Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS CEDERA

KEPALA POST TREPANASI

Mata Kuliah Keperawatan Kritis


Dosen pengampu : Ns. Dia Litawati., S.ST

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

NAMA KELOMPOK :

1. ADETIA MARULLITA
2. CINDY SAVIRA
3. JIHAN NUR’AINI
4. MUHAMMAD KODRAT
5. NOVITRI
6. RISKI FEBRIANTI
7. UMMILUL MUKAROMAH

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa atas kehadiratnya
sehingga dapat menyelesaikan makala ini dengan judul MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS
CEDERA KEPALA POST TREPANASI Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, tidak lepas dari makalah kami ini masih banyak kekurangan semoga dosen dapat
memeberikan kritik yang dapat memebangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

Demikian lah makalah yang kami buat kami ucapakan terimakasih .

Pangkalpinang, 28 September 2020

Penulis

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atautidak langsung yang kemudian dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik,kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun permanen.

Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
padakepala,bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran,
sehinggamenimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Cedera kepala merupakan peristiwa yang sering terjadi dan mengakibatkan kelainan
neurologis yang serius serta telah mencapai proporsi epidemik sebagai akibat dari kecelakaan
kendaraan. Kadar alkhohol darah yang melebihi kadar aman telah ditemukan pada lebih dari
50 % pasien cedera kepala yang ditangani di bagian kedaruratan. Sedikitnya separuh dari
pasien dengan cedera kepala berat mengalami cedera yang signifikan pada bagian tubuh
lainnya (Baughman dan Hackley, 2000).

Di Inggris, setiap tahun sekitar 100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan
trauma kepala yang 20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat inap. Dua pertiga dari
kasus ini berusia di bawah umur 30 tahun, dengan jumlah laki-laki lebih banyak dari
wanita.Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai
500.000 kasus dan dari jumlah tersebut 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit serta
yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10%
termasuk cedera kepala sedang (CKS) dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB).
Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma yang
mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi,
neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan dari
pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang
melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala. Cedera kepala meliputi trauma
kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit
kepala, serta tulang dan tentorium atau helem yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini
otak akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron
rusak tidak dapat diperbaiki lagi

klien cedera kepala berat mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya.
Adanya syok hipovolemik pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian
tubuh lainnya. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak
akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.
B. Tujuan

1. Tujuan umum
Setelah membahas tentang“Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”
mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera Kepala”.
2. Tujuan khusus
Setelah membahas tentang “Asuhan Keperawatan Cedera Kepala” mahasiswa
mampu :
a. Memahami dan menjelaskan Konsep Penyakit Cedera Kepala
b. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Cedera Kepala.
c. Memahami dan menjelaskan Asuhan Keperawatan Sesuai Kasus
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Defenisi

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil
R. Borlei, 2006 hal 91). Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa
karena hemoragik, serta edema serebral sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008,
hal 96). Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008,)

Trepanasi atau craniotomy adalah operasi untuk membuka tengkorak 'tempurung


kepala dengan maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak.
8repanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yangbertujuan
mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif.

 Indikasi
a. Pengangkatan jaringan abnormal
b. Mengurangi tekanan intrakarnial
c. Mengevaluasikan pembekuan darah
d. Mengontrol pembekuan darah
e. Pembenahan organ-organ intracarnial
f. Tumor otak
g. Pendarahan
h. Peradangan dalam otak
i. Trauma pada tengkorak

Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi
menjadi 3 gradasi :
a. Cedera kepala ringan (CKR)= GCS 13-15
b. Cedera kepala sedang (CKS)= GCS 9-12
c. Cedera kepala berat (CKB)= GCS ≤ 8

B. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
Macam-macam Pendarahan pada Otak :

a. Intraserebral hematoma (ICH)

Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak


biasanya akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.Secara klinis
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pemeriksaan CT scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
diindikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya
pergerakan garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut dapat menyebabkan
ganguan neurologis /lateralisasi. Operasi yang dilakukan biaSanya adalah evakuasi
hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala

b. Subdural hematoma (SDH)

