Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA

CIDERA OTAK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Semester 4

Dosen Pengampu

Agus Wiwit Suwanto, S.Kep., Ns., M.Kep


Disusun Oleh Kelompok

1. Yustika Mutiara Dewi (P17250223048)


2. Diska Nabila Putri (P17250223050)
3. Tyas Ayu Putri Ameliana (P17250223057)
4. Navida Prihandani (P17250223062)
5. Viollita Budi Puspita (P17250223063)
6. Sugma Wahyuning Putri (P17250224074)
7. Nur Erni Rohmawati (P17250224077)
8. Beiti Nurul Rohmah (P17250224078)
9. Dinda Annisa G.A.A (P17250224085)
10. Imroatu Tri Kamalia (P17250224096)
11. Selvi Wasisia Marga (P17250224090)

PRODI D-III KEPERAWATAN PONOROGO


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Gawat Darurat ini dengan Judul Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat Pada Cidera Otak secara tepat waktu.

Ada pun tujuan dari kami menyusun makalah ini adalah untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat dari Bapak Agus
Wiwit Suwanto, S.Kep., Ns., M.Kep. Selain itu, tujuan kami yaitu untuk
menambah pengetahuan bagi penullis maupun kami sebagai penyusun.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,maka dari itu
kami mengharapkan kritik dan saran guna membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Ponorogo, 29 Januari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Injury kepala merupakan bentuk injury yang dapat merusak struktur dan
fungsi dari bagian- bagian kepala seperti kulit kepala, tulang tengkorak, dan
otak. Istilah injury kepala lebih tepat didefinisikan dalam cedera otak
traumatik (COT). COT merupakan injury kepala yang menyebabkan
gangguan fungsi otak dengan gejala klinis seperti kebingungan, penurunan
kesadaran, kejang, koma, dan gangguan motorik dan sensorik serta terjadi
defisit neurologis. Cedera Otak Traumatik (COT) merupakan penyebab utama
kematian dan kesakitan pada anak-anak dan dewasa muda di seluruh
dunia. Information terkini dariGlobal Neurosurgery Initiativemenyebutkan
bahwa traumatic brain injurysebagai “silent epidemic”yang menyebabkan
angka kema-tian dan kecatatan lebih tinggi dari jenis taruma lainnya, dan
diperkirakan sebanyak 69 juta kasus pertahun di seluruh dunia dan terbesar di
Asia dan Afrika disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Information dari
Indonesia di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Balimen-dapatkansekitar 2000
kasus dengan proporsi cedera kepala ringan mencapai 80ri semua kasus
cedera kepala.3,4Diperkirakan angka masuk rumah sakit terkait Bunk sebesar
224.000 di tahun 2017 berdasarkan laporan surveilans CDC dengan proporsi
terbesar pada orangtua lebih dari 75 tahun.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dari cidera otak ?
2. Apa saja yang termasuk cidera otak ?
3. Bagaimana bentuk asuhan keperawatan untuk kasus cidera otak ?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari cidera otak
2. Untuk mengetahui apa saja yang termasuk cidera otak
3. Untuk mengetahui bentuk asuhan keperawatan untuk kasus cidera otak
D. Manfaat
1. Bagi Pembaca
Diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
cidera otak serta cara penulisan asuhan keperawatan untuk kasus cidera
otak
2. Bagi Penyusun
Bagi penyusun, makalah ini bisa menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai cidera otak serta cara penulisan asuhan keperawatan
kasus cidera otak.
BAB II

ISI DAN PEMBAHASAN

A. Cidera Otak
1. Definisi
Traumatic brain injury merupakan gangguan fungsi otak ataupun
patologi pada otak yang disebabkan oleh kekuatan (force) eksternal yang
dapat terjadi di mana saja termasuk lalu lintas, rumah, tempat kerja,
selama berolahraga, ataupun di medan perang (Manley dan Mass, 2013).
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung maupun tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan
luka di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak dan
kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan
neurologis (Sjahrir, 2012). Cedera kepala merupakan suatu proses
terjadinya cedera langsung maupun deselerasi terhadap kepala yang dapat
menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Wijaya, 2013). Traumatic
Brain Injury (TBI) adalah cedera otak akut akibat energi mekanik
terhadap kepala dari kekuatan eksternal. Identifikasi klinis TBI meliputi
satu atau lebih kriteria berikut: bingung atau disorientasi, kehilangan
kesadaran, amnesia pasca trauma, atau abnormalitas neurologi lain (tanda
fokal neurologis,kejang, lesi intrakranial).
2. Etiologi
Etiologi dari trauma kepala dikategorikan menjadi cedera primer,
yakni suatu cedera yang diakibatkan akibat benturan, baik langsung
maupun tidak langsung. Kemudian cedera sekunder yaitu cedera yang
diakibatkan oleh cedera saraf melalui akson yang terjadi secara meluas,
hipertendi intrakranial, hipoksia, hipotensi sistemik atau hiperkapnea yang
merupakan rangakaian dari proses patologis sebagai tahapan lanjutan dari
cedera kepala primer.
3. Klasifikasi
a. Klasifikasi berdasarkan GCS
Klasifikasi Derajat Keparahan TBI berdasarkan Glasgow Coma
Scale (GCS) Berdasarkan derajat keparahannya dapat dibagi menjadi :
Ringan dengan GCS 13-15, durasi amnesia pasca trauma <24 jam.
Sedang dengan GCS 9-12, durasi amnesia pasca trauma 1-6 hari, dan
berat dengan GCS 3-8, durasi amnesia pasca trauma 7 hari atau lebih

