkat (kurang dari 30 menit). Dosis yang digunakan untuk induksi
anestesi umum adalah 1mg/kg.
3. Thiopental (Penthotal) dan thiamylal (Surital) onset dari obat ini
sekitar 30-40 detik dan durasinya lebih lama dari methohexital.
Kontraindikasi untuk pemberian barbiturat adalah penderita asma dan
porphyria.
4. Benzodiazepin. Benzodiazepin dapat digunakan untuk induksi
anestesi umum. Benzodiazepin yang dapat digunakan adalah

4
diazepam, midazolam, dan lorazepam. Benzodiazepin memiliki efek
yang lebih lambat dan gradual dibandingkan dengan barbiturat.

Agen lain yang biasa digunakan untuk agen induksi intravena adalah :

1. Etomidate (Amidate) yang diperkenalkan si Amerika pada tahun


1983 sebagai agen induksi intravena non barbiturat. Dosis yang
digunakan adalah 0,3-0,4 mg/kg. Etomidate memiliki onset of
action yang cepat dengan depresi respiratory yang lebih sedikit
dibandingkan dengan barbiturat. Selain itu etomidate membuat
kardiovaskular tetap stabil. Kerjanya short acting dan half-lifenya
60 menit. Efek samping etomidate termasuk burning sensation,
inhibisi sintesis steroid.
2. Ketamin dapat digunakan sebagai agen induksi secara intravena
maupun intramuscular. Biasanya digunakan pada anak atau anak
yang menderita asma karena memiliki efek bronchodilatasi.
Penggunaan ketamin harus bersama dengan atropine atau
glikopirolat untuk menurunkan sekresi airway.
3. Propofol (diisopropylphenol) adalah agen anestesi IV non
barbiturat yang digunakan ketika diperlukan onset yang cepat dan
durasi yang singkat.6

I.4 Opioid (Agonis dan Agonis/Antagonis)


Opioid digunakan untuk maintenance pada anestesi umum.
Anestesi diinduksi oleh agen induksi intravena short acting lalu
dipertahankan oleh opioid dengan dosis yang periodik. N2O-)2 digunakan
untuk meminimalisir dosis opioid. Opioid yang digunakan untuk anestesi
umum adalah morfin, mepheridine, fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl, dan
ramifentanyl.7

5
1.5 Agen Neuroleptik
Neuroleptik dihasilkan ketika obat neuroleptik (tranquilizer) dan analgesik
opioid diberikan secara bersamaan untuk menghasilkan karakteristik sebagai
berikut:
 Rasa kantuk tanpa kehilangan kesadaran secara total
 Sikap acuh tak acuh secara psikologis terhadap lingkungan
 Tidak ada gerakan volunter
 Analgesia
 Amnesia

Pada praktiknya neuroleptantesia biasanya dihasilkan oleh kombinasi


obat neuroleptic, opioid, N20-02, dan muscle relaxant. Agen
neuroleptanesthesia yang paling sering digunakan adalah innovar. Innovar
merupakan kombinasi dari dreperidol 2,5 mg/ml dan fentanyl 0,05 mg/ml.
Innovar merupakan obat yang paling sering digunakan untuk mendapatkan
kondisi neuroleptik.1
1.6 Anesthesia Dissociative
Anestesi disosiatif dihasilkan oleh ketamin. Pada kondisi disosiatif, pasien
tampak bangun (matanya terbuka dan dapat melakukan gerakan involunter)
namun tidak sepenuhnya sadar. Setelah administrasi intravena ketamin, analgesia
dan ketidaksadaran terjadi 30 detik kemudian. Dosis ketamin yang biasa
digunakana dalah 1-2 mg/kg dengan 0,5mg/kg/min. Kebanyakan digunakan pada
anak-anak. Digunakan pada prosedur bedah yang tidak memerlukan relaksasi otot
skeletal atau memiliki kesulitan dalam menjaga jalan napas misalnya pada koreksi
luka atau luka bakar di wajah karenaa pada prosedut ini sulit untuk menggunakan
intubasi.
Anestesia disosiatif kontraindikasi pada pasien pada bedah intraokular dan
pasien yang memiliki riwayat kenaikan tekanan CSF, cerebrovascular accident
(CVA), dan tekanan darah tinggi karena efek samping dari ketamin adalah
kenaikan tekanan darah, detak jantung, dan tekanan intraokular.4

