Nilai CPP normal yang biasa digunakan untuk kriteria tekanan minimal
yang diperlukan mencegah iskemia adalah:
1) orang dewasa > 70 mmHg
2) anak > 50-60 mmHg
3) bayi/ balita > 40-50 mmHg.
8. DIANA
Info 2- terakhir
Dian tolong ketik infonya ya... makasih ian...
D. Merumuskan tujuan belajar
1. DARS dan ARAS?
2. Jelaskan anatomi meningen?
3. Jelaskan mekanisme trauma terhadap timbulnya cidera kepala?
4. Jelaskan etiologi perdarahan intracranial?
5. Jelaskan gejala dan tanda perdarahan intracranial?
6. Patofisiologi TIK meningkat dan gejala dan tanda?
7. Tata laksana perdarahan intracranial?
8. Jelaskan komplikasi perdarahanintracranial?
9. Peran dokter umum di IGD pada kasus cidera kepala?
Jawaban:
1. OZI
2. Anatomi meninges
Terdiri dari 3 lapisan (sneil,2006)
a. Durameter
1) Lapisan endosteal
2) Lapisan meningeal akan membentuk lipatan
a) Falk cerebri
b) Falk cerebelli
c) Tentorium cerebelli
d) Diafragma sellae
b. Arachnoidea mater
1) Subdural space : arachnoidea-durameter
2) Subarachnoidea space : arachnoidea-piameter
3) Granulations arachnoidea > kumpulan vili arachnoidea : tempat
difusi LCS kedalam darah
c. Piameter
1) Lapisan meningens yang erat menempel pada otak > membentuk
gyrus dan sulcus
2) Terdapat pembuluh darah > nutrisi otak dibawahnya.
3) Gabungan arachnoidea + piameter > leptomeningens
Gambar meningens cranial
Vaskularisasi meningens
a. Arteri meningens media
1) Arteri karotis interna > arteri maksilaris > arteri meningens media >
masuk tengkorak melalui foramen spinosum yang kemudian
memperdarahi seluruh konveksitas tengkorak dan durameter.
b. Arteri meningens anterior
1) Memperdarahi bagian tengah durameter frontalis dan bagian anterior
falks cerebri.
2) Arteri karotis interna > arteri oftalmika > arteri etmoidalis anterior >
meningens anterior masuk kedalam rongga tengkorak melalui bagian
anterior lamina kribosa.
c. Arteri meningens posterior
1) Masuk rongga tengkorak melalui foramen jugulare > memperdarahi
durameter di fosa kranii posterior
Persarafan
a. Durameter diatas tentorium dipersarafi oleh cabang-cabang nervus
trigeminus
b. Bagian infratentorial dipersarafi oleh cabang nervi segmetales superior dan
nervus vagus
3. Mekanisme cidera kepala
Pada mekanisme trauma dibagi menjadi 2 jenis yaitu tumpul dan
penetrasi. Untuk tumpul dibagi menjadi 2 lagi yaitu dengan kecepatan
tinggi dan dengan kecepatan rendah. Contoh pada cedera tumpul
kecepatan tinggi adalah kecelakaan lalu lintas sedangkan kecepatan rendah
adalah kecelakaan pada sewaktu bekerja (kecelakaan kerja). Untuk cedera
penetrasi dibagi menjadi 2 jenis yaitu luka tembak dan penetrasi lainnya.
Penetrasi lainnya contohnya adalah luka bacok pada bagian kepala
(Harsono, 2003).
Mekanisme terjadinya kecelakaaan
a. Translasi Akselerasi Akselerasi apabila kepala bergerak ke suatu
arah atau tidak bergerak dengan tiba-tiba suatu gaya yang kuat
searah dengan gerakan kepala, maka kepala akan mendapat
percepatan (akselerasi) pada arah tersebut.
b. Translasi Deselerasi Deselerasi apabila kepala bergerak dengan
cepat ke suatu arah secara tiba-tiba dan dihentikan oleh suatu benda
misalnya kepala menabrak tembok maka kepala tiba-tiba terhenti
gerakannya (Harsono, 2003).
