Anda di halaman 1dari 30

Presentasi Kasus

REHABILITASI MEDIK
SEORANG PEREMPUAN, 57 TAHUN, DENGAN
TETRAPARESE SPASTIK, RADICULAR PAIN, PARESTESIS
HIPESTESIA SETINGGI CERVICAL 6 DAN RETENSI ALVI

Oleh :
Canda Arditya G99161029
Erika Vinariyanti G99161039
Dwitia Ayu Iswari G99162100
Devi Ratna Sari Kusuma Putri G99161004

Pembimbing :

Dr. Noer Rachma, dr., Sp KFR

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN REHABILITASI MEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017

1
BAB I
STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ngadirajo, Wonogiri
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 2 September 2017
Tanggal Periksa : 4 September 2017
No. RM : 0139xxxx

B. Keluhan Utama
Nyeri leher

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RS dr. Moewardi dengan keluhan nyeri leher
sejak 3 bulan SMRS. Keluhan awalnya dirasakan ringan dan semakin lama
semakin memberat. 2 bulan SMRS nyeri leher dirasakan hebat dan terus
menerus seperti ditarik, menjalar ke lengan kanan dan kiri. Pasien juga
mengeluhkan kesemutan dan kelemahan lengan kanan dan kiri sejak 3 minggu
SMRS. Telapak tangan kanan dan kiri dirasakan tebal, nyeri memberat saat
batuk dan mengejan. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa BAB selama 5 hari.
BAK tidak ada keluhan. Pasien berbaring di tempat tidur karena nyeri, tidak bisa
bangun duduk dan berdiri.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat hipertensi : (+) tidak terkontrol
Riwayat tumor : (-)
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat asam urat : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat orthosis-prosthesis : disangkal
Riwayat angkat berat : (+) sering menggendong hasil
panen

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan serupa : disangkal

2
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat alergi obat/makanan : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Riwayat dislipidemia : disangkal
Riwayat hiperurisemia : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
Riwayat olahraga : jarang olahraga

G. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sudah tidak bekerja karena sakit, sehari-hari banyak berbaring di kasur
namun masih dapat melakukan aktivitas ringan secara mandiri.

II. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum sakit berat, GCS E4V5M6.

B. Tanda Vital
Tekanan darah : 159/99 mmHg
Nadi : 101 kali/ menit, isi cukup, irama teratur,
simetriskanan-kiri
Respirasi : 22 kali/ menit, irama teratur
Suhu : 36oC per aksiler
VAS :7

C. Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-),venectasi (-), spider naevi
(-), striae (-), hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

3
D. Kepala
Bentuk mesocephal, kedudukan kepala simetris, luka (-), rambut hitam, tidak
mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-).

E. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-)

F. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).

G. Telinga
Deformitas (-/-), fistula preaulikuler (-), darah (-/-), sekret (-/-).

H. Mulut
Warna merah muda kecoklatan, kedudukan bibir simetris, bibir kering (-),
sianosis (-), lidah kotor (-), deviasi lidah (-), lidah tremor (-), stomatitis (-),
mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), karies dentis (-).

I. Leher
Simetris, trakea di tengah, JVP meningkat, limfonodi tidak membesar, nyeri
tekan (-), massa (-), atrofi otot leher (-), kaku (-).

J. Thorax
1. Bentuk dada normochest, retraksi (-), pengembangan dada simetris.
2. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis terabapada SIC IV linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : konfigurasi jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising
(-)
3. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri, gerakan
paradoksal (-)
Palpasi : simetris, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), Ronkhi Basah Kasar
(-/-)

K. Trunk
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-),lordosis(-)
Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), oedem (-)
Perkusi : nyeri ketok kostovertebra (-)

4
L. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : peristaltik (+) 10 x/menit
Perkusi : timpani, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar lien tidak teraba, bruit (-)

M. Ekstremitas
Inspeksi Ekstremitas
Oedem Akral dingin

- -
- -
Atrofi

- -
- -
N. Status Psikiatri
Deskripsi Umum:
1. Penampilan: perempuan, tampak sesuai umur,
perawatan diri baik
2. Kesadaran: Compos mentis
3. Perilaku dan aktivitas motorik: Normoaktif
4. Pembicaraan: Normal
5. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif, kontak mata
cukup

Afek dan Mood


Afek : Appropriate
Mood : Eutimik

Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)

Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)

5
Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif


Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
: Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight : Derajat 6
Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

O. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Meningeal Sign : (-)
Fungsi Otonom : retensi alvi
Fungsi Sensorik : hipestesia setinggi cervical 6
Fungsi Koordinasi : dalam batas normal
Fungsi Motorik
Kekuatan Tonus RF RP
444 444 N +3 +3 + + (HT)
444 444 N +2 +2 - -