Subdural hematoma adalah terkumpulnya darah antara dura mater dan jaringan
otak, dapat terjadi akut kronis. Terjadi akibat pecahan pembuluh darah vena/jematan
vena yang biasanya terdapat diantara dura mater, perdarahan lambat dan sedikit.
Pengertian lain dari subdural hematoma adalah hematoma yang terletak dibawah
lapisan dura mater dengan sumber perdarahan dapat berasal dari Bridging vein
(paling sering), A/V cortical, sinus venosus duralis.
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan maka subdural hematoma dibagi
menjadi tiga meliputi subdural hematoma akut terjadi kurang dari 3 hari dari
kejadian, subdural hematoma subakut terjadi antara 3 hari-3 minggu, dan subdural
hematoma kronis jika peardarahan terjadi lebih dari 3 minggu.Secara klinis subdural
hematoma akut ditandai dengan adanya penurunan kesadaran, disertai adanya
lateralisasi yanag paling sering berupa hemiparere/hemiplegia dan pemeriksaan CT
scan didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit (cresent). Indikasi
operasi, menurut Europe Brain Injury Commition (EBIC), pada perdarahan subdural
adalah jika perdarahan lebih dari 1 cm. Jika terdapat pergesaran garis tengah labih
dari 5 mm. Operasi yang dilakukan adalah evakuasi hematoma, menghentikan
sumber perdarahan. Bila ada edema serebi biasanya tulang tidak dikemalikan
(dekompresi) dan disimpan sugalea.

c. Epidural hematoma (EDH)


Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara dura mater dan
tulang, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri meningica
media(paling sering), vena diploica (oleh karena adanya fraktur kalvaria), vena
emmisaria sinus venosus duralis.Secara klinis ditandai dengan penurunan kesadaran
yang disertai lateralisasi (ada ketidaksamaan antara tanda-tanda neurologis sisi kiri
dan kanan tubuh) yanag dapat berupa hemiparese/hemiplegia, pupil anisokor,
adanya refleks patologis satu sisi, adanya lateralisasi dan jejas pada kepala
menunjukan lokasi dari EDH. Pupil anisokor /dilatasi dan jejas pada kepala letaknya
satu sisi dengan lokasi EDH sedangkan hemiparese/hemiplegia letaknya
kontralateral dengan lokasi EDH.

C. Manifestasi Klinis

 Gejala klinis trauma kepala sebagai berikut:


a. Battle sign: warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga diatas os mastoid
b. Hemotipanum: perdarahan dibawah membrane timpani telinga
c. Periorbital ecchymosis: mata warna hitam tanpa trauma langsung
d. Rhinorrhe: cairan serebrospinal keluar dari hidung
e. Otorrhe : cairan serebrospinal keluar dari telinga
 Gejala klinis trauma kepala ringan, sebagai berikut:
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian
sembuh
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan
c. Mual atau muntah
d. Gangguan tidur dan nafus makan yang menurun
e. Perubahan kepribadiaan diri
f. Letargik
 Gejala klinis untuk trauma berat, seperti berikut:
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukan perubahan di otak,
menurun atau meningkat
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria)
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernapasan
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi
abnormal eksremitas.

D. Patofisiologi

Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan
suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar
daerah otak jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama
kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang
tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik
berat

a. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya
fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan
otak tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat
kerusakan tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak
diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena
b. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan
primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan
gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darahotak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf
proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala gejala neurologis yang
tergantung lokasi kerusakan.Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian
belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejal
gejala kerusakan lobus lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada
kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang
berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada
epilepsi lobus temporalis.Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita
cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. rusakan
dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium dan klor
yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh
terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan
dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan
melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif.
Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan
pusat pusat yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang
otak.Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan atau
sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks medulla, karena
kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh herniasi unkus

D. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. cara praktis diken al
deskripsikalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan
morfologinya:
a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan
mobil atau motor,jatuh atau terkenak pukulan tumpul. Sedangkan cedera kepela
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. (Bernath,2009)
b. Berdasarkan tingkat keparahan
Berdasarkan cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan di sadari atas GCS dimana
GCS ini di bagi 3 komponen yaitu:
 Cedera kepala ringan : nilai GCS nya 13-15 kesadaran hilang 30 menit
Ditandai dengan nyeri kepala,muntah ,vertigo
 Cedera kepala sedang : nilai GCS nya 9-12 kehilangan kesadaran 30menit-24
jam dapat mengalami fraktur tengkorak dan diserontasi ringan (bingung).
 Cedera kepala berat : nilai GCS nya 3-8 hilang nya kesadaran lebih dari 24
jam meliputi kontusio serebral, hematoma dan edema serebral.
c. Morfologi cedera
1. Fraktur karnium
Fraktur karnium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbika dan tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya dapat memerlukan pemeriksaan CT-scan untuk
memeperjelas garis frakturnya.
2. Lesi intrakarnial