4. Etiologi perdarahan intrakranial adalah?
a. Perdarahan epiduralsuatu akumulasi darah yang terletak diantara
meningen dan tulang tengkorak.
Etiologi(price,2005) :
1) trauma kepala biasanya disertai fraktur pada tulang tengkorak
dan adanya laserasi arteri
2) pemakaian obat antikoagulan
3) hemophilia
4) penggunaan aspirin
5) Robekan a/v meningea mediana
6) Ruptur sinus sagitalis/sinus transversum
b. Perdarahan subdural perdarahan yang terjadi diantara lapisan
duramater dan arachnoid.
Etiologi :
1) Trauma kapitis
mekanisme
Tumpul
penetrasi
Kecepatan tinggi
Kecepatan rendah
Luka tembak
Luka penetrasi lain
2) Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya
geseranatau putaran otak terhadap duramater, misalnya pada
orang yang jatuh terduduk.
3) Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih
mudahterjadi bila ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak,
misalnya padaorangtua dan juga pada anak anak.
4) Pecahnya aneurysma atau malformasi pembuluh darah di
dalamruangan subdura.
5) Gangguan pembekuan darah biasanya berhubungan dengan
perdarahansubdural yang spontan, dan keganasan ataupun
perdarahan dari tumorintrakranial.
6) Pada orang tua, alkoholik, gangguan hati.
c. Perdarahan subaracnoidperdarahan yang terjadi di rongga
subaraachnoid.
Etiologi:
1) Trauma dan cedera iatrogenik selama pembedahan
2) malformasi arteriovenosa
3) Perdarahan perimesensefalik
4) Ruptur aneurisma
Perdarahan intrakranial juga dapat disebabkan oleh adanya:
a. Perdarahan epidural (ekstradural) paling sering disebabkan oleh Trauma.
b. Perdarahan subdural paling umum disebabkan trauma, aneurisma juga
dapat menyebabkan perdarahan subdural.
(Baughman, 2000)
c. Perdarahan subarakhnoid
1) Ruptur aneurisma kelemahan kongenital yang umum terjadi pada
percabangan sirkulus willisi
2) Malformasi arteriovenosa (angioma)
3) Trauma
4) Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi emboli septik dari
endokarditis infektif (anourisma mikotik)
5) Koagulopati (Ginsberg Lionel, 2008).
d. Perdarahan intraserebral
Berdasarkan lokasinya dibedakan menjadi :
a. Perdarahan serebelum
b. Perdarahan putamen
c. Perdarahan talamus
d. Perdarahan pons
Perdarahan Intraserebral paling sering karena hipertensi dan trauma.
Faktor lain dapat berupa diskrasia darah, efek samping antikoagulan,
penyalahgunaan obat (kokain), angiopati amiloid, tumor otak, dan AVM
(Weiner, 2001)
5. Gejala dan tanda peningkatan TIK?
a. Subyektif
1) Nyeri kepala, biasanya lebih berat pada malam hari
2) Muntah secara menyemprot
3) Apatis
b. Tanda-tanda peringatan
1) Konfusi
2) Gangguan pernafasan
3) Bradikardi
4) Hipertensi
5) Cerebellar fit
6) Pupil melebar
c. Tanda mata
1) Papil edema
2) Bintik buta melebar
3) Serangan ambliopia
4) Kelumpuhan occulomotorius
5) Kelumpuhan nervus VI (FK UWKS, 2008).
6. Patofisiologi peningkatan TIK
Peningkatan tekanan intrakranial dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti tumor otak, infeksi, peradangan, atau hipertensi berat. Sehingga
perlu adanya pengaturan pada sistem intrakranial. Pengatur tekanan
intrakranial adalah setiap kompartemen yang menyusun yaitu darah,
jaringan ikat, dan LCS. Peningkatan TIK dapat dibagi menjadi 4 stadium
(Corwin Elizabeth J, 2009).