Nervus Cranialis
Nervus II, III : pupil isokor (3 mm/3mm), refleks cahaya
langsung dan tak langsung (+/+)
Nervus III,IV,VI : gerak bola mata dalam batas normal
Nervus VII, XII : dalam batas normal
Nervus V : reflek kornea (+/+)
Nervus VIII : dalam batas normal
Nervus IX, X : uvula simetris, refleks muntah (+), disfagia (-)
Nervus XI : otot sternokleidomastoideus dan trapezius dalam batas
normal

Tes Provokasi Nyeri (a/r Lumbosacral)

6
Laseque (-/-)
Patrick (-/-)
Kontrapatrick (-/-)

B. Range of Motion (ROM)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0-700 0-700
Ekstensi 0-400 0-400
Lateral bending kanan 0-600 0-600
Lateral bending kiri 0-600 0-600
Rotasi kanan 0-900 0-900
Rotasi kiri 0-900 0-900

Ekstremitas Superior ROM aktif ROM pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi sde sde 0-90 0-90
Ekstensi sde sde 0-30 0-30
Abduksi sde sde 0-150 0-150
Adduksi sde sde 0-75 0-75
External Rotasi sde sde 0-90 0-90
Internal Rotasi sde sde 0-90 0-90
Elbow Fleksi sde sde 0-150 0-150
Ekstensi sde sde 0-150 0-150
Pronasi sde sde 0-90 0-90
Supinasi sde sde 0-90 0-90
Wrist Fleksi sde sde 0-90 0-90
Ekstensi sde sde 0-70 0-70
Ulnar deviasi sde sde 0-30 0-30
Radius deviasi sde sde 0-20 0-20
Finger MCP I fleksi sde sde 0-50 0-50
MCP II-IV fleksi sde sde 0-90 0-90
DIP II-V fleksi sde sde 0-90 0-90
PIP II-V fleksi sde sde 0-90 0-90
MCP I ekstensi sde sde 0-90 0-30

Ekstremitas Inferior ROM aktif ROM Pasif


Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi sde sde 0-1200 0-1200
Ekstensi sde sde 0-300 0-300
Abduksi sde sde 0-450 0-450

7
Adduksi sde sde 30-00 30-00
Eksorotasi sde sde 0-450 0-450
Endorotasi sde sde 0-350 0-350
Knee Fleksi sde sde 0-1350 0-1350
Ekstensi sde sde 0-00 0-00
Ankle Dorsofleksi sde sde 0-200 0-200
Plantarfleksi sde sde 0-500 0-500
Eversi sde sde 0-50 0-50
Inversi sde sde 0-50 0-50

C. Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideus 5
Ekstensor 5

Ekstremitas Superior Dextra Sinistra


Shoulde Fleksor M Deltoideus anterior 4 4
M Biseps 4 4
r
Ekstensor M Deltoideus anterior 4 4
M Teres mayor 4 4
Abduktor M Deltoideus 4 4
M Biceps 4 4
Adduktor M Lattissimus dorsi 4 4
M Pectoralis mayor 4 4
Internal M Lattissimus dorsi 4 4
M Pectoralis mayor 4 4
Rotasi
Eksternal M Teres mayor 4 4
M Infra supinatus 4 4
Rotasi
Elbow Fleksor M Biceps 4 4
M Brachialis 4 4
Ekstensor M Triceps 4 4
Supinator M Supinator 4 4
Pronator M Pronator teres 4 4
Wrist Fleksor M Fleksor carpi radialis 4 4
Ekstensor M Ekstensor digitorum 4 4
Abduktor M Ekstensor carpi radialis 4 4
Adduktor M ekstensor carpi ulnaris 4 4
Finger Fleksor M Fleksor digitorum 4 4
Ekstensor M Ekstensor digitorum 4 4

Ekstremitas inferior Dextra Sinistra


Hip Fleksor M Psoas mayor 4 4

8
Ekstensor M Gluteus maksimus 4 4
Abduktor M Gluteus medius 4 4
Adduktor M Adduktor longus 4 4
Knee Fleksor Harmstring muscle 4 4
Ekstensor Quadriceps femoris 4 4
Ankle Fleksor M Tibialis 4 4
Ekstensor M Soleus 4 4

D. Status Ambulasi
Skor ADL dengan Barthel Index
Activity Score
Feeding
0 = unable 5
5 = butuh bantuan memotong, mengoleskan mentega, dll, atau
membutuhkan modifikasi diet
10 = independen
Bathing
0 = dependen 5
5 = independen (atau menggunakan shower)
Grooming
0 = membutuhkan bantuan untuk perawatan diri 5
5 = independen dalam perawatan muka, rambut, gigi, dan bercukur
Dressing
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan sebagian
pekerjaan sendiri
10 = independen (termasuk mengancingkan resleting, menalikan
pita, dll.
Bowel
0 = inkontinensia (atau membutuhkan enema) 5
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Bladder 10
0 = inkontinensia atau memakai kateter dan tidak mampu
menangani sendiri