E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak
2. MRI
Cerebral angiografi
3. Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak skundre
menjadi edema, perdarahan, dan trauma
4. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
5. Sinar X
Mende teksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema) fragmen tulang
6. BAER
Mengeroksi batas fungsi korteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktifititas metabolism otak
8. CSS
Lumbal fungsi dapat dilaku kan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid
9. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan intracranial
10. Screen toxicology
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran
11. Rontgen thorahk 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thorak menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural
12. Analisa gas darah (A’GD/astrup)
Analisa gas darah (A’GD/astrup) adalah salah satu tes diaknostik untuk
menentukan status status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan melalui
pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenisasi dan status asam basa

F. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala selain dari faktor
mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status
neurologis (disability, exposure), maka faktor yang harus diperhitungkan pula adalah
mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ni dapat dibantu dengan pemberian
oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan
oksigen dan glukosa yang lebih rendah.Selain itu perlu dikontrol kemungkinan intrakranial
yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan
tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial, ini dapat dilakukan
dengan cara menurunkan PaCO2 dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis
intraserebral dan menambah metabolism intraserebral
Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan kraanial.
Penatalaksanaan konservatif meliputi :
a. Bedrest tota
b. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
c. Pemberian obat-obatan .
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data
a. Nama
b. Tempat tanggal lahir
c. Umur
d. Status
e. Anak
f. Alamat
g. Agama
2. Riwayat kesehatan
a. Dahulu
b. Sekarang

B. Data fokus
1. Breathing
Pengkajian breathing yaitu : pergerakan otot dada,pergerakan otot bantu napas,
frekuensi nadi teganagan dan irama nadi, suara tambahan, batuk ada, (produktif atau
tidak produktif),sputum(warna dan kosistensi),pemakaian alat bantu napas.
2. Blood
Pengkajian blood meliputi : suara jantung irama jantung ,capillry refill time
(CRT),jugularis vena presurre(JVP), edema.
3. Brain
Pengkajaian brain meliputi : tingkat kesadaran, periksa kepala (raut muka, bibr,
mata, sclera,kornea,eksopthalamus,gerakan bola mata, kornea,presepsi sensorik.)
4. Bladder
Pengkajian bladder meliputi : urin (warna, jumlah , bau, penggunaan kateter,)
5. Bowel
Pemeriksaan bowel meliputi : mukosa bibir, lidah, keadaan gigi, nyeri telan ,didtensi
abdomen, peristalatik usus, mual dan muntah, penggunaan NGT. Diare.
6. Bone
Pengkajian bone meliputi : turgo kulit, pendarahan kulit, ( akral dingin,
panas,hangat.),
C. Penatalakasanaan medis
1. Praoperasi
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi
denganmedikasi antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang
pascaoperasi. Sebelum pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk
mengurangai edema serebral. Cairan dapat dibatasi.Agens hiperosmotik (manitol)
dan diuretik (furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan
kadang selama pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada
individu yang mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang
sebelum pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama
pemberian diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien
dapat diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada
praoperasi untuk menghilangkan ansietas.

Kulit kepala di cukur segera sebelum pembedahan (biasanya di ruang operasi)


sehingga adanya abrasi superfisial tidak semua mengalami infeksi.