Stadium pertama dimana terjadi peningkatan volume di otakbaik
darah, LCS, atau jaringan otak. Jika salah satu mengalami kenaikan yang
lain maka akan berusaha untuk menurunkan. Dengan cara mengurangi
produksi LCS, meningkatkan reabsorpsi, dan vasokonstriksi vena. Jika
mekanisme awal ini berhasil maka disebut sebagai mekanisme kompensasi
(Corwin Elizabeth J, 2009).
Stadium kedua, merupakan kelanjutan dari stadium pertama dimana
mekanisme kompensasi yang dilakukan terganggu, sehingga tetap terjadi
peningkatan volume pada otak. Ketika volume itrakranial meningkat maka
otak akan memberiperintah untuk melakukan vasokontriksi pada arteri-
arteri pada serebri agar cairan cepat keluar. Tetapi ketika cairan keluar
terlalu cepat atau > 40% maka akan mengakibatkan kondisi hipoksia dan
hiperkapnia pada serebrum. Ketika serebrum mengalami hipoksia maka
fungsi otak menurun dan terjadi penurunan kesadaran, perubahan nafas,
dan perubahan pupil (Corwin Elizabeth J, 2009).
Stadium ketiga, dapat terjadi jika pada stadium yang kedua masih
berlanjut, dimana hipoksia yang terjadi diserebri merangsang serebrum
untuk melakukan dilatasi pada arteri-arteri serebri untuk memenuhi
pasokan kebutuhan nutrisi. Ketika arteri dilatasi dan banyak volume cairan
yang masuk, justru dapat memperburuk kondisi peningkatan intrakranial
akibatnya terjadi mekanisme dekompensasi sehingga arteriole dan kapiler
yang seharunya memperdarahi serebrum akan mengalami penekanan dan
dapat mengakibatkan suplai nutrien ke otak semakin terganggu, sehingga
sel saraf menjadi rusak terjadi penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
hilangnya refleks pupil.kekurangan nutrien pada otak khususnya oksigen
membuat arteri di serebrum mengalami refleks sehingga TIK justru akan
semakin meningkat (Corwin Elizabeth J, 2009).
Stadium empat, terjadi ketika TIK sangat tinggi sehingga dapat
mengakibatkan herniasi. Jika TIK terus meningkat maka suatu saat TIK
akan memiliki tekanan yang sama dengan tekanan darah sistol, kondisi ini
dapat mengakibatkan adanya perfusi serebrum terhenti (Corwin Elizabeth
J, 2009).
Setelah TIK meningkat maka akan terjadi desakan pada organ-
organ yang berada di rongga intrakranial termasuk batang otak, batang
otak merupakan pusat baroreseptor dan kemoreseptor atau pusat muntah,
jika terjadi desakan maka akan merangsang medula oblongata, yang
menimbulkan reaksi motorik yang dihantarkan melalui Nervus V, VII, IX,
X, dan XII untuk bagian atas abdomen, sedangkan bagian bawah akan
dihantarkan oleh Nervus spinalis yang merangsang kontraksi otot-otot
abdomen dan diafragma (Guyton dan Hall, 2008).
Rangsangan motorik akan mensimulasi terjadi inspirasi dalam
yang diikuti dengan pengangkatan os hyoid (Nervus IX dan X) dan laring.
Kemudian spingter esofagus superior akan terbuka, diikuti dengan
menutupnya glotis, selanjutnya terjadi pengangkatan palatum mole
sehingga menutup nares posterior. Konstraksi kuat yang terjadi pada otot-
otot abdomen dan diafragma mengakibatkan peningkatan tekanan
intragastrika dan terjadi dorongan pada isis lambung. Selanjutnya spingter
esofagus superior akan membuka dan terjadilah muntah yang menyemprot
pada penderita peningkatan tekanan intrakranial (Guyton dan Hall, 2008).
Gambar 5. Patofisiologi Muntah (Corwin, 2001).