6
1.7 Muscle Relaxants (Neuromuscular Blocking Drugs)
Agen ini memberikan relaksasi otot skeletal untuk memudahkan intubasi
trakea dan pengontrolan ventilasi mekanis. Obat-obat ini mengganggu transmisi
impuls dari saraf motorik ke otot pada skeletal neuromuscular junction. Muscle
relaxant biasanya diperlukan pada anestesi umum outpatient dengan durasi yang
lama, pasien memerlukan intubasi. Terdapat 4 cara kerja dari muscle relaxant:
1. Defisiensi blok. Defisiensi blok ini mengganggu sintesis atau transmisi
asetilkolin. Contoh obat yang bekerja dengan cara ini adalah neomycin,
kanamycin, dan streptomycin.
2. Nondepolarizing block atau dikenal sebagai competitive blok. Obat ini
berikatan dengan reseptor kolinergik, mencegah asetilkolin berikatan
dengan reseptor. Contoh obat nondepolarizing block adalah metocurine,
vecuronium, atracurium, mivacurium, dan gallamine.
3. Depolarizing Block (Phase I Block). Obat ini bekerja mirip seperti
asetilkolin namun dengan waktu yang panjang. Obat ini bekerja
menghasilkan kontraksi otot yang disebut fasciculations, diikuti dengan
perlemahan otot yang panjang. Dua obat yang menghasilkan efek ini
adalah succinylcholine dan decamethonium.
4. Dual block atau disebut juga desensitization block. Pada dual block,
membrane berdepolarisasi lalu perlahan-lahan repolarisasi. Obat
memasuki serabut saraf dan berekerja sebagai agen nondepolarisasi.

Nondepolarizing muscle relaxant lebih sering digunakan ketika


pembedahan daripada depolarizing agent karena durasinya yang lebih panjang.
Depolarizing agent digunakan untuk intubasi endotracheal, laryngoscopy,
bronchoscopy, esophagoscopy, dan prosedur singkat lainnya. Obat-obat yang
sering digunakan sebagai agen muscle relaxant adalah succinylcholine,
tubocurarine, dan pancuronium.3

1.8 Anastetik Inhalasi


Anestetik inhalasi paling sering digunakan dalam anestesi umum karena
dapat dikontrol. Obat-obat yang sering digunakan untuk anestesi inhalasi adalah

7
N2O, halothane, enflurane, isoflurane, desflurane, dan sevoflurane. Saat ini yang
paling sering digunakan adalah N2O. Fungsi utama dari N2O adalah untuk
memperkuat aksi dari obat lain. Dengan administrasi N2O (bersamaan dengan
O2), obat primer pada anestesi umum dapat diberikan dengan dosis yang lebih
kecil dan konsentrasi yang lebih rendah.
Halothane dikenalkan pada tahun 1956 pada praktik anestesi dan memiliki efek
anestesi dan pembedahannya sendiri yaitu tidak mudah terbakar sehingga dokter
bedah dapat menggunakan electrocautery dan extensive electronic monitoring
oleh anestesiologis. Kerugian dari halothane adalah dapat menyebabkan efek
hepatotoksisitas. disaritmia jantung dan dapat menyebabkan tremor selama
recovery pada pasien dengan suhu tubuh yang rendah.1
1.9 Teknik Sedasi Inhalasi
Teknik Sedasi Inhalasi pada pasien secara umum dibagi menjadi 3 fase :
fase perkenalan (langkah1-4), fase injeksi dan perawatan (langkah5) dan fase
penyembuhan (langkah 6 dan 7).
1) Flow rate (liter per menit) dari 100% oksigen diberikan, dan penutup
hidung ditempatkan pada hidung pasien. Pasien diinstruksikan untuk
membenarkan posisi penutup hidung hingga terasa nyaman.
2) Flow rate yang benar dicapai ketika pasien bernapas dengan 100%
oksigen.
3) Presentase N2O yang dimulai, biasanya 20%. N2O kemudian dititrasi
dengan kenaikan 10% tiap 60 detik.
4) Ketika pasien merasa telah nyaman dan lebih relax, level yang ideal untuk
sedasi klinis telah dicapai
5) Ketika level yang ideal dari sedasi telah dicapai, anastesi lokal dapat
diberikan dan rencana perawatan dental dapat dilakukan
6) N2O kemudian dihilangkan, dan pasien diberikan 100% oksigen murni.
Oksigen diberikan 3 sampai 5 menit atau lebih lama jika tanda klinis dari
sedasi tetap ada.
7) Pasien dapat meningalkan tempat praktek dengan tidak didampingi bila
benar-benar telah pulih dari sedasi.

8
Teknik administrasi pada pasien pada sedasi inhalasi :
1) Monitoring selama sedasi inhalasi
Hal-hal berikut perlu untuk dimonitor selama sedasi inhalasi :
(1) Tanda-tanda vital preoperative
(2) Komunikasi verbal dengan pasien
(3) Tanda-tanda vital yang dipantau secara berkala selama prosedur
(4) Tanda-tanda vital postoperative
2) Persiapan dari Peralatan untuk sedasi inhalasi
Dental assisstant mempersiapkan unit untuk sedasi dengan membuka satu
silinder dari O2 dan N2O. Silinder tersebut dibuka dengan memutar knop
berlawanan dengan arah jarum jam secara perlahan-lahan untuk meminimalkan
kenaikan temperatur internal. Setelah itu dilakukan juga pengecekan pada
penutup hidung untuk memastikan telah bersih dan bebas dari kebocoran. 6

3) Persiapan pasien

9
a. Mempersilahkan pasien untuk ke kamar kecil terlebih dahulu
b. Me-review riwayat penyakit dari pasien dan memantau tanda-tanda
vital sebelum dimulai N2O-O2
c. Jika pasien memakai lensa kontak, maka lensa kontak harus dilepaskan
sebelum proses inhalasi dimulai. 1
4) Teknik Administrasi
(1) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dengan posisi berbaring pada
dental chair.
Posisi setengah berbaring dapat juga digunakan untuk kenyamanan pasien atau
untuk kenyamanan dokter saat prosedur.
(2) Unit sedasi inhalasi ditempatkan di belakang pasien, jauh dari pandangan
pasien.
(3) Mulai aliran O2 pada 6liter/menit, tempatkan penutup hidung pada hidung
pasien, dan ingatkan pasien untuk bernapas melalui hidung.
4) Amankan penutup hidung.
Penutup hidung diamankan dengan menggunakan slip ring yang diamankan ke
belakang sandaran kepala. Penutup hidung tidak boleh terlalu kencang atau
kendor.

5) Menentukan flow rate yang sesuai untuk pasien.