9
5 = occasional accident
10 = kontinensia
Toilet use
0 = dependen 5
5 = membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal
sendiri
10 = independen (on and off, dressing)
Transfer
0 = unable, tidak ada keseimbangan duduk 5
5 = butuh bantuan besar (satu atau dua orang, fisik), dapat duduk
10 = bantuan kecil (verbal atau fisik)
15 = independen
Mobility
0 = immobile atau < 50 yard 5
5 = wheelchair independen, > 50 yard
10 = berjalan dengan bantuan satu orang (verbal atau fisik) > 50
yard
15 = independen (tapi dapat menggunakan alat bantu apapun,
tongkat) > 50 yard
Stairs
0 = unable 0
5 = membutuhkan bantuan (verbal, fisik, alat bantu)
10 = independen
Total (0-100) 50
ketergantungan
berat

Interpretasi hasil:
0-20 : ketergantungan total
21-60 : ketergantungan berat
61-90 : ketergantungan sedang
91-99 : ketergantungan ringan
100 : mandiri

10
Status Ambulasi: ketergantungan berat
Skor Resiko Jatuh dengan Morse Fall Scale
Activity Score
1. Riwayat jatuh 0
2. Mempunyai diagnosis sekunder 15
3. Menggunakan alat bantu 0
4. Obat intravena 20
5. Gaya berjalan/ Transferring 10
6. Status mental 15
Total 60
Skor 60 resiko jatuh tinggi

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium Darah
Tanggal 15 Agustus 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12.8 g/dL 11.8-17.5
Hematokrit 38 % 33-45
Leukosit 7.3 ribu/ul 4.5-11.0
Trombosit 290 ribu/ul 150-450
Eritrosit 4.46 juta/ul 4.50-5.90
Index Eritrosit
MCV 85.9 /um 80.0-96.0
MCH 28.7 Pg 28.0-33.0
MCHC 33.4 g/dl 33.0-36.0
RDW 11.1 % 11.6-14.6
MPV 8.6 Fl 7.2-11.1
HDW 17 % 25-65
Hitung Jenis
Eosinofil 1.00 % 0.00-4.00
Basofil 0.30 % 0.00-2.00
Neutrofil 76.30 % 55.00-80.00
Limfosit 17.20 % 22.00-44.00
Monosit 5.20 % 0.00-7.00
Golongan Darah A
Kimia Klinik

11
Glukosa Darah Sewaktu 144 mg/dL 60-140
SGOT 25 u/l <35
SGPT 17 u/l <45

Kreatinin 1.1 mg/dl 0.8-1.3


Ureum 50 mg/dl <50
Elektrolit
Natrium Darah 138 mmol/L 132-146
Kalium Darah 2.7 mmol/L 3.7-5.4
Chlorida Darah 1.67 mmol/L 1.17-1.29
Serologi Hepatitis
HbsAg Rapid Nonreactive Nonreactive

B. Foto Thorax PA
2 September 2017
Thorax AP

Cor: kesan membesar


Paru: tak tampak infiltrate di kedua lapang paru
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan: mengesankan pembesaran jantung
C. CT Scan
2 September 2017
Cervical AP dan Lat

12
Alignment baik, curve normal
Trabekulasi tulang normal
Superior dana inferior endplate tak tampak kelainan
Corpus, pedicle dan spatium intervertebralis tampak normal
Tak tampak paravertebral soft mass/ swelling
Trache tampak di tengah, airway patent
Tampak lesi litik di VC 2
Tampak kompresi dan destruksi di VC 3

Kesimpulan :
1. Lesi litik di VC2
2. Kompresi dan destruksi di VC3

IV. ASSESSMENT
Klinis : Tetraparese spastik, radicular pain, paresthesis, hipestesia
setinggi cervical 6, retensi alvi
Topis : Radix cervical 6
Etiologi : cervical root syndrome ec suspek degenerative disk disease
cervical dd SOP medulla spinalis

V. DAFTAR MASALAH
Masalah Medis : Tetraparese spastik

13
Radicular pain
Paresthesis
Hipestesia setinggi cervical 6
Retensi alvi
General weakness ec imobilisasi lama

Problem Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi : Pasien sulit menggerakkan badan karena
lemah dan terlalu lama berbaring
2. Okupasi Terapi : Gangguan dalam melakukan aktivitas fisik
3. Sosiomedik : Memerlukan bantuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Ortesa-protesa : Keterbatasan saat ambulasi
5. Psikologi : Beban pikiran karena penyakitnya dan kesulitan
melakukan aktivitas sehari hari

VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa :
1. O2 3 lpm
2. Infus NaCl 0.9% 20 tpm
3. Injeksi Ketorolac 30mg/ 12jam
4. Injeksi Mecobalamin 500mcg/ 12 jam
5. Injeksi Ranitidin 50mg/ 12 jam
6. KSR 1 tab/ 8 jam
Terapi Non Medikamentosa
1. B edrest tidak total
2. Diet 1700 kkal tinggi serat
3. Perencanaan makan : komposisi karbohidrat (60-70%), protein (10-15%), lemak
(20-25%), serat (50-50gr), menggunakan pemanis non kalori
4. Setelah stabil dalam berjalan dan gerakan motorik telah baik lakukan latihan
jasmani : olahraga teratur 3-5 kali per minggu, intensitas ringan dan sedang, durasi
30-60 menit, jenis olahraga aerobik seperti jalan santai.

Rehabilitasi Medik:

14
1. Fisioterapi :
- Proper positioning
- Latihan mobilisasi bertahap
- Alih baring tiap 2 jam, miring kiri kanan
- General ROM exercise aktif dan pasif pada seluruhh ekstremitas
- Breathing exercise
- Neck exercise (isometric/ cailliet neck exercise)
- Bowel training
2. Okupasi terapi :
- Latihan motorik halus seperti memegang, menulis; melatih pasien
agar dapat menjalankan ADL sesuai fungsi awalnya seperti mandi,
makan. Menjelaskan untuk sementara tidak melakukan aktivitas
berat terlebih dahulu sampai keadaan umum dan motorik sudah
membaik

3. Sosiomedik :
Edukasi terhadap keluarga pasien mengenai bagaimana perawatan
pasien dan pentingnya peran keluarga dalam pengawasan dan
membantu pasien untuk melakukan latihan rehabilitasi di rumah.
4. Ortesa dan protesa :
Menyiapkan alat bantu jalan yang diperlukan untuk pasien pada
kasus ini yaitu, kursi roda.
5. Psikologis :
Evaluasi status mental pasien dan merencanakan terapi psikologis
berdasarkan hasil pemeriksaan status mental pasien tersebut,
memberikan terapi supportif pada keluarga pasien

VII. IMPAIRMENT, DISABILITAS, HANDICAP


A. Impairment
1. Tetraparese
2. Hipestesia
3. Retensi alvi
B. Disabilitas
Gangguan berat Activity of Daily Living (perubahan sikap dari berbaring, duduk dan
berjalan), membutuhkan bantuan orang lain
C. Handicap
Penurunan aktivitas sosial dan ekonomi

15
VIII. PLANNING
Planning Diagnostik : - MRI
Planning Terapi : - Bowel training, electrical stimulation
Planning Edukasi : - Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan
yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan
untuk melakukan terapi
Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi, ROM dan MMT

IX. GOAL
A. Jangka pendek
1. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan
2. Minimalisasi impairment dan disabilitas pada pasien
3. Mencegah terjadinya komplikasi akibat tirah baring lama seperti
ulkus decubitus, hipotensi ortostatik dan lain sebagainya.
B. Jangka panjang
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya
pada fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas
harian.
3. Meningkatkan dan memelihara kekuatan otot.
4. Meningkatkan dan memelihara ROM.
5. Mengatasi masalah psikososial yang timbul akibat penyakit yang
diderita pasien.

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dermatom
Dermatom adalah area kulit yang dipersarafi terutama oleh satu saraf
spinalis. Ada 8 saraf servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf
sakral. Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang
dipersarafinya ke otak. Sepanjang dada dan perut dermatom seperti tumpukan
cakram yang dipersarafi oleh saraf spinal yang berbeda. Sepanjang lengan dan
kaki, pola ini berbeda karena dermatom berjalan secara longitudinal sepanjang
anggota badan.
1. Manfaat Klinik
Dermatom sangat bermanfaat dalam bidang neurologi untuk
menemukan tempat kerusakan saraf-saraf spinalis. Karena kesakitan
terbatas dermatom adalah gejala bukan penyebab dari dari masalah yang
mendasari, operasi tidak boleh sekalipun ditentukan oleh rasa sakit. Sakit
di daerah dermatom mengindikasikan kekurangan oksigen ke saraf seperti
yang terjadi dalam peradangan di suatu tempat di sepanjang jalur saraf.
Virus yang menginfeksi saraf tulang belakang seperti infeksi herpes
zoster, dapat mengungkapkan sumbernya dengan muncul sebagai lesi pada
dermatom tertentu. Herpes zoster merupakan virus yang dormant di dalam
ganglion dorsalis, bermigrasi sepanjang saraf spinalis dan hanya
mempengaruhi daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf tempat virus
tersebut menetap. Gejala biasanya unilateral tetapi dalam keadaan
kekebalan tubuh menurun, mereka lebih cenderung menjadi bilateral dan
simetris, yang berarti bahwa virus ada pada kedua ganglia dari ganglion
dorsalis.

17
2. Peta Dermatom
a. Segmen Cervical 2 (C2) sampai Cervical 4 (C4)
Dermatom C2 meliputi tengkuk dan bagian superior cervical. C3
meliputi bagian inferior cervical hingga ke klavikula. C4 meliputi area
tepat di bawah klavikula.
b. Segmen Cervical 5 (C5) sampai Thoracal 1 (T1)
Dermatom ini semua terletak di lengan. C5 meliputi lengan bagian
lateral dansuperior siku. C6 meliputi lengan bawah dan radius (ibu jari).
C7 meliputi jari tengah, C8 meliputibagian lateral tangan, dan T1
mencakup sisi medial lengan bawah.
c. Segmen Thoracal 2 (T2) sampai Thoracal 12 (T12)
Segmen thoraks ini mencakup aksilla dan daerah dada.
d. Segmen Lumbal 1 (L1) sampai Lumbal 5 (L5)
Dermatom kulit yang mewakili daerah pinggul dan daerah inguinal
dipersarafi oleh L1. L2 dan L3 mencakup bagian anteriorfemur. L4 dan
L5 mencakup bagian medial dan lateral kaki bagian bawah.
e. Segmen Sacral 1 (S1) sampai Sacral 5 (S5)
S1 meliputi tumit dan kaki tengah bagian belakang. S2 menutupi bagian
belakang femur. S3 menutupi sisi medial dari gluteus dan S4-S5
meliputi daerah perineum.

Gambar 1. Dermatom Kepala dan Leher

18
Gambar 2. Dermatom Batang Tubuh

Gambar 3. Dermatom Ekstremitas Atas dan Bawah

19
B. Lesi Medulla Spinalis
1. Anatomi Medulla Spinalis
Medulla spinalis merupakan struktur berbentuk silinder yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan terdiri dari bagian putih (substansia
alba) dan bagian abu-abu (substansia grisea). Medulla spinalis berada
dalam kanalis sentralis vertebra yang dikelilingi oleh collum vertebra.
Memanjang dari foramen magnum yang berada di dasar tengkorak sampai
setinggi L1-L2 yang disebut conus medullaris. Di bawah tingkat ini
lumbar sac (theca) hanya mengandung filamen serabut saraf yang disebut
cauda equina.
Medulla spinalis diselubungi oleh 3 selaput meningen, yang
merupakan lanjutan dari selaput yang menyelubungi otak. Piamater
melekat pada medulla spinalis, duramater dan arachnoidmater (tanpa
pembuluh darah) memanjang secara kaudal sampai setinggi S5 yang
kemudian bergabung dengan fillum terminale membentuk ligamentum
coccygea.
Medulla spinalis menerima input melalui nervus perifer dari bagian
tubuh dan melalui traktus descenden dari otak kemudian memproyeksikan
output melalui saraf perifer ke bagian tubuh dan melalui traktus ascenden
ke otak.

20
Gambar 4. Medulla Spinalis
2. Etiologi Lesi Medulla Spinalis

Berdasarkan etiologinya, lesi pada medulla spinalis dapat dibagi


menjadi 2, yaitu lesi traumatik dan non traumatik.
a. Lesi Medulla Spinalis Traumatik
Tekanan mendadak yang menyebabkan fraktur, dislokasi, kompresi
pada tulang belakang dapat menyebabkan lesi traumatis. Tembakan
maupun luka senjata tajam juga dapat menyebabkan lesi traumatis pada
tulang belakang. Komplikasi trauma seperti perdarahan, pembengkakan,
peradangan dan penumpukan cairan di dalam atau dekat medulla spinalis
sering menyebabkan kerusakan lebih lanjut. Trauma juga dapat terjadi
secara progresif (kronis) seperti mengangkat beban yang berat dalam
waktu yang lama.
b. Lesi Medulla Spinalis Non Traumatik
Lesi ini bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor
penyebabnya mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik,