7. Tatalaksana perdarahan intrakranial
a. Penanganan Kegawatdaruratan
1) Stabilisasi pasien dengan ABC
2) Airway, menjaga jalan nafas
3) Breathing, memastikan ventilasi berjalan dengan baik
4) Circulation, jaga sirkulasi darah pasien (Japardi, 2004).
b. Terapi Konservatif
1) Analgetik, misal dengan pemberian NSAID.
Tekanan Intrakranial
Merangsang reseptor tekanan
intrakranial
Merangsang pusat muntah di dorsolateral
formatio reticularis
Kontraksi duodenum dan antrum lambung
Tekanan Intraabdomen
Peristaltik retrograde
Lambung penuh, diafragma naik
Tekanan Intratoraks
Sphincter esophagus
membuka
Muntah
2) Terapi diuretik, menggunakan manitol 20% dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB setiap pemberian. Pemberian dilakukan setiap 4-6 jam.
3) Antikonvulsan, misal dengan pemberian fenitoin (diazepam)
4) Antibiotik, digunakan antibiotik yang dapat menembus sawar darah
otak, misalnya cephalosporin.
5) Kortikosteroid, berguna untuk mengurangi edema serebri pada tumor
otak. akan tetapi manfaatnya pada cedera kepala tidak terbukti, oleh
karena itu sekarang tidak digunakan lagi pada kasus cedera kepala
(Japardi, 2004).
Sebelumnya terlebih dahulu sebagai dokter harus mengerti tujuan
dilakukan penangan medis (Price dan Lorraine, 2005):
1) Mempertahankan MAP sebesar 80 mmHg atau lebih
2) Mengobati demam secara agresif
3) Mempertahankan saturasi oksigen ideal Sa0
2
100 %
4) Menghindari hiperventilasi
5) Mencegah keseimbangan nitrogen negatif dengan makanan per
enteral atau hiper alimentasi
6) Penanganan peningkatan ICP secara agresif
Kemudian dilakukan tindakan pembedahan untuk perdarahan intrakranial.
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operasi adalah
(Satyanegara, 2010):
1) Lesi massa intra atau ekstra-aksial yang menyebabkan pergeseran
garis tengah (pembuluh darah serebral anterior) yang melebihi 5
mm.
2) Lesi massa ekstra-aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula
interna tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri serebri
anterior dan media.
3) Lesi massa ekstra-aksial bilateral dengan tebal melebihi 5 mm dari
tabula eksterna (kecuali bila ada atrofi otak)
4) Lesi massa intra-aksial lobus temporalis yang menyebabkan
elevasi hebat dari arteri serebri media atau menyebabkan
pergeseran garis tengah.
Manajemen
Manajemen pada perdarahan intracranial dilakukan setelah dilakukan stabilisasi
berupa pemeriksaan airway, breathing, dan circulation sampai tahap ditransfer
menuju ruang operasi bila diperlukan.
1. Endotrakeal intubasi untuk pasien dengan penurunan kesadaran dan airway
yang buruk
2. Turunkan MAP hingga 130mmHg, namun jangan sampai hipotensi
3. Stabilisasi vital sign, dilanjutkan dengan CT scan sesuai kebutuhan
4. Intubasi dan hiperventilasi jika tekanan intrakranial meningkat. Segera
inisisasikan manitol untuk kontrol lebih lanjut
5. Pertahankan euvolemia, dengan normotonik ketimbang cairan hipotonik
untuk mempertahankan perfusi otak tanpa memperburuk edema otak
6. Hindari hipertermia
7. Koreksi koagulopati yang teridentifikasi dengan transfusi fresh frozen
plasma, vitamin K, protamin, atau platelet.
8. Beri fospenitoin atau antikonvulsan untuk kejang atau hemoragik lobar
9. Fasilitasi transfer menuju ruang operasi atau ICU
(Honner, 2011)
Operasi
Perlu atau tidaknya tindakan operasi ditentukan dengan beberapa pertimbangan
sebagai berikut (Liebeskind, 2013) :
1. Pertimbangkan managemen nonoperasi untuk pasien dengan defisit
neuroologi yang minimal atau volum hemoragi intraserebral < 10 ml
2. Pertimbangkan operasi pada pasien :
a. Hemoragi serebellar >3cm
b. Hemoragi dengan lesi struktur vaskular
c. Pasien muda dengan hemoragi lobar
3. Pertimbangan operasi lain :
a. Clinical course dan waktu
b. Usia pasien dan kondisi komorbiditas
c. Etiologi
d. Lokasi hematoma
e. Efek luas dan pola drainase
4. Pendekatan operasi (surgical approaches):
a. Kraniotomi dan evakuasi clot dibawah pengawasan langsung
b. Aspirasi stereotactic dengan agen trombolitik
c. Evaluasi endoskopik
Non medikamentosa
Perl diperhatikan mengenai diet dan juga aktifitas, terutama pasca evaluasi pasien
maupun pasca operasi pada pasien dengan perdarahan intracranial (Liebeskind,
2013) :
1. Makan
Dibutuh initial feeding sesegera mungkin. Dapat diberikan dengan
naosgastrik atau alat prekutaneous.
2. Aktivitas
a. Bedrest selama 24 jam pertama
b. diikuti dengan peningkatan aktivitas yang progresif
c. hindari usaha/ kegiatan berlebihan
Medikamentosa
1. Antihipertensif
Dibawah ini adalah tabel obat yang digunakan sebagai antihipertensi pada
kasus perdarahan intrakranial.
Tabel. obat antihipertensi (Biffi, 2011)
Labetolol nicardipin Diuretik osmotik
Fungsi Untuk mencegah
exaserbasi hemoragi
intraserebral.
Untuk mencegah
exaserbasi hemoragi
intraserebral.
Untuk
mengurangi
tekana intrakranial
dan pengobatan
edema serebral
Jalur Peroral (PO), IV Peroral (PO) IV
Dosis Oral :
100mg, 200 400 mg
(lanjutan) per 12 jam
(2x sehari)
IV:
20mg setelah 2mnt
pertama, 40-80 mg 10
menit selanjutnya
Oral :
20-40mg per 8 jam
atau 30-60 mg per
12jam
IV :
5mg/jam dengan
infus lambat
(50mL/jam) awal;
dapat ditingkatkan
menjadi 2.5 mg/jam
setiap 15 menit;
1.5-2g/kg IV infus
selama 30-60
menit
durasi Oral :
selama 2-3 hari
- -
Dosis
maksimal
Oral :2400 mg/hari
IV : 300mg
IV : 15 mg/jam -
2. Antipiretik
Dapat digunakan acetaminofen (Tylenol, Feverall, Aspirin Free Anacin).
untuk menurunkan demam dan mengurangi nyeri kepala (Liebeskind, 2013).
a. immediate-release
dosis :325-650 mg PO/PR tiap 4hari PRN, atau 500 mg PO tiap 8hari
PRN
b. extended-release
dosis 2 capsules (1300 mg) PO tiap 8hari PRN
(Liebeskind, 2013)
3. Antikonvulsan
Untuk pencegahan kejang yang dapat dipicu oleh kerusakan kortikal
(Liebeskind, 2013).
a. Kejang Status Epilepticus
Dosis : 15-20 mg/kg IV, infus dengan kecepatan 100-150 mg/menit
b. Nonemergent Seizure
Dosis : 10-20 mg/kg IV/IM
c. Maintenance awal
Dosis : 4-6 mg/kg/hari IV/IM
(Liebeskind, 2013)
4. Antidotum
Dapat berupa Phytonadione, vitamin K (Konakion, Mephyton, Aqua
MEPHYTON) Untuk mengembalikan parameter koagulasi (Liebeskind, 2013)
a. Suplemen nutrisi
Direkomendasikan untuk daily intake (RDA)
Dosis : pria: 120 mcg/hari PO, wanita: 90 mcg/hari PO
b. Hypoprothrombinemia
Dosis : 2.5-10 mg PO/IV/IV/SC; bisa dinaikkan PRN sampai 25 mg atau,
sampai 50 mg (jarang); dapat diulang 6-8 jam
c. Heparin Neutralization
Dosis : 1-1.5 mg per 100 USP units of heparin; tidak melebihi 50 mg
Dilakukan juga Monitor APTT (Activated Partial Thromboplastin Time)
5-15 menit, selanjutnya 2-8 jam.
(Liebeskind, 2013)
5. Antasid
Untuk mencegah ulserasi gastrik berkaitan dengan hemoragi intraserebral
digunakan famotidine (Liebeskind, 2013).
a. Ulserasi Duodenal
Dosis :
1) akut : 20 mg PO/IV tiap 12jam atau 40 mg PO menjelang tidur
selama 4-8 minggu
2) Maintenance: 20 mg PO menjelang tidur
b. Benign Gastric Ulcer
Dosis : 40 mg PO menjelang tidur
c. Gastroesophageal Reflux Disease
Dosis : 20 mg PO tiap 12jam selama 6 minggu
Bila engan esofagitis dosis : 20-40 mg PO tiap 12jam selama >12 minggu
(Liebeskind, 2013)
8. Komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan intrakranial
a. Trauma lahir
Pada anak dapat terjadi kista porensefalus yang terbentuk pada daerah sisa
hematom. Kista ini terdiri dari jaringan glia yang bereaksi setelah terjadi
perdarahan. Manifestasi klinis dari adanya kista ini adalah adanya retardasi
mental pada sang anak, ataupun hemiparesis (Mardjono & Sidharta, 2012).
b. Trauma pada orang dewasa
1) Epilepsi post trauma
Hal ini dapat terjadi karena pada saat terjadi cedera atau perdarahan
pada otak, maka akan terbentuk jaringan parut (sikatriks) sikatriks ini
dapat menghalangi difusi neurotransmitter acetilcholine (ACh) di otak.
Akibatnya ACh ini akan tertimbun di bawah sikatriks dan dapat
mencetuskan sel-sel yang terdapat di dalam korteks serebri untuk
melepaskan muatan elektrik. Manifestasi yang terjadi adalah adanya
epilepsi pada pasien tersebut (Mardjono & Sidharta, 2012).
2) Neurosis post trauma (Mardjono & Sidharta, 2012)
a) Sakit kepala
b) Cepat tersinggung
c) Cepat capel
d) Intelegensi menurun
9. Peran dokter umum di IGD pada kasus cidera kepala adalah
a. Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat
didasarkan atas patokan pemantauan dan penanganan terhadap
penderita secara umum yaitu perhatian urutan prioritas terhadap 6B
yakni :
1) Breathing
Obstruksi jalan napas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-
tindakan : suction, intubasi, tracheostomi.
2) Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan
laboratorium darah (Hb, Leukosit). Peningkatan tekanan darah dan
denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian
tekanan intracranial sebaliknya tekanan darah yang menurun dan
makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok
hipovolemik akibat perdarahan.
3) Brain
Langkah awal penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respons-
respons mata, fungsi motorik, dan fungsi verbal (GCS). Perubahan
respons ini merupakan implikasi adanya perbaikan atau perburukan
cedera kepala.
4) Bladder
Kandung kemih yang penuh akan dapat menyebabkan penderita
mengejan sehingga tekanan intracranial cenderung meningkat.
5) Bone
Adanya fraktur mengakibatkan nyeri yang juga pada gilirannya
akan mengakibatkan kenaikan tekanan intra kranial.
b. Anamnesa
1) jenis dan waktu kecelakaan
2) riwayat penurunan kesadaran
3) riwayat amnesia (anterograd, retrograd)
4) gejala kenaikan TIK
c. Pemeriksaan fisik
d. Foto polos dan CT scan
e. Selama hari pertama perawatan di rumah sakit pelu dilakukan
pemeriksaan neurologis setiap setengah jam sekali, sedangkan follow
up sken tomografi computer otak pada hari ke tiga bila ada perburukan
neurologis.
