Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DEPRESI BERAT DAN KONVULSI DISOSIATIF

Disusun oleh:
Inggri Ocvianti Ningsih
NIM I1011131056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
RUMAH SAKIT TK II DUSTIRA
CIMAHI
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

“Depresi berat dan konvulsi disosiatif”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Minor Ilmu Kesehatan Jiwa

Cimahi, April 2018,

Pembimbing, Disusun oleh:

dr.Lollytha C Simanjuntak, SpKJ Inggri Ocvianti N


BAB I
PENYAJIAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
Pendidikan : Tamatan SMA
Pekerjaan : Tidak bekerja (ibu rumah tangga)
Status Pernikahan : Menikah
Masuk ke RS : 13 April 2018

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


a. Keluhan Utama
Sulit tidur
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesis pada tanggal 13 April 2018
Pasien dibawa ke poli Jiwa RS Dustira karena keluhan tidak bias tidur. Keluhan
dirasakan sejak 5 hari SMRS. Pasien mengaku tidak dapat tidur walaupun
mengantuk. Pasien biasanya hanya tertidur sekitar 2 sampai 3 jam setiap harinya
pada saat subuh hari. Pada saat tidak dapat tidur pasien biasanya berbaring atau
menonton tv. Pasien mengaku merasa tertekan akhir – akhir ini sehingga
membuat pasien selalu merasa sedih. Pasien juga merasa putus asa dan tidak
bersemangat serta menarik diri dari dari aktivitas social. Selain itu pasien merasa
tidak nafsu makan biasanya pasien hanya makan 1 kali dalam 2 hari. Pasien
merasa putus asa saat ini tapi pasien tidak berpikir untuk bunuh diri. Pasien juga
mengeluhkan kepala terasa pusing sejak 3 hari. Disertai keluhan jantung
berdebar. Pasien terus memikirkan hubungannya dengan suami. Pasien
mengatakan suami pasien akan menceraikannya karena pasien sering sakit –
sakitan. Pasien juga merasa tidak berdaya serta tidak ingin melalukan apapun
seperti akitivitas rumah seperti yang biasa pasien lakukan. Pasien sekarang sudah
tidak mengkonsumsi obat sejak 7 hari SMRS. Karena menurut pasien setelah
meminum obat dari poli jiwa pasien menjadi lemes serta jantung berdebar-debar.
Pasien mengaku tidak mengalami kejang lagi.
Alloanamnesis (kakak Pasien) pada tanggal 13 April 2018
Anamnesis dilakukan pada kakak kandung yang tinggal satu rumah dengan
pasien. Kakak pasien mengaku bahwa adiknya 5 hari terakhir tidak dapat tidur.
Menurut kakak pasien akhir – akhir ini setelah suaminya pasien menggugat cerai
pasien menjadi sulit tidur dan sering merasakan pusing. Pasien terlihat lemes
setiap hari, tidak bersemangat serta tidak mau melakukan apapun. Kakak pasien
mengatakan pasien terakhir kejang 1 bulan SMRS sebanyak 1x selama 5 menit,
kejang digambarkan seperti pasien berteriak dan kaku pada rahang tapi pasien
masih sadar.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat gangguan psikiatri
Berdasarkan penuturan pasien, pasien berobat jalan di poli kejiwaan