21
infeksi, inflamasi, penyakit vaskuler, neoplasma, kondisi toksik dan
metabolik, serta kelainan kongenital dan perkembangan.
1) Spondylitis
Spondylitis merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat
kronik destruktif. Penyebab yang paling sering adalah bakteri
mycobacterium tuberculosa. Gejala klinis yang timbul berupa:
- Nyeri pinggang atau punggung
- Nyeri tekan lokal disertai spasme otot
- Abses paravertebra
- Gibbus bila ada kompresi vertebra
- Parestesi dan kelemahan pada ekstremitas inferior
2) Hernia Nucleus Pulposus
Merupakan suatu keadaan dimana sebagian atau seluruh bagian
dari nukleus pulposus mengalami penonjolan ke dalam canalis
spinalis sehingga menyebabkan penekanan pada radiks spinalis
atau cauda equina. Tanda dan gejala yang dapat ditimbulkan
mencakup:
- Hipoestesi
- Nyeri tulang belakang
- Paresis
- Inkontinensia urin et alvi
3) Metastatik Bone Disease
Metastase tulang merupakan komplikasi yang sering
ditemukan pada penderita kanker, terutama disebabkan dari kanker
paru, payudara, dan prostat. Metastase tulang dapat menyebabkan
nyeri hebat, fraktur patologis, dan kompresi spinal cord yang dapat
mengancam jiwa.
Beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya metastase kanker
ke tulang yaitu:
- Aliran darah yang banyak pada sumsum tulang.
- Tulang merupakan sumber dihasilkannya faktor-faktor
pertumbuhan (transforming growth factor, insulin like growth
factor, fibroblast growth factor, platelet derived growth factor,
bone morphogenic protein, dan kalsium). Faktor-faktor ini
dihasilkan dan teraktivasi pada proses resorpsi tulang dan
merupakan tanah yang subur untuk pertumbuhan sel kanker
(seed and soil hypothesis).

22
3. Level Lesi Medulla Spinalis
Cedera tulang belakang bervariasi dalam lokasi dan tingkat
keparahannya. Level neurologis adalah segmen paling kaudal dari medulla
spinalis yang masih ditemukan sensoris dan motoris normal di kedua sisi
tubuh. Penentuan dari level cedera pada dua sisi adalah penting. Terdapat
perbedaan yang jelas antara lesi di bawah dan di atas T1. Cedera pada
segmen cervical di atas T1 menyebabkan tetraplegi dan bila di bawah level
T1 menghasilkan paraplegi. Level tulang vertebra yang mengalami
kerusakan menyebabkan cedera pada medulla spinalis. Level kelainan
neurologis dari cedera ini ditentukan hanya dengan pemeriksaan klinis.
Kadang-kadang terdapat ketidakcocokan antara level tulang dan
neurologis disebabkan nervus spinalis memasuki kanalis spinalis melalui
foramina dan naik atau turun di dalam kanalis spinalis sebelum betul-betul
masuk ke dalam medulla spinalis.
Tingkat keparahan lesi ini diklasifikasikan sebagai lesi komplit, yaitu
jika hampir semua gerakan dan sensasi di bawah tingkat cedera hilang,
atau lesi inkomplit, yaitu jika sebagian gerakan dan sensasi masih dapat
dirasakan.
a. Level Sensorik
Level sensorik ditentukan melalui dermatom dengan masing-masing
segmen medulla spinalis yang menginervasi bagian kulit spesifik.
Distribusi dermatom ini relatif mudah, kecuali pada tungkai. Di
lengan, serviks dermatom C5 ke T1 tersusun dari radial proksimal (C5)
ke distal (C6-8) dan medial proksimal (T1). Pada bagian kaki-kaki, L1
untuk L5 dermatom menutupi bagian depan kaki dari proksimal ke
distal sedangkan dermatom sakral menutupi bagian belakang kaki.
Level sensoris menunjukkan ke arah segmen bagian kaudal medula
spinalis dengan fungsi sensoris yang normal pada kedua bagian tubuh.
b. Level Motorik
Terdapat 10 kelompok otot yang merepresentasikan inervasi motorik
medulla spinalis segmen cervical dan lumbosacral. C5
merepresentasikan otot fleksor siku (musculus biceps), C6 untuk

23
ekstensor pergelangan tangan, C7 untuk ekstensor siku (musculus
triceps), C8 untuk fleksor jari-jari (musculus flexor digiti), dan T1
untuk abduktor kelingking (musculus abductor digiti minimi). Adapun
otot-otot kaki merepresentasikan segmen lumbal. L2 untuk fleksor
panggul (musculus psoas), L3 untuk ekstensor lutut (musculus
quadriceps), L4 untuk dorsifleksor pergelangan kaki (musculus tibialis
anterior), L5 untuk ekstensor jari telunjuk kaki (musculus hallucis
longus), dan S1 untuk fleksor plantar pergelangan kaki (musculus
gastrocnemius). Sfingter ani diinervasi oleh medulla spinalis segmen
S4-5 dan merepresentasikan akhir dari medulla spinalis. Sfingter ani
merupakan batas kritis dari pemeriksaan medulla spinalis. Level
motoris dinyatakan seperti sensoris, yaitu daerah paling kaudal di
mana masih dapat ditemukan motoris dengan kekuatan 3/5 pada lesi
komplit.
C. Tetraparese
1. Definisi
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadiparese, yang
keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas. Tetra dari bahasa
Yunani sedangkan Quadra dari bahasa Latin. Tetraparese adalah
kelumpuhan/ kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada
manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada
keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/ kelemahan lengan lebih atau
sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh
adanya kerusakan otak, kerusakan tolang belakang pada tingkat tertinggi
(khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyekit otot. Kerusakan diketahui karena
adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat
anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan
ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau aport injury) atau
karena penyakit (seperti myelitis trasversal, polio atau spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan
kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual,

24
pengosongan saluran kemih dan rectum, sistem pernafasan atau fungsi
otonom. Selanjutnya dapat terjadi penuruanan/ kehilangan fungsi sensorik.
Adapun manifestasi seperti kekakuan, penurunan sensorik dan nyeri
neuropatik. Walaupun pada tetreparese itu terjadi kelumpuhan pada
keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat
digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memengang kuat suatu
benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa
menggerakkan tangan tapi lenganya masih bisa digerakkan atau tidak bisa
menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini
semua tergantung dari luas tidaknya kerusakan.

2. Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada
medulla spinalis. Menurut Pusat Data Nasional Cedera Medulla Spinalis
(The National Spinal Cord Injury Data Research Centre), memperkirakan
adanya 10.000 kasus baru cedera medulla spinalis setiap tahunya di
Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan
diperkirakan 10 per 100.000 penduduk dengan tetraparese 100.000
merupakan penyebab utama cedera medulla spinalis.Cedera medulla
spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/
tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting
untuk meramalkan prognosis dan penangangan selanjutnya. Data di
Amerika Serikat menunjukan urutan frekensi disabilitas neurologis karena
sedera medulla spinalis traumatika sebab:
i. Tetraparese Inkomplet : 29,5%
ii. Paraparese Komplet : 27,3%
iii. Paraparese Inkomplet : 21,3%
iv. Tetraparese Komplet : 18,5%

3. Klasifikasi Tetraparese
Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya: 6
a. Tetraparese spastik
Tetraparese speastik terjadi karena kerusakan yang mengenai
Upper Motor Neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus
otot atau hipertoni.

25
b. Tetraparese flasid
Tetraparese flasid terjadi karena kerusakan yang mengenai Lower
Motor Neuron (LMN), sehingga menyebabakan penurunan tonus otot atau
hipotoni.

4. Patofisiologi Tetraparese
Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor
Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN).
Kelumpuhan terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN)
disebabkan karena adanya lesi di medulla spinalis. Kerusakan bisa dalam
bentuk jaringan scar atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau
diskus invertebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang
berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari cornu anterior medulla
spinalis sampai ke otot.
Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus
servikalis, thorakal, lumbal dan sacral. Kelumpuhan berpengaruh pada
nervus spinalis dari servikal dan lumbosakral pada nervus spinalis dari
servikal dan lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/ kelumpuhan
pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan
pada daerah ini maka akan berpengaruh pada otot, organ dan sensorik yang
dipersarafinya.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit
dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari
bagian di bawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi
kelumpuhan otot ringan (parese) dan arau mungkin kerusakan senssorik.
Lesi pada UMN dapat menyebabkan parase spastic sedangkan lesi pada
LMN menyebabkan parese flasid. 2,4,6
a. Lesi di Mid or Upper Cervical Cord
Tiap lesi di medulla spinalis yang merusakan daerah jaras
kortikospinalis lateral menimbulkan kelumpuhan Upper Motor Neuron
(UMN) pada otot-otot bagian tubuh yang terletak di bawah tingkat lesi.
Lesi transversal medulla spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5
mengakibatkan kelumpuhan Upper Motor Neuron (UMN) pada otot-otot
kedua lengan yang berasal dari miotom C6 sampai miotom C8, lalu otot-

26
otot thoraks dan abdomen serta segenap otot kedua tungkai yang
mengakibatkan kelumpuhan parsial dan deficit neurologis yang tidak
massif diseluruh tubuh. Lesi yang terletak di medulla spinalis tersebut
maka akan menyebabkan kelemahan/ kelumpuhan keempat anggota gerak
yang disebut tetraparese spastik.
b. Lesi di Low Cervical Cord
Lesi transversal yang merusak segmen C5 ke bawah itu tidak saja
memutuskan jaras kortikospinalis lateral, melainkan ikut memotong
segenap lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok
motor neuron yang berada di dalam segmen C5 ke bawah ikut rusak. Ini
berarti bahwa pada tingkat lesi kelumpuhan itu bersifat Lower Motor
Neuron (LMN) dan di bawah tingkat lesi bersifat Upper Motor Neuron
(UMN). Di bawah ini kelumpuhan Lower Motor Neuron (LMN) akan
diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor Neuron (LMN).
Motorneuron-motor neuron berkelompok di kornu anterior dan
dapat mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi
bersama dengan bangunan di sekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal
sindrom lesi di kornu anterior, sindrom lesi yang selektif merusak
motorneuron di jaras kortikospinalis, sindrom lesi di substansia grisea
sentralis. Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya infesi, misalnya
poliomyelitis. Pada umumnya motorneuron-motorneuron yang rusak di
daerah intumesensia servikal dan lumbils sehingga kelumpuhan LMN
adalah anggota gerak.
Kerusakan pada radiks ventrals (dan dorsalis) yang reversible dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan pewujudan reaksi
imunopatologik. Walaupun segenap radiks (ventralis/ dorsalis) terkena,
namun yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling
berat mengalami kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota
gerak atas dan bawah. Pada umumnya bermula di bagian distal tungkai
kemudian bergerak ke bagian proksimalnya. Kelumpuhan meluas ke
bagian tubuh atas, terutama otot-otot kedua lengan. Kelainan fungsional
sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan sepanjang seraf tepi sendiri.