10
Merupakan bagian yang paling penting untuk keberhasilan sedasi N2O-
O2. Pasien harus mampu untuk bernapas secara nyaman sebelum aliran N2O
diberikan agar selama prosedur pasien dapat merasa nyaman. Pada awal
prosedur diberikan 6L/menit aliran O2 100%. Pasien diinstruksikan untuk
bernapas hanya melalui hidung. Bila pasien nyaman dengan aliran O2 tersebut
maka aliran O2nya adalah 6L/menit, tetapi bila tidak nyaman aliran O2 dapat
ditingkatkan menjadi 7L/menit dan kembali dicek semenit kemudian apakah
telah nyaman.
6) Memantau reservoir bag
Penampakan dari resevoir bag mengindikasikan kedalaman dan kecepatan
respirasi. Reservoir bag yang mengembang dan mengempis sebagian disetiap
napas menindikasikan volume per menit dari oksigen cukup dan nasal hood
tertutup rapat. Bila reservoir bag terlalu mengempis atau terlalu mengembang,
maka aliran gas harus diperbaiki.
7) Memulai titrasi dari N2O
Ketika aliran gas O2 telah adekuat, maka administrasi dari N2O dapat
dimulai. Terdapat 2 metode untuk administrasi N2O pada pasien. Cara pertama
total aliran gas (N2O dan O2) per menit tetap konstan selama prosedur
(constant liter flow technique). Pada cara yang kedua, volume oksigen tetap
konstan, sedangkan volume N2O ditingkatkan (the constant O2 flow
technique). Menggunakan teknik manapun, persentase inisal dari N2O harus
kira-kira 20%.
8) Observasi pasien
Operator harus melihat tanda dan symptom dari sedasi. Operator
menanyakan keadaan dari pasien dengan pertanyaan terbuka.
9) Melanjutkan titrasi dari N2O
Bila konsesntrasi inisial dari N2O terbukti tidak adekuat, maka level dari
N2O ditingkatkan dengan kenaikan kurang lebih 10%.1
10) Observasi pasien

11
Observasi gejala dan tanda dari keadaan pasien. N2O 30% biasanya
memberikan respon lebih positif. Symptomnya berupa : kepala terasa ringan,
parastesia pada lengan, kaki, atau kavitas oral, merasa hangat dan melayang.
11) Memulai prosedur dental.6
Pasien terlihat mulai relax pasa saat ini. Titrasi dilanjutkan kira-kira 10%
kenaikan level dari N2O hingga tanda dan gejala dari sedasi yang adekuat
terlihat. Prosedur dental seperti administrasi anastesi lokal dapat dilakukan.
12) Mengobservasi pasien dan unit sedasi inhalasi selama prosedur dental
13) Menghilangkan aliran N2O
Bila perawatan telah selesai, aliran N2O dimatikan. Aliran O2 kemudian
kembali ke aliran normal saat prosedur dimulai. Biasanya semakin panjang
prosedur sedasi N2O-O2 maka semakin besar waktu yang dibutuhkan untuk
membalik efek sedasi.
14) Melepaskan alat pada pasien.
15) Merekam data yang berhubungan dengan proses sedasi.
16) Membersihkan peralatan dari kontaminasi bakteri dan virus.1

Tahap-tahap Anestesi
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu;
Stadium I
Stadium induksi atau eksitasi volunter, dimulai dari pemberian
agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa
takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi
pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.
Stadium II
Stadium eksitasi involunter, dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi
eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan
tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan
takikardia.
Stadium III

12
Pembedahan/operasi, terbagi dalam 3 bagian yaitu;
 Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan
terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal,
refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra,
konjuctiva dan kornea terdepresi.
 Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola
mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali
otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi regular,
abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut
relaksasi.
 Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau
overdosis),ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan
pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata
ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.3

Anestesi dengan rumatan agen inhalasi merupakan teknik yang banyak


dipilih pada anestesi umum. Teknik anestesi umum dengan rumatan inhalasi
memberikan tiga kebutuhan anestesi umum dengan derajat yang bervariasi,
yakni efek analgesik, hipnotik-sedatif, dan juga relaksasi otot. Sifat lain adalah
efek terhadap hemodinamik yang lebih stabil, tidak mudah terbakar, toksisitas
terhadap organ minimal, dan mudah diberikan secara titrasi. Anestesi inhalasi
sevofluran telah banyak digunakan oleh ahli anestesi karena rendahnya kelarutan
darah–gas dan juga darah-jaringan sehingga pemulihan anestesi lebih cepat.1

