Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS GAWAT DARURAT

ILEUS OBSTRUKTIF LETAK TINGGI e.c


HERNIA FEMORALIS (S) INKARSERATA

Oleh :
dr. Fitri Faiza

Pendamping :
dr. Ismy Dianty, MMR
dr. Alberta Vania Handoko

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAGELANG
2019

1
No. ID dan Nama Peserta : dr. Fitri Faiza Presenter : dr. Fitri Faiza
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Muntilan Pendamping : 1. dr. Ismy Dianty, MMR
2. dr. Alnerta Vania
TOPIK : Ileus obstruktif letak tinggi e.c Hernia Femoralis (S) Inkarserata
Tanggal (kasus) :4/11/2019
Nama Pasien : Ny. H 75 tahun No. RM :329774
Tanggal Presentasi : 2 Desember 2019 Pendamping :1. dr. Ismy Dianty, MMR
2. dr. Alberta Vania
Tempat Presentasi : Komite Medik RSUD Muntilan
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran √ Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik √ Manajemen o Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi ο Anak o Remaja √ Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Perempuan, 75 tahun, muntah-muntah, nyeri perut, tidak bisa BAB dan BAK 1HSMRS.
oTujuan:
Mengobati penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut
Bahan Bahasan √ Tinjauan Pustaka o Riset √ Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi √ Presentasi o E-mail o Pos
dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny.H No Registrasi : 329774
Nama klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 4/11/2019
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : Ileus obstruktif letak tinggi e.c Hernia Femoralis (S) Inkarserata
1. Gambaran Klinis : Pasien datang diantar oleh keluarga, dengan keluhan utama muntah
darah dirasakan -+ 4HSMRS, sehari >8x tiap makan dan minum, os kemudian muntah
di IGD -+ 3x berwarna kuning kecoklatan, 2 HSMRS perut pasien dirasakan semakin
begah dan membesar, BAB sulit dan keras. BAB dan kentut terakhir 1HSMRS. Nyeri
perut (+), nyeri dada (-), sesak (-), demam (-), BAK terakhir 2 jam SMRS, tak.
Riwayat BAB berdarah (-), benjolan tidak diketahui

2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : -
4. Riwayat Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5. Lain-lain : -
DAFTAR PUSTAKA:
1. Buku Ajar Bedah Sjamsuhidayat
2. Buku Ilmu Bedah Schorck
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Mengetahui patofisiologi Ileus dan Hernia Femoralis
2. Mengetahui diagnosis Ileus dan Hernia Femoralis
3. Mengetahui terapi Ileus dan Hernia Femoralis
4. Mengetahui pencegahan komplikasi Ileus dan Hernia Femoralis

2
1. SUBJEKTIF
Keluhan Utama
Muntah-muntah kecoklatan
RPS
Pasien datang diantar oleh keluarga, dengan keluhan utama muntah darah dirasakan -+
4HSMRS, sehari >8x tiap makan dan minum, os kemudian muntah di IGD -+ 3x berwarna
kuning kecoklatan, 2 HSMRS perut pasien dirasakan semakin begah dan membesar, BAB
sulit dan keras. BAB dan kentut terakhir 1HSMRS. Nyeri perut (+), nyeri dada (-), sesak (-),
demam (-), BAK terakhir 2 jam SMRS, tak. Riwayat BAB berdarah (-), benjolan tidak
diketahui
RPD:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

RPK:
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat sakit ginjal : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal

RPP:
Riwayat angkat berat tidak ada. P4A0.
Riwayat Sosial Ekonomi

3
Pasien seorang ibu rumah tangga. Tinggal di rumah bersama dua orang anak dan dua orang
cucunya. Pembayaran pengobatan dengan BPJS.

 OBJEKTIF
 Keadaan Umum : cukup
 Kesadaran : GCS E4V5M6
 Vital sign
 TD : 116/89 mmHg
 Nafas : 18x/menit
 Suhu : 36,6°C (per axiler)
 Nadi : 82 x/menit, reguler
 SaO2 : 99% O2 NK
 VAS nyeri perut : 5-6
 Kepala
Bentuk mesocephal
 Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cowong (-/-), refleks pupil (+/+),
isokor (3 mm / 3 mm)
 Hidung
Simetris, napas cuping hidung (-/-), secret (-/-), darah (-/-)
 Mulut
Sianosis (-),
 Tenggorok
T1-T1, hiperemis (-)
 Leher
Trakea di tengah, limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat
 Thorax
Pulmo
Inspeksi : simetris, pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)
Palpasi : simetris, fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : SDV (+/+), ST (-/-)
Cor:

4
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ I II intensitas normal, reguler, bising jantung (-)
 Abdomen
Inspeksi : perut sejajar dinding thorax, jejas (-), benjolan (-)
Auskultasi : bising usus (+) >>
Perkusi : hipertimpani (+)
Palpasi :
distended (+) hepatomegali (-), splenomegali (-) shifting dullness (-), perut papan
catur (-). NT (+) regio hipocondriaca kiri, epigastric, lumbal kiri, hipocondriaca
kanan, lumbal kanan.
 Ekstremitas
Superior
Akral dingin (-/-)
Oedem (-/-)
Inferior
Akral dingin (-/-)
Oedem (-/-)
 Status Neurologis
Kekuatan :
Superior : 5-5-5/5-5-5
Inferior: 5-5-5/5-5-5
Tonus
Superior : N/N
Inferior : N/N
Refleks Fisiologis
Superior : N/N
Inferior : N/N
Refleks Patologis
Superior : refleks Hoffman - / -
Refleks Tromner - / -
Inferior : refleks babinski - / -

5
Refleks Chaddock - / -
 Status lokalis regio inguinal:
 Inspeksi:
Terlihat benjolan di daerah Inguinal - Femoral Sinistra, di bawah ligamentum
inguinal, ± 3 cm saat pasien berbaring. Warna kulit sama dengan daerah sekitarnya.
 Palpasi :
Teraba benjolan lonjong di infraligamentum inguinalis sinistra, ± 3 cm, konsistensi
kenyal, nyeri (+), teraba hangat (-), pulsasi (-)
 Auskultasi : (+)
Benjolan tak dapat dimasukkan kembali
 Colok dubur
Perianal dan perineum tidak meradang, tidak tampak massa tumor, sfingter ani
mencekik, mukosa licin, ampula kosong, tak teraba massa tumor, tidak terasa nyeri.
Handscoen: Tak ada feses, tak ada darah, tak ada lendir.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 EKG : NSR
SpO2 99% dengan 02 NK 3 lpm
 Pemeriksaan hasil laboratorium 04/11/2019
Hb : 11.0 g/dl
AL : 7.17 103/uL
AT : 383 rb/uL
AE : 3.74 106/uL
Hct : 34.2 %
GDS : 185 mg/dl
Ureum : 170 mg/dl
Creatinin : 3.46 mg/dL
Natrium : 128 mmol/L
Kalium : 4.8 mmol/L
Chlorida : 100.1 mmol/L
OT : 29 U/L
PT : 34 U/L
HbsAg (-)

6
Goldar :O
2. ASSESSMENT
Akut Abdomen ec Ileus Obstruktif Letak Tinggi dd Paralitik e.c
Hernia Femoralis Sinistra Inkarserata
Chronic Renal Failure dd Acute on Chronic Renal Failure
3. PLAN
Penatalaksanaan di IGD
1. Oksigen NK 3 lpm
2. Inf. NaCl tranfusi set, loading 500cc, lanjut 20 tpm
3. Inf. Parasetamol 500 mg/ 8 jam kp
4. Inj. Omeprazole 1V/12 jam
5. Inj. Ondansetron 1A/8 jam
6. Inj. Kalnex 500 mg/8 jam
7. Pasang DC
8. Pasang NGT  produk kekuningan
9. Konsul bagian Bedah : dr. Riza Sp.B, advice :
- Inf. RL, imbalance cairan, pindah bangsal bila urin output 0.5 cc/kgBB/jam
- Inf. Parasetamol 500 mg/ 8 jam kp
- Inj. Omeprazole 1V/24 jam
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
- Jika kesakitan, inj. Diazepam 5 mg (bolus)
- Edukasi keluarga untuk pro-laparotomi eksploratif – reseksi usus – colostomi
(kantung colostomi) sampai risiko kematian. Rencana OP besok pagi
- Jika sudah di bangsal, bangsal lapor ulang
10. Konsul bagian Interna: dr. Ferry, Sp.PD, advice:
- Infus 2 jalur, 1 untuk RL, 1 untuk NaCL : tutofusin (selang – seling)
- Tab pro renal 3 x 1

7
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS

A. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Obstruktif  adalah
kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik
sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena ada
sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar
usus yang menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut (Sjamsuhidajat, 2010).

Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus obstruksi


mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena penyumbatan fisik
langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau hernia sedangkan ileus
obstruksi non mekanik terjadi karena penghentian gerakan peristaltic (Manaf , 2010).

B. Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat, dan
mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan diagnosis yang
tepat. Apabila tidak diatasi maka obstruksi usus halus dapat menyebabkan kematian pada
100% pasien (Manaf. 2010).

Hampir seluruh obstruksi pada usus besar atau kolon memerlukan intervensi
pembedahan. Mortalitas dan morbiditas sangat berhubungan dengan penyakit yang
mendasari dan prosedur pembedahan yang digunakan. Obstruksi kolon sering terjadi
pada usia lanjut karena tingginya insiden neoplasma dan penyakit lainnya pada populasi
ini. Pada neonatus, obstruksi kolon bisa disebabkan karena adanya kelainan anatomi
seperti anus imperforata yang secara sekunder dapat menyebabkan mekonium ileus
(Sloane, 2003).

8
C. Etiologi
Obstruksi usus halus dapat disebabkan oleh :

a. Perlekatan usus atau adhesi, dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus.
b. Jaringan parut karena ulkus, pembedahan terdahulu atau penyakit Crohn.
c. Hernia inkarserata, usus terjepit di dalam pintu hernia
d. Neoplasma.
e. Intususepsi.
f. Volvulus.
g. Benda asing, kumpulan cacing askaris
h. Batu empedu yang masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik.
i. Penyakit radang usus, striktur, fibrokistik dan hematoma
Kira-kira 15% obstruksi usus terjadi di usus besar. Obstruksi dapat terjadi di setiap
bagian kolon tetapi paling sering di sigmoid. Penyebabnya adalah :

a. Karsinoma.
b. Volvulus.
c. Kelainan divertikular (Divertikulum Meckel), Penyakit Hirschsprung
d. Inflamasi.
e. Tumor jinak.
f. Impaksi fekal

D. Anatomi
1. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum.
Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan
bagian terminal/muara dari system apparatus biliaris dari hepar maupun dari
pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan batas akhir dari saluran cerna
atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna atas dan bawah
oleh adanya ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak pada
flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum dan jejunum.
Di dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yg disebut dengan
plica sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium

9
dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dengan
mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens (Scanlon, 2007).

Anatomi Usus Halus

2. Jejunum dan Ileum


Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus penyerapan
membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis.
Jejunum dan ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum
memiliki penggantung yang disebut dengan mesenterium yang memiliki proyeksi
ke dinding posterior abdomen dan disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian
akhir dari ileum akan terdapat sebuah katup yang disebut dengan valvulla
ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan suatu batas yang memisahkan
antara intestinum tenue dengan intestinum crassum. Selain itu, juga berfungsi
untuk mencegah terjadinya refluks fekalit maupun flora normal dalam intestinum
crassum kembali ke intestinum tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat sisa
penyerapan nutrisi. Berikut adalah perbedaan antara jejunum dan duodenum
(Scanlon, 2007).

10
Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum

Perbedaan Jejunum dan Ileum


Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus
halus. Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm.
Semakin mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci

11
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum (Sherwood, 2011).

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan


sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dextra. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum (Scanlon,
2007).

E. Fisiologi
Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel liberkeuhn
yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi untuk
menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga
permukaan duodenum tidak teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi
(Sherwood, 2011).
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara
enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari
ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme maltase, lactase dan
sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk memecah 1 gugus gula
maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase akan merubah 1 gugus
gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara itu, enzyme
sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan 1 gugus
glukosa (Sherwood, 2011).

12
Sementara itu,di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara
enzymatic. Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya
getah empedu yang dialirkan melalui ductus choledocus dari vesica fellea dan
hepar. Setelah itu, emulsi lemak tersebut akan diubah oleh enzyme lipase pancreas
menjadi asam lemak dan 2 diasilgliserol (Sherwood, 2011).
Dilihat secara histologik, jejunum dan ileum memiliki vili vhorialis. Dimana
vili chorialis ini berfungsi utk menyerap zat2 gizi hasil akhir dr proses pencernaan
spt glukosa, fruktosa, galaktosa, peptide, asam lemak dan 2 asilgliserol (Sherwood,
2011).

Traktus Digestifus

F. Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal (J.Corwin, 2001).

Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh


darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan

13
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke
peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai
akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang
terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong.