2. Pascaoperasi
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk
memantau tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi
dan mendapat terapi oksigen tambahan.
 Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari
area otak (dengan sawar darah otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan
malalui diuresis osmotik.
 Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk
menghilangkan sakit kepala.
 Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien
yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan
melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK
dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu
banyak dikeluarkan.
D. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1.Peningkatan tekanan intrakranial
2.Perdarahan dan syok hipovolemik
3.Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4.Infeksi
5.Kejang
E. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d tumor otak ( mis, gangguan
serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor )
2. Nyeri kronis b.d infiltrasi otak
3. Kesiapan meningkatkan nutrisi b.d menyatakan keinginan untukmeningkatakan
nutrisi .
F. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1. Resiko S NOC NIC
Ketidakefektifan status sirkulasi Manajemen edema serebral:
perfusi jaringan otak Perfusi jaringan serebral 1. Monitoring adanya
b.d tumor Setelah dilakukan kebingungan,
otak(mis,gangguan tindakan keperawatan perubahan pikir,
serebrovaskular, selama 3.x24 jam, klien keluhan pusing,
penyakit neurologis, mampu men-capai : pingsan.
trauma, tumor ) 1. Status sirkulasi dengan 2. Monitoring tanda –
indikator: tanda vital
2. 1. Tekanan darah sistolik 3. Monitoring TIK dan
3. 2. Sakit kepala CPP
4. 3. Kegelisahan 4. Monitoring status
5. 4. Kelesuan pernapasan : frekuensi
6. 5. Penururnana tingkat irama, kedalaman
kesadaran pernapasan.
7.
8.
9.

2. Nyeri kronis b.d infiltrasi Kontrol nyeri Manajemen nyeri


otak. Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan pengkajian
keperawatan selam 3x 24 nyeri komprehensif
jam, klien dapat : yang meliputi lokasi,
Mengontrol nyeri, de- karakteristik,
ngan indikator : konsep/durasi,
1. Mengenali kapan frekuensih, kualitas
nyeri terjadi ,intensitas atau
2. Menggunakan beratnya nyeri dan
tindakan faktor pencetus
pengurangan 2. Pastikan perawatan
(nyeri) anagelsik bagi pasien
menggunakan dilakukan
nalgesik yang pemantauan ketat
terekomedasikan 3. Gunakan strategi
3. Melaporkan komunikasi terapeutik
perubahan 4. Ajarkan prinsip-
terhadap gejala prinsip manajemen
nyeri pada nyeri
profesional 5. Dorong mengunakan
kesehatan menggunakan
Melaporkan penurun nyeri yang
gejala yang tidak adekuat
terkontrol pada 6. Kolaborasi dengan
profesional pasien dan tim
kesehatan kesehatan lainnya
Melaporkan nyeri untuk implementasi
yang terkontrol. penururnan nyari.
3. Kesiapan Status nutrisi asupan Manajemen nutrisi
meningkatkan nutrisi nitrisi. Setelah dilakukan 1. Tentukan stasus gizi
b.d menyatakan asuhan keperawatan pasien untuk
keinginan selam 3x 24 jam, klien memenuhi kebutuhan
untukmeningkatakan mampu mencapai nutrisi gizi
nutrisi . yang baik dengan 2. Identifikasi adanya
indikator : alergi
1. Asupan kalori 3. Tentukan jumlah
2. Asupan protein kalori dan nutrisi
3. Asupan lemak yang dibutuhkan.
4. Asupan 4. Atur diet yang di
karbonhidrat perlukan
5. Asupan serat 5. Ciptakan lingkuangan
6. Asupan vitamin yang optimal
6. Bantu pasien
memebersihkan
mulut.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan proses diman terjadi trauma langsung atau deselerasi
terhasdap kepala yang menyebabkan kerusakan tenglorak dan otak. (Pierce Agrace & Neil
R. Borlei, 2006 hal 91). Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan pengaruh masa
karena hemoragik, serta edema serebral sekitar jaringan otak. (Batticaca Fransisca, 2008,
hal 96). Cedera kepala atau cedera otak merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang di sertai atau tanpa di sertai perdarahan innterstiil dalm substansi otak tanpa di
ikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008,). Trepanasi atau craniotomy
adalah operasi untuk membuka tengkorak 'tempurung kepala dengan maksud untuk
mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. 8repanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan
membuka tulang kepala yangbertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan
definitif.

B. Saran

Semoga makala ini dapat memebuka wawasan kita dan menambahkan ilmu kita,dan
jauh dari itu juga masih banayak kekeurangan dari makaslah kami ini semoga ibu dosen
kami dapat memeberikan kritik yang dapat memebangun agar kami lebih baik lagi untuk
menyusunnya.

Anda mungkin juga menyukai