27
Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah
polineuropati.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot
atau selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/ endogen dan
degenerasi herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang
dan otot tidak dapat melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa
miopati dan distrofi, dapat menyebabkan kelemahan di keempat anggota
gerak biasanya bagian proksimal lebih lemah di banding distalnya. Pada
penderita distrofi muscle didapatkan enzim kreatinin fosfokinase dalam
jumlah yang besar. Sebelum terdapat manifestasi ini, kadar enzim ini di
dalam serum sudah jelas meningkat akan tetapi mengapa enzim ini dapat
beredar di dalam darah tepi masih belum diketahui.
Disamping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelainan morfologik pada otot. Jauh sebelum tenaga otot
berkurang sudah terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup di antara sel-
sel serabut otot. Ketika kelemahan otot menjadi nyata, terdapat
pembengkakan dan nekrosis-nekrosis serabut otot. Seluruh endropalsma
serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot yang terkena ada yang
membesar dan sebangian mengecil. Pembesaran tersebut bukan karena
bertambannya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi lemak.

c. Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa


keadaan
1. Penyakit Infeksi
2. Myelitis Transversal
3. Poliomyelitis
4. Polioneuropati
5. Guillain-Barre Syndrome (GBS)
6. Myastenia Gravis (MG)
7. Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS)
8. Program Rehabilitasi Medik
Program rehabilitasi meliputi:
Penilaian dan evaluasi pasien (b) Identifikasi kondisi komorbid
(c) Manajemen komplikasi (d) Terapi Fisik (e) Terapi okupasional (f)
Ortosis (g) Pelatihan gaya berjalan (gait retraining).

28
Manajemen komplikasi pada rehabilitasi tetraparesis seperti
komplikasi Bladder dysfunction. Pendekatan manajemen bladder yang
paling sering meliputi intermittent catheterization (IC) dan indwelling
catheterization. Indwelling catheterization digunakan pada cedera akut
dan intermittent catheterization menjaga volume pengeluaran urin
kurang dari 450 ml. Kateterisasi suprapubik digunakan pada ulserasi
penis. Mekanisme pencetus contohnya valsava, metode crede juga
berguna dalam memperbaiki fungsi miksi (bladder). Obat-obatan
digunakan dalam penanganan bladder meliputi: antikolinergik,
antispasmodic, dll. Terapi lain adalah akupuntur, assistive devices,
stimulasi elektrik atau surgical augmentation juga dapat digunakan
untuk membantu fungsi miksi. Bowel dysfunction lebih dari 20%
penderita melaporkan kesulitan dalam mengevakuasi defekasi mereka.
Penanganan defekasi harus dimulai selama fase akut untuk
menghindari impaksi fekal.
Spastisitas yang terjadi pada kasu tetraparese merupakan
episode yang umum terjadi pada gangguan spinal, penanganan
Spastisitas yang tersedia saat ini:
1. Terapi fisik:, pergerakan pasif yang ritmis
2. Direct muscle electrical stimulation yang mengurangi
spastisitas: patterned electrical stimulation (PES), patterned neuro
muscular electrical stimulation (PNS), functional electrical stimulation,
transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS).
3. Terapi farmakologis: baclofen oral, obat yang bekerja secara
sentral yang merupakan agonis gamma-aminobutaric acid. Obat lain:
diazepam, tizanidine, klonidin, gabapentin. Agen penghambat: phenol
atau toksin botulinum.
4. Pembedahan meliputi percutaneous radio frequency
rhizotomy, myelotomy
Kelemahan otot pada paresis merupakan gejala yang umum
terjadi, penanganannya dengan cara: (1) Strengthening exercise:
meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kehilangan otot. (2)
Electrical stimulation therapy: juga meningkatkan kekuatan otot. (3)

29
Perubahan posisi (pencegahan pressure sores, kontraktur, inhibisi
spastisitas, mengkoreksi kelurusan dari fraktur).

30

Anda mungkin juga menyukai