Rumah sakit Dustira sejak tahun 2016. Awalnya Pasien berobat ke poli jiwa
karena selama 2 bulan berobat ke poli neurologi dan mendapatkan depaken
tapi tidak mengalami perubahan. Pasien diantar oleh kakaknya ke Poliklinik
Rumah Sakit Dustira keluhan sering kejang sejak 2 bulan. Sebelum kejang,
pasien biasanya mengeluh nyeri di lehernya yang menjalar ke belakan
kepalanya disertai kepala terasa pusing dan terkadang disertai mual. Menurut
kakak, pasien biasa kejang selama 5-10 menit. Kejang digambarkan seperti
gerakan kaku pada rahang yang dikuti suara pasien berteriak. Pasien
mengatakan dapat mengetahui saat dimana dia akan kejang dan biasanya hal
ini terjadi jika ada masalah yang dihadapinya. Sering juga pasien kejang jika
pasien sedang marah-marah. Pasien belum pernah dirawat inap sebelumnya
karena masalah psikiatri.
 Kondisi medis umum
- Pasien memiliki darah tinggi dan tidak rutin meminum obat.
- Pasien sering mengeluhkan nyeri kepala dan meminum obat dari poli
syaraf.
- Pasien menyangkal memiliki riwayat, diabetes melitus, penyakit ginjal.
 Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Pasien menggunakan obat risperidol dan sejak 2 tahun
d. Riwayat kehidupan pribadi
 Prenatal dan perinatal
Pasien lahir normal. Pasien merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara.
 Masa kanak-kanak awal (1-3 tahun)
Selama masa kanak-kanak pasien diasuh oleh orang tuanya.
 Masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien sekolah seperti anak pada umumnya dan terbiasa membantu pekerjaan
orang tuanya.
 Riwayat masa kanak akhir dan remaja
Pasien bersekolah hingga tamat SMA
e. Riwayat Masa Dewasa
 Pendidikan
Pasien merupakan tamatan SMA, tidak pernah tinggal kelas.
 Pekerjaan
Pasien merupakan ibu rumah tangga.
 Perkawinan
Pasien pernah menikah sebanyak 2 kali. Pernikahan pertama pasien cerai
karena suaminya suka memukuli pasien. Pernikahan kedua sudah 7 tahun.
Pasien tidak memiliki ada dari kedua pernikahannya.
 Agama
Pasien beragama Islam, taat beragama dan sholat lima waktu.
 Aktivitas sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien sering mengikuti
pengajian di Masjid dekat rumah paisen.
 Riwayat militer
Tidak ada keterlibatan dalam militer.
 Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak memiliki riwayat pelanggaran hukum.
f. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan masalah kejiwaan disangkal. Ayah pasien sudah
meninggal. Ibu pasien merupakan pensiunan perawat di RS Dustira.
g. Situasi Kehidupan Sekarang
Sebelumnya pasien hanya tinggal berdua dengan suaminya. Saat ini pasien
tinggal dengan kakak dan ibunyanya.
h. Impian Fantasi dan Nilai-Nilai
Pasien tidak ingin bercerai dengan suaminya serta ingin memiliki anak.
i. Persepsi Keluarga tentang Pasien
Kakak pasien menganggap saat ini pasien sedang sakit dan perlu pengobatan.
Kakak pasien mendukung pengobatan terhadap pasien.