13
BAB III
KESIMPULAN

Ahli anestesi dapat menghindari hipoksia dengan preoksigenasi. Hingga


jalan napas definitif dapat tercapai, ahli anestesi dapat memberikan oksigen 100%
ke jalan napas yang paten sehingga memungkinkan masuknya oksigen secara
pasif ke paru dan membantu mencegah terjadinya tekanan intratorakal sub
atmosferik.
Jika ventilasi tidak mungkin setelah timbulnya apneu, faktor yang
memiliki efek terbesar pada waktu tercapainya hipoksia kritis adalah FRC,
konsentrasi oksigen alveoli, dan kecepatan metabolisme. Konsentrasi
hemoglobin dan derajat shunting sirkulasi kurang dibandingkan faktor-faktor
diatas.1
teknik anestesi dengan menggunakan agen inhalasi sevofluran
menunjukkan waktu pulih sadar yg lebih cepat dibanding dengan teknik TIVA
TCI propofol. Teknik TIVA TCI propofol menunjukan waktu pemulangan pasien
yg lebih cepat dibanding dengan teknik anestesi sevofluran. Sistem PADDS untuk
kriteria pemulangan pasien pada teknik TIVA TCI propofol menunjukkan waktu
yang lebih cepat tercapai dibanding dengan teknik anestesi menggunakan agen
inhalasi sevofluran, dikarenakan pada teknik TCI propofol efek samping yang
minimal saat berada di ruang pemulihan.3

14
Pada anestesi Inhalasi sevofluran memberikan pengaruh terhadap
perubahan frekuensi nadi dan baik serta menstabilkan frekuensi nadi dalam
penggunaannya selama pembedahan.6

Daftar Pustaka

1. Malawat FR, Cahyadi BI. Preoksigenasi pada Anestesi Umum. JAI


(Jurnal Anestesiol Indones. 2018;10(2):127.
2. Gakuba C, Gaberel T, Goursaud S, Bourges J, D Palma C, Quenault A,
et al. General anesthesia inhibits the activity of the “glymphatic
system.” Theranostics. 2018;8(3):710–22.
3. Brown EN, Pavone KJ, Naranjo M. Multimodal general anesthesia:
Theory and practice. Anesth Analg. 2018;127(5):1246–58.
4. Perioperatif JA, Putra AP, Arifin H, Mursin CM, Sakit R, Pusat U, et
al. Artikel penelitian. 2017;5(17):32–7.
5. Mursali A, Maskoen TT, Tavianto D. Perbandingan Efek Pemberian
Eritromisin 250 mg Oral dengan Metoklopramid 10 mg Oral terhadap
Jumlah dan pH Cairan Lambung pada Pasien yang Menjalani Operasi
Elektif dengan Anestesi Umum. J Anestesi Perioper. 2017;5(1):34–40.
6. Emanuel Ileatan Lewar. Efek Pemberian Obat Terhadap Perubahan
Frekuensi Nadi Intra Anestesi Di Kamar Operasi Rumah Sakit Umum
Daerah.Jurnal Info Kesehatan.2017; 2(14).

15
DAFTAR ISI

Cover………………………………………………………………………………………………………………….i
Kata Pengatar…………………………………………………………………………………………………….ii
Daftar isi ……………………………………………………………………………………………………………iii
BAB I.................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................1
BAB II................................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................2
I. Definisi General Anestesi..................................................................................2
A. strategi rasional untuk anestesi umum multimodal harus:...............................3
1.2 Obat Anestesi Umum.............................................................................4
1.3 Agen Induksi Intravena..........................................................................4
1.4 Opioid (Agonis dan Agonis/Antagonis)..................................................5
1.5 Agen Neuroleptik........................................................................................5

16
1.7 Muscle Relaxants (Neuromuscular Blocking Drugs).....................................6
1.8 Anastetik Inhalasi.......................................................................................7
1.9 Teknik Sedasi Inhalasi.................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................15

17

Anda mungkin juga menyukai