Oleh :
dr. Fitri Faiza
Pendamping :
dr. Ismy Dianty, MMR
dr. Alberta Vania Handoko
1
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fitri Faiza Presenter : dr. Fitri Faiza
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Muntilan Pendamping : 1. dr. Ismy Dianty, MMR
2. dr. Alnerta Vania
TOPIK : Ileus obstruktif letak tinggi e.c Hernia Femoralis (S) Inkarserata
Tanggal (kasus) :4/11/2019
Nama Pasien : Ny. H 75 tahun No. RM :329774
Tanggal Presentasi : 2 Desember 2019 Pendamping :1. dr. Ismy Dianty, MMR
2. dr. Alberta Vania
Tempat Presentasi : Komite Medik RSUD Muntilan
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi ο Anak o Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Perempuan, 75 tahun, muntah-muntah, nyeri perut, tidak bisa BAB dan BAK 1HSMRS.
oTujuan:
Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi o E-mail o Pos
dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny.H No Registrasi : 329774
Nama klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 4/11/2019
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : Ileus obstruktif letak tinggi e.c Hernia Femoralis (S) Inkarserata
1. Gambaran Klinis : Pasien datang diantar oleh keluarga, dengan keluhan utama muntah
darah dirasakan -+ 4HSMRS, sehari >8x tiap makan dan minum, os kemudian muntah
di IGD -+ 3x berwarna kuning kecoklatan, 2 HSMRS perut pasien dirasakan semakin
begah dan membesar, BAB sulit dan keras. BAB dan kentut terakhir 1HSMRS. Nyeri
perut (+), nyeri dada (-), sesak (-), demam (-), BAK terakhir 2 jam SMRS, tak.
Riwayat BAB berdarah (-), benjolan tidak diketahui
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : -
4. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Lain-lain : -
DAFTAR PUSTAKA:
1. Buku Ajar Bedah Sjamsuhidayat
2. Buku Ilmu Bedah Schorck
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Mengetahui patofisiologi Ileus dan Hernia Femoralis
2. Mengetahui diagnosis Ileus dan Hernia Femoralis
3. Mengetahui terapi Ileus dan Hernia Femoralis
4. Mengetahui pencegahan komplikasi Ileus dan Hernia Femoralis
2
1. SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Muntah-muntah kecoklatan
RPS
Pasien datang diantar oleh keluarga, dengan keluhan utama muntah darah dirasakan -+
4HSMRS, sehari >8x tiap makan dan minum, os kemudian muntah di IGD -+ 3x berwarna
kuning kecoklatan, 2 HSMRS perut pasien dirasakan semakin begah dan membesar, BAB
sulit dan keras. BAB dan kentut terakhir 1HSMRS. Nyeri perut (+), nyeri dada (-), sesak (-),
demam (-), BAK terakhir 2 jam SMRS, tak. Riwayat BAB berdarah (-), benjolan tidak
diketahui
RPD:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
RPK:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
RPP:
Riwayat angkat berat tidak ada. P4A0.
Riwayat Sosial Ekonomi
3
Pasien seorang ibu rumah tangga. Tinggal di rumah bersama dua orang anak dan dua orang
cucunya. Pembayaran pengobatan dengan BPJS.
OBJEKTIF
Keadaan Umum : cukup
Kesadaran : GCS E4V5M6
Vital sign
TD : 116/89 mmHg
Nafas : 18x/menit
Suhu : 36,6°C (per axiler)
Nadi : 82 x/menit, reguler
SaO2 : 99% O2 NK
VAS nyeri perut : 5-6
Kepala
Bentuk mesocephal
Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), refleks pupil (+/+),
isokor (3 mm / 3 mm)
Hidung
Simetris, napas cuping hidung (-/-), secret (-/-), darah (-/-)
Mulut
Sianosis (-),
Tenggorok
T1-T1, hiperemis (-)
Leher
Trakea di tengah, limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : simetris, fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ST (-/-)
Cor:
4
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I II intensitas normal, reguler, bising jantung (-)
Abdomen
Inspeksi : perut sejajar dinding thorax, jejas (-), benjolan (-)
Auskultasi : bising usus (+) >>
Perkusi : hipertimpani (+)
Palpasi :
distended (+) hepatomegali (-), splenomegali (-) shifting dullness (-), perut papan
catur (-). NT (+) regio hipocondriaca kiri, epigastric, lumbal kiri, hipocondriaca
kanan, lumbal kanan.
Ekstremitas
Superior
Akral dingin (-/-)
Oedem (-/-)
Inferior
Akral dingin (-/-)
Oedem (-/-)
Status Neurologis
Kekuatan :
Superior : 5-5-5/5-5-5
Inferior: 5-5-5/5-5-5
Tonus
Superior : N/N
Inferior : N/N
Refleks Fisiologis
Superior : N/N
Inferior : N/N
Refleks Patologis
Superior : refleks Hoffman - / -
Refleks Tromner - / -
Inferior : refleks babinski - / -
5
Refleks Chaddock - / -
Status lokalis regio inguinal:
Inspeksi:
Terlihat benjolan di daerah Inguinal - Femoral Sinistra, di bawah ligamentum
inguinal, ± 3 cm saat pasien berbaring. Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya.