Menurut sjamsuhidajat (2004) tugas dokter umum pada penanganan
perdarahan intrakranial di IGD adalah
1. Mencari informasi
a. menanyakan bagaimana pasien bisa kehilangan kesadaran?Apakah
pasien langsung tidak sadar sesaat setelah kejadian atau pasien sempat
sadar kembali sebelum akhirnya tidak sadar (luside interval).
b. Menyakan apakah pasien mempunyai riwayat sakit kepala dan muntah
karena hal ini dapat mengidentifikasi adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
c. Menanyakan apakah pasien mengalami kejang atau tidak.
d. Menanyakan bagaimana ilustrasi kejadian (Sjamsuhidajat, et al, 2004).
2. Stabilisasikan kondisi pasien dengan A B C
3. Melakukan pemeriksaan fisik :
a. Pemeriksaan tanda vital
b. Pemeriksaan GCS
c. Pemeriksaan pupil
d. Pemeriksaan motorik
e. Pemeriksaan tanda fraktur basis cranii ( racoon eyes, battle sign, rinorea,
otorea)
f. Pemeriksaan luka di kepala dan di seluruh tubuh pasien
g. Pemeriksaan luka terbuka sehingga otak dapat terlihat dari luar
(Sjamsuhidajat, et al, 2004).
Daftar Pustaka
Aritonang, Sahat. 2007. Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Outcome Cedera
Kepala Tertutup Derajat Sedang Berat Dengan Gambaran Brain Ct Scan
Dalam Batas Normal (Tesis). Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP
Baughman, Diane C., JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC
Biffi A, Devan WJ, Anderson CD, et al. 2011 Statin use and outcome after
intracerebral hemorrhage: Case-control study and meta-analysis. Neurology.
May 3 2011
Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC
Dorland.2002 .Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UWKS. 2008. Peningkatan Tekanan Intrakranial. Available
at:http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Ilmu%20Penyakit%20Sara
f/PENINGKATAN%20%20TEKANAN%20%20INTRAKRANIAL%20%5
BCompatibility%20Mode%5D.pdf
Ginsberg, Loinel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Jakarta : Erlangga Medical
Series
Grace, Pierce A. Burley, Neil R. 2006. At a glance ilmu bedah Edisi ketiga.
Jakarta: Erlangga.
Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Hall Medical.2004.
Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Honner SK, Singh A, Cheung PT, Alter HJ, Dutaret CG, Patel AK, et al. 2011.
Emergency Department Control of Blood Pressure In Intracerebral
Hemorrhage. J Emerg Med. Oct 2011
Isselbacher, Kurt, et.al. 1999. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam
jilid 1. Jakarta : EGC
Japardi, Iskandar. 2004 . Penatalaksanaan Cedera kepala secara operatif . Bagian
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Liebeskind, David S., et al. 2013. Intracranial Hemorrhage Treatment &
Management. Tersedia di :http://emedicine.medscape.com/article/1163977-
treatment#a1128 (terakhir di akses 22 Maret 2014)
Mardjono M, Sidharta P. 2008. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat.
Mardjono, M., & Sidharta, P. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian
Rakyat.
Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Edisi
6.Jakarta : EGC
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sel. Jakarta : EGC
Sidharta, Priguna. 1999. Tata Pemeriksaan Dalam Neurologi. Jakarta : Dian
Rakyat
Singhi, S., & Tiwari, L. 2009. Management of Intracranial Hypertension. Indian J
Pediatr , 519-529.
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. BukuAjarIlmuBedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC. Hal.820-821.
Snell, R.S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 5.
Jakarta: EGC.
Suzanne CS & Brenda GB. 2006. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Wahjoepramono, Eka. 2005. Cedera Kepala. Lippokarawaci : Universitas Pelita
Harapan.
Weiner, Howard L., Lawrence P. Levitt. 2001. Buku Saku Neurologi Edisi 5.
Jakarta : EGC
Zauner A, Muizelaar J P. Brain metabolism and cerebral blood flow.In :.Reilly P,
Bullock R.Editors. Head injury. 3 rd ed. London:Chapman nad