Gangguan pada usus

Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak tinggi/obstruksi


usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat munculnya muntah. Dan
sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar),
distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada
umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu untuk mengisi semua
lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas dari obstruksi distal.
Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan. Dan lemah serta
leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi usus pada
umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan
obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu
perforasi atau peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi (J.Corwin,
2001).

G. Klasifikasi
Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:

14
1. Kecepatan timbul (speed of onset)
a. Akut, kronik, kronik dengan serangan akut

2. Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai ileum terminal)

b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal sampai anus)

3. Sifat sumbatan
a. Simple obstruction : sumbatan tanpa disertai gangguan aliran darah

b. Strangulated obstruction : sumbatan disertai gangguan aliran darah sehingga


timbul nekrosis, gangren dan perforasi

4. Etiologi
a. Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar dinding usus
H. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi
(Sjamsuhidajat, 2010).

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus  atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau
derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering
berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung
kesakitan apabila bergerak.

Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang


dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala
klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala
berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah
adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal. Bagaimanapun,

15
jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan tertunda. Pada
awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana segera diikuti
oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus yang
sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus
biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau
kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak
tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi,
terdapat darm contour (gambaran usus), dan darm steifung (gambaran gerakan usus),
pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus
mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut
dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik  akan melemah dan hilang. Pada palpasi
tidak terdapat nyeri tekan, defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis.

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena).
Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan
obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya,
distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah
(Sjamsuhidajat, 2010).

Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan strangulasi
dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan klinis tertentu dan
gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda strangulasi (Badash,
2005)

a. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya
disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus
meliputi nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi muntah

16
fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat dan menetap.
Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian
atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin frekuen.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan
dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal
sampai demam.  Distensi abdomen dapat dapat minimal atau tidak ada pada
obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising
usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal..

b. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai
dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas
operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik
dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan
tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat


sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus
menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan
timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum
obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu
mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus,
akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.
Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya
yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen
dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan
terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi, dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi.

17
I. Diagnosis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala
umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan
meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang
disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan
usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis
kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk mencari adanya
nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Khan, 2012).

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang


air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada
perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada
tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi
terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah membesar.

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi


hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya.
Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan
rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in loop) untuk
mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Khan, 2012).

Diagnosis Banding

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus,
dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak
terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut,
akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut,
apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhana.

18
Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan
diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. 
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi pada
38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi non
strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu
dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu,
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda
– tanda shock, dehidrasi dan ketosis.

Radiologis

Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi setengah


duduk  atau LLD: tampak step ladder  appearance atau cascade. Adanya dilatasi dari
usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos abdomen
dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai
tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada
obstruksi kolon.

a. Foto polos abdomen 3 posisi


1. Ileus obstruktif letak tinggi
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling distal di
iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone
appearance, karena dua dinding usus halus yang menebal dan menempel
membentuk gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder  appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi.

19
Gambaran Herring bone appearance

2. Ileus obstruktif letak rendah


Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di kolon) dan
kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding usus halus yang
mengalami dilatasi memberikan gambaran herring bone appearance, karena
dua dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran
vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran
penebalan usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak
gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti tangga yang
disebut step ladder  appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang terdistensi dan air fluid level panjang-panjang di kolon (Andari,
1994).

20
Gambaran air fluid level

b. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh


darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
c. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
d. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
e. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan
adhesi.

J. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-
hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada
sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami
perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam

21
sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic
(Badash, 2005).

K. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami
obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di rumah
sakit. Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda


vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan
intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan
untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan
mengurangi distensi abdomen.

Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai


profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk


mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.

a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif.

22
b. Operasi
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan
adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:

1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter) (Sjamsuhidajat, 2010).

c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi (Sjamsuhidajat, 2010).

Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi
transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi
ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau
lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang.

L. Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).

23
Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai
angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah
lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka
kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah
timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada
obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi
sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat dihindarkan (Khan,
2012).

J. Definisi Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan pada hernia abdomen, isi perut
menonjol melalui defek atau bagian lemah dari muskulo aponeurotik dinding perut.
Hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia. Semua hernia terjadi melalui celah
lemah yang potensial pada dinding abdomen (lokus minoris resistensiae baik bawaan
maupun didapat).

Penyebab terjadinya hernia yaitu dicetuskan oleh peningkatan tekanan intra


abdomen dan kelemahan otot dinding perut (karena usia).

- Hernia dibagi menurut terjadinya : a.Kongenital, b. Akuisita,


- menurut letaknya : a. Hernia diaphragma, b. Hernia umbilical, c. Hernia
inguinal, d. Hernia femoralis,
- dan menurut sifatnya : a. Reponible, b. Irreponible, c. Inkarserata, d.
Strangulata.

K. Klasifikasi Hernia
Menurut sifatnya, hernia dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Hernia Reponible
Yaitu bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika berdiri atau mengedan
dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan nyeri atau
gejala obstruksi usus.

24
2. Hernia Irreponible

Bila isi kantong tidak dapat direposisi kembali kedalam rongga perut. Ini
biasanya disebabkan oleh perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia.
Hernia ini disebut hernia akreta. Dapat juga terjadi karena leher yang sempit dengan
tepi yang kaku (misalnya pada : femoral, umbilical) . Tidak ada keluhan rasa nyeri
ataupun sumbatan usus. Hernia ireponibel mempunyai resiko yang lebih besar untuk
terjadi obstruksi dan strangulasi daripada hernia reponibel.

3. Hernia Strangulata

Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap dan
terjadi gangguan pasase usus serta gangguan vaskularisasi sehingga dapat terjadi
nekrosis. Strangulasi usus yang paling sering terjadi dan  menyebabkan nekrosis
yang terinfeksi (gangren). Mukosa usus terlibat dan dinding usus menjadi permeabel
terhadap bakteri, yang bertranslokasi dan masuk ke dalam kantong dan dari sana
menuju pembuluh darah. Usus yang infark dan rentan, mengalami perforasi
(biasanya pada leher pada kantong hernia) dan cairan lumen yang mengandung
bakteri keluar menuju rongga peritonial menyebabkan peritonitis. Terjadi syok sepsis
dengan gagal sirkulasi dan kematian.

25
5.

4. Hernia Inkerserata

Yaitu bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai terjadinya
gangguan pasase usus. Biasanya obstruksi terjadi pada leher kantong hernia. Jika
obstruksi terjadi pada kedua tepi usus, cairan berakumulasi di dalamnya dan terjadi
distensi (closed loop obstruction). Biasanya suplai darah masih baik, tetapi lama
kelamaan dapat terjadi strangulasi. Oleh sebab itu, hernia ireponibel yang mengalami
obstruksi dapat juga disebut dengan inkarserata.

Tipe khusus Hernia lainnya

1. Sliding Hernia

Hernia ini adalah dimana struktur extraperitoneal membentuk sebagian


dinding kantong. Apabila sebagian dinding kantong hernia terbentuk dari organ yang
merupakan isi hernia seperti caecum, kolon sigmoid atau kandung kemih, disebut
sliding hernia. Sliding hernia dapat terjadi karena isi kantong berasal dari organ yang

26
letaknya retroperitoneal. Alat bersangkutan tidak masuk ke kantung hernia,
melainkan tergeser dari retroperitoneal.

2. Hernia Ritcher

Pada hernia tipe ini, hanya sebagian dari usus yang terperangkap (biasanya
usus halus). Isi dari kantung hernia terdiri dari hanya satu sisi dari dinding usus.
Bahayanya hernia ini adalah usus dapat mengalami iskemi tanpa perkembangan
nyata dari gejala obstruksi. Biasanya pasase usus masih ada, mungkin terganggu
karena usus terlipat sehingga disertai obstruksi usus.

L. Hernia Femoralis

Pada umumnya dijumpai pada permepuan tua, 4 kali laki-laki. Keluhan


biasanya berupa benjolan di lipat paha yang muncul terutama pada waktu melakukan
kegiatan yang menaikan tekana intraabdomen seperti saat mengangkat barang atau
batuk., dan hilang pada waktu berbaring. Sering pernderita datang ke rumah sakit
dengan hernia strangulata. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan lunak di lipat

27
paha di bawah ligamnetum inguinale di medial v.femoralis dan lateral tuberkulum
pubikum. Tidak jarang lebih jelas adalah tanda sumbatan usus, sedangkan benjolan di
lipat paha dapat ditemukan, karena kecilnya benjolan atau penderita gemuk. Pintu
masuk hernia femoralis adalah anulus femoralis. Selanjutnya, isi hernia masuk ke
dalam kanalis femoralis yang berbentuk corong sejajar dena v.femoralis sepaanjang
kurang lebih 2cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.

Secara patofisiologi peninggian tekanan intrabdomen akan mendorong lemak


preperitoneal ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadinya
hernia. Faktor penyebab lainnya dalah kehamilan multipara, obesitas, dan generasi
jaringan ikat karena usia lanjut. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah
strangulasi dengan segala akibatnya. Pengelolaannya bisa dengan pengobatan
konservatif, maupun tindakan definitif berupa operasi. Tindakan konservatif terbatas
pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga atau penunjang untuk
mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.

M. Tatalaksana Hernia

Pengurangan hernia secara non-operatif dapat segera dilakukan dengan


berbaring, posisi pinggang ditinggikan, lalu diberikan analgetik (penghilang rasa
sakit) dan sedatif (penenang) yang cukup untuk memberikan relaksasi otot. Perbaikan
hernia terjadi jika benjolan berkurang dan tidak terdapat tanda-tanda klinis
strangulasi. Penggunaan bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang
telah direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur

28
hidup. Hal ini biasanya dpilih jika pasien menolak dilakukan perbaikan secara operasi
atau terdapat kontraindikasi terhadap operasi. Cara ini tidak dianjurkan karena
menimbulkan komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di
daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada anak-anak cara
ini dapat menimbulkan atrofi (pengecilan) testis karena tekanan pada tali sperma yang
mengandung pembuluh darah testis.

Operasi merupakan penatalaksanaan rasional hernia, terutama jenis yang


strangulasi. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Jika reposisi
tidak berhasil, dalam waktu 6 jam harus dilakukan operasi segera. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplastik.

Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,


kantong dibuka, dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi.
Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik
dilakukan tindakan memperkecil anulus inginalis internus dan memperkuat dinding
belakang kanalis inguinalis. Dikenal berbagai metode hernioplastik, seperti
memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus, menutup, dan
memperkuat fasia transversa, dan menjahitkan pertemuan m.transversus internus
abdominis dengan m.oblikus internus abdominis yang dikenal dengan nama conjoint
tendon ke ligamentum inguinale Poupart menurut metode Bassini. Metode ini
memperbaiki orifisium miopektineal, superior dari ligamentum inguinalis, yaitu
anulus profunda dan segitiga Hesselbach, sehingga dapat diterapkan baik pada hernia
direk maupun indirek

N. Komplikasi hernia

Komplikasi bergantung pada keadaan yang dialami isi hernia. Isi hernia dapat
tertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponible dapat terjadi jika isi hernia terlalu
besar, misalnya  terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal atau merupakan hernia
akreta. Di sini tidak dapat timbul gejala klinis kecuali berupa benjolan. Dapat pula
terjadi isi hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata yang
menimbiulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincicn hernia sempit, kurang
elastis, atau lebih kaku seperti pada hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering
terjadi jepitan parsial. Jepitan cincicn hernia akan menyebabkan gangguan perfusi

29
jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udema
organ atau struktur di dalam hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia makin
bertambah sehingga akhirnya peredarah darah jaringan terganggu. Isi hernia menjadi
nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudat beruapa cairan serosanguinis. Kalau
isi hernia terdiri atas usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan
abses lokal, fistel atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut.

30
DAFTAR PUSTAKA

Badash, Michelle. 2005. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel


Obstruction). EBSCO Publishing.

Current Options in Inguinal Hernia Reapir in adult patients [updated 2011] Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3306028
Doherty Gerard. Small Intestine. In Current Diagnosis & Treatment: Surgery. United States
of America: Mc Graw Hill’s. 2005

Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf Pengajar
bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 1996;
204 – 6.

J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi.  Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com

Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010

Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2010; 318 – 20.

Medscape Reference [homepage on internet]. Hernias [updated April 21, 2014] Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/775630-overview

Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Sherwood, Lauralee., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Simeone Diane. Anatomy and Physiology of the Small Intestine. In Greenfield’s Surgery:
Scientific Principles and Practice. Baltymore: Lippincott Williams and Wilkins. 2006

Sjamsuhidajat r, De Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC

Sloane, Ethel., 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta

World Journal of Laparoscopic Surgery [homepage on internet] Laparoscopic versus Open


repair of Inguinal Hernia [updated January-April 2008] Available from :
http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?
ID=106&Type=FREE&TYPurnals/images/JPLOGO.gif&IID=12&isPDF=YES

31
32

Anda mungkin juga menyukai