Palpasi :
Teraba benjolan lonjong di infraligamentum inguinalis sinistra, ± 3 cm, konsistensi
kenyal, nyeri (+), teraba hangat (-), pulsasi (-)
Auskultasi : (+)
Benjolan tak dapat dimasukkan kembali
Colok dubur
Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak massa tumor, sfingter ani
mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa tumor, tidak terasa nyeri.
Handscoen: Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG : NSR
SpO2 99% dengan 02 NK 3 lpm
Pemeriksaan hasil laboratorium 04/11/2019
Hb : 11.0 g/dl
AL : 7.17 103/uL
AT : 383 rb/uL
AE : 3.74 106/uL
Hct : 34.2 %
GDS : 185 mg/dl
Ureum : 170 mg/dl
Creatinin : 3.46 mg/dL
Natrium : 128 mmol/L
Kalium : 4.8 mmol/L
Chlorida : 100.1 mmol/L
OT : 29 U/L
PT : 34 U/L
HbsAg (-)
6
Goldar :O
2. ASSESSMENT
Akut Abdomen ec Ileus Obstruktif Letak Tinggi dd Paralitik e.c
Hernia Femoralis Sinistra Inkarserata
Chronic Renal Failure dd Acute on Chronic Renal Failure
3. PLAN
Penatalaksanaan di IGD
1. Oksigen NK 3 lpm
2. Inf. NaCl tranfusi set, loading 500cc, lanjut 20 tpm
3. Inf. Parasetamol 500 mg/ 8 jam kp
4. Inj. Omeprazole 1V/12 jam
5. Inj. Ondansetron 1A/8 jam
6. Inj. Kalnex 500 mg/8 jam
7. Pasang DC
8. Pasang NGT produk kekuningan
9. Konsul bagian Bedah : dr. Riza Sp.B, advice :
- Inf. RL, imbalance cairan, pindah bangsal bila urin output 0.5 cc/kgBB/jam
- Inf. Parasetamol 500 mg/ 8 jam kp
- Inj. Omeprazole 1V/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
- Jika kesakitan, inj. Diazepam 5 mg (bolus)
- Edukasi keluarga untuk pro-laparotomi eksploratif – reseksi usus – colostomi
(kantung colostomi) sampai risiko kematian. Rencana OP besok pagi
- Jika sudah di bangsal, bangsal lapor ulang
10. Konsul bagian Interna: dr. Ferry, Sp.PD, advice:
- Infus 2 jalur, 1 untuk RL, 1 untuk NaCL : tutofusin (selang – seling)
- Tab pro renal 3 x 1
7
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS
A. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada
sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat, 2010).
B. Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang
tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat menyebabkan kematian pada
100% pasien (Manaf. 2010).
Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang
mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi
pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada populasi
ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan anatomi
seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus
(Sloane, 2003).
8
C. Etiologi
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh :
a. Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
c. Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia
d. Neoplasma.
e. Intususepsi.
f. Volvulus.
g. Benda asing, kumpulan cacing askaris
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
i. Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap
bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah :
a. Karsinoma.
b. Volvulus.
c. Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
d. Inflamasi.
e. Tumor jinak.
f. Impaksi fekal
D. Anatomi
1. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum.
Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan
bagian terminal/muara dari system apparatus biliaris dari hepar maupun dari
pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari saluran cerna
atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah
oleh adanya ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada
flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum dan jejunum.
Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yg disebut dengan
plica sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium
9
dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dengan
mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens (Scanlon, 2007).
10
Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum
11
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum (Sherwood, 2011).
E. Fisiologi
Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel liberkeuhn
yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi untuk
menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga
permukaan duodenum tidak teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi
(Sherwood, 2011).
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara
enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari
ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme maltase, lactase dan
sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk memecah 1 gugus gula
maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase akan merubah 1 gugus
gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara itu, enzyme
sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan 1 gugus
glukosa (Sherwood, 2011).
12
Sementara itu,di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara
enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya
getah empedu yang dialirkan melalui ductus choledocus dari vesica fellea dan
hepar. Setelah itu, emulsi lemak tersebut akan diubah oleh enzyme lipase pancreas
menjadi asam lemak dan 2 diasilgliserol (Sherwood, 2011).
Dilihat secara histologik, jejunum dan ileum memiliki vili vhorialis. Dimana
vili chorialis ini berfungsi utk menyerap zat2 gizi hasil akhir dr proses pencernaan
spt glukosa, fruktosa, galaktosa, peptide, asam lemak dan 2 asilgliserol (Sherwood,
2011).
Traktus Digestifus
F. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).
13
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke
peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai
akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang
terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong.
G. Klasifikasi
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:
14
1. Kecepatan timbul (speed of onset)
a. Akut, kronik, kronik dengan serangan akut
2. Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)
3. Sifat sumbatan
a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran darah
4. Etiologi
a. Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus
H. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi
(Sjamsuhidajat, 2010).
Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau
derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering
berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung
kesakitan apabila bergerak.
15
jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada
awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti
oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang
sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus
biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau
kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi,
terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus),
pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut
dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Pada palpasi
tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis.
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena).
Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan
obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya,
distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah
(Sjamsuhidajat, 2010).
Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan strangulasi
dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan klinis tertentu dan
gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda strangulasi (Badash,
2005)
a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus
meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah
16
fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap.
Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian
atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin frekuen.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam. Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising
usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal..
17
I. Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala
umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang
disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya
nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Khan, 2012).
Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus,
dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak
terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut,
akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut,
apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhana.
18
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada
38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda
– tanda shock, dehidrasi dan ketosis.
Radiologis
19
Gambaran Herring bone appearance
20
Gambaran air fluid level
J. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-
hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada
sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami
perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam
21
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic
(Badash, 2005).
K. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah
sakit. Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.
22
b. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:
1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2010).
c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi (Sjamsuhidajat, 2010).
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi
transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi
ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau
lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang.
L. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).
23
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka
kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah
timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada
obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan,
2012).
J. Definisi Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari muskulo aponeurotik dinding perut.
Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Semua hernia terjadi melalui celah
lemah yang potensial pada dinding abdomen (lokus minoris resistensiae baik bawaan
maupun didapat).
K. Klasifikasi Hernia
Menurut sifatnya, hernia dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Hernia Reponible
Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan
dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.
24
2. Hernia Irreponible
Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan
tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical) . Tidak ada keluhan rasa nyeri
ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.
3. Hernia Strangulata
Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap dan
terjadi gangguan pasase usus serta gangguan vaskularisasi sehingga dapat terjadi
nekrosis. Strangulasi usus yang paling sering terjadi dan menyebabkan nekrosis
yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel
terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana
menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi
(biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung
bakteri keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis
dengan gagal sirkulasi dan kematian.
25
5.
4. Hernia Inkerserata
Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai terjadinya
gangguan pasase usus. Biasanya obstruksi terjadi pada leher kantong hernia. Jika
obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya dan terjadi
distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama
kelamaan dapat terjadi strangulasi. Oleh sebab itu, hernia ireponibel yang mengalami
obstruksi dapat juga disebut dengan inkarserata.
1. Sliding Hernia
26
letaknya retroperitoneal. Alat bersangkutan tidak masuk ke kantung hernia,
melainkan tergeser dari retroperitoneal.
2. Hernia Ritcher
Pada hernia tipe ini, hanya sebagian dari usus yang terperangkap (biasanya
usus halus). Isi dari kantung hernia terdiri dari hanya satu sisi dari dinding usus.
Bahayanya hernia ini adalah usus dapat mengalami iskemi tanpa perkembangan
nyata dari gejala obstruksi. Biasanya pasase usus masih ada, mungkin terganggu
karena usus terlipat sehingga disertai obstruksi usus.
L. Hernia Femoralis
27
paha di bawah ligamnetum inguinale di medial v.femoralis dan lateral tuberkulum
pubikum. Tidak jarang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus, sedangkan benjolan di
lipat paha dapat ditemukan, karena kecilnya benjolan atau penderita gemuk. Pintu
masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke
dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dena v.femoralis sepaanjang
kurang lebih 2cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.
M. Tatalaksana Hernia
28
hidup. Hal ini biasanya dpilih jika pasien menolak dilakukan perbaikan secara operasi
atau terdapat kontraindikasi terhadap operasi. Cara ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di
daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara
ini dapat menimbulkan atrofi (pengecilan) testis karena tekanan pada tali sperma yang
mengandung pembuluh darah testis.
N. Komplikasi hernia
Komplikasi bergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi hernia dapat
tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponible dapat terjadi jika isi hernia terlalu
besar, misalnya terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan hernia
akreta. Di sini tidak dapat timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula
terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menimbiulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincicn hernia sempit, kurang
elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering
terjadi jepitan parsial. Jepitan cincicn hernia akan menyebabkan gangguan perfusi
29
jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udema
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredarah darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi
nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat beruapa cairan serosanguinis. Kalau
isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.
30
DAFTAR PUSTAKA
Current Options in Inguinal Hernia Reapir in adult patients [updated 2011] Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3306028
Doherty Gerard. Small Intestine. In Current Diagnosis & Treatment: Surgery. United States
of America: Mc Graw Hill’s. 2005
Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf Pengajar
bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1996;
204 – 6.
J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010
Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010; 318 – 20.
Medscape Reference [homepage on internet]. Hernias [updated April 21, 2014] Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview
Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Sherwood, Lauralee., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Simeone Diane. Anatomy and Physiology of the Small Intestine. In Greenfield’s Surgery:
Scientific Principles and Practice. Baltymore: Lippincott Williams and Wilkins. 2006
Sjamsuhidajat r, De Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel., 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta
31
32