OLEH
KELOMPOK 3
NAMA KLOMPOK :
1. ADERIANI NDRURU
2. ALDONNA BR. SEMBIRING
3. ARISA M. LUMBAN GAOL
4. ATASI KRISMON NDRURU
5. BUNGA INTAN MANIK
6. DELTHA E.SIMBOLON
7. DESI S.K.P. PARDOSI
8. DIANA DEBORA SIBUEA
9. EBI W. MANALU
10. EFFRIDA S. SIHOMBING
11. ENI RADIKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan yang maha Esa atas kehadiratnya
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS
DENGAN CEDERA KEPELA POST TRERPANASI. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua ,tidak lepas dari makalah kami ini masih banyak kekurangan semoga dosen
dapat memberikan kritik yang dapat membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Penulis
Kelompok 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Setelah membahas tentang“Asuhan Keperawatan Pada KlienCedera
Kepala”mahasiswa mampu memahami “Asuhan Keperawatan Pada Klien Cedera
Kepala”.
2.1.1. Defenisi
Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat di bagi
menjadi 3 gradasi :
a.Cedera kepala ringan (CKR)= GCS 13-15
b.Cedera kepala sedang (CKS)= GCS 9-12
c.Cedera kepala berat (CKB)= GCS ≤ 8
2.1.2. Etiologi
Penyebab dari cedera kepala adalah adanya trauma pada kepala meliputi trauma oleh
benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang
diteruskan ke otak dan efek percepatan dan perlambatan (ekselerasi-deselarasi) pada otak.
Macam-macam Pendarahan pada Otak
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat sobekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.Secara klinis ditandai dengan
adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pemeriksaan CT scan
didapatkan adanya daerah hiperdens yang diindikasi dilakukan operasi jika single, diameter
lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergerakan garis tengah, dan secara klinis hematoma tersebut
dapat menyebabkan ganguan neurologis /lateralisasi. Operasi yang dilakukan biaSanya
adalah evakuasi hematoma disertai dekompresi dari tulang kepala
2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak
jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat
a. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus). Proses ini adalah kerusakan otak
tahap awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan
tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam,
percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur
tengkorak, perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabut saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena
b. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan
primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai
gangguan sistemik, hipoksia(kekurangan o2 dlm jaringan) dan hipotensi merupakan
gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan perfusi otak sehingga
mengakibatkan terjadinya iskemi(defisiensi darah suatu bagian) dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan
sawar darahotak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,
pengeluaran bahan bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer
atau sekunder akan menimbulkan gejala gejala neurologis yang tergantung lokasi
kerusakan.Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang lobus
frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejal gejala kerusakan lobus
lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital
akan dujumpai ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis
mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.Kelainan
metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala disebabkan adanya kerusakan di
daerah hipotalamus. rusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di
regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air,
natrium dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya disebabkan
oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan
dengan hipofisis. Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan melalui
urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya menjadi negatif. Hiperglikemi
dan glikosuria yang timbul juga disebabkan keadaan perangsangan pusat pusat yang
mempengaruhi metabolisme karbohidrat didalam batang otak.Batang otak dapat
mengalami kerusakan langsung karena benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi
akut pada sambungan serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena
penekanan oleh herniasi unkus.
2.1.4.Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. cara praktis diken al
deskripsikalsifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, beratnya cedera kepala, dan
morfologinya
a. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan
cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil atau motor,jatuh atau terkenak pukulan tumpul. Sedangkan
cedera kepela tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. (Bernath,2009)
b. Berdasarkan tingkat keparahan
Berdasarkan cedera kepala berdasarkan tingkat keparahan di sadari atas GCS
dimana GCS ini di bagi 3 komponen yaitu:
Cedera kepala ringan : nilai GCS nya 13-15 kesadaran hilang 30 menit
Ditandai dengan nyeri kepala,muntah ,vertigo
Cedera kepala sedang : nilai GCS nya 9-12 kehilangan kesadaran
30menit-24 jam dapat mengalami fraktur tengkorak dan diserontasi
ringan (bingung).
Cedera kepala berat : nilai GCS nya 3-8 hilang nya kesadaran lebih
dari 24 jam meliputi kontusio serebral, hematoma dan edema serebral.
c. Morfologi cedera
1. Fraktur karnium
Fraktur karnium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak dan dapat
berbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbika dan tertutup. Fraktur dasar
tengkorak biasanya dapat memerlukan pemeriksaan CT-scan untuk
memeperjelas garis frakturnya.
2. Lesi intrakarnial
2. PASCAOPERASI
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau tekanan
darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan mendapat terapi oksigen
tambahan.
Mengurangi Edema Serebral
Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral meliputi pemberian
manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari
area otak (dengan sawar darah otak utuh). Cairan ini kemudian dieksresikan
malalui diuresis osmotik.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang
Asetaminofen biasanya diberikan selama suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala setelah kraniotomi, biasanya
sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan diiritasi selama
pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup untuk
menghilangkan sakit kepala.
Memantau Tekanan Intrakranial
Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase, sering dipasang pada pasien
yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa posterior. Kateter
disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter diperhatikan
melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan menyusun
sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser. TIK
dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan
serebrospinal, yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu
banyak dikeluarkan.
2.2.4. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien pasca bedah intrakranial atau
kraniotomi adalah sebagai berikut :
1.Peningkatan tekanan intrakranial
2.Perdarahan dan syok hipovolemik
3.Ketidakseimbangan cairan dan elekrolit
4.Infeksi
5.Kejang
2.2.5. Diagnosa keperawatan
1. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d tumor otak ( mis, gangguan
serebrovaskular, penyakit neurologis, trauma, tumor ) ( 00201)
2. Nyeri kronis b.d infiltrasi otak , (00133)
3. Kesiapan meningkatkan nutrisi (00163) b.d menyatakan keinginan
untukmeningkatakan nutrisi .
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Keperawatan GSH Nugroho Priyo Handono, 1 Januari 2018 ISSN 2088-2734,
EFEKTIVITAS MANAJEMEN NYERI DENGAN GUIDED IMAGERY RELAXATION
PADA PASIEN CEDERA KEPALA DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI Vol 7. Yang di akses pada tanggal 02 september 2019.
Bulechek, Buku nanda, NIC dan NOC tahun 2016, edisi ke enam , edisi bahasa
indonesia.
ttps://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/0848011716a3e878b229a11
25a88b0f9.pdf
https://www.academia.edu/31353561/HEAD_UP_IN_MANAGEMENT_INTRAC
RANIAL_FOR_HEAD_INJURY
https://www.academia.edu/28519684/Post_op_Trepanasi
https://www.academia.edu/10612648/LPcedera_kepala_dengan_trepanasi
https://docplayer.info/39362532-Perioperative-management-of-epidural-
hemorrhage-due-to-traumatic-brain-injury.html
https://www.academia.edu/10612648/LPcedera_kepala_dengan_trepanasi
https://edoc.pub/askep-kraniotomi-pdf-free.html