Skala GCS:
Membuka mata :
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespo :1
Motorik
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi Abnormal :3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) :2
Tidak berespon :1
Verbal
Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak di mengerti :2
Tidak ada respon :1
b. Klasifikasi patoanatomik
Menunjukkan lokasi atau ciri-ciri anatomis yang mengalami
abnormalitas. Fungsi klasifikasi ini adalah untuk terapi yang tepat
sasaran. Kebanyakan pasien dengan trauma yang parah akan memiliki
lebih dari satu jenis perlukaan bila pasien diklasifikasikan
menggunakan metode ini. Penilaian dilakukan dimulai dari bagian
luar kepala hingga ke dalam untuk melihat tipe perlukaan yang terjadi
dimulai dari laserasi dan kontusio kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, perdarahan epidural, perdarahan subdural, perdarahan
subaraknoid, kontusio dan laserasi otak, perdarahan intraparenkimal,
perdarahan intraventrikular, dan kerusakan fokal maupun difus dari
akson. Masing-masing dari entitas tersebut dapat dideskripsikan lebih
jauh lagi meliputi seberapa luas kerusakan yang terjadi, lokasi, dan
distribusinya.
c. Klasifikasi berdasarkan mekanisme fisik
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan pada apakah
kepala menabrak secara langsung suatu objek (contact or “impact”
loading) ataupun otak yang bergerak di dalam tulang tengkorak
(noncontact or “inertial” loading) dan akhirnya menimbulkan
cedera. Arah dan kekerasan pada kedua tipe perlukaan tersebut
dapat menentukan tipe dan keparahan suatu trauma. Klasifikasi
berdasarkan mekanisme fisik ini memiliki manfaat yang besar
dalam mencegah terjadinya cedera kepala.
4. Tipe-tipe
a) Concussion. yaitu cedera minor terhadap otak, penurunan
kesadaran dengan durasi yang sangat singkat pasca trauma kepala.
b) Fraktur depressed tulang kepala, terjadi ketika bagian tulang
kepala yang patah atau retak menekan ke dalam jaringan otak.
c) Fraktur penetrating tulang kepala, terjadi apabila terdapat benda
yang menembus tulang kepala (contoh: peluru) menyebabkan
cedera lokal dan terpisah pada jaringan otak.
d) Contusion, memar pada otak akibat fraktur tulang kepala.
Kontusio dapat berupa regio jaringan otak yang mengalami
pembengkakan dan lintas. bercampur darah yang berasal dari
pembuluh darah yang rusak. Hal ini juga dapat disebabkan oleh
guncangan pada otak ke depan dan belakang (contrecoup injury)
yang sering terjadi saat kecelakaan lalu
e) Diffuse axonal injury atau shearing, melibatkan kerusakan pada
sel saraf danhilangnya hubungan antar neuron. Sehingga mampu
menyebabkan kerusakan seluruh komunikasi antar neuron di otak.
f) Hematoma, kerusakan pembuluh darah pada kepala. Tipe-tipe
hematoma yaitu Epidural hematoma (EDH), perdarahan di antara
tulang kepala dan dura. Subdural hematoma (SDH), perdarahan di
antara dura dan membran araknoid, dan Intraserebral hematoma
(ICH), perdarahan di dalam otak.
5. Patofisiologis
a) Cedera Otak Primer
Secara umum, cedera otak primer menunjuk kepada
kejadian yang tak terhindarkan dan disertai kerusakan parenkim
yang terjadi sesaat setelah terjadi trauma (Saatman, dkk, 2008 dan
Werner dan Engelhard, 2010). Cedera ini dapat berasal dari
berbagai bentuk kekuatan seperti akselerasi, rotasi, kompresi, dan
distensi sebagai akibat dari proses akselerasi dan deselerasi.
Kekuatan-kekuatan ini menyebabkan tekanan pada tulang
tengkorak yang dapat mempengaruhi neuron, glia, dan pembuluh
darah dan selanjutnya menyebabkan kerusakan fokal, multifokal
maupun difus pada otak. Cedera otak dapat melibatkan parenkim
otak dan / atau pembuluh (Indharty, 2012). darah otak. Cedera
pada parenkim dapat berupa kontusio, laserasi, ataupun diffuse
axonal injury (DAI), sedangkan cedera pada pembuluh darah otak
dapat berupa perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, dan
intraserebral yang dapat dilihat pada CT-scan.
b) Cedera otak sekunder
Menunjuk kepada keadaan dimana kerusakan pada otak
dapat dihindari setelah setelah proses trauma. Beberapa contoh
gangguan sekunder ini adalah hipoksia, hipertensi, hiperkarbi,
hiponatremi, dan kejang (Saatman, dkk, 2008). Menurut Indharty
(2012), cedera otak sekunder merupakan lanjutan dari cedera otak
primer. Hal ini dapat terjadi akibat adanya reaksi peradangan,
biokimia, pengaruh neurotransmitter, gangguan autoregulasi,
neuro apoptosis, dan inokulasi bakteri. Faktor intrakranial (lokal)
yang 14 mempengaruhi cedera otak sekunder adalah adanya
hematoma intrakranial, iskemik otak akibat penurunan perfusi ke
jaringan di otak, herniasi, penurunan tekanan arterial otak, tekanan
intrakranial yang meningkat, demam, vasospasm, infeksi, dan
kejang. Sebaliknya, faktor ekstrakranial (sistemik) yang
mempengaruhi cedera otak sekunder dikenal dengan istilah “nine
deadly H’s” meliputi hipoksemia, hipotensi, hiperkapnia,
hipokapnia, hiperglikemi dan hipoglikemi, hiponatremi,
hipoproteinemia, serta hemostasis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b. Identitas Penanggungjawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
c. Keluhan Utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala
disertai penurunan tingkat kesadaran (Muttaqin, 2008). Biasanya klien
akan mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta
perdarahan pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh
kecelakaan ataupun tindaka kejahatan.
d. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15),
letargi, mual dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris,
lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan,
sulit menggenggam, amnesia seputar kejadian, tidak bias
beristirahat, kesulitan mendengar, mengecap dan mencium bau,
sulit mencerna/menelan makanan
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system
persyarafan, riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit
darah, riwayat penyakit sistemik/pernafasan cardiovaskuler,
riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya,
diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-
obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan
konsumsi alkohol (Muttaqin, A. 2008).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menurun seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya
e. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Kesadaran
a) Kuantitati dengan penilaian Glasgow Coma Scale

