Anda di halaman 1dari 14

Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Trauma Kapitis

HALA

Disusun oleh :

Ary A. Affandy Luhukay


Yenni Nebore
Florida Howay

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SORONG
2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).         
Setiap tahun di Amerika Serikat, mencatat 1,7 juta kasus trauma kepala 52.000
pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga merupakan penyebab
kematian ketiga dari semua jenis trauma dikaitkan dengan kematin. Menurut Penelitian yang
dilakukan oleh Natroma Trauma Project di Islamic Republik of Iran bahwa, diantara semua
jenis trauma tertinggi yang dilaporkan yaitu sebanyak 78,7 % trauma kepala dan kematian
paling banyak juga disebabkan oleh trauma kepala (Karbakhsh, zand, Rouzrokh, Zarei,
2009). Rata – rata rawat inap pada laki – laki dan wanita akibat terjatuh dengan diagnosa
trauma kepala sebanyak 146,3 per 100.000 dan 158,3 per 100.000  (Thomas 2006). Angka
kematian trauma kepala akibat terjatuh lebih tinggi pada laki – laki  dibanding perempuan
yaitu sebanyak 26,9 per 100.000 dan 1,8 per 100.000. Bagi lansia pada usia 65 tahun keatas,
kematian akibat trauma kepala mencatat 16.000 kematian dari 1,8 juta lansia di Amerika
yang mengalami trauma kepala akibat terjatuh. Menurut Kraus (1993), dalam penelitiannya
ditemukan bahwa anak remaja hingga dewasa muda mengalami cedera kepala akibat terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas dan akibat kekerasan sedangkan orang yang lebih tua
cenderung mengalami trauma kepala disebabkan oleh terjatuh.Menurut data yang diperolah
dari rekam medik RSUD Atambua, pada tiga tahun terakhir ini yaitu : tahun 2008 terdiri dari
142 orang, laki –laki : 107 orang ( 75,3 %), perempuan : 42 orang (29,5 %), Tahun 2009 :
163 orang, laki – laki : 140 orang (85,8 %), perempuan : 23 orang (13,6 %), Tahun 2010 :
175 orang, laki – laki : 149 orang (85,1 %), perempuan : 26 orang ( 14,8 %).
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan teknologi,
diantaranya bidang transportasi. Dengan majunya transportasi,  mobilitas penduduk pun ikut
meningkat. Namun akibat kemajuan ini, juga berdampak negatif yaitu semakin tingginya
angka kecelakaan lalu lintas karena ketidak hati – hatian dalam berkendaraan. Sehingga
dapat mengakibatkan berbagai cedera.  Salah satu cedera yang sering terjadi pada saat
kecelakan lalu lintas adalah cedera    kepala (http://repository.usu.ac.id/ bitstream/ 
12345678 /16495/5.chapter%201.pdf)
Cedera kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu
diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama tentang penanganan (A,
B, C, D, E), pencegahan cedera otak sekunder dan cara merujuk penderita secepat mungkin
oleh untuk petugas kesehatan yang berada digaris depan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien cedera kepala dengan pendekatan proses keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien cedera kepala.
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan cedera
kepala.
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan
cedera kepala.
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. KONSEP DASAR MEDIS TRAUMA CAVITIS

1. DEFINISI

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengengai kulit kepala, tulang tengkorak atau

tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsun maupun tidak

langsung

2. ETIOLOGI

 kecelakaan, jatuh, kecelakaan bermotor atau sepeda dan mobil.

 kecelakaan pada saat olahraga,

 cedera akibat kekerasan

3. PATOFISIOLOGI

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya

kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan

gangguan biokimia otak seperti  penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas

vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala

primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses

biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi

dampak kerusakan jaringan otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera

kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma,

berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat


berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra

cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian

pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi,

ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada

iskemia jaringan otak.

4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala.
a. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat
dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale)
b. Peningkatan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena
regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan
pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
5. KLASIFIKASI
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
a. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta
seperti fraktur tengkorak, kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
b. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau
amnesia antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan
( bingung ).
c. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga
meliputi contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema.
Selain itu ada istilah-istilah lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
1. Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
2. Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema
cerebral.
Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat
responsif pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi
status neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada
mengevaluasi motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS :
Mata Verbal Motorik
Spontan   :4 Berorientasi: 5 Dengan Perintah :6
Dengan perintah: 3 Bicara membingungkan: 4 Melokalisasi nyeri :5
Dengan Nyeri: 2 Kata-kata tidak tepat: 3 Menarik area yang nyeri: 4
Tidak berespon: 1 Suara tidak dapat dimengerti Fleksi abnormal: 3
:2 Ekstensi : 2
Tidak ada respons: 1 Tidak berespon: 1

6. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis


(perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan


tekanan intrakranial.

7. Komplikasi

a. Koma

Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi ini, secara
khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini penderita akan
terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki vegetative state atau mati
penderita pada masa vegetative statesering membuka matanya dan mengerakkannya,
menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih
dari satu tahun jarang sembuh.

b. Seizure.

Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya sekali


seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian, keadaan ini
berkembang menjadi epilepsy.

c. Infeksi.

Fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen) sehingga
kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini
memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain

d. Kerusakan saraf.

Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda .

e. Hilangnya kemampuan kognitif.

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori merupakan
kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat mengalami masalah
kesadaran.

c. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.

Pada kasus cedera kapala resiko perkembangan terjadinya penyakit alzheimer tinggi dan
sedikit terjadi parkinson. Resiko akan semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan
cedera.

8. Penatalaksanaan
a. Obesrvasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
f. Pemberian obat-obat analgetik.
g. Pembedahan bila ada indikasi.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
9. Pengkajian primer
a) Airway dan cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
b) Breathing dan ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
c) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
d) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
10. Pengkajian sekunder
 Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat badan, tinggi badan,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama.
 Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status
kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
 Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.

 Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
 Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
 Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda  : muntah, gangguan menelan.
 Eliminasi
Gejala   : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
 Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilanganpendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda :Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
 Nyeri/kenyamanan
Gejala  : Sakit kepala.
Tanda  : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
 Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi
nafas berbunyi)
 Interaksi sosial
Tanda  : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
3. Kerusakan integritas jaringan kulit.
NURSING CARE PLANNING (NCP)

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Ketidakefektifan perfusi NOC: perfusi jaringan: NIC: Monitor tekanan intra kranial
jaringan otak b/d cerebral 1. berikan informasi kepada keluarga/ orang penting lainnya
Perubahan respon motorik Setelah dilakukan 2. monitor status neurologis
tindakan selama 1 x 24 3. periksa pasien terkait ada tidaknya kaku kuduk
jam masalah dapat teratasi
4. berikan antibiotik

5. sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan


perfusi serebral.

6. Beritahu dokter untuk peningkatan TIK yang tidak


bereaksi sesuai peraturan perawatan.
2 Ketidakefektifan bersihan NOC: status NIC: manajemen jalan napas
jalan nafas nafas b/d pernapasan: ventilasi 1. posisiskan klien untuk memaksimalkan ventilasi
Obstruksi jalan napas; Setelah dilakukan 2. lakukan penyedotan melalui endotrakea dan nasotrakea
terdapat benda asing dijalan tindakan selama 1x 24
3. posisikan untuk meringankan sesak napas
napas, spasme jalan napas jam masalah dapat
teratasi 4. monitor status pernapasan dan oksigenasi
3. Kerusakan integritas NOC: intergritas NIC: perawatan luka
jaringan kulit b/d Cedera jaringan: kulit dan 1. monitor warna, suhu, udem, kelembaban dan kondisi area
jaringan membran mukosa sekitar luka
Setelah dilakukan 2. lakukan pembalutan dengan tepat
tindakan selama 1x24 jam
3. monitor adanya gejala infeksi di area luka
masalah teratasi
4. ubah posisi setiap 1-2 jam sekali untuk mencegah
penekanan

5. gunakan tempat tidur khusus anti dekubitus

6. pastikan bahwa pasien mendapat diet tinggi kalori tinggi


protein.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,kognitif,
psikososial, bersifat temporer atau permanen (www.yayanakhyar.com.nr/200905).         
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi,
energi yang dihasilkan di dalam sel – sel syaraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen
sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg % karena akan
menimbulkan koma, kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan tubuh,
sehingga bila kadar oksigen plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala
permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
kebutuhan oksigen melalui proses metabolisme anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan
asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan oksidasi metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metababolik. Dalam keadaan normal Cerebral
Blood Flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit 100 gr. Jaringan otak yang merupakan 15 %
dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktifitas atypical
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udema paru. Perubahan otonim pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P aritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel serta
takikardi.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler akan menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh
persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
DAFTAR PUSTAKA

Sylvia A Price, Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit

edisi 6 volume 2. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.

Marilynn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan pedomanuntuk perencanaan dan

pendokumentasian pasien, ed.3. EGC:Jakarta.

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 3 Edisi 8.

Jakarta : EGC. 2002.

http://www.scribd.com/doc/47720693/Cedera-Kepala

http://ilmukebidanan.wordpress.com/tag/kesehatan/

http://yayanakhyar.wordpress.com/2008/04/25/cedera-kepala-head-injury/

http://www.darplastic.com/umum/bagian-ketiga.html

Anda mungkin juga menyukai