III. STATUS PSIKIATRIKUS


Diperiksa tanggal 13 April 2018
a. Deskripsi umum
1. Penampilan: Roman wajah bingung, sopan santun cukup baik, kerapian dan
kebersihan cukup
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor: agitasi
3. Sikap terhadap pemeriksa: kurang kooperatif
b. Pembicaraan: kontak verbal (+), irrelevan, artikulasi jelas
c. Mood, afek, dan keserasian
1. Mood : irritable, disforik
2. Afek : deprsif
3. Kesesuaian : Sesuai
d. Pikiran/proses pikir
1. Bentuk : kurang realistik
2. Arus : koheren
3. Isi : Preokupasi keluhan fisik
e. Persepsi
1. Ilusi : tidak ada
2. Halusinasi : tidak ada
f. Sensorium dan kognisi
1. Taraf kesadaran
Kuantitas : E4V5M6
Kualitas : Composmentis
2. Orientasi
Waktu : tidak terganggu
Tempat : tidak terganggu
Orang : tidak terganggu
3. Daya ingat
Jangka panjang : Terganggu
Jangka pendek : Tidak terganggu
Segera : Tidak terganggu
4. Konsentrasi dan perhatian: Buruk, perhatian mudah teralihkan
5. Kemampuan membaca dan menulis: tidak terganggu
6. Kemampuan visuospasial: terganggu
7. Kemampuan berpikir abstrak: terganggu
g. Daya nilai dan tilikan
1. Kesan nilai sosial : Kurang
2. Daya nilai realita : Kurang
3. Tilikan :2
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
a. Pemeriksaan tanda vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/90mmHg
Frekuensi pernafasan : 21x/menit
Frekuensi nadi : 80x/menit
Suhu : 36,9 oC
BB : 56 kg
TB : 152 cm
Kesan Gizi : Baik
b. Status generalis
Kulit :Warna kulit coklat kehitaman, sianosis (-)
Kepala : Deformitas (-), luka lecet (-)
Rambut : Pendek, berwarna hitam
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Deviasi septum nasi (-), perdarahan (-), mukosa
hidung hiperemis (-),
Mulut : Lidah kotor (-)
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening leher (-)
Jantung : Bunyi jantung S1S2 reguler, murmur (-), gallop(-)
Paru : Suara napas dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-), sonor di kedua lapang paru
Abdomen : Datar, bising usus 8x/menit, nyeri tekan (-)
Punggung : Simetris (+), deformitas (-)
Ekstremitas : Tremor halus (-/-), edema (-/-)
c. Status Neurologi
Glasgow Coma Scale (GCS)
E M V = E4M6V5 = 15
Pupil : Bulat (+), Isokor (+), diameter 3mm/3mm
Refleks cahaya Langsung : +/+
Tidak langsung : +/+
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk: (-)
Pemeriksaan Motorik :
5 5
5 5
Pemeriksaan Refleks :
Refleks Fisiologis
Biseps : (++/++)
Triceps : (++/++)
Patella : (++/++)
Tendo achilles : (++/++)
Refleks Patologis : babinski (-)
Pemeriksaan Sensorik
Sensibilitas : Baik
Pemeriksaan Saraf Otonom
Inkontinensia alvi dan urin (-)

V. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium pada tanggal 13 April 2018
Hemoglobin : 12.5 g/dl (11 – 16)
Eritrosit : 5.2 x106/ul (4,0 – 5,5)
Leukosit : 9,2 x 103/ul (4 – 10)
Basofil : 0.1% (0.0-1.0)
Neutrofil segmen : 78,5.0% (50.0-80.0)
Eosinofil : 0.1% (1.0-4.0)
Limfosit : 17.0% (25.0-50.9)
Monosit : 4.3% (4.0-8.0)
Hematokrit : 36,6% (36 – 48)
Trombosit : 277 x1 03/ul (150 – 400)
SGOT : 14 u/l (<38)
SGPT : 10 u/l (<41)
Ureum : 13 mg/dl (10 – 50)
Kreatinin : 0,7 mg/dl (0,9 – 1,3)

VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis 1 : F32.2 depresi berat tanpa gejala psikotik dan F44.5 Konvulsi
Disosiatif
Aksis 2 : Tidak ada diagnosis
Aksis 3 : Penyakit system sirkulasi (hipertensi gr. II)
Aksis 4 : Masalah dengan keluarga
Aksis 5 : 50 - 41 gejala berat disability berat

VII. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

VIII. PENATALAKSANAAN
a. Hospitalisasi
b. Non-farmakolog:
Edukasi kepatuhan minum obat, dukungan keluarga
c. Farmakologi:
Clobazam (Clofritis) 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Maproline (Sandepril) 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alprazolam (Alganax) 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
IX. Follow Up Harian
14 April 2018
S: Pasien mengeluh tidak bias tidur, jantung berdebar – debar, mual, muntah 2x,
dan nyeri kepala, pasien masih merasa tertekan dan tidak berdaya. Pasien
merasa masih lemas dan tidak bersemangat, kejang (-).
O: Compos Mentis E4V5M6, TD: 170/10 mmHg, RR: 22x/mnt, HR: 84x/mnt,
Suhu: 36,5oC.
Roman wajah bingung; dekorum cukup; perilaku kurang kooperatif;
pembicaraan irelevan; rapport adekuat; mood: sedih, afek: depresif, sesuai;
kesesuaian: sesuai; bentuk pikir:kurang realistik ; arus pikir: koheren ; isi
pikir: preokupasi keluhan fisik; persepsi: halusinasi (-).
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Konsul Penyakit dalam
Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
16 September 2017
S: Pasien tidur 4 jam tadi malam, mual (+), muntah (-), nyeri kepala (+), pasien
masih mengeluh jantung berdebar – debar setelah minum obat. Pasien juga
masih merasa lemah dan sedih.
O: Kesadaran compos mentis, E4V5M6, TD: 140/90 mmHg, RR: 20x/mnt, HR:
80x/mnt, Suhu: 36,5oC.
Roman wajah:biasa; dekorum: cukup; perilaku: kooperatif, pembicaraan:
relevan; bentuk pikir: kurang realistik; arus pikir: koheren; persepsi: perilaku
hal (-); preokupasi keluhan fisik.
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
17 April 2018
S: Pasien tidur sudah lebih banyak dari sebelumnya. Pasien merasa lebih enakan
dari sebelumnya, sedih (-), rasa cemas (-). Pasien masih mengeluhkan badan
terasa ngilu dan pegal-pegal. Makan lebih banyak. kejang (-).
O: Compos Mentis E4V5M6, TD: 140/100 mmHg, RR: 20x/mnt, HR: 84x/mnt,
Suhu: 36,5oC.
Roman wajah normal; dekorum cukup; perilaku kooperatif; pembicaraan
relevan; rapport adekuat; mood:baik; afek: sesuai; kesesuaian: sesuai; bentuk
pikir:kurang realistik ; arus pikir:; isi pikir: preokupasi keluhan fisik; persepsi:
halusinasi (-).
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
18 April 2018
S: Pasien tidur sudah lebih banyak dari sebelumnya dan nyenyak serta merasa
lebih bersemangat saat bangun pagi. Pasien merasa lebih enakan dari
sebelumnya, sedih (-), rasa cemas (-). Pasien masih mengeluhkan badan terasa
ngilu. Makan lebih banyak. kejang (-).
O: Compos Mentis E4V5M6, TD: 130/100 mmHg, RR: 20x/mnt, HR: 84x/mnt,
Suhu: 36,5oC.
Roman wajah normal; dekorum cukup; perilaku kooperatif; pembicaraan
relevan; rapport adekuat; mood:baik; afek: sesuai; kesesuaian: sesuai; bentuk
pikir:kurang realistik ; arus pikir: koheren; isi pikir: preokupasi keluhan fisik;
persepsi: halusinasi (-).
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
19 April 2018
S: Pasien tidur nyenyak dan banyak serta dapat tidur disiang hari, pasien merasa
linglung saat bangun tidur. Makan (+), cemas (-), sedih (-), kejang (-).
O: Compos Mentis E4V5M6, TD: 140/100 mmHg, RR: 20x/mnt, HR: 84x/mnt,
Suhu: 36,5oC.
Roman wajah normal; dekorum cukup; perilaku kooperatif; pembicaraan
relevan; rapport adekuat; mood:baik; afek: sesuai; kesesuaian: sesuai; bentuk
pikir:kurang realistik ; arus pikir:koheren; isi pikir: preokupasi keluhan fisik
berkurang; persepsi: halusinasi (-).
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
20 April 2018
S: Pasien tidur nyenyak dan banyak serta dapat tidur disiang hari, keluhan fiski
(-). Makan (+), cemas (-), sedih (-), kejang (-).
O: Compos Mentis E4V5M6, TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/mnt, HR: 84x/mnt,
Suhu: 36,5oC.
Roman wajah normal; dekorum cukup; perilaku kooperatif; pembicaraan
relevan; rapport adekuat; mood:baik; afek: sesuai; kesesuaian: sesuai; bentuk
pikir: realistik ; arus pikir:koheren; keluhan fisik berkurang; persepsi:
halusinasi (-).
A: Depresi berat dan Konvulsi Disosiatif
P: Clofritis 10 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Sandepril 25 mg 2 x 1 (pagi hari dan malam hari)
Alganax 1 mg 1 x 1 (malam hari)
Valesco 80 mg 1 x 1 (pagi hari)
Herbeser CD 200 mg 1 x 1 (pagi hari)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


Seorang perempuan berusia 45 tahun dibawa saudaranya ke RS karena sulit
tidur, merasa tertekan dan pusing. Hal tersebut dirasakan sejak kurang lebih 5
hari. Pasien mengaku sulit tidur, ada perasaan mengantuk tetapi tidak dapat tidur.
Pasien biasanya hanya tertidur sekitar 2 sampai 3 jam setiap harinya pada saat
subuh hari. Pada saat tidak dapat tidur pasien biasanya berbaring atau menonton
tv. Pasien mengaku banyak merasa tertekan akhir – akhir ini sehingga membuat
pasien selalu merasa sedih. Pasien juga merasa putus asa dan tidak bersemangat
serta menarik diri dari dari aktivitas social. Pasien juga mengeluhkan jantung
berdebar – debar kepala pusing. Selain itu pasien merasa tidak nafsu makan
biasanya pasien hanya makan 1 kali dalam 2 hari. Pasien merasa putus asa saat
ini tapi pasien tidak berpikir untuk bunuh diri. Kakak pasien juga mengatakan
saat ini pasien sering terlihat murung, lebih banyak menyendiri dan tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasanya. Menurut kakaknya, pasien selalu
memikirkan masalahnya dengan sang suami. Pasien juga tidak meminum
obatnya sejak 1 minggu terakhir karena merasa sering lemes saat meminum obat
dari poli jiwa. Kakak pasien mengaku pasien dalam bulan ini tidak ada kejang.
Kejang terakhir 1 bulan yang lalu sebanyak 1 kali tapi saat kejang pasien dalam
kondisi sadar.
Gejala - gejala dari keluhan pasien dirasakan sejak suami pasien
menggugat cerai pasien. Saat ini pasien pindah ke rumah orang tuanya karena
bertengkar dengan sang suami. Suami pasien menggugat cerai pasien karena
merasa istrinya sakit jiwa dan sering sakit-sakitan. Pasien merasa khawatir saat
suaminya mengatakan ingin bercerai. Pasien mengaku hanya biasa melamun dan
sedih dengan keputusan sang suamin. Sejak saat itu pasien menjadi sulit tidur,
murung, merasa tertekan dan tidak bersemangat melakukan aktivitas seperti
memasak, menyapu dan pekerjaan lainnya.
Tahun 2016 pasien pernah berobat ke poli neurologi karena sering kejang
terutama saat ada masalah. Kejang bias terjadi 2-3 kali sebulan. Pada saat kejang
pasien sadar dan biasanya setelah kejang pasien muntah. Dari poli neurologi
pasien mendapatkan pengobatan depaken tetapi tidak mengalami perbaaikan.
Akhirnya pasien dirujuk ke poli jiwa dan mendapatkan terapi dari poli jiwa dan
mengalami perbaikan.
Pasien menyangkat mendengar suara – suara atau melihat bayangaan –
bayangan. Pasien juga menyangkal perasaan mudah maraah dan menjadi gelisah
atau cepat marah. Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan tidak rutin meminum
obat.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikiatri didapatkan roman wajah
bingung, sopan santun kurang baik, kerapian dan kebersihan cukup, kurang
kooperatif, kontak kurang adekuat. Mood irritable sedih, afek depresif dan sesuai.
Bentuk piker kurang realistik , inkoheren dan tidak terdapat halusinasi serta
perilaku halusinasi. Kesadaran compos mentis GCS 15. Orientasi dan memori
cukup. Tilikan pasien 3. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah yang
tinggi. Pemeriksaan neurologis tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan
penunjang berupa darah rutin, LED, Ureum/creatinin, SGOT/SGPT dan
elektrolit tidak ditemukan kelainan.

2.2. DIAGNOSIS
2.2.1 Aksis I
Berdasarkan ikhtisar penemuan di atas, maka kasus ini termasuk dalam
gangguan jiwa karena adanya gangguan mood depresif dan gangguan disosiatif.
Gambaran utama episode depresif PPDGJ III antara lain:
a. Gejala utama
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktifitas.
b. Gejala lainnya
- konsentrasi dan perhatian berkurang
- harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- pandangan masa depan yang suram dan pesimis
- gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
- tidur terganggu
- nafsu makan berkurang
c. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang – kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan
tetapi periode lebih pendek dibenarkan jika gejala luaar biasa beratnya dan
berlangsung cepat.
Pedoman diagnostic menurut PPDGJ III untuk depresi berat tanpa gejala
psikotik
a. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
b. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
c. Bila ada gejala yang penting (misalnya agitasi atau retansasi psikomotor)
maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyaknya gejala secara rinci
d. Episode depresi harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi
jika gejala amat berat dan beronset amat cepat, maka dibenarkan untuk
menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
e. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali padaa taraf yang sangat terbatas.
Pada pasien didapatkan 3 gejala utama seperti: afek depresif, kehilangan
minat dan kegembiraan serta cepat lelah saat melakukan aktivitas yang ringan.
Ditemukan 4 gejala lainnya seperti: konsentrasi dan perhatian berkurang,
gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, tidur terganggu dan nafsu
makan berkurang. Dari hasil temuan tersebut maka menunjang untuk
mendiagnosis pasien dengan depresi berat tanpa psikotik. Berdasarkan
pengakuat pasien juga didapaktkan bahwa saat ini pasien dalam proses
perceraian dengan suaminya serta tidak tinggal serumah dengan suaminya lagi.
Menurut skala peristiwa hidup dan stres menurut Holmes dan Rahe perceraian
dengan pasangan menempati urutan kedua dengan skor rata-rata 65 dalam
menyebabkan stressor. Makin besar beban stress makan akan menyebabkan
rendanya daya tahan tubuh terhadap penyakit dan makin beratnya penyakit
yang timbul.
Riwayat penyakit dahulu diketahui pasien sering mengalami kejang sejak
Mei 2016 (2 tahun), dan didiagnosis dengan disosiatif. Menurut PPDGJ III
gangguan disosiatif memiliki gejala sebagai berikut:
a. Gejala utama adalah adanya kehilangan (sebagian atau keseluruhan) dari
integritas normal (dibawah kendali kesadaran) antara :
- Ingatan masa lalu
- Kesadaran identitas dan pengindraan segera (awereness of identity and
immediate sensations) dan
- Control terhadap gerak tubuh
b. Pada gangguan disosiatif, kemampuan kendali dibawah kesadaran dan
kendali selektif tersebut terganggu
Untuk diagnosis pasti menurut PPDGJ III maka hal-hal berikut ini harus
ada :
1. Ciri-ciri klinis yang ditentukan untuk masing-masing gangguan
yang tercantum pada F44
2. Tidak ada bukti adanya gangguan fisik yang dapat menjelaskan gejala
tersebut.
3. Bukti adanya penyebab psikologis dalam bentuk hubungan waktu yang jelas
dengan problem dan peristiwa yang stressful atau hubungan interpersonal
yang terganggu (meskipun disangkal pasien).
Berikut adalah klasifikasi gangguan disosiatif menurut PPDGJ III:
- F44.0 Amnesia disosiatif
- F44,1 Fugue Disosiatif
- F44.2 Stupor Disosiatif
- F44.3 Gangguan Trans dan Kesurupan
- F44.4 Gangguan Motorik Disosiatif
- F44.5 Konvulsi Disosiatif
Disosiatif konvulsif dapat menyerupai kejang epileptic dalam hal
gerakannya akan tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka serius karena jatuh
saat serangan dan inkontinensia urin, tidak dijumpai kehilangan kesadaran
tetapi diganti dengan keadaan seperti stupor atau trans.
- F44.6 anestesia dan Kehilangan Sensorik disosiatif
- F44.7 Gangguan Disosiatif campuran
- F44.8 Ganggun Disosiatif Lain

2.2.2 Aksis II
Tidak terdapat gangguan kepribadian.

2.2.3 Aksis III


Kondisi medis umum yang didapat pada pasien ini dinilai berdasarkan
pemeriksaan fisik . Selama perawatan di rumah sakit diperoleh tekanan darah
yang tinggi. Dari hasil anamnesis juga didapatkan bahwa pasein memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dan tidak rutin menggunakan obat. Hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah, terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas
normal.
Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi
essensial (primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
dan ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain.
Faktor risiko hipertensi yang umum diketahui antara lain usia, jenis kelamin,
faktor genetik, obesitas, olah raga, pola makan, gaya hidup, pola tidur, dan
stress.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi
sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas
mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi,
kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah
menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan
keadaan hipertensi.
2.2.4 Aksis IV
Diagnosis pada aksis IV pada pasien ini adalah masalah keluarga
dimana pasien akan bercerai dengan suaminya. Keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang disebut stresor
psikososial. Seseorang harus mampu beradaptasi guna menanggulangi stresor
yang muncul. Terdapat banyak stresor psikososial yang dapat menimbulkan
depresi, antara lain kualitas hubungan pernikahan, pekerjaan, faktor keluarga,
faktor lingkungan, penyakit fisik dan lain sebagainya. Pernikahan memiliki
pengaruh penting pada kesehatan jiwa. Sebuah pernikahan yang bahagia dapat
memberikan manfaat emosional yang cukup besar.
Perceraian merupakan suatu pilihan yang dihindari dan tidak diinginkan
oleh tiap pasangan di dalam pernikahannya. Perubahan yang dirasakan paska
perceraian baik dampak yang ditimbulkan pada kondisi psikis, fisik, sosial,
dan ekonomi maupun hubungan sosial diduga memengaruhi kesejahteraan
psikologis. Dampak yang disebabkan oleh perceraian memiliki efek yang
tidak sama dirasakan oleh semua orang dewasa. Hal ini bergantung pada
kondisi diri pasangan yang bercerai. Beberapa pasangan merasakan dampak
yang negatif, sedangkan pasangan lain tidak merasakan dampak positif dari
perceraian. Dampak positif yang mungkin dirasakan oleh pasangan,
berdasarkan suatu penelitian yakni meningkatnya autonomi, kemampuan
pribadi, kepedulian diri, dan kesuksesan dalam pekerjaan dibanding menikah.
Adapun dilihat dari dampak negatifnya, perceraian dapat meningkatkan stress
dalam kehidupan yang ditandai dengan hilangnya sesuatu yang berharga dan
perubahan transisi kehidupan. Reaksi emosi yang muncul pada orang yang
mengalami perceraian adalah depresi, kehilangan harga diri, marah dan
bingung. Termanifestasi dalam berbagai cara, seperti kurang tidur, fatigue
(lelah), kehilangan harga diri, atau peningkatan atau penurunan berat badan.

2.2.5 Aksis V
Diagnosis aksis V pada pasien ini adalah 50 - 41 gejala berat disability berat
2.3. PENATALAKSANAAN
2.4.1. Rawat Inap
Pasien diindikasikan untuk dirawat di rumah sakit untuk mencari
dan mengobati penyakit yang mendasari timbulnya gejala-gejala yang ada
pada pasien.
2.4.2. Terapi Psikososial
Terapi interpersonal dan keluarga dimaksudnya agar pasien dan keluarga
memahami kondisi fisik dan mental pasien serta keadaan yang mendasarinya
sehingga pasien dan keluarga mau mengupayakan perbaikan keadaan pasien.
2.4.3. Farmakoterapi
a. Clobazam merupakan derivat benzodiazepin. Kerja benzodiazepin
terutama merupakan interaksinya dengan reseptor penghambat
neurotransmitter yang diaktifkan oleh asam gamma amino butirat
(GABA). Mengatasi keadaan ansietas dan psikoneurotik yang disertai
ansietas serta sebagai antikonvulsan. Dibandingkan dengan
benzodiazepin lain, clobazam rnempunyai efek antikonvulsan yang
lebih spesifik dengan efek sedasi yang minimal.
b. Maprotiline (sandepril) merupakan obat antidepresan golongan
tetrasiklik. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan neurotransmisi,
noradrenergik dan serotonergik (5-HT1).
c. Alprazolam merupakan derivate benzodiazepine kerja menengah/ masa
paruh obat 10-20 jam. Alprazolam bekerja menimbulkan rasa kantuk
dengan memengaruhi reseptor GABA, yaitu sejenis penghantar sinyal
listrik saraf di otak yang menimbulkan efek menenangkan. Akibatnya,
waktu yang diperlukan untuk tidur menjadi lebih singkat.
BAB III
KESIMPULAN

Pasien perempuan berusia 45 tahun mengalami Depresi berat dan konvulsi


disosiatif di duga masalah perceraian dengan sang suami menjadi pemicu dari penyakit
pasien. Setelah pemberian terapi, terjadi perubahan pada follow up di hari-hari
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa . Rujukan Ringkas dari PPDGJ III dan
DSM 5.
2. Sustrani L. 2006. Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
3. Rohaendi. 2008. Treatment Of High Blood Pressure. Jakarta :Gramedia Pustaka
Utama
4. Hawari D. 2006. Managemen Stress. Cemas Dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Kaplan. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC; 2010.

Anda mungkin juga menyukai