No Komponen Nilai Hasil


1 Verbal 1 Hasil Berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti
3 Rintihan
4 Bicara Ngawur/tidak nyambung
5 Bicara Membangun Orientasi baik
2 Motorik 1 Tidak Berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menghindari area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Ikut perintah
3 Reaksi 1 Tidak berespon
Membuka 2 Dengan rasangan nyeri
Mata (Eye) 3 Dengan perintah (sentuh)
4 Spontan
b) Kualitatif
i. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14.
ii. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
iii. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11-10
iv. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9-7
v. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6-4.
vi. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada
respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤3
(Satyanegara.2010).
2) Fungsi Motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala
berikut ini yang digunakan secara internasional:
Kekuatan otot
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, bisa terangkat, bisa melawab 4
gravitasi, namun tidak mampu melawan tahanan
pemeriksa, Gerakan tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, terangkat sedikit <450, tidak 3
mampu melawan gravitasi
Kelemahan berat, dapat digerakkan, mampu 2
terangkat sedikit
Gerakan trace/tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Tidak ada gerakan 0

Biasanya klien yang mengalami cedera kepala kekuatan ototnya


berkisar antar O sampai 4 tergantung tingkat keparahan cedera
kepala yang dialami klien.
3) Pemeriksaan Reflek Fisiologis
i. Reflek Bisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk,dengan membiarkan lengan untuk beristirahat
dipangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit lebih dari
90° di siku, minta pasien memflexikan di siku sementara
pemeriksa mengamati dan meraba fossa antecubital, tendon
akan terlihat dan terasa seperti tali tebal, ketukan pada jari
pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii,
posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku, normalnya
terjadi fleksi lengan pada sendi siku.
ii. Reflek Trisep
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
duduk, secara perlahan tarik lengan keluar dari tubuh pasien,
sehingga membentuk sudut kanan di bahu atau lengan bawah
harus menjuntai ke bawah langsung di siku, ketukan pada
tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan
sedikit pronasi, normalnya terjadi ekstensi lengan bawah
pada sendi siku.
iii. Reflek Patella
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi duduk atau
berbaring terlentang, ketukan pada tendon patella, respon:
plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris.
iv. Reflek Achiles
Caranya: pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien
dduduk, kaki menggantung di tepi meja ujian atau dengan
berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas kaki
di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak,
identifikasi tendon mintalah pasien untuk plantar flexi,
ketukan hammer pada tendon achilles. Respon: plantar fleksi
kaki krena kontraksi m.gastroenemius (Muttaqin, 2010).
4) Reflek Patologis
Bila dijumpai adanya kelumpuhan ekstremitas pada kasus- kasus
tertentu.
i. Reflek Babynsky
Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki
diluruskan, tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan
kaki pasien agar kaki tetap pada tempatnya, lakukan
penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke
anterior, respon: posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi
keluarga jari kaki dan pengembangan jari kaki lainnya.
ii. Reflek Chaddok
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar
malleolus lateralis dari posterior ke anterior, amati ada
tidaknya gerakan dorsofleksi keluarga jari, disertai mekarnya
(fanning) jari-jari kaki lainnya.
iii. Reflek Oppenheim
Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke
distal, amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi keluarga jari
kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
iv. Reflek Gordon
Menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis), amati
ada tidaknya gerakan dorsofleksi keluarga jari kaki, disertai
mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.
v. Reflek Hofmen Tromen
Melakukan petikan pada kuku jari, perhatikan jari yang lain.
Normalnya jari-jari lain tidak bergerak (Muttaqin, A. 2010).
f. Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13,
cedera kepala berat 3-8)
2) Disorientasi tempat/waktu
3) Reflek patologis dan fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia
kehilangan sebagian lapang pandang
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran
9) Tanda-tanda peningkatan TIK :
a) Penurunan kesadaran
b) Gelisah letargi
c) Sakit kepala
d) Muntah proyektil
e) Pupil edema
f) Pelambatan nadi
g) Pelebaran tekanan nadi
h) Peningkatan tekanan darah systole
g. Aspek Kardiovaskular
1) Peubahan tekanan darah (menurun/meningkat)
2) Denyut nadi (bradikardi, tachi kardi, irama tidak teratur)
3) TD naik, TIK naik
h. System pernafasan
1) Perubahan poa nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi),
nafas berbunyi stridor, tersedak
2) Irama, frekuensi, kedalaman, bunyi nafas
3) Ronki, mengi positif
i. Kebutuhan dasar
1) Eliminasi: perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
2) Nutrisi mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
3) Istirahat kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j. Pengkajian psikologis
1) Gangguan emosi/apatis, delirium
2) Perubahan tingkah laku atau kepribadian
k. Pengkajian sosial
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara
tanpa arti, disartria, anomia
l. Nyeri atau kenyamanan
1) Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi berbeda
2) Gelisah
m. Nerfus Cranial
1) N.I: penurunan daya penciuman
2) N.II: pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
3) N.III, IV, VI: penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor
4) N.V: gangguan mengunyah
5) N.II, XII: lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada
2/3 anterior lidah
6) N. VIII: penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
7) N.IX, X, XI: jarang ditemukan
n. Pengkajian Primer
1) Airway
2) Breathing
3) Circulation
4) Disability
5) Exposure
2. Diagnosis Keperawatan
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif
c. Nyeri akut
d. Risiko defisit nutrisi
e. Defisit Perawatan Diri
f. Risiko infeksi
g. Kerusakan integritas kulit
h. Hipovolemia
i. Risiko cedera
j. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
k. Hipertermi
l. Risiko penurunan curah jantung
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Tindakan Keperawatan Rasional


(SIKI)
1 Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan neurologis Observasi
efektif keperawatan diharapkan Observasi: a. Untuk mengetahui
perfusi serebral meningkat. a) Monitor ukuran, reaksi pupil
Kriiteria Hasil : bentuk, b. Untuk mengetahui
1. Tingkat Kesadaran kesimetrisan dan tingkat kesadaran
cukup meningkat reaktifitas pupil c. Untuk mengetahui
2. Tekanan intrakranial b) Monitor tingkat kondisi vital pasien
cukup menurun kesadaran d. Untuk mengetahui
3. Tekanan darah c) Monitor tingkat status pernaasan
sistolik dan diastolic orientasi pasien
cukup membaik d) Monitor tanda- e. Untuk mengetahui
4. Tekanan nadi cukup tanda vital kondisi balutan
membaik e) Monitor status f. Untuk menilai respon
pernapasan pasien terhadap
f) Monitor ICP pengobatan yang di
DAN CPP
g) Monitor reflek berika
kornea Terapeutik :
h) Monitor balutan a. Untuk lebih
kraniatomi dan mengetahui secara
laminektomi signifikan kondisi
terhadap adanya neurologis pasien
drainase b. Untuk menghindari
i) Monitor respon hal yang berisiko
pengobatan c. Agar pemantauan
Terapeutik: sesuai kondisi pasien
a) Tingkatkan d. Untuk mengetahui
frekuensi keadaan pasien
pemantauan Edukasi :
neurologis, jika a. Agar pasien
perlu mengetahui tujuan
b) Hindari aktivitas dan prosedur
yang dapat pemantauan
meningkatkan b. Agar pasien
tekanan mengetahui
intracranial kondisinya
c) Atur interval
waktu
pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
d) Dokumentasi
hasil pemantauan
Edukasi
a) jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
b) informasikan
hasil pemantauan
2 Bersihkan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
efektif keperawatan maka bersihan Observasi: Observasi:
jalan nafas membaik dengan a. Monitor pola napas a. Mengetahui pola nafas
kriteria hasil : b. Monitor bunyi napas klien b. Mengetahui bunyi
1. produksi sputum menurun tambahan (mis:gurgling, nafas tambahan klien
2. wheezing menurun mengi, wheezing, ronghi) c. Mengetahui jumlah dan
3. Gelisah menurun c. Monitor sputum warna sputum klien
(jumlah,warna,aroma) Terapeutik
Terapeutik a. Menjaga kebersihan jalan
a. Pertahankan kepatenan nafas klien
jalan napas b. mengatur posisi klien
b. Posisikan semi fowler dengan kepala lebih tinggi
atau fowler c. Membersihkan jalan nafas
c. Lakukan penghisapan kurang dari 15 detik
lendir kurang dari 15 Edukasi
detik Menyarankan pemberian
Edukasi asupan cairan 2000ml
Anjurkan asupan cairan Kolaborasi
2000ml/hari, jika tidak a. Bekerjasama dalam
kontraindikasi pemberian obat pengencer
Kolaborasi lendir
a. Kolaborasi pemberian b. Memantau pernapasan
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
b. Pemantauan Respirasi
3 Nyeri akut Setelah tindakan Manajemen Nyeri Manajemen nyeri
keperawatan, diharapkan Observasi Observasi:
partisipan mampu a. Lakukan pengamatan a. Agar mengetahui lokasi,
menangani masalah nyeri pada lokasi, karakteristik, karakteristik, durasi,
dengan indikator : durasi, frekuensi, kualitas frekuensi, kualitas dan
a. Rasa nyeri berkurang dan intensitas nyeri. intensitas nyeri
b. Tidak kesulitan tidur b. Identifikasi skala b. Mengetahui skala nyeri
c. Gelisah berkurang nyeri. c. Melihat respon nyeri pada
d. Frekuensi nadi membaik c. Perhatikan respon wajah klien
e. Pola nafas normal (SLKI, nyeri pada wajah klien. d. Mengetahui factor yang
2019) d. Identifikasi faktor memperberat nyeri
yang memperberat serta e. Menilai tingkat
meringankan nyeri. pengetahuan nyeri terhadap
e. Identifikasi nyeri
pengetahuan tentang f. Mengetahui budaya terkait
nyeri. respon nyeri
f. Identifikasi budaya g. Mengetahui keberhasilan
terkait respon nyeri. dari terapi komplementer
g. Pantau keberhasilan yang dilakukan
terapi komplementer h. Mengetahui tingkat kondisi
yang telah dilakukan. pasien
h. Pantau efek samping Terapeutik
pemberian obat anti a. Untuk mengurangi rasa
nyeri. nyeri b. Untuk mengurangi
Terapeutik nyeri
a. Beri teknik non c. Untik memberi
farmakologis agar rasa kenyamanan kepada klien
nyeri berkurang. Edukasi
b. Kontrol lingkungan a. Agar pasien mengetahui
agar rasa nyeri bisa penyebab, periode dan
menurun. pemicu timbulnya rasa nyeri
c. Bantu fasilitasi b. Agar pasien tau cara
istirahat dan tidur. meredakan nyeri
d. Pada saat pemilihan c. Mengetahui frekuensi nyeri
strategi untuk mengatasi Kolaborasi
nyeri itu patut untuk a. Bekerja sama dalam
mempertimbangkan menurunkan rasa nyeri
sumber dan jenis dari
nyeri itu sendiri.
Edukasi
a. Beri penjelasan
tentang penyebab,
periode dan pemicu
timbulnya rasa nyeri
b. Ajarkan tentang cara
meredakan nyeri
c. Anjurkan untuk
memonitor rasa nyeri
sendiri
Kolaborasi
a. Kolaborasikan tentang
pemberian analgesic
untuk meredakan nyeri
(SIKI, 2018)
4 Resiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan diharapkan Observasi
status nutrisi membaik a. Identifikasi status
Kriteria Hasil : nutrisi b. Monitor asupan
1. Porsi makanan yang makanan
dihabiskan c. Monitor hasil lab
2. Frekuensi makan cukup Terapeutik
membaik a. Berikan makanan kaya
3. Membran mukosa cukup akan kalori dan protein
membaik b. Berikan nutrisi melalui
NGT
Edukasi
a. Anjurkan posisi
semifowler
b. Ajarkan keluarga diet
yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasikan dengan
ahli gizi untuk kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
5 Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit Observasi :
keperawatan diharapkan Observasi : a. Mengetahui penyebab
integritas kulit membaik a. identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
Kriteria Hasil : gangguan integritas kulit Teraupetik :
1. elastisitas meningkat Terapeutik a. Agar sirkulasi dara pasien
2. hidrasi meningkat a. ubah posisi tiap dua lancar
3. perfusi meningkat jam b. bersihkan perineal b. Agar menghindari risiko
4. hematoma menurun dengan air hangat, infeksi
5. nyeri menurun terutama pada periode c. Agar kulit pasien tetap
6. perdarahan menurun diare lembab
c. gunakan produk yang Edukasi :
mengandung petroleum a. Agar kulit pasien tetap
atau minyak pada kulit lembab
kering b. Memenuhi kebutuhan
Edukasi cairan pasien
a. anjurkan menggunakan c. Memenuhi kebutuhan
pelembab nutrisi pasien
b. anjurkan minum air
yang cukup
c. anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
6 Resiko penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan jantung akut Observasi :
jantung keperawatan diharapkan Observasi : c. Mengetahui karakteristik
tidak terjadi penurunan a. Identifikasi nyeri dada
curah jantung Kriteria karakteristik nyeri dada d. Memantau oksigen yang di
Hasil : b. Monitor saturasi butuhkan pasien
1. Kekuatan nadi perifer oksigen Terapeutik
meningkat Terapeutik d. Agar pasien dapat
2. Edema menurun a. Pertahankan tirah beristirahat
3. Dyspnea menurun baring b. Berikan e. Mengurangi stress pasien f.
4. Suara jantung S3 relaksasi untuk Agar pasien merasa nyaman
menurun 5. Suara jantung mengurangi ansietas dan Edukasi
S4 menurun 6. TD membaik stress a. Anjurkan melaporkan nyeri
c. Sediakan lingkungan b. Agar pasien mengetahui
yang kondusif untuk segala tindakan yang
beristirahat diberikan
Edukasi Kolaborasi
a. Anjurkan melaporkan Kolaborasi untuk
nyeri meningkatkan kesehatan
b. Jelaskan tindakan yang pasien
dijalani pasien
c. Ajarkan teknik
menurunkan kecemasan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat
7 hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
keperawatan diharapkan Observasi: Observasi:
status suhu membaik a. Identifikasi penyebab a. Mengetahui Penyebab
Kriteria Hasil : hipertermia (mis. hipertermia
7. Menggigil menurun dehidrasi, terpapar b. Memperhatikansuhu tubuh
8. Kejang menurun lingkungan panas, c. Memperhatikan kadar
9. Takikardi menurun penggunaan inkubator) elektrolit
10. Takipnea menurun b. Monitor suhu tubuh d. Meghitung pengeluaran
11. Suhu tubuh membaik c. Monitor kadar urine e. memperhatikan
12. Tekanan darah membaik elektrolit d. Monitor komplikasi akibat hipertermia
haluaran urine e. Monitor Terapeutik:
komplikasi akibat a. sediakan lingkungan dingin
hipertermia b. Longgarkan atau lepaskan
Terapeutik: pakaian
a. Sediakan lingkungan c. Basahi atau kompres
yang dingin hangat d. Berikan cairan oral
b. Longgarkan atau Edukasi
lepaskan pakaian Menyarangkan istirahat total
c. Basahi atau kompres Kolaborasi pemberian cairan
hangat dan elektrolit intravena
d. Berikan cairan oral
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
8 Defisit Perawatan Diri Setelah dilakukan intervensi Observasi : Observasi :
keperawatan maka defisit a. Identifikasi kebiasaan b. Mengetahui kebiasaan
perawatan diri membaik aktivitas perawatan diri aktivitas klien
dengan kriteria hasil : sesuai usia c. Menilai tingkat
1. Kemampuan mandi b. Monitor tingkat kemandirian pasien
meningkat kemandirian Teraupetik :
2. Kemampuan mengenakan Teraupetik : c. Menciptakan suasana
pakaian meningkat a. Sediakan lingkungan kenyamanan terhadap
3. Kemampuan makan yang teraupetik klien
meningkat b. Damping dalam d. Agar pasien tau
4. Kemampuan toilet melakukan perawatan cacatara melakukan
(BAB/BAK) meningkat diri sampai mandiri perawatan
Edukasi : Edukasi :
a. Anjurkan melakukan a. Agar pasien terjaga ke
perawatan diri secara bersihannya
konsisten sesuai
kemampuan
9 Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi Observasi
keperawatan tidak terjadi Observasi a. Untuk melihat dan
infeksi Kriteria hasil: a. Mengidentifikasi dan membantu
1. Integritas kulit cukup menurunkan risiko menurunkan risiko
meningkat terserang organisme terserang organisme
2. Integritas mukosa cukup patogenik patogenik
meningkat b. Monitor tanda dan b. Untuk mengetahui
3. Infeksi tidak berulang gejala infeksi lokal dan jika teradi tanda dan
4. Suhu tubuh cukup sistemik gejala infeksi
membaik Terapeutik Terapeutik
a. Batasi jumlah a. Memberkan
pengunjung ketenangan agar
Edukasi pasien beristirahat dan
a. Jelaskan tanda dan mengurangi
gejala infeks kebisingan
b. Ajarkan cara mencuci Edukasi
tangan dengan benar a. Memberikan informasi
kepada pasien dan terhadap
tanda dan gejala inveksi
b. Untuk mengurangi
terjadinya infeksi silang atau
menyebaran mikroorganisme
10 hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
keperawatan status cairan Observasi : Observasi :
Kriteria hasil: a. Periksa tanda dan a. Mengetahui tanda dan
1. Kekuatan nadi meningkat gejala hipovolemia gejala hipovolemia
2. Turgor kulit meningkat b. Monitor intake dan b. Mengetahui volume cairan
3. Perasaan lemah menurun output cairan Terapeutik :
4. Keluhan haus menurun Terapeutik : a. Mengetahui
5. Frekuensi nadi membaik a. Hitung kebutuhan kebutuhan cairan
6. Intake cairan membaik cairan b. Terpenuhi cairan
7. Suhu tubuh membaik b. Berikan asupan pasien
cairan oral Edukasi :
Edukasi : a. Agar terpenuhi cairan
a. Anjurkan tubuh pasien
memperbanyak asupan b. Agar tidak terjadi
cairan oral pembengkakan
b. Anjurkan menghindari Kolaborasi :
perubahan posisi a. Memnuhi kebutuhan cairan
mendaadak pasien
Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis
b. Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
11 Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera Pencegahan Cedera
keperawatan tidak Observasi : Observasi :
menurunkan resiko terjadi a. Identifikasi lingkungan a. Mengetahui potensi
cedera Kriteria hasil: yang berpotensi penyebab cedera
1. Toleransi aktivitas menyebabkan cedera b. Mengetahui obat yang
membaik 2. Nafsu makan b. Identifikasi obat yang menyebabkan cedera
membaik berpotensi menyebabkan Terapeutik :
3. Kejadian cedera menurun cedera a. Agar menerangi
4. Pola istirahat/tidur Terapeutik : penglihatan pasien
membaik a. Sediakan pencahayaan b. Mengurangi resiko cedera
yang memadai pasien
b. Sediakan alas kaki anti Edukasi :
slip Agar keluarga mengetahui
c. Sediakan pispot atau tujuan dari intervensi
urinal untuk eliminasi di
tempat tidur
d. Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien
Edukasi :
a. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan
keluarga
12 Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan Pemantauan neurologis Observasi
intrakranial keperawatan kapasitas Observasi: a. Untuk mengetahui reaksi
intracranial membaik a. Monitor ukuran, pupil
Kriteria hasil: bentuk, kesimetrisan dan b. Untuk mengetahui tingkat
1. Tingkat kesadaran reaktifitas pupil kesadaran
meningkat b. Monitor tingkat c. Untuk mengetahui kondisi
2. Fungsi kognitif kesadaran vital pasien
meningkat c. Monitor tingkat d. Untuk mengetahui status
3. Sakit kepala menurun orientasi d. Monitor pernaasan pasien
4. Gelisah menurun tanda-tanda vital e. Untuk mengetahui kondisi
5. Tekanan darah membaik e. Monitor status balutan
pernapasan f. Untuk menilai respon
f. Monitor ICP DAN CPP pasien terhadap pengobatan
g. Monitor reflek kornea yang di berika
h. Monitor balutan Terapeutik :
kraniatomi dan a. Untuk lebih mengetahui
laminektomi terhadap secara signifikan kondisi
adanya drainase neurologis pasien
i. Monitor respon b. Untuk menghindari hal
pengobatan yang berisiko
Terapeutik: c. Agar pemantauan sesuai
a. Tingkatkan frekuensi kondisi pasien
pemantauan neurologis, d. Untuk mengetahui keadaan
jika perlu pasien
b. Hindari aktivitas yang Edukasi :
dapat meningkatkan a. Agar pasien mengetahui
tekanan intracranial tujuan dan prosedur
c. Atur interval waktu pemantauan
pemantauan sesuai b. Agar pasien mengetahui
dengan kondisi pasien kondisinya
d. Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
a. jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. informasikan hasil
pemantauan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan ialah proses pelaksanaan dari rencaan
atau intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
spesifik yang telah ditentukan sebelumnya. Tahapan ini dimulai setelah
rencana intervensi disusun dan menjadi tujuan pada nursing order untuk
membantu pasien dalam mencapai tujuan proses keperawatan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, implementasi sebagai manifestasi pelaksanaan
intervensi yang spesifik, dilakukan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan (Nursalam, 2017).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan.
Dalam konteks ini, evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan, dan terarah ketika pasien dan profesional kesehatan
menentukan kemajuan pasien menuju pencapaian tujuan/hasil, dan
keefektifan rencana asuhan keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai pencapaian tujuan pada rencana keperawatan yang telah
ditetapkan, mengidentifikasi variabel-variabel yang akan mempengaruhi
pencapaian tujuan, dan mengambil keputusan apakah rencana
keperawatan diteruskan, modifikasi atau dihentikan.
Dokumentasi pada tahap evaluasi adalah membandingkan secara
sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang
telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu pendekatan lain
(Nursalam, 2017).
C. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
ANALISIS DATA

No Data Fokus Etiologi Masalah


1. DS: tidak dapat dikaji Kecelakaan Penurunan kapasitas
DO: adaptif intrakranial
- Kesadaran semi koma Trauma kepala
- GCS : E1 M2 Vett = 3 x
- Refleks pupil ada/ada Pendarahan
- TD: 140/80 Intacranial
- Nadi : 140x/menit
Peningkatan
CT Scan kepala : Intracranial
- Epidural hemmorrhage
Regio Penekanan pada
temporoparetooccipital Otak
sinistra yang
mengakibatkan midline Penurunan suplai
shift ke kanan darah ke otak
- Intercerebral
hemmorrhage lobus Fungsi otak
temoral dextra Menurun
- Kontusio cerebri lobus
temporal dextra penurunan kapasitas
- Subgaleal hematoma adaptif intrakranial
regio temporoparietal
sinistra
- Brain Ede,a
- Hematomastoid sinistra
- Multihematosinus
- Drviasi septum nasi tipe v
(klasifikasi Mladina)

Post op
- Riwayat benturan kepala
- Riwayat muntah 2x
- Riwayat tidak sadar
- Riwayat keluar
darah dari telinga
2. DS: tidak dapat dikaji Trauma kepala Bersihan jalan napas
DO: tidak efektif
- Pasien terpasang ETT Oedem serebral
- Terdapat suara napas
tambahan: ronchi Penurunan
- Terdapat sputum dengan Kesadaran
jumlah banyak, konsistensi
kental Penurunan
- Kesadaran sopor dengan kemampuan batuk
GCS 3, E1 M2 Vt
- Pasien tampak mampu Penumpukan cairan
batuk tapi tidak mampu atau secret
mengeluarkan secret dari
dalam mulutnya Bersihan jalan napas
- HR: 140 x/menit tidak efektif
3. DS: Tidak dapat dikaji Trauma kepala Nyeri akut
DO:
- Terdapat luka post op Kerusakan seluler
craniectomy pada kepala
- Pasien tampak mengerang Pelepasan histamin
dan mengerutkan dahi jika bradikilinin dan
kepalanya ditekan kalium di nosiseptor
- Skala nyeri 3 dengan VAS
- Tanda-tanda vital Implus saraf
TD : 137/85 mmHg menyebar
HR : 140 x/menit disepanjang serabut
RR : 30 x/menit saraf perifer aferen
Serabut A&C
melokalisir sumber
nyeri dan
mendeteksi intesitas
nyeri

Nyeri terutama
didaerah trauma
4. DS : Tidak dapat dikaji Trauma kepala Hipertermi
DO :
- Pasien post op Cedera jaringan otak
craniectomy hari ke-5
- Terdapat luka pada Vasodilatasi
kepala Vaskuler
- Tubuh klien teraba
hangat Aliran darah
- MSCT Brain: meningkat ke area
pendarahan intracerebri cedera
- lobus temporalis dextra
dengan volume +/- 14 Akumulasi darah
ml, Brain edema
- Suhu : 40,0 oC Edema serebral
- RR : 30 x/menit
Peningkatan TIK

Kompresi pada pusat


Suhu

Perubahan
Termoregulator
Hipertermi
5. Faktor Risiko: Trauma Kepala Resiko infeksi
- Pasien post op
craniectomy hari ke 5 Epidural hematoma
- Terpasang NGT ukuran
18 Fr terpasang sejak 6 hari Tindakan
yang lalu cranioctomy
- Terpasang kateter urine removal hematoma
terpasang sejak 6 hari yang
lalu Luka post op
- Hasil Hematologi rutin: cranioctomy
Wbc : 11.6 (Normal: 4.00- removal hematoma
10.00 103/uL)
Hb : 10.8 (Normal: 12.0- Risiko infeksi
16.00 gr/dl)
DATA PRIORITAS MASALAH

No Diagnosis Keperawatan Tanggal Ditemukan Paraf


1. Penurunan kapasitas intrakranial
berhubungan dengan edema cerebral
dibuktikan dengan: Data subjektif dan
Data objekti
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, dibuktikan dengan:Data
subjektif dan data objektif
3. Hipertermi berhubungan dengan respon
trauma dibuktikan dengan:
Data subjektif dan data objektif
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur invasif dibuktikan dengan:
Faktor Risiko: Data subjektif
dan data objektif
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Rencana Intervensi Rasional TT


. D
1 Penurunan kapasitas Setelah dilakukan Pemantauan tekanan ntracranial Pemantauan tekanan
intrakranial intervensi Observasi intracranial
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam maka - Identifikasi penyebab Observasi
edema cerebral penurunan kapasitas adaptif peningkatan TIK - Menegtahui penyebab
dibuktikan dengan: intracranial meningkat - Monitor peningkatan TD peningkatan TIK
DS:tidakdapatdikaji dengan kriteria hasil: - Monitor intracranial kesadaran - Mengetahui
DO: - Tingkat Kesadaran - Monitor kadar CO2 dan peningkatan TD
- Kesadaran semi meningkat pertahankan pada rentang yang - Mengetahui ntracr
koma - Tekanan darah dindikasikan kesadaran
- GCS : E1 M2 Vett = membaik - Mengetahui kadar
3x - Tekanan nadi membaik Terapeutik CO2 pasien
- Refleks pupil ada/ada - Pola napas membaik - Pertahankan sterilitas ntrac
- TD: 140/80 - Tekanan intracranial pemantauan Terapeutik
- Nadi : 140x/menit membaik - Pertahankan posisi kepala dan - Mempertahankan
CT Scan kepala : leher netral kebersihan ntrac
- Epidural - Atur interval system pemantauan
hemmorrhage regio pemantauan sesuai kondisi - Mencegah terjadinya
temporoparetooccipit pasien peningkatan tekanan
al sinistra yang - Berikan terapi non farmakologi intracranial
mengakibatkan ( terapi murottal) - Memantau kondisi
midline shift ke - Dokumentasikan hasil Pasien. Bukti dan
kanan pemantauan informasi yang dapat
- Intercerebral digunakan untuk
hemmorrhage lobus menentukan keputusan
temoral dextra
- Kontusio cerebri
lobus temporal
dextra
- Subgaleal hematoma
regio temporoparietal
sinistra
- Brain Edema
- Hematomastoid
sinistra
- Multihematosinus
- Drviasi septum nasi
tipe v (klasifikasi
Mladina)
Post op
- Riwayat benturan
kepala
- Riwayat muntah 2x
- Riwayat tidak sadar
- Riwayat keluar
darah dari tel
2 Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
efektif berhubungan intervensi Observasi Observasi
dengan sekresi yang selama 3x24 jam, - Monitor pola napas - Untuk mengetahui
tertahan, dibuktikan diharapkan bersihan jalan (frekuensi, kedalaman, usaha pola napas pasien
dengan: napas meningkat napas) - Untuk mengetahui
DS: tidak dapat dikaji dengan Kriteria hasil: - Monitor bunyi napas adanya suara napas
DO: - Produksi sputum - Monitor sputum tambahan atau tidak
- Pasien terpasang menurun - Mengetahui adanya
ETT - Frekuensi napas memba Terapeutik jumlah, warna sputum
- Terdapat suara napas ik - Posisikan semi fowler atau
tambahan: ronchi supinasi Terapeutik
- Terdapat sputum - Lakukan pengisapan lendir - Untuk
dengan jumlah kurang dari 15 detik mempertahankan
banyak, konsistensi - Berikan oksigen, jika Perlu jalan napas klien dan
kental posisi sebelum
- Kesadaran sopor Kolaborasi melakukan suction
dengan GCS 3 E1 Kolaborasi pemberian - Membantu
M2 Vt bronkodilator,ekspektoran, mengeluarkan lendir
- Pasien tampak mukolitik. menggunakan suction
mampu batuk tapi - Menambah oksigen
tidak mampu yangmasuk ke dalam
mengeluarkan secret tubuh
dari dalam mulutnya
- HR: 140 x/menit Kolaborasi
- Bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain
untuk melebarkan
saluran
pernapasan pasien.
3 Nyeri akut berhubungan Tingkat nyeri Manajemen nyeri Manajemen Nyeri
dengan agen Setlah dilakukan Observasi Observasi
pencedera fisik (trauma intervensi selama - Identifikasi skala nyeri - Untuk mengetahui skala
kepala) 3x24 jam maka nyeri nyeri pasien
dibuktikan dengan: berkurang, kenyamanan Terapeutik
DS: Tidak dapat dikaji meningkat. - Berikan teknik nonfarmakologis Terapeutik
DO: Kriteria Hasil: untuk mengurangi rasa nyeri (mis. - Untuk mengurangi rasa
- Terdapat luka post op - Meringis dapat menurun -Terapi pijat, kompres nyeri melalui tejhnik
craniectomy - Frekuensi nadi membaik hangat/dingin, nonfarmakologi
pada kepala - Tekanan darah membaik hypnosis, relaksasi napas dalam,
- Pasien tampak terapi murottal) Kolaborasi
mengerang dan - Bekerja sama dengan
mengerutkan dahi jika Kolaborasi profesi lain untuk
kepalanya Kolaborasi pemberian analgetik. menurunkan nyeri yang
ditekan dialami pasien
- Skala nyeri 4 dengan
VAS
- Tanda-tanda vital
TD : 140/80 mmHg
HR : 140 x/menit
RR : 30 x/menit
4 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan Manajemen hipertermi Manajemen hipertermi
dengan respon trauma perawatan selama 3 x 24 Observasi Observasi
dibuktikan dengan: jam maka termoregulasi - Identifikasi penyebab hipertermi - Mengetahui penyebab
DS : Tidak dapat dikaji membaik dengan - Monitor suhu tubuh Hipertermi
DO : kriteria hasil: - Monitor komplikasi akibat - Mengetahui suhu tubuh
- Pasien post op - Suhu tubuh membaik hipertermi - Mengetahui
craniectomy hari ke-5 - Takipneu menurun komplikasiakibat
- Terdapat luka pada - Takikardi menurun hipertermi
kepala
- Tubuh klien teraba Terapeutik Terapeutik
hangat - Sediakan lingkungan yang dingin - Lingkungan yang dingin
- MSCT Brain: - Ganti linen setiap hari membantu menurunkan
pendarahan intracerebri - Lakukan pendinginan eksternal suhu tubuh
- lobus temporalis dextra - Menjaga linen tetap
dengan volume +/- 14 Kolaborasi kering
ml, Brain edema Kolaborasi pemberian cairan dan - Suhu lingkungan akan
- Suhu : 40,0 oC elektrolit intravena. membantu menurunkan
- RR : 30 x/menit suhu tubuh

Kolaborasi
Bekerja sama dalam
menurunkan suhu tubh